Hubungan Job Demand dengan Cyberloafing pada Guru di Pucca Learning Center Medan

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan internet telah memberi berbagai keuntungan dan
kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak
perusahaan yang menyediakan layanan internet di kantor untuk kegiatan
operasional. Internet menjadi bagian penting dalam membantu jalannya
aktivitas bisnis karena internet dapat memudahkan komunikasi perusahaan
dengan pelanggan dalam hitungan detik. Selain itu, pihak perusahaan juga
dapat mengakses informasi dengan cepat, misalnya melacak pengiriman
produk. Tidak hanya itu, perusahaan juga dapat dikelola dari jarak jauh hanya
melalui internet (Herlianto, 2012).
Selain untuk bisnis dan operasi perusahaan, dalam dunia pendidikan,
internet juga dapat menjadi sumber informasi yang dapat digunakan oleh
pendidik maupun anak didik (Sharma & Maleyeff, 2003). Pemanfaatan internet
menjadi hal yang dianggap perlu dalam aktivitas akademik sehingga beberapa
institusi pendidikan juga telah menyediakan akses internet. Akses internet
dapat dimanfaatkan oleh para guru sebagai alat yang mendukung proses belajar

mengajar di kelas (Santrock, 2004).
Dengan adanya sumber daya yang telah disediakan oleh perusahaan,
diharapkan karyawan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik. Namun

1
Universitas Sumatera Utara

2

mudahnya akses internet untuk karyawan justru meningkatkan kecenderungan
karyawan terhadap penggunaan internet untuk hiburan dan hal diluar
pekerjaan (Greengard, 2002). Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
karyawan menghabiskan rata-rata 1.8 jam setiap hari untuk aktivitas yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan, yang mana sebagian besar adalah
dilakukan dengan internet (Malachowski, 2006). Penelitian oleh Griffiths di
tahun 2003, menemukan bahwa 59% karyawan menggunakan internet di
tempat kerjanya untuk hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
Penelitian serupa oleh Kansas State University menemukan bahwa 60% - 80%
pengguna internet pada awal tahun 2013 tidak menggunakan internet untuk
hal yang berkaitan dengan pekerjaan (Walter, 2013). Sedangkan Greenfield &

Davis (2002) menemukan bahwa karyawan menggunakan internet untuk
keperluan pribadi sekitar 3 jam per minggu hingga 2.5 jam per hari (Mills, Hu,
Beldona, & Clay, 2001).
Penggunaan internet oleh karyawan untuk hal pribadi ini disebut
cyberloafing. Cyberloafing merupakan aktivitas menggunakan internet untuk
keperluan non-bisnis pada jam kerja menggunakan sumber daya perusahaan
(Block, 2001). Cyberloafing merupakan cara yang paling banyak dilakukan
karyawan untuk menghabiskan waktunya di kantor (Malachowski, 2005).
Kapanpun karyawan menghabiskan waktu dengan internet untuk sesuatu yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan dapat disebut dengan cyber-slacking atau
cyberloafing (Ugrin, Pearson, & Odom, 2008).

Universitas Sumatera Utara

3

Cyberloafing adalah bentuk “deviant workplace behavior” atau
perilaku penyimpangan di tempat kerja (Lim, 2002). Dampak negatif
cyberloafing bagi perusahaan yaitu karyawan dapat melalaikan kewajiban
dalam melaksanakan tugas perusahaan karena aktivitas seperti browsing dan

emailing yang dilakukan pada jam kerja menyebabkan penggunaan waktu
yang tidak produktif dan mengalihkan perhatian karyawan dari penyelesaian
tuntutan pekerjaan (Lim & Chen, 2012). Aktivitas ini mempengaruhi kinerja
karyawan karena menghambat karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.
Cyberloafing berbeda dengan bentuk kemalasan kerja lainnya (misalnya:
terlambat masuk kerja, makan siang yang terlalu lama) karena cyberloafing
dapat dilakukan kapan saja oleh karyawan tanpa harus meninggalkan tempat.
Mastrangelo, Everton dan Jolton (2006) menyatakan bahwa sebagai
perilaku penyimpangan di tempat kerja, cyberloafing terdiri atas penggunaan
komputer yang non-productive dan counter-productive. Penggunaan komputer
yang non-productive muncul saat karyawan memakai komputer selama jam
kerja untuk aktivitas yang tidak produktif, namun tidak membahayakan
perusahaan misalnya berbelanja, chatting, dan bermain game. Penggunaan
komputer

yang

counter-productive

muncul


saat

seorang

karyawan

menunjukkan perilaku yang dapat menyebabkan konflik dengan tujuan
perusahaan seperti menyebarkan atau mengunduh hal berbau pornografi,
membuat virus atau bahkan mengedarkan obat-obatan terlarang. Kedua hal ini
sama-sama merugikan bagi perusahaan (Askew, 2009).

Universitas Sumatera Utara

4

Tidak hanya terjadi pada karyawan-karyawan yang bekerja di
perusahaan secara umum, kegiatan menggunakan internet untuk keperluan
pribadi pada saat bekerja juga terjadi di bidang akademis. Page (2010)
menemukan bahwa dari 320 guru yang menjadi subjek penelitian di Inggris,

setidaknya 73.8% menggunakan internet untuk keperluan yang tidak
berhubungan dengan pelajaran. Menurut Kurniawati (2012), selain untuk
membantu pengajar dalam kelas, para pengajar juga menggunakan fasilitas
internet untuk aktivitas pribadi pada saat jam pelajaran sedang berlangsung
sehingga hal tersebut mempengaruhi efektivitas proses belajar.
Bennett dan Robinson (2000) membagi perilaku penyimpangan di
tempat kerja menjadi dua jenis, yaitu perilaku yang merugikan perusahaan
secara langsung dan perilaku yang merugikan individu-individu terkait dalam
perusahaan. Pada institusi pendidikan, cyberloafing yang dilakukan oleh
pendidik tidak hanya berpotensi merugikan murid-murid, namun juga institusi
yang bersangkutan. Cyberloafing pada guru cukup serius karena dapat
mengurangi produktivitas dalam hal pembelajaran siswa (Page, 2010).
Dalam penelitiannya pada sebuah universitas negeri di Spanyol,
Zoghbi-Manrique-de-Lara (2012) menemukan hubungan negatif antara
aktivitas cyberloafing dengan kepuasan mahasiswa terhadap layanan
pengajaran oleh dosen. Hal ini disebabkan dosen kurang memanfaatkan waktu
mengajar dengan baik karena melakukan cyberloafing. Selain itu, cyberloafing
yang dilakukan oleh dosen di dalam kelas juga berdampak pada persepsi
mahasiswa


terhadap

dosen

tersebut

serta

menyebabkan

penurunan

Universitas Sumatera Utara

5

produktivitas karena mengganggu proses belajar mengajar. Penelitian tersebut
juga menemukan bahwa dosen menganggap aktivitas cyberloafing dan
kemalasan kerja sebagai dua hal berbeda yaitu bahwa cyberloafing “lebih
ringan” apabila dibandingkan dengan kemalasan kerja pada umumnya.

Cyberloafing merupakan “withdrawal behavior”, yang merupakan
salah satu bentuk perilaku penyimpangan di tempat kerja. Withdrawal adalah
perilaku karyawan yang mengurangi durasi kerja sehingga waktu kerjanya
lebih singkat dari harapan organisasi (Spector, Fox, Penney, Bruursema, Goh
& Kessler, 2006). Seperti perilaku withdrawal, aktivitas cyberloafing juga
menghabiskan waktu kerja karyawan layaknya absen, keterlambatan, dan
perpanjangan waktu istirahat. Pekerjaan yang menciptakan emosi negatif
selama bekerja dapat menjadi penyebab karyawan melakukan withdrawal.
Askew (2009) menunjukkan korelasi antara kebosanan kerja dengan
cyberloafing sebagai “withdrawal behavior” yaitu cyberloafing merupakan
aktivitas yang dilakukan karyawan untuk melarikan diri dari kebosanan
selama bekerja.
Berbagai hal dapat menyebabkan munculnya emosi negatif di
lingkungan kerja. Salah satu faktor tersebut adalah job demand. Pekerjaan
yang monoton dan berulang-ulang, penggunaan skill kerja yang rendah dan
mental underload adalah salah satu penyebab kebosanan kerja (Schaufeli &
Salanova, 2014). Menurut Reijseger, Schaufeli, Peeters, Taris, Beek, dan
Ouweneel (2013) kebosanan kerja muncul saat tugas yang diberikan tidak
menantang dan tidak bervariasi. Terlebih lagi, kebosanan kerja berkorelasi


Universitas Sumatera Utara

6

dengan tingkat tuntutan kerja dan sumber daya kerja yang rendah. Selain itu,
karyawan dengan beban kerja yang rendah hampir selalu membagi
perhatiannya

yaitu berusaha memperhatikan pekerjaan tetapi

sambil

melakukan beberapa hal sekaligus. Karyawan terdistraksi pada sebagian besar
waktu kerjanya dan menggunakan waktu kerja seminimal mungkin dalam
memperhatikan pekerjaan (Hart, 2010).
Menurut Bakker & Demerouti (2007) job demand adalah aspek fisik,
psikologis, sosial atau organisasional dari pekerjaan yang membutuhkan usaha
fisik dan/atau psikologis (kognitif dan emosional) yang terus menerus atau
skill yang berasosiasi dengan biaya fisiologis dan psikologis tertentu. Banyak
penelitian yang telah meneliti hubungan job demand dengan stres, kesehatan

fisik, serta kesejahteraan karyawan (Schaufeli & Bakker, 2004; Anwarsyah,
Salendu & Radikun 2012). Namun masih sangat sedikit literatur yang meneliti
mengenai efek job demand yang rendah pada karyawan.
Pucca Learning Center Medan merupakan sebuah kursus yang menjadi
subjek penelitian yang memberikan bimbingan bahasa Inggris bagi anak
PAUD hingga SMA. Rencana pembelajaran berfokus pada penguasaan materi
sehingga suatu materi dapat diajarkan hingga beberapa pertemuan sesuai
dengan agenda topik pengajaran. Pada kursus ini, setiap kelas berjumlah
maksimal enam orang siswa yang dibimbing oleh seorang guru selama 90
menit. Kursus ini menyediakan akses internet untuk staff dan guru serta
mengizinkan para guru untuk menciptakan strategi pembelajaran yang efektif
menggunakan internet di dalam kelas sekalipun. Namun, pimpinan Pucca

Universitas Sumatera Utara

7

Learning Center Medan mengeluhkan pemborosan akses internet yang
disediakan untuk staff yang dilakukan oleh para guru tanpa bentuk nyata dari
pembelajaran menggunakan internet. Hal ini sesuai dengan penuturan beliau:

“Unlimited internetnya, tapi kalau habis kuota kan jadi
lambat, kadang staff saya mau pake internet pun lambat. Gak
apa-apa kalau mau searching, memang murid suka minta
buatkan PR lah atau tanya-tanya pelajaran sekolah, tapi gak
tahu juga itu dipakai untuk murid atau apa, takutnya asik
sendiri jadi lupa sama murid terus murid ngadu ke orang
tua.” (Wawancara personal, 2015)
Selain itu, beliau juga berpendapat bahwa cyberloafing oleh para guru beresiko
merusak citra sekolah apabila pihak luar seperti orang tua murid mendapati
proses mengajar yang tidak efektif tersebut ataupun terjadi penurunan kualitas
pengajaran dari para guru.
“Namanya juga orang tua, nanti kalo mereka liat guru
BBM-an di kelas, kita yang kena. Apalagi kalau nilai anaknya
jelek, bisa-bisa dibilang karena gurunya gak professional
kan.” (Wawancara personal, 2015)
Job demand mempengaruhi perilaku kerja seseorang. Schaufeli dan
Bakker (2004) menemukan bahwa job demand berhubungan dengan beragam
counter-productive behavior. Ketika suatu pekerjaan terlalu menguras energi
fisik dan psikologis, atau justru tidak sama sekali, akan terjadi perilaku yang
tidak produktif. Blanchard dan Henle (2008b) menduga bahwa karyawan

dengan job demand yang rendah dapat melakukan cyberloafing karena
karyawan tidak memiliki tugas yang memadai sehingga cyberloafing menjadi
suatu cara untuk menghabiskan waktunya saat bekerja. Hal ini didukung oleh
penelitian Venkatraman (2008) yang menemukan adanya hubungan antara

Universitas Sumatera Utara

8

persepsi seseorang atas waktu senggang yang dimilikinya selama bekerja
dengan cyberloafing.
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
mengenai hubungan antara job demand dengan cyberloafing pada Pucca
Learning Center Medan. Hal itu dikarenakan fenomena cyberloafing yang
mulai banyak terjadi pada dunia pendidikan terjadi salah satunya pada populasi
yang diteliti. Penelitian ini sangat penting karena terjadinya cyberloafing di
dunia akademis sangat berdampak pada kualitas pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara job demand dengan cyberloafing?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara job
demand dengan cyberloafing.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi sumbangan ilmiah pada perkembangan psikologi industri dan
organisasi serta menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai
cyberloafing khususnya yang berkaitan dengan job demand.

Universitas Sumatera Utara

9

b. Memperkaya sumber kepustakaan dan dijadikan sebagai bahan referensi
teoritis dan empiris yang dapat menjadi penunjang untuk penelitian di masa
yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Bagi pemilik kursus, dapat mengetahui tingkat job demand dan
cyberloafing pada karyawan sehingga dapat menentukan job demand yang
sesuai untuk para guru dan mengurangi resiko cyberloafing pada kursus.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan proposal ini adalah:
Bab I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan
penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan sistematika

penulisan

mengenai hubungan

job demand

dengan

cyberloafing. Disini digambarkan tentang fenomena dan hasil penelitian
sebelumnya mengenai job demand dan cyberloafing.
Bab II: LANDASAN TEORI
Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai teori variabel
penelitian, yaitu teori job demand dan cyberloafing. Bab ini juga
mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang menjelaskan hubungan job demand dengan cyberloafing.

Universitas Sumatera Utara

10

Bab III: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang
menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional, populasi, sampel dan
metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan
realibilitas penelitian, dan metode analisis data.
Bab IV: ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian yang
disertai dengan interpretasi, hasil penelitian tambahan yang didapat dan
pembahasan mengenai kesesuaian maupun ketidaksesuaian antara data
penelitian yang diperoleh dengan data yang telah dikumpulkan.
Bab V: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi uraian kesimpulan yang menjadi jawaban permasalahan
yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang
meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara