Uji efek Antiinfsi Ekstrak Etanol Benalu Kopi (Scurrula ferrugenia (Jack) Danser) Terhadap Radang Pada Tikus yang Diinduksi Karagenan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benalu Kopi (Scurrula ferruginea (Jack) Danser)
Scurrula ferruginea (Jack)Danser atau yang dikenal dengan benalu kopi
merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional
(Dillasamola, dkk., 2015)

Gambar 2.1 Benalu kopi (Scurrula ferruginea (Jack)Danser
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Santalales


Famili

: Loranthaceae

Genus

: Loranthus Jack

Spesies

: Scurrula ferruginea (Jack)Danser (Putra, 2015).

2.1.2 Nama lain benalu kopi
Tumbuhan benalu kopi memiliki nama lain yaitu: Loranthus ferrugineus
Jack, L. Crysanthus DC, Dendrophthoe ferrugineus G. Don., Dendrophthoe
crysanthus G. Don., Etubila ferrugineus Rafin., Loranthus crysanthoides Korth.,

5
Universitas Sumatera Utara


Dendrophthoe crysanthoides Miq., Cichlanthus ferrugineus Van Tiegh.,
Cichlanthus chrysanthus Van Tiegh., Scurrula chrysanthoides Danser. Nama
daerah benalu kopi yaitu kemladean, pasilan, benalu, tahi burung, ambai-ambai
(Jawa) dan nama asing belum di ketahui (BPOM RI., 2010).
2.1.3 Habitat
Habitat alami dari tanaman ini terdapat di Malaysia, Sumatera, India,
Australia dan Selandia Baru (BPOM RI., 2010).
2.1.4 Morfologi
Tanaman ini berupa terna, parasit obligat dengan batang menggantung
berkayu silindris berbintik-bintik coklat. Bunga majemuk bentuk payung terdiri
dari 4-6 bunga di ketiak daun atau di ruas batang, tangkai pendek, kelopak bentuk
kerucut terbalik, panjang kurang lebih 3 mm bergigi empat, benang sari panjang
2-3 mm, kepala putik bentuk tombol, tabung mahkota panjang 1-2 cm, taju
mahkota melengkung ke dalam merah. Daun tunggal, berhadapan lonjong, ujung
agak meruncing, pangkal membulat tepi rata, panjang 5-9 cm, lebar 2-4 cm,
permukaan atas hijau, permukaan bawah coklat. Buah kerucut terbalik, panjang
kurang lebih 8 mm, coklat. Biji bulat kecil, hitam. Akar menempel pada pohon
inang, berfungsi sebagai penghisap, berwarna kuning kecoklatan (BPOM RI.,
2010).

2.1.5 Simplisia
Helaian daun berwarna hijau keabu-abuan sampai hijau kecoklatan dengan
permukaan bawah dipenuhi oleh rambut-rambut daun yang berwarna kecoklatan,
helaian daun berkerut, bentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal bulat,
membulat, ujung meruncing, tepi rata dan menggulung, panjang 3-6 cm, lebar 1-3

6
Universitas Sumatera Utara

cm, tangkai daun pendek, berkerut, ranting berwarna coklat kehitaman, berkerut
serta berbau khas dan rasa pahit (BPOM RI., 2010).
2.1.6 Kandungan kimia
Herba scurrulla mengandung senyawa asam lemak: asam oleat, asam
linoleat, asam linolenat, asam oktadeka-8-10-dinoat, asam (Z)-oktade- 12-ena-810-dioat dan asam oktadeka-8-10-12-trinoat; kuersitrin, kuersetin, rutin, ikarisid
B2, avikulin, (+)-katekin, (-)-epikatekin, (-)- epikatekin3-O-galat dan (-)
epigalokatekin-3-O-galat (BPOM RI., 2010)
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM., 1995).
Metode ekstraksi menurut Ditjen POM (1995) ada beberapa cara, yaitu:
cara dingin dan cara panas.
a. Cara dingin, yaitu:
i. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari

7
Universitas Sumatera Utara

tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya
(penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang
jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara panas, yaitu:

i. Refluks
Refluks merupakan suatu cara ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
ii. Sokletasi
Sokletasi merupakan suatu cara ekstraksi kontinu dengan menggunakan
alat soklet, dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin,
kemudian jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung
sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung
sifon, larutan tersebut akan kembali kedalam labu.
iii. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada
suhu 40-500C.
iv. Infundasi
Infundasi merupakan suatu cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air
pada temperatur 900C selama 15 menit.
v. Dekoktasi
Dekoktasi merupakan suatu cara ekstraksi pada suhu 900C dengan
menggunakan pelarut air selama 30 menit.


8
Universitas Sumatera Utara

2.3 Radang (Inflamasi)
Istilah inflamasi yang berasal dari kata inflammation yang artinya radang
atau peradangan. Sedang istilah inflamasi sendirinya berasal dari bahasa latin
yaitu Inflamation,inflammare yang artinya membakar. Inflamasi adalah respon
protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang
berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung suatu agen pencedera
maupun jaringan yang cedera. Dengan kata lain inflamasi atau radang merupakan
proses sentral dalam patogenesis berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
masuknya organisme maupun gangguan lain (Sudoyo, et al., 2009).
Pengaruh-pengaruh yang merusak (noksi) dari berbagai jenis, jaringan ikat
pembuluh bereaksi dengan cara yang sama pada tempat kerusakan dengan
menyebabkan suatu radang. Noksi dapat berupa noksi kimia, noksi fisika, infeksi
dengan mikroorganisme atau parasit (Mutschler, 1999).
Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai mekanisme yang
berbeda:
a. fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.

b. reaksi lambat, tahap sub akut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
c. fase proliferatife kronik, saat degenerasi dan fibrosis terjadi (Gunawan, 2007).
2.3.1 Klasifikasi inflamasi
Inflamasi dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, kedua klasifikasi
tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah respon cepat terhadap kerusakan sel, berlangsung
cepat (beberapa jam-hari) dan dipacu oleh sejumlah sebab seperti kerusakan

9
Universitas Sumatera Utara

kimiawi dan termal serta infeksi. Infeksi dihadapi oleh makrofag yang melepas
sejumlah kemokin dan sitokin yang menarik neutrofil ke tempat infeksi. Reaksi
akut terhadap bakteri dapat menimbulkan pembentukan nanah dalam beberapa
jam (Baratawidjaja, 2009).
b. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi bila inflamasi akut tidak dapat menghilangkan
benda asing, akan terjadi penghancuran jaringan yang lebih lanjut saat agens awal
dan respon inflamasi terus berupaya melawan benda asing. Tubuh menggunakan

pertahanan yang lebih spesifik dan ini terlihat dari jenis sel darah putih yang
ditemukan di area inflamasi yaitu terdapat limfosit dalam jumlah banyak dan
bukan neutrofil dan makrofag (Barber, et al., 2009).
2.3.2 Mediator inflamasi
Sel-sel dalam tubuh dilengkapi dengan reseptor yang letaknya berada di
permukaan sel, dapat mengeluarkan suatu zat yang berfungsi untuk pengaktifan
atau pemicu sel lain menjadi aktif zat tersebut disebut sebagai mediator. Contoh
dari mediator tersebut adalah histamine, bradikinin, serotonin, leukotrin dan
prostaglandin.
a. histamin, merupakan salah satu mediator

yang timbul saat jaringan

mengalami cedera, zat ini mempunyai efek vasodilatasi, kontraksi sel-sel
endotel dan meningkatkan permeabilitas (Sudoyo, et al., 2009).
b. bradikinin, merupakan mediator yang timbul apabila terjadi kerusakan
jaringan, reaksi alergi, inveksi virus dan peristiwa peradangan lainnya di
dalam jaringan. Peptida ini merupakan autakoid yang bekerja lokal dalam
menimbulkan nyeri, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan


10
Universitas Sumatera Utara

sintesis prostaglandin. Oleh karena itu zat ini merupakan bagian dari sejumlah
besar mediator yang berperan dalam respon peradangan (Goodman, 2008).
c. prostaglandin, merupakan hasil dari metabolisme asam arakidonat melalui
jalur siklooksigenase yang menunjukkan efek fisiologis seperti peningkatan
permeabilitas vaskular, dilatasi vaskular dan induksi kemotaksis neutrofil
(Baratawidjaja, 2009).
2.3.3 Gejala-gejala terjadinya respon peradangan
Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu:
a. rubor adalah jaringan yang meradang mengandung banyak darah akibat
kapiler-kapilernya melebar
b. kalor adalah panas yang menyertai peradangan, panas timbul akibat
peningkatan aliran darah
c. tumor merupakan pembengkakan daerah yang meradang, tumor terjadi akibat
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga protein-protein plasma dan
eksudat masuk keruang interstisium
d. dolor merupakan nyeri peradangan yang terjadi akibat adanya peregangan
saraf, pembengkaakan dan rangsangan di ujung-ujung saraf oleh mediatormediator peradangan (Corwin, 2009).

e. gangguan fungsi (fungsio laesa) yaitu gangguan yang diakibatkan oleh suatu
proses peradangan dimana gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang
dilakukan secara sadar atau secara refleks akan mengalami hambatan oleh rasa
sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya
gerakan jaringan (Price dan Wilson, 1995).

11
Universitas Sumatera Utara

Radang dapat dihentikan menurut reaksi-reaksi awal dengan meniadakan
noksi (mengeluarkan toksin) atau menghentikan kerja toksin. Walaupun demikian,
seringkali terjadi gangguan aliran darah regional, eksudasi dan emigasi sel-sel
darah merah (misalnya granulosit, makrofag) kedalam ruangan ekstra sel serta
proliferasi histosit dan fibroblast. Proses ini berfungsi primer pada perlawanan
terhadap kerusakan serta pemulihan kondisi asalnya, walaupun demikian juga
dapat bekerja negatif, pada Gambar 2.2 menggambarkan proses-proses diatas:

12
Universitas Sumatera Utara


Noksius

Kerusakan sel
Emigasi leukosit
Pembebasan bahan
mediator
Proliferasi sel

Gangguan sirkulasi
lokal

Kemerahan

Panas

Perangsangan
reseptor nyeri

Eksudasi

Pembengkakan

Gangguan
fungsi

Nyeri

Gambar 2.2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutsler, 1999).
2.3.4 Mekanisme Peradangan
Rangsangan dari luar baik fisika, kimia, maupun mekanik mengakibatkan
trauma sehingga terjadi gangguan pada jaringan. Jaringan yang mengalami
gangguan akan menghasilkan fosfolipid yang kemudian akan dihidrolisis oleh
enzim fosfolipase menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat yang
terbentuk kemudian akan disintesis oleh enzim lipoksigenase dan siklooksigenase
yang

nantinya

akan

menghasilkan

mediator-mediator

inflamasi.

Enzim

lipooksigenase akan mensintesis asam arakidonat menjadi asam-asam mono dihidroksi yang merupakan prekursor leukotrin (mediator inflamasi), kemudian

13
Universitas Sumatera Utara

leukotrin memproduksi LTB4, LTC4, LTD4 dan LTE4. Leukotrin yang terbentuk
ini akan mengakibatkan radang asma/inflamasi pada bronkus. Siklooksigenase
mensintesa siklik endoperoksida yang akan dibagi menjadi dua produk COX 1
(cyclooxygenase-1)dan COX 2 (cyclooxygenase-2). COX1 berisi tromboksan,
prostaklin yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi untuk
melindungi mukosa lambung dan COX2 berisi prostaglandin yang menyebabkan
peradangan (Tan & Rahardja, 2010). Mekanisme terjadinya inflamasi ditunjukkan
pada Gambar 2.3.

14
Universitas Sumatera Utara

Rangsangan

Kerusakan membran sel

Kortikosteroida

Fosfolipid
Fosfolipase
Asam arakidonat

Enzim lipooksigenase

Enzim Siklooksigenase

Hidroperoksida

Endoperoksida

Leukotrin

LTB4

LTC4/D4/E4

Prostaglandin

Tromboksan

Atraksi/akti
fasi fagosit

Perubahan permeabilitas
vaskuler, kontriksi bronkhial,
Peningkatan sekresi

Inflamasi

Bronkospasme, kongesti,
penyumbatan mukus

Prostasiklin

Modolasi
leukosit

Inflamasi

Gambar 2.3 Bagan mekanisme terjadinya inflamasi (Katzung, 2002)

15
Universitas Sumatera Utara

Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator
inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya
terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada
dalam fosfolipid membrane sel. Bila membrane sel mengalami kerusakan oleh
suatu rangsangan maka enzim fosfolipase diaktivasi untuk mengubah fosfolipid
tersebut menjadi asam arakidonat, kemudian sebagian diubah oleh enzim
siklooksigenase

atau

COX

(cyclooxygenase)

dan

seterusnya

menjadi

prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Bagian lain dari asam arakidonat
diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrin. Siklooksigenase terdiri dari
dua iso enzim, COX 1 dan COX 2 dimana iso enzim COX 1 banyak terdapat di
jaringan seperti ginjal, paru-paru, platelet dan saluran cerna sedangkan COX 2
tidak terdapat di jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel
radang. Leukotrin yang dibentuk melalui alur lipooksigenase yaitu LTA4 yang
tidak stabil yang kemudian oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau LCT4, yang
terakhir bias di ubah menjadi LTD4 dan LTE4. Selain pada rema, leukotrin juga
berperan pada proses peradangan dan alergi pada asma. Leukotrin di bentuk di
granulosit easinofil dan berkhasiat sebagai vasokonstriksi di bronkus dan mukosa
lambung. Khusus LTB4 disintesa di makrofag dan bekerja menstimulasi migrasi
leukosit. Mediator-mediator ini dinamakan slow reacting substance of
anaphylaxis (Tan dan Rahardja., 2010).
2.4 Obat Antiinflamasi
Berdasarkan cara kerja obat antiinflamasi ada dua jenis antiinflamasi yang
digunakan, yaitu:

16
Universitas Sumatera Utara

a. antiinflamasi steroid
Golongan obat ini dapat mengurangi aktivitas fosfolipase dan mengikat
enzim lipogenase, dan mengurangi terbentuknya leukotrin yaitu mengurangi
radang atau antiinflamasi. Leukotrin adalah zat kemotaktik bersifat menarik
migrasi sel fagosit ketempat cedera yang jika digunakan berlebihan akan
mengakibatkan inflamasi. Efek penggunaan obat steroid dalam jangka panjang
dapat menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung, moon face (wajah
bulan), menekan imunitas dan tulang menjadi keropos (Barber, et al., 2013).
b. antiinflamasi nonsteroid
Obat antiinflamasi nonsteroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs,
NSAID), adalah kelompok agen terapeutik yang besar dan sering digunakan.
Kelompok obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin.
Prostaglandin berperan untuk mendilatasi pembuluh darah menyebabkan
kemerahan dan bengkak (Barber, et al., 2013).
Secara kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagi dalam beberapa kelompok,
yaitu:
i. salisilat: asetosal, benorilat dan diflunisal. Dosis antiradangnya 2-3 kali lebih
tinggi daripada dosis analgetisnya. Berhubung risiko efek sampingnya maka
jarang digunakan
ii. asetat: diklofenak, indometasin dan sulindac.
iii. propionat: ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, naproksen dan tiaprofen
iv. oxicam: piroxicam, tenoxicam dan loxicam
v. pirazolon: fenilbutazon dan azapropazon (Tan dan Rahardja., 2010).

17
Universitas Sumatera Utara

2.5 Diklofenak
Diklofenak merupakan golongan obat penghambatan COX yaitu
kelompok COX-2. Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat,
obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalamai metabolisme lintas
pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Waktu paruh singkat yakni 1-3 jam,
diklofenak diakumulasi dicairan sinovial yang memberikan efek terapi lebih lama
dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis,
eritemia kulit dan sakit kepala. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien
tukak lambung. Peningkatan enzim transminase dapat terjadi pada 15% pasien
dan umumnya kembali normal. Gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi
dibanding obat NSAID lainnya (Gunawan, 2007).
2.6 Karagenan
Karagenan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi
dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium dan
kalsium. Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi
dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil (Bawa, et al.,
2007). Karagenan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu karagenan jenis kappa,
iota dan lambda (Angka, 2000).
Euchema cottoni (Kappaphycus alvarezii) merupakan jenis rumput laut
penghasil kappa karagenan, Euchema spinosum merupakan penghasil iota
karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lambda karagenan (Verawaty,
2008).

18
Universitas Sumatera Utara