TINJAUAN PENGGABUNGAN PELEBURAN DAN PEME

TINJAUAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PEMEKARAN
USAHA BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
DAN PERATURAN PEMERINTAH
Oleh : Ade S
I.

PENDAHULUAN
Dalam

kondisi

berkesinambungan

perekonomian

apalagi

kalau

dengan


dinamis

pertumbuhan

dan

booming

stabil
banyak

perusahaan akan melakukan ekspansi dan memperbesar usahanya
untuk memanfaat kesempatan dan peluang. Pengembangan usaha yang
demikian akan diikuti dengan suatu restrukturisasi (perubahan struktur
perusahaan yang makin
(pembelian

perusahaan

besar), misalnya

lain,

asset

atau

dalam bentuk
saham),

akuisisi

penggabungan

(merger), peleburan (consolidation), pemekaran unit/ cabang ( spin of),
atau pemecahan usaha (split of).
Namun sebaliknya, dalam kondisi perekonomian yang mengalami
penurunan (krisis ekonomi dan moneter, terjadi pertumbuhan negatif
(stagnasi)),

perusahaan


juga

akan

melakukan

restrukturisasi

(perubahan struktur perusahaan yang makin kecil/ ramping), misalnya
dalam bentuk reorganisasi (dengan memperkecil diri untuk tetap
bertahan), penjualan unit usaha (sell of), dan bahkan likuidasi
perusahaan (yang didahului dengan kepailitan).
II. LANDASAN TEORI
1. Ketentuan Dalam Standar Akuntansi Keuangan
Penyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 22
mengatur untuk tujuan akuntansi tentang penggabungan usaha.
PSAK

22


menggunakan

combination)

untuk

istilah

kombinasi

penggabungan,

( business

usaha

peleburan,

pemekaran,


pemecahan, dan pengambilalihan. Dalam Paragraf 08, PSAK 22
mendefinisikan istilah penggabungan (combination) usaha sebagai
penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu
entitas

ekonomi

karena

satu

perusahaan

menyatu

dengan
1

perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi

perusahaan

lain.

Istilah

penggabungan

(kombinasi)

usaha

merupakan istilah umum yang mencakup semua bentuk kombinasi
perusahaan-perusahaan yang semula terpisah. Kombinasi disebut
akuisisi (pengambilalihan) apabila satu perusahaan mengambil alih
aktiva produktif perusahaan lain dan mengintegrasikannya pada
kegiatan usahanya. Pengambilalihan juga mencakup pengalihan
kendali aktiva produktif perusahaan lain dengan pengambilalihan
mayoritas saham perusahaan tersebut. Perusahaan yang diambil
alih tersebut tidak perlu harus bubar. Kadangkala istilah merger


consolidation

dan

sering

dipersamakan

dengan

business

combination. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan antara
istilah tersebut. Berbeda dengan business combination, merger dan

consolidation harus diikuti dengan pembubaran perusahaan.
Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham oleh
perusahaan lain atau pembelian aktiva neto (aktiva bruto dikurangi
utang)


perusahaan.

Transaksi

dapat

terjadi

antar

persero

perusahaan yang bergabung atau antara perusahaan dengan
persero perusahaan yang lain. Penggabungan usaha dapat berpa
pembentukan

suatu

badan


usaha

baru

untuk

mengendalikan

perusahaan yang bergabung, pengalihan aktiva neto dari satu atau
lebih badan usaha yang bergabung. Penggabungan usaha dengan
pembelian aktiva neto, termasuk goodwill, badan usaha lain tanpa
membeli saham tidak menimbulkan induk dengan anak perusahaan.
Paragraf 05 PSAK 22 menyatakan bahwa penggabungan
usaha dapat mengakibatkan terjadinya legal merger yang sering
dilakukan

dalam

rangka


restrukturisasi

atau

reorganisasi

perusahaan. Legal merger mencakup merger (penggabungan itu
sendiri) dan konsolidasi (peleburan). Suatu legal merger biasanya
merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara
sebagai berikut :
a. Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke
prusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan
tersebut dibubarkan; atau

2

b. Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan
ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan
pengalihan tersebut dibubarkan.

Sementara itu, akuisisi dimaksudkan sebagai penggabungan
usaha dengan satu perusahaan untuk memperoleh kendali atas
aktiva neto dan operasi perusahaan lainnya dengan menyerahkan
aktiva tertentu, megakui utang/ kewajiban, atau mengeluarkan
saham. Dalam akuisis terdapat istilah akuisi berbalik ( reverse

acquisition) apabila peralihan saham dalam rangka akuisisi sebagai
bagian

dari

suatu

transaksi

pertukaran.

Perusahan

tersebut

mengeluarkan sahamnya yang berhak suara dalam jumlah tertentu
sehingga

menyebabkan

beralihnya

pengendalian

perusahaan

gabungan ke perusahaan yang sahamnya tidak diakuisisi. Selain itu,
sesuai dengan proses akuisisi terdapat istilah akuisisi berangsur
(step by step acquisition) apabila perolehan perusahan dilaksanakan
dalam beberapa kali transaksi.
Paragraf 08 PSAK 22 juga menyebut penyatuan kepemilikan
(uniting of interest/ pooling of interest). Istilah ini merujuk pada
suatu penggabungan usaha dengan para persero perusahaan yang
bergabung menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif
seluruh aktiva neto dan operasi perusahaan yang bergabung dan
selanjutnya memikul bersama semua risiko dan manfaat yang
melekat

pada

perusahaan

gabungan

sehingga

tida

dapat

diitentifikasi perusahaan mana sebagai pengambil alih.
Namun Paragraf 11 PSAK 22 memberikan indikasi untuk
mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi, misalnya dengan :
a. Nilai wajar suatu perusahan yang bergabung lebih besar secara
signifikan

daripada

perusahaan

lainnya.

Dalam

hal

ini,

perusahaan yang lebih besar tersebut adalah pengakuisisi;
b. Penggabungan

usaha

dilakukan

dengan

pertukaran

saham

berhak suara (votting common shares) dengan kas. Dalam hal ini,
perusahaan yang membayar tunai tersebut adalah perusahaan
pengakuisisi; atau
c. Penggabungan
perusahaan

usaha

mengakibatkan

mendominasi

penetuan

manajemen
anggota

suatu

manajemen
3

perusahaan gabungan. Dalam hal ini, perusahaan yang dominan
tersebut adalah perusahaan pengakuisisi.
1.1 Metode Pembelian (Purchase Method)
Akuisisi

dimaksudkan

sebagai

penggabungan

usaha

dengan satu perusahaan untuk memperoleh kendali atas aktiva
neto dan operasi perusahaan lainnya dengan menyerahkan
aktiva tertentu, mengakui utang/ kewajiban, atau mengeluarkan
saham. Dalam akuisis terdapat istilah akuisi berbalik ( reverse

acquisition) apabila peralihan saham dalam rangka akuisisi
sebagai bagian dari suatu transaksi pertukaran. Perusahan
tersebut mengeluarkan sahamnya yang berhak suara dalam
jumlah

tertentu

pengendalian

sehingga

perusahaan

menyebabkan

gabungan

ke

beralihnya

perusahaan

yang

sahamnya tidak diakuisisi. Selain itu, sesuai dengan proses
akuisisi terdapat istilah akuisisi berangsur (step by step

acquisition) apabila perolehan perusahan dilaksanakan dalam
beberapa kali transaksi.
Paragraf 17 PSAK 22 mengatur bahwa penggabungan
usaha melalui akusisi harus dipertanggungjawabkan dengan
menggunakan

metode

pembelian.

Penggunaan

metode

pembelian untuk akuisisi suatu perusahaan dibukukan seperti
halnya pembelian aktiva lainnya. Hal ini dalakukan karena
dalam akuisisi terjadi transaksi pengalihan aktiva, timbulnya
kewajiban atau penerbitan saham dalam rangka memperoleh
kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan lain. Metode
pembelian menggunakan biaya perolehan (cost) sebagai dasar
untuk mencatat akuisisi tersebut.
Paragraf 21 PSAK 22 menerangkan lebih lanjut bahwa
suatu akuisisi harus dibukukan sebesar biaya perolehan, yaitu
jumlah kas atau aktiva setara kas yang dibayar atau nilai wajar
(pada tanggal pertukaran) aktiva lain yang diberikan oleh
perusahaan

pengakuisisi,

sebagai

imbalan

atas

perolehan

kendali atas aktiva neto perusahaan lain, ditambah biaya-biaya

4

lain yang secara langsung dapat diatribusikan pada akuisisi
tersebut.
1.2 Metode

Penyatuan

(Pooling

Kepemilikan

of

Interest

Method)
Paragraf 13 PSAK 22 menyebutkan bahwa dalam keadaan
tertentu, mungkin sulit sekali mengidentifikasi pengakuisisi.
Tidak ada pihak yang dominan timbul dari penggabungan
tersebut, akan tetapi para pemegang saham perusahaan yang
bergabung bersama-sama mengendalikan seluruh (atau secara
efektif) aktiva neto dan operasi. Di samping itu, manajeman
perusahaan-perusahaan yang bergabung menjadi bagian dari
manajemen perusahaan gabungan. Akibatnya, para pemegang
saham perusahaan yang bergabung bersama-sama berbagi
risiko

dan

manfaat

atas

perusahaan

gabungan

tersebut.

Penggabungan usaha demikian diperlakukan sebagai penyatuan
kepemilikan (uniting of interests).
Paragraf 57 PSAK 22 mengatur bahwa suatu penyatuan
kepemilikan (uniting of interests) harus dibukukan dengan
menggunakan

interest

metode

method).

penyatuan

Dalam

kepemilikan

menerapkan

metode

( pooling

of

penyatuan

kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan dari peruisahaan
yang bergabung untuk periode penggabungan tersebut dan
untuk

periode

perbandingan

yang

diungkapkan,

harus

dimasukkan dalam laporan keuangan gabungan seolah-olah
perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan periode
yang disajikan tersebut. Lapoarn keuangan suatu perusahaan
tidak

boleh

memasukan

adanya

penyatuan

kepemilikan

walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang
bergabung, apalagi penyatuan kepemilikan terjadi setelah
tanggal neraca yang terakhir disajikan.
Paragraf 62 PSAK 22 menerangkan ebih lanjut bahwa
pengeluaran

yang

terjadi

sehubungan

dengan

penyatuan

kepemilikan harus diakuisebagai beban pada periode terjadinya.
Pengeluaran

yang

terjadi

sehubungan

dengan

penyatuan

kepemilikan mencakupi biaya pendaftaran dan penerbitan
5

saham, biaya yang timbul dari usaha memberikan informasi
kepada pemegang saham, biaya konsultan, gaji, dan biaya lain
untuk karyawan yang terlibat dalam penggabungan usaha.
Pengeluaran ini juga termasuk biaya atau kerugian yang timbul
akibat penggabungan kegiatan perusahaan-perusahaan yang
tadinya merupakan usaha yang terpisah satu sama lain.
2. Ketentuan Dalam Peraturan Pemerintah
1.1 Ketentuan Dalam Undang-undang Perseroan Terbatas
Dalam Bab VII, Pasal 102-109 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) mengatur
tentang penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. UU PT
hanya menyatakan bahwa satu atau beberapa perseroan dapat
menggabungkan diri (merger) menjadi satu dengan perseroan
yang telah ada atau meleburkan diri (konsolidasi) dengan
perusahaan lain dan membentuk perusahaan baru.
Beberapa persyaratan penggabungan dan peleburan yang
ditentukan dalam UU PT antara lain :
1) Direksi masing-masing perseroan yang akan melakukan
penggabungan/ peleburan meyusun rencana penggabungan/
peleburan usaha yang dituangkan dalam suatu rancangan
penggabungan/ peleburan yang memuat sekurang kurangnya
:
a) Nama perseroan;
b) Alasan dan penjelasan masing-masing perseroan;
c) Tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan;
d) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil
penggabungan, atau rancangan akte pendirian perseroan
baru hasil penggabungan;
e) Neraca dan perhitungan laba rugi meliputi 3 (tiga) tahun
buku terakhir tiap perusahaan; dan
f) Hal lainnya yang perlu diketahui persero.

6

2) Direksi wajib mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar
harian mengenai rencana tersebut paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang
saham (RUPS) dan selanjutnya meminta persetujuan RUPS.
3) Melaporkan rancangan

penggabungan/ peleburan untuk

mendapatkan persetujuan Mnteri Keuangan.
4) Direksi wajib mengumumkan hasil merger dalam 2 (dua)
surat kabar harian paling lambat 30 hari sejak persetujuan
Menteri

Kehakiman

atas

perubahan

anggaran

dasar,

pengesahan Menteri atas akta pendirian perseroan yang
baru,

pengambilalihan

tersebut

selesai

dilakukan

sejak

tanggal laporan atas pengambilalihan diterima Menteri
Kehakiman.
Dalam

Pasal

103

UU

PT

hanya

menyebut

bahwa

pengambilalihan (akuisisi/ take over) perseroan dapat dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan
dapat dilakukan baik untuk seluruh atau sebagian besar saham
yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian.
Bab

IX,

Pasal

114-124

UU

PT

mengatur

tentang

pembubaran perseroan dan likuidasi. Pasal 114 menyatakan
bahwa perseroan bubar karena :
1) Keputusan rapat umum pemegang saham;
2) Berakhirnya jangka waktu pendirian menurut anggaran
dasar;
3) Penetapan pengadilan.
Pasal 115 menyatakan bahwa pembubaran perseroan
yang ditepakan dalam keputusan rapat umum pemegang saham
diikuti dengan likuidasi oleh likuidator. Pasal 117 menyatakan
bahwa atas permohonan kejaksaan, pemegang saham, kreditor,
atau pihak yang berkepentingan, Pengadilan negeri dapat
membubarkan perseroan. Dalam pembubaran tersebut dapat
ditunjuk likuidator, apabila tidak ada penunjukan, maka Direksi
bertindak selaku likuidator.
Likuidator antara lain bertugas :

7

1) Mendaftarkan dalam daftar perusahaan, mengumumkan
dalam surat kabar harian dan memohon untuk diumumkan
dalam Berita Negara serta memberitahukan kepada Menteri
Hukum dan Perundang-undangan;
2) Memberitahukan kepada semua kreditor;
3) Pemberesan likuidasi, yang meliputi :
a) Pencatatan dan pengumpulan kekayaan,
b) Penentuan cara pembagian kekayaan,
c) Pembayaran kepada pada kreditor,
d) Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada persero,
dan
e) Tindakan lain yang perlu.
4) Bertanggung jawab pada RUPS; dan
5) Mengumumkan hasil akhir likuidasi.
1.2 Ketentuan Dalam Undang-undang Perpajakan
Penggabungan usaha dalam peraturan perpajakan diatur
dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
Menurut

ketentuan

perpajakan

secara

umum

yang

digunakan adalah metode pembelian (purchase method) yang
menggunakan Harga Pasar/ Nilai Wajar. Sedangkan metode
penyatuan kepemilikan (pooling of interest method) dapat
digunakan dengan persyaratan yang diatur dalam Keputusan
Menteri

Keuangan

Nomor

:

422/KMK.04/1998

tanggal

9

September 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999 adalah sebagai
berikut :
1) Wajib Pajak yang dapat menggunakan :
a) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam
rangka penggabungan atau peleburan usaha.
b) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam
rangka pemekaran usaha yang akan “go public” dengan
melakukan penawaran umum perdana (IPO) di bursa efek.
8

2) Persyaratan yang harus dipenuhi adalah :
a) Mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat

Jenderal

Pajak

yang

membawahi

Kantor

Pelayanan Pajak tempat pemohon terdaftar, selambatlambatnya 6 bulan sesudah proses penggabungan, atau
pemekaran usaha dilakukan, yaitu :
- Dalam hal penggabungan atau peleburan dilakukan oleh
wajib Pajak yang menerima pengalihan harta.
- Dalam hal pemekaran usaha, diajukan oleh Wajib Pajak
yang melakukan pengalihan harta.
b) Sudah melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha
terkait, termasuk cabang/ perwakilan yang terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak- Kantor Pelayanan Pajak lokasi.
c) Laporan keuangan Wajib Pajak, khususnya untuk tahun
pajak dilakukannya pegalihan harta, harus diaudit oleh
Akuntan Publik.
3) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka
penggabungan atau peleburan usaha dapat mengalihkan
kerugian/ sisa kerugian fiskal, termasuk kerugian selisih kurs
badan usaha yang lama yang belum dikompensasi dengan
syarat :
a) Wajib

Pajak

Badan

lama

terlebih

dahulu

harus

melakukanrevaluasi aktiva tetap menurut ketentuan yang
berlaku.
b) Wajib Pajak Badan Uasaha lama yang bersangkutan dalam
kondisi aktif menjalankan kegiatan usahanya.
c) Wajib pajak yang menerima pengalihan harta harus tetap
aktif

menjalankan

kegiatan

usahanya,

sekurang-

kurangnya sampai 2 tahun setelah selesainya proses
penggabungan atau peleburan usaha.
4) Dalam hal terjadi kompensasi timbal balik ( ofset) utang
piutang diantara Wajib Pajak yang melakukan pengalihan
harta dalam rangka penggabungan atu peleburan usaha,
maka :

9

a) Penghapusan utang bagi pihak debitur bukan merupakan
penghasilan.
b) Penghapusan

piutang

bagi

pihak

kreditur

bukan

merupakan biaya.
5) Apabila permohonan Wajib Pajak sudah lengkap, Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan
proses

penelitian

dan

konfirmasi

yang

diperlukan,

menerbitkan surat keputusan persetujuan atau penolakan
selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterimanya permohonan
secara lengkap, jika batas waktu 1 bulan telah lewat dan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak belum
menerbitkan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak
dianggap

diterima

dan

kepadanya

diterbitkan

surat

keputusan persetujuan.
6) Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku
tidak mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka
pengalihan harta tersebut harus dinilai dengan Harga Pasar
dan keuntungan yang diperoleh dikenakan PPh sesuai
ketentuan yang berlaku.
7) Penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan untuk
tahun buku dimana pengalihan harta tersebut dilakukan
secara prorata (penghitungan bulanan) berdasarkan masa
manfaat yang tersisa sebagaimana yang tercantum dalam
pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
8) Apabila

penggabungan,

peleburan,

pemekaran

usaha

dilakukan dalam tahun berjalan, maka :
a) PPh Pasal 25 Wajib Pajak yang baru, tidak boleh lebih
kecil dari jumlah PPh Pasal 25 dari pihak-pihak yang
mengalihkan.
b) Pembayarn, pemungutan, dan pemotongan PPh yang telah
dilakukan sebelumnya, dapat dipindahbukukan menjadi
pembayaran, pemungutan/ pemotongan PPh dari Wajib
Pajak yang menerima pengalihan.
9) Dalam hal penggabungan, peleburan, pemekaran usaha
dilakukan dalam tahun berjalan, maka :
10

a) Kewajiban formal penyampaian SPT Masa/ Tahunan PPh
bagi Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam
rangka penggabungan atau peleburan usaha, berakhir
sampai

dengan

Masa

Pajak/

Bagian

Tahun

Pajak

dilakukannya penggabungan atau peleburan usaha.
b) Kewajiban formal penyampaian SPT Masa/ Tahunan PPh
bagi Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam
rangka penggabungan atau peleburan usaha, dimulai
sejak Wajib Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak
setelah pendirian badan usaha baru.
III. KESIMPULAN
Penyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 22 mengatur untuk tujuan
akuntansi tentang penggabungan usaha. Penggabungan usaha dapat mengakibatkan
terjadinya legal merger yang sering dilakukan dalam rangka restrukturisasi atau reorganisasi
perusahaan. Legal merger mencakup merger (penggabungan itu sendiri) dan konsolidasi
(peleburan).
Penggabungan
dipertanggungjawabkan
Penggunaan

metode

usaha

melalui

dengan

menggunakan

pembelian

untuk

akusisi

harus

metode

pembelian.

suatu

perusahaan

akuisisi

dibukukan seperti halnya pembelian aktiva lainnya. Hal ini dalakukan
karena dalam akuisisi terjadi transaksi pengalihan aktiva, timbulnya
kewajiban atau penerbitan saham dalam rangka memperoleh kendali
atas aktiva neto dan operasi perusahaan lain. Metode pembelian
menggunakan biaya perolehan (cost) sebagai dasar untuk mencatat
akuisisi tersebut.
Suatu
dibukukan

penyatuan
dengan

kepemilikan

menggunakan

(uniting

metode

of

interests)

penyatuan

harus

kepemilikan

(pooling of interest method). Dalam menerapkan metode penyatuan
kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan dari peruisahaan yang
bergabung untuk periode penggabungan tersebut dan untuk periode
perbandingan yang diungkapkan, harus dimasukkan dalam laporan
keuangan gabungan seolah-olah perusahaan tersebut telah bergabung
sejak permulaan periode yang disajikan tersebut. Lapoarn keuangan
11

suatu

perusahaan

tidak

boleh

memasukan

adanya

penyatuan

kepemilikan walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak
yang bergabung, apalagi penyatuan kepemilikan terjadi setelah tanggal
neraca yang terakhir disajikan.
Undang-undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa satu atau
beberapa perseroan dapat menggabungkan diri (merger) menjadi satu
dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri (konsolidasi)
dengan perusahaan lain dan membentuk perusahaan baru dengan
eberapa persyaratan penggabungan dan peleburan yang ditentukan
dalam UU PT.
Penggabungan usaha dalam peraturan perpajakan diatur dalam
Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan.
Menurut ketentuan perpajakan secara umum yang digunakan
adalah metode pembelian (purchase method) yang menggunakan Harga
Pasar/ Nilai Wajar. Sedangkan metode penyatuan kepemilikan ( pooling

of interest method) dapat digunakan dengan persyaratan yang diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 422/KMK.04/1998 tanggal
9 September 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999.
Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku tidak
mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka pengalihan harta
tersebut harus dinilai dengan Harga Pasar dan keuntungan yang
diperoleh dikenakan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

12