Formulasi Formulasi Gel Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) Sebagai Anti-Aging

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997). Ketebalan kulit berbeda-beda untuk tiap individu, tergantung usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup. Pada umumnya pria mempunyai kulit yang lebih tebal dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan wanita (Sulistyowati, 2009).

2.1.1 Fungsi kulit

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik serta mekanik, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kimiawi, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus, gangguan panas atau dingin. Gangguan fisik serta mekanik dicegah oleh adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit atau mantel asam kulit dengan pH 4,5 - 6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin yang menyerap sekitar 5 - 10% dari sinar tersebut (Wasitaatmadja, 1997).

Melanin dibentuk dari asam amino tirosin dengan bantuan enzim oksidase tirosinase yang mengandung tembaga. Melanosit merupakan sel yang memproduksi melanosom dan tirosinase. Melanosit mengeluarkan melanosom


(2)

yang merupakan organela berbentuk bulat panjang dan mengandung pigmen melanin. Melanin juga bertanggung jawab terhadap warna kulit (Putro, 1997). Paparan sinar matahari akan mengaktifkan melanosit dan meningkatkan produksi melanin, kemudian disebarkan ke lapisan atas epidermis melalui dendrit-dendrit pada melanosit. Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin yang menyerap sekitar 5 - 10% sinar tersebut (Wasitaatmadja, 1997).

Fungsi kulit lainnya adalah menjaga keseimbangan temperatur tubuh, organ sekresi, menerima rangsangan, absorpsi dan status emosional (Muliyawan dan Suriana, 2013). Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, kelembaban udara, metabolisme dan jenis zat yang menempel di kulit (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2 Struktur kulit

Menurut Anderson (1996), secara mikroskopik kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: epidermis, dermis dan lemak subkutan. Lapisan epidermis merupakan bagian terluar dari kulit. Epidermis dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu:

1. Stratum korneum atau lapisan tanduk

Stratum korneum merupakan lapisan yang paling luar dan tersusun dari sel mati berkreatin berbentuk datar dan tersusun berlapis-lapis. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

2. Stratum lusidum atau malfigi

Stratum lusidum merupakan asal sel-sel permukaan bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum lusidum terdapat di bawah lapisan


(3)

tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, dapat dilihat jelas pada telapak kaki dan tangan. Stratum lusidum dibagi menjadi tiga, yaitu:

- Stratum granulosum

Berada di bawah stratum korneum dan mempunyai fungsi penting yaitu menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum. Stratum granulosum mengandung sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.

- Stratum spinosum

Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal. Sel diferensiasi utama stratum spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin. - Stratum germinativum atau lapisan basal

Lapisan sel basal merupakan bagian yang paling dalam dari epidermis dan membentuk lapisan baru yang menyusun epidermis. Melanosit yang membentuk melanin untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan basal sepanjang stratum germinativum. Lapisan basal ini tersusun secara vertikal dan membentuk seperti pagar (Anderson, 1996).

Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin dan retikulin. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh (Anderson, 1996).

Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak didalamnya. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi


(4)

(Anderson, 1996). Jumlah lemak pada lapisan ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi makanan lemak yang berlebih. Jika tubuh memerlukan energi ekstra maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Wirakusumah, 1994).

2.1.3 Jenis-jenis kulit

Secara umum, berdasarkan pada kandungan air dan minyak, kulit terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Kulit kering

Kulit kering adalah kulit yang memiliki kadar air kurang atau rendah. Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering adalah:

a. Kulit tampak kusam dan bersisik. b. Mulai tampak kerut-kerutan.

c. Pori-pori sangat kecil, sehingga tidak kelihatan 2. Kulit normal

Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadar minyak rendah sampai normal. Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit normal adalah:

a. Penampilan kulit tampak segar dan cerah. b. Bertekstur halus dan tegang.

c. Pori-pori kelihatan, namun tidak terlalu besar.

d. Terkadang pada dahi, hidung, dan dagu terlihat berminyak. 3. Kulit berminyak

Kulit berminyak adalah kulit yang memiliki kadar air dan minyak yang tinggi. Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit berminyak adalah:


(5)

a. Kulit bertekstur kasar dan berminyak. b. Ukuran pori-pori besar dan kelihatan.

c. Mudah kotor dan sangat rentan berjerawat (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Jenis kulit campuran dalam dunia kosmetik dikenal juga dengan istilah jenis kulit kombinasi. Kulit kombinasi memiliki ciri-ciri, seperti daerah bagian tengah atau dikenal juga dengan istilah daerah T (dahi, hidung, dan dagu) terkadang berminyak atau normal. Sementara bagian kulit lain, cenderung lebih normal bahkan kering. Kulit jenis ini bisa dimiliki oleh semua umur. Akan tetapi, sering ditemukan pada usia 35 tahun ke atas (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.2 Penuaan Dini Pada Kulit

2.2.1 Pengertian penuaan dini pada kulit

Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara langsung akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997). Penuaan bisa terjadi saat memasuki umur 20-30 tahun (Noormindhawati, 2013). Penuaan ini tidak dapat dihindari, namun dengan merawat kulit sebelum terjadi penuaan dapat memperlambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Rosi, 2012).

2.2.2 Fenomena penuaan dini pada kulit

Menjadi tua merupakan proses normal yang terjadi pada setiap manusia, namun akan menjadi masalah apabila terjadi lebih cepat dari waktunya atau umumnya disebut penuaan dini. Tanda-tanda penuaan dini dapat terjadi di semua organ tubuh manusia dan yang paling tampak adalah pada kulit. Gejala-gejala


(6)

tersebut dapat ditandai oleh adanya kerut, hiperpigmentasi, dan spot pada kulit (Jaelani, 2009).

Pada dasarnya penuaan kulit terbagi menjadi dua proses besar, yaitu penuaan kronologi atau penuaan intrinsik (intrinsic aging) dan photoaging. Penuaan kronologi ditunjukkan dari adanya perubahan struktur dan fungsi, serta metabolik kulit seiring bertambahnya usia. Proses ini dapat berupa kulit kering dan tipis serta munculnya kerutan halus serta adanya pigmentasi pada kulit. Sementara itu, photoaging adalah proses yang menyangkut berkurangnya kolagen serta serat elastin kulit akibat paparan sinar UV. Paparan sinar UV yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk. Selanjutnya enzim ini akan memecahkan kolagen yang berada di bawah dermis (Zelfis, 2012).

2.2.3 Perubahann pada kulit

Wajah, pangkal leher serta punggung tangan merupakan bagian tubuh yang paling banyak terpapar sinar matahari sehingga kulit pada bagian ini mudah menjadi kering, kasar dan mengkerut. Perubahan yang timbul akan bervariasi pada setiap individu. Kulit yang terus menerus terpapar sinar matahari dan dalam jangka panjang akan menunjukkan perubahan karakteristik (Kligman, 1986).

Penuaan kulit pada orang tua (bukan karena pemaparan sinar matahari) adalah berbeda struktur internalnya dibandingkan dengan kulit yang terkena sinar matahari pada orang yang sama (Kligman, 1986).

2.2.3.1 Perubahan internal

Pada photoaging, faktor-faktor yang turut mempengaruhi adalah gaya hidup, frekuensi terkena sinar matahari dan durasi pemaparan, jenis sediaan


(7)

perawatan kulit wajah. Sedangkan pada intrinsic aging, yang mempengaruhi adalah faktor genetik dan usia (Kligman, 1986). Perubahan karakteristik dalam photoaging and intrinsic aging yang timbul pada epidermis dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis (Mitsui, 1997).

Bagian kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging

Lapisan epidermis Tebal Tipis

Sel-sel epidermis (keratinosit)

• Sel-sel tidak seragam • Sel-sel terdistribusi

tidak merata

• Pembesaran berkala

• Sel-sel seragam • Sel-sel terdistribusi

secara merata • Pembesaran

mendadak Stratum korneum • Peningkatan lapisan

sel

• Ukuran serta bentuk korneosit bervariasi

• Lapisan sel normal • Ukuran dan bentuk

korneosit seragam Melanosit • Peningkatan jumlah

sel

• Sel-sel bervariasi • Peningkatan produksi

melanosom

• Pengurangan jumlah sel

• Sel-sel seragam • Penurunan produksi

melanosom Sel-sel Langerhans • Pengurangan sel

dalam jumlah yang besar

• Sel-sel bervariasi

• Pengurangan sel dalam jumlah yang kecil

• Sel-sel seragam

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis (Mitsui, 1997).

Bagian kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging Jaringan elastis • Meningkat secara drastis

• Berubah menjadi massa yang tidak berbentuk

• Meningkat tetapi masih dalam keadaan normal

Kolagen • Serat kolagen dan

jaringan ikat menurun jumlahnya

• Serat kolagen tidak beraturan, jaringan ikat menebal

Retikular dermis: Fibroblas

Sel mast Sel inflamasi

• Semakin tebal • Meningkat dan aktif • Meningkat

• Berperan

• Semakin tipis

• Menurun dan tidak aktif

• Menurun • Tidak berperan


(8)

2.2.3.2 Perubahan eksternal

Selain perubahan yang tidak langsung tampak terdapat beberapa perubahan yang jelas pada permukaan kulit (perubahan eksternal) yang meliputi:

1. Keriput

Keriput dapat timbul pada seluruh bagian tubuh seperti pada wajah, terutama pada bagian dahi, area di sekitar mata serta mulut, dan dapat juga timbul pada bagian leher, siku, ketiak, tangan serta kaki. Keriput yang timbul dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Keriput linear (berupa garis-garis lurus yang umumnya timbul di area sekitar mata).

b. Keriput glyphic (saling menyilang membentuk suatu segitiga ataupun persegi yang umumnya timbul di area pipi dan leher).

c. Keriput umum (keriput halus yang umumnya timbul pada kulit orang tua dan bukan akibat pemaparan terhadap sinar matahari) (Barel, dkk., 2009). Keriput tipe 1 dan 2 merupakan keriput yang timbul akibat proses photoaging dan keriput tipe 3 merupakan akibat intrinsic aging. Timbulnya keriput merupakan hasil dari menurunnya kekuatan dan elastisitas kulit yang disebabkan oleh berkurangnya kandungan air dan penebalan stratum korneum, epidermis yang membesar dan perubahan jumlah dan kualitas dari kolagen dermis serta serat elastis kolagen, perubahan struktur tiga dimensi dari dermis dan perubahan lain akibat faktor eksternal dan internal (Barel, dkk., 2009).

2. Lipatan

Lipatan pada kulit umumnya mulai timbul ketika usia sekitar 40 tahun. Area yang paling sering terjadi lipatan adalah pada dagu, kelopak mata, pipi,


(9)

bagian samping perut. Penyebab dari lipatan ini juga sama dengan penyebab timbulnya keriput yaitu adanya penurunan elastisitas dari dermis dan penurunan kerja dari jaringan adiposa subkutan. Pengurangan kekuatan dari otot-otot yang menopang kulit juga menyebabkan terjadinya keriput dan lipatan (Barel, dkk., 2009).

3. Pigmentasi dan perubahan warna kulit

Terbentuknya pigmen pada kulit umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Secara visual, perubahan warna kulit yang menua adalah cenderung berubah dari kemerahan hingga kecoklatan. Akibat perubahan ini, warna kulit akan menjadi semakin gelap. Perubahan ini dikaitkan hubungannya dengan pengurangan ketransparanan akibat meningkatnya pigmentasi, pengurangan sekresi sebum dan penebalan serta penurunan kadar air pada lapisan stratum korneum kulit (Barel, dkk., 2009).

4. Konfigurasi permukaan kulit

Dengan terjadinya proses penuaan, permukaan kulit akan berubah secara visual maupun dari dalam. Perubahan disebabkan oleh karena sebagian sel-sel telah lambat bekerja. Kulit akan membentuk garis-garis yang halus, yang kemudian akan menjadi lengkungan dan menyambung terus menerus dan pada akhirnya bertambah dalam. Garis-garis dalam tersebut akan timbul ke sembarang arah secara tidak beraturan dan menyebabkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit (Barel, dkk., 2009).

2.2.4 Faktor penyebab penuaan dini

Faktor-faktor penyebab yang berperan pada proses penuaan kulit yang umumnya berhubungan satu sama lain, antara lain:


(10)

1. Umur

Umur adalah faktor fisiologik yang menyebabkan kulit menjadi tua. Umur bertambah setiap hari, secara perlahan tetapi pasti proses menua terjadi. 2. Genetik

Faktor genetik (keturunan) menentukan kapan mulai surutnya proses metabolik dalam tubuh, dan dengan kecepatan berapa proses menua berjalan.

3. Rasial

Berbagai ras manusia mempunyai perbedaan struktur dan faal tubuh dalam perannya terhadap lingkungan hidup sehingga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mempertahankan diri terhadap pengaruh lingkungan yang merusak kehidupannya. Misalnya dalam jumlah dan fungsi pigmen melanin.

4. Hormonal

Hormon tertentu dalam tubuh manusia mempunyai peran penting dalam proses pembentukan sel baru dan proses metabolik untuk mempertahankan kehidupan sel secara baik. Pada wanita hormon estrogen yang dibuat di dalam folikel kandung telur memacu pertumbuhan sel epitel sehingga apabila terjadi penurunan kadar estrogen seorang wanita (menopause) pertumbuhan sel baru akan terhambat.

5. Penyakit sistemik

Berbagai penyakit sistemik menyebabkan proses menua berlangsung lebih cepat, misalnya kencing manis, defisiensi gizi, dan penyakit autoimun yang menyebabkan terganggunya sistem biologik selular.


(11)

6. Lingkungan hidup

Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa suhu, kelembaban, polusi kimia dan terutama sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet dapat merusak serabut kolagen kulit dan matrik dermis sehingga kulit menjadi tidak elastis, kering dan keriput. Sinar ultraviolet dapat pula memacu pertumbuhan sel ganas kulit.

7. Lain-lain

Stres psikis, merokok, minuman keras, bahan tambahan dalam makanan, CO, N2O, radiasi sinar X, dan pajanan bahan kimia, dapat mempercepat penuaan kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Dari faktor-faktor penyebab tersebut di atas, terlihat bahwa kulit menua dapat disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam tubuh sendiri, misalnya umur, genetik, rasial, dan hormonal. Penuaan kulit yang terjadi disebut sebagai penuaan kulit intrinsik (sejati) yang sangat sukar dicegah. Penuaan intrinsik akan menghasilkan kulit menua sesuai dengan seharusnya. Sebaliknya, bila penuaan kulit disebabkan oleh faktor luar, misalnya lingkungan hidup, penyakit sistemik, stres, rokok, alkohol, bahan kimia, dan lainnya yang sebenarnya dapat dihindari, disebut sebagai penuaan ekstrinsik. Penuaan ekstrinsik akan menghasilkan kulit menua dini, yaitu lebih cepat dari seharusnya (Wasitaatmadja, 1997).

2.3 Anti-aging

Anti-aging adalah sebuah proses yang berguna untuk mencegah, memperlambat atau membalikkan efek penuaan agar dapat membantu siapa saja hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia (Fauzi dan Nurmalina, 2012). Penuaan dini dapat dicegah dengan cara menghindari radikal bebas, menggunakan


(12)

tabir surya, mengonsumsi air putih, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, istirahat yang cukup dan menghindari stress (Noormindhawati, 2013).

Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki tujuan untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat jauh lebih muda dari usia sesungguhnya. Produk ini digunakan untuk menghambat proses penuaan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit.

Kosmetika anti-aging pada umumnya berupa bahan aktif yang mengandung antioksidan untuk melindungi kulit dari efek radikal bebas. Antioksidan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebutir elektron yang sangat diperlukan oleh radikal bebas agar tidak menjadi berbahaya (Putro, 1997). Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Antioksidan sebagai bahan aktif pada produk anti-aging

Antioksidan adalah senyawa penting yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kulit. Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit. Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya sangat tidak stabil. Senyawa ini memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Sehingga, senyawa ini cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas juga disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan


(13)

menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput. Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas, di mana pada jaringan senyawa radikal bebas ini mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas. Sel-sel pada jaringan kulit pun terhindar dari serangan radikal bebas. Oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Karotenoid adalah salah satu sumber antioksidan alami yang dibutuhkan oleh tubuh kita guna sebagai penangkal radikal bebas (Wetipo, dkk., 2013), dan menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Putro, 1997), dan merupakan sumber utama pembentuk vitamin A untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari (Rohmatussolihat, 2009), serta meredam oksigen singlet serta pendeaktivasi radikal bebas (Panjaitan, dkk., 2008).

Asam askorbat (Levo-Ascorbic Acid) yang terkandung di dalam vitamin C dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar UV yang dapat menyebabkan penuaan dini bahkan kanker kulit. Selain itu, asam askorbat juga mampu memblokir terjadinya oksidasi DOPA sehingga mencegah pembentukan melanin. Kemampuan asam askorbat lainnya adalah merangsang pembentukan kolagen dan memperbaiki kulit yang terluka (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4 Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai


(14)

kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, dan pengental untuk sediaan oral. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan dan kosmetik juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

2.4.1 Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol (Rowe, dkk., 2005).

Gambar 2.1. Rumus bangun propilen glikol (Rowe, dkk., 2005)

2.4.2 Hidroksi propil metilselulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe, dkk., 2005).


(15)

Gambar 2.2. Rumus bangun HPMC (Rowe, dkk., 2005).

2.4.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Ditjen POM, 1979; Rowe, dkk., 2005) . Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe, dkk., 2005).


(16)

2.5 Tumbuhan Pare

Pare banyak terdapat di daerah tropis, tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, dibudidayakan atau ditanam di pekarangan denga dirambatkan di pagar, untuk diambil buahnya. Tanaman ini tidak memerlukan banyak sinar matahari, sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang agak terlindung. Daun tunggal, bentuknya bulat panjang, pangkal berbentuk jantung, berwarna hijau tua. Taju bergigi kasar sampai berlekuk menyirip. Bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, berwarna kuning. Buah bulat memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, rasanya pahit seoerti hidup ini. Warna buah hijau, bila masak menjadi orange yang pecah dengan tiga katup (Yuniarti, 2008). Menurut Handayani (2007) buah pare memiliki aktivitas antioksidan sebesar 8,744 ppm relatif lebih tinggi dibanding dengan vitamin C, BHT dan rutin.

Ada 3 jenis tanaman pare, yaitu pare gajih, pare kodok dan pare hutan. Pare gajih berdaging tebal, warnaya hijau muda atau keputihan, bentuknya besar dan panjang dan rasanya tidak begitu pahit. Pare hutan adalah pare yang tumbuh liar, buahnya kecil-kecil dan rasanya pahit. Untuk memperoleh buah yang panjang dan lurus, biasanya pada ujung buah yang masih kecil digantungkan batu (Yuniarti, 2008).

Nama Lokal

Paria, pare, pare pahit, pepareh (Jawa), prieu, peria, foria, pepare, kambeh, paria (Sumatera), paya, paria, truwuk, paitah, paliak, pariak, pania, pepule (Nusa Tenggara), poya, pudu, pentu, paria belenggede, palia (Sulawesi), papariane, pariane, papari, kakariano, taparipong, papariano, popare, pepare (Yuniarti, 2008).


(17)

2.5 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air) dengan kriteria dehidrasi 0 – 29; normal 30 – 50; hidrasi 51 – 100, evenness (kehalusan) dengan kriteria halus 0-31; normal 32-51; kasar 52-100, pore (pori) dengan kriteria kecil 0-19; besar 20-39; sangat besar 40-100, spot (noda) dengan kriteria sedikit 0-19; beberapa noda 20-39; banyak noda 40-100, wrinkle (keriput) dengan kriteria tida berkeriput 0-19; berkeriput 20-52; berkeriput parah 53-100, dan kedalaman keriput juga terdeteksi dengan alat ini. Tabel 2.3 menunjukkan parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer.

Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer Pengukuran Parameter

Moisture (kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0 – 29 30 – 50 51- 100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0 – 31 32 – 51 52 – 100

Pore (Pori)

Kecil Besar Sangat besar

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Spot (Noda)

Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Wrinkle (Keriput)

Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput


(18)

Keterangan:

Moisture (kadar air) :dehidrasi : 0 – 29 normal : 30 – 50 hidrasi : 51 – 100 Evenness (kehalusan) : halus : 0-31

normal : 32-51

kasar : 52-100

Pore (pori) :kecil : 0-19

besar : 20-39

sangat besar : 40-100

Spot (noda) :sedikit : 0-19

beberapa noda : 20-39 banyak noda : 40-100 wrinkle (keriput) :tidak berkeriput : 0-19

berkeriput : 20-52 berkeriput parah : 53-100, (Sumber: Aramo, 2012)


(1)

menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput. Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas, di mana pada jaringan senyawa radikal bebas ini mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas. Sel-sel pada jaringan kulit pun terhindar dari serangan radikal bebas. Oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Karotenoid adalah salah satu sumber antioksidan alami yang dibutuhkan oleh tubuh kita guna sebagai penangkal radikal bebas (Wetipo, dkk., 2013), dan menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Putro, 1997), dan merupakan sumber utama pembentuk vitamin A untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari (Rohmatussolihat, 2009), serta meredam oksigen singlet serta pendeaktivasi radikal bebas (Panjaitan, dkk., 2008).

Asam askorbat (Levo-Ascorbic Acid) yang terkandung di dalam vitamin C dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar UV yang dapat menyebabkan penuaan dini bahkan kanker kulit. Selain itu, asam askorbat juga mampu memblokir terjadinya oksidasi DOPA sehingga mencegah pembentukan melanin. Kemampuan asam askorbat lainnya adalah merangsang pembentukan kolagen dan memperbaiki kulit yang terluka (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4 Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai


(2)

kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, dan pengental untuk sediaan oral. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan dan kosmetik juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

2.4.1 Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol (Rowe, dkk., 2005).

Gambar 2.1. Rumus bangun propilen glikol (Rowe, dkk., 2005)

2.4.2 Hidroksi propil metilselulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe, dkk., 2005).


(3)

Gambar 2.2. Rumus bangun HPMC (Rowe, dkk., 2005).

2.4.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Ditjen POM, 1979; Rowe, dkk., 2005) . Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe, dkk., 2005).


(4)

2.5 Tumbuhan Pare

Pare banyak terdapat di daerah tropis, tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, dibudidayakan atau ditanam di pekarangan denga dirambatkan di pagar, untuk diambil buahnya. Tanaman ini tidak memerlukan banyak sinar matahari, sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang agak terlindung. Daun tunggal, bentuknya bulat panjang, pangkal berbentuk jantung, berwarna hijau tua. Taju bergigi kasar sampai berlekuk menyirip. Bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, berwarna kuning. Buah bulat memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, rasanya pahit seoerti hidup ini. Warna buah hijau, bila masak menjadi orange yang pecah dengan tiga katup (Yuniarti, 2008). Menurut Handayani (2007) buah pare memiliki aktivitas antioksidan sebesar 8,744 ppm relatif lebih tinggi dibanding dengan vitamin C, BHT dan rutin.

Ada 3 jenis tanaman pare, yaitu pare gajih, pare kodok dan pare hutan. Pare gajih berdaging tebal, warnaya hijau muda atau keputihan, bentuknya besar dan panjang dan rasanya tidak begitu pahit. Pare hutan adalah pare yang tumbuh liar, buahnya kecil-kecil dan rasanya pahit. Untuk memperoleh buah yang panjang dan lurus, biasanya pada ujung buah yang masih kecil digantungkan batu (Yuniarti, 2008).

Nama Lokal

Paria, pare, pare pahit, pepareh (Jawa), prieu, peria, foria, pepare, kambeh, paria (Sumatera), paya, paria, truwuk, paitah, paliak, pariak, pania, pepule (Nusa Tenggara), poya, pudu, pentu, paria belenggede, palia (Sulawesi), papariane, pariane, papari, kakariano, taparipong, papariano, popare, pepare (Yuniarti, 2008).


(5)

2.5 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air) dengan kriteria dehidrasi 0 – 29; normal 30 – 50; hidrasi 51 – 100, evenness (kehalusan) dengan kriteria halus 0-31; normal 32-51; kasar 52-100, pore (pori) dengan kriteria kecil 0-19; besar 20-39; sangat besar 40-100, spot (noda) dengan kriteria sedikit 0-19; beberapa noda 20-39; banyak noda 40-100, wrinkle (keriput) dengan kriteria tida berkeriput 0-19; berkeriput 20-52; berkeriput parah 53-100, dan kedalaman keriput juga terdeteksi dengan alat ini. Tabel 2.3 menunjukkan parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer.

Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer Pengukuran Parameter

Moisture (kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0 – 29 30 – 50 51- 100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0 – 31 32 – 51 52 – 100

Pore (Pori)

Kecil Besar Sangat besar

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Spot (Noda)

Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Wrinkle (Keriput)

Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput


(6)

Keterangan:

Moisture (kadar air) :dehidrasi : 0 – 29 normal : 30 – 50 hidrasi : 51 – 100 Evenness (kehalusan) : halus : 0-31

normal : 32-51

kasar : 52-100

Pore (pori) :kecil : 0-19

besar : 20-39

sangat besar : 40-100

Spot (noda) :sedikit : 0-19

beberapa noda : 20-39 banyak noda : 40-100 wrinkle (keriput) :tidak berkeriput : 0-19

berkeriput : 20-52 berkeriput parah : 53-100, (Sumber: Aramo, 2012)