Pengaruh Iklim Organisasi dan Stres terhadap Kesejahteraan Psikologis Karyawan Pribumi

BAB II
LANDASAN TEORI
A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS
1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis
Menurut Ryff (dalam Ryff dan Singer, 2008) menjelaskan kesejahteraan
psikologis dalan dua poin utama. Pertama, kesejahteraan yang menekankan pada
proses pertumbuhan dan pemenuhan individu yang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar. Poin kedua adalah uedaimonic, yang menekankan pada
pengaturan yang efektif dari sistem fisiologis untuk mencapai dari suatu tujuan.
Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan kondisi
tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan
kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Ryff dan Singer
dalam Snyder dan Lopez (2002) menguraikan kesejahteraan psikologis
merupakan fungsi optimal dari fungsi psikologis seseorang. Kemudian Robertson
dan Cooper (2011) memberikan pengertian tentang kesejahteraan psikologis
ditempat kerja sebagai tingkat perasaan dan tujuan psikologis yang dirasakan
seseorang di tempat kerja.
Menurut Diener (Papalia, 2008) kesejahteraan psikologis merupakan
perasaan subjektif dan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri. Menurut Ryff
individu yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah individu yang memiliki
respon positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu

penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan
lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Papalia, 2008).

10
Universitas Sumatera Utara

Sehingga dari penjabaran beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan
bahwa kesejahteran psikologis adalah kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa
adanya gangguan psikologis yang di pengaruhi oleh lingkungan sekitar sebagai
hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri.
2. Aspek-Aspek Kesejahteraan Psikologis
Menurut Ryff (1989) kesejahteraan psikologis memiliki enam aspek,
yaitu:
a.

Penerimaan diri, yaitu tingkat kemampuan individu dalam bersikap terhadap
dirinya sendiri, tanggup jawab terhadap diri sendiri, berani mengakui
kesalahan dan introspeksi diri.

b.


Hubungan positif dengan orang lain, yaitu tingkat kemampuan dalam
hubungan hangat dengan orang lain, hubungan interpersonal yang didasari
kepercayaan, serta perasaan empati dan kasih sayang yang kuat.

c.

Otonomi, yaitu tingkat kemampuan individu dalam menentukan nasib
sendiri, kebebasan, pengendalian internal, individual, dan pengaturan
perilaku internal, dasar kepercayaan bahwa pikiran dan tindakan seseorang
berasal dari dirinya sendiri dan seharusnya tidak ditentukan oleh kendali
orang lain.

d.

Penguasaan lingkungan, yaitu tingkat kemampuan individu untuk memilih
atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi batinnya.
Penguasaan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengubah
lingkungan agar sesuai dengan kondisi individu (yang di ubah adalah


11
Universitas Sumatera Utara

lingkungan) dan individu beradaptasi dengan lingkungan yang ada tanpa
merubah lingkungan tersebut (yang berubah adalah individunya).
e.

Tujuan hidup, yaitu pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup,
pendirian terhadap tujuan dan tujuan yang telah direncanakan.

f.

Pertumbuhan

pribadi,

yaitu

tingkat


kemampuan

individu

dalam

mengembangkan potensinya secara terus menerus, menumbuhkan dan
memperluas diri sebagai orang (person), suatu kekuatan yang terus berjuang
untuk menyatakan diri, dan melawan rintangan eksternal, sehingga pada
akhirnya individu berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis
dari pada sekedar memenuhi aturan moral.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis
menurut Ryff dan Keyes (1995) yaitu :
a.

Faktor demografis, seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan
budaya.

b.


Faktor dukungan sosial
Merupakan gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif (mendukung)
kepada seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari
orang-orang yang cukup bermakna dalam hidupnya. An dan Cooney (2006),
menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity)
memiliki peran yang penting pada kesejahteraan psikologis . Hal ini
termasuk kedalam perilaku hubungan (Relation Behaviour ) yang mana
pemimpin, mendengar, memfasilitasi, dan mendukung karyawan, sehingga

12
Universitas Sumatera Utara

karyawan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik (Hersey & Blanchard,
1988). Dukungan sosial yang diberikan adalah untuk mendukung karyawan
dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup.
c.

Evaluasi terhadap pengalaman hidup
Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang

penting terhadap tingkat kesejahteraan psikologis (Ryff, 1995). Interprestasi
dan penglaman hidup diukur dengan mekanisme evaluasi diri dan dimensi
kesejahteraan psikologis digunakan sebagai indikator kesehatan mental.

d.

Kepribadian
Gutie´rrez, Jime´nez, Herna´ndez, dan Puente (2004), menyatakan
kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesejahteraan psikologis. Schmutte dan Ryff (1997) menemukan sifat, low
neuroticism,

ekstrovert

dan

conscientiousness,

berpengaruh


pada

kesejahteraan psikologis khususnya pada penerimaan diri, penguasaan
lingkungan

dan

tujuan

hidup.

Meskipun

demikian

aspek-aspek

kesejahteraan psikologis yang lain juga berkorelasi dengan kepribadian
yang lainya. Sifat keterbukaan terhadap pengalaman baru dan ekstovert
pertumbuhan diri, sedangkan agreeableness berpengaruh pada hubungan

positif dengan orang lain dan dimensi otonomi berkorelasi dengan beberapa
kepribadian namun yang paling menonjol adalah neurotik.
e.

Religiusitas
Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan
Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai

13
Universitas Sumatera Utara

kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna
(Bastaman, 2000).
B. IKLIM ORGANISASI
1. Defenisi Iklim Organisasi
Iklim organisasi (organizational climate) merupakan persepsi anggota
organisasi tentang norma yang berkaitan dengan aktivitas kerja organisasi
(Armansyah, 1997). Iklim organisasi sering disebut sebagai lingkungan manusia,
dimana karyawan dalam melakukan pekerjaannya tidak dapat diamati secara fisik,
tidak dapat disentuh tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Menurut Sumardiono

(2005), iklim organisasi adalah karakteristik yang membedakan organisasi yang
satu dengan organisasi yang lain dan mempengaruhi perilaku anggota organisasi.
Sedangkan pendapat Kusjainah (1998) iklim organisasi merupakan kualitas
lingkungan internal suatu organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya,
mempengaruhi perilaku serta dapat tergambar dalam seperangkat karakteristik
atau atribut khusus dari organisasi. Karakteristik dari iklim organisasi tersebut
secara nyata menggambarkan cara suatu organisasi memperlakukan anggotaanggotanya. Iklim organisasi dibentuk melalui hubungan antara tuntutan
lingkungan, teknologi, struktur dan penampilan kerja. Hal ini menunjukkan
bagaimana tuntutan struktur dan teknologi yang menggambarkan iklim tertentu,
dipengaruhi oleh harapan – harapan terhadap pekerjaan. Konsep iklim organisasi
itu sendiri tidak lepas dari sifat dan ciri yang terdapat dalam suatu lingkungan
kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi yang dilakukan secara

14
Universitas Sumatera Utara

sadar atau tidak sadar, dan dianggap mempengaruhi perilaku (Mowday et al.,
1982; Sri dan Anfudin, 2003).
Dengan kata lain bahwa iklim organisasi dapat dianggap sebagai
kepribadian organisasi seperti yang dilihat dan dirasakan oleh para anggotanya.

Brown dan Leigh (1996) mengatakan bahwa iklim organisasi menjadi sangat
penting karena organisasi yang dapat menciptakan lingkungan dimana
karyawannya merasa ramah dapat mencapai potensi yang penuh dalam melihat
kunci dari keunggulan bersaing. Tagiurin dan Litwin (1968) yang mengatakan
bahwa iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang
bertahan cukup lama dan yang (a) dialami oleh segenap anggota organisasi, (b)
mempengaruhi perilaku mereka, dan (c) yang dapat digambarkan sebagai
cerminan nilai-nilai dari seperangkat ciri-ciri (atau atribut) khas organisasi
tersebut.
Mondy (1980) menyamakan konsep iklim organisasi dengan iklim
metereologi dengan menambahkan faktor-faktor seperti persahabatan, salingdukungan, pengambilan resiko dan kesukaan. Seperti dikatakan oleh Amundson
(dalam Martini & Rostiana, 2003) bahwa iklim organisasi mencerminkan kondisi
internal suatu organisasi karena iklim hanya dapat dirasakan oleh anggota
organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana untuk mencari penyebab
perilaku negatif yang muncul pada karyawan.
Berdasarkan penjabaran di atas mengenai defenisi iklim organisasi, dapat
di tarik kesimpulan bahwa iklim organisasi merupakan suatu persepsi anggota
organisasi terhadap lingkungan organisasinya

yang tidak dapat dilihat


15
Universitas Sumatera Utara

keberadaannya tetapi juga dapat di rasa dan juga mempengaruhi anggota individu
dalam bersikap dan berperilaku.
2. Aspek-Aspek Iklim Organisasi
Litwin dan Stringer (1968) mengemukanan ada 6 (enam) aspek iklim
organisasi:
a) Struktur: merefleksikan perasaan karyawan diorganisasi dengan baik mengenai
definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka.
b) Standar: mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki kinerja dan derajat
kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan
baik.
c) Tanggung Jawab: merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi
pimpinan diri sendiri dan tidak pernah meminta pendapat mengenai
keputusannya dari orang lain.
d) Pengakuan: perasaan karyawan apabila diberi imbalan yang layak setelah
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
e) Dukungan: merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling
mendukung yang berlaku di kelompok kerja.
f) Komitmen: merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai anggota
organisasi.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Mondy (1980) mengungkap 4 (empat) faktor utama yang mempengaruhi
iklim organisasi, yaitu :
(a) Kelompok kerja yang terdiri dari kesepakatan, moral kerja, dan kesejawatan.

16
Universitas Sumatera Utara

(b) Pengawasan manager, antara lain berupa penekanan pada hasil dan tingkat
kepercayaan.
(c) Karakteristik organisasi yang terdiri dari ukuran (besar kecilnya organisasi),
kekompakkan organisasi, keformalan dalam organisasi dan otonomi.
(d) Proses administrasi antara lain terdiri dari sistem penghargaan dan sistem
komunikasi.
C. STRES
1. Defenisi Stres
Menurut Riggio (2003) stres kerja sebagai reaksi fisiologis dan atau
psikologis terhadap suatu kejadian yang dipersepsi individu sebagai ancaman.
Evan dan Johnson (2000) menyebutkan bahwa stres kerja merupakan satu faktor
yang menentukan naik turunnya kinerja karyawan. Stres kerja menyebabkan
penyimpangan pada fungsi psikologis, fisik dan tingkah laku individu yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan dari fungsi normal (Beehr & Newman,
1988; dan Robbins 2004).
Perkataan stres berasal dari bahasa latin Stingere, yang digunakan pada
abad XVII untuk menggambarkan kesukaran, penderitaan dan kemalangan. Stres
adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami sesesorang yang sedang
menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya
kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan
kondisi fisik seseorang (Marihot, 2002).
Perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak

17
Universitas Sumatera Utara

tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks,
cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan
pencernaan (Mangkunegara, 2008).
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres
merupakan reaksi baik fisiologis maupun psikologis terhadap suatu kejadian yang
dapat menimbulkan ketegangan, ancaman bahkan hambatan yang dihadapi
sehingga individu merasa tertekan yang dapat terlihat dari beberapa simptom
seperti emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur,
merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah
meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
2. Aspek-Aspek Stres
Menurut Schultz dan Schultz (1994) dan Robbins (2004), aspek-aspek
stres kerja meliputi :
a.

Deviasi fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang yang terkena stres antara
lain adalah sakit kepala, pusing, pening, tidak tidur teratur, susah tidur,
bangun terlalu awal, sakit punggung, susah buang air besar, gatal-gatal pada
kulit, tegang, pencernaan terganggu, tekanan darah naik, serangan jantung,
keringat berlebihan, selera makan berubah, lelah atau kehilangan daya
energi, dan lain-lain.

b.

Deviasi psikologis yang mencakup sedih, depresi, mudah menangis, hati
merana, mudah marah, dan panas, gelisah, cemas, rasa harga diri menurun,
merasa tidak aman, terlalu peka, mudah tersinggung, marah-marah, mudah
menyerang, bermusuhan dengan orang lain, tegang, bingung, meredam

18
Universitas Sumatera Utara

perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, mengasingkan diri,
kebosanan, ketidakpastian kerja, lelah mental, kehilangan spontanitas dan
kreativitas, dan kehilangan semangat hidup.
c.

Deviasi perilaku yang mencakup kehilangan kepercayaan kepada orang lain,
mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak
memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang
lain, terlalu membentengi atau mempertahankan diri, meningkatnya
frekuensi absensi, meningkatkan penggunaan minuman keras dan mabuk,
sabotase, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres
Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), ada tiga faktor penyebab stres
kerja, yaitu yang berkaitan dengan lingkungan, organisasi, dan individu yang
diuraikan sebagai berikut:
a.

Faktor lingkungan, yaitu keadaan secara global. Lingkungan yang dapat
menyebabkan stres ialah ketidakpastian lingkungan, seperti ketidakpastian
situasi ekonomi, ketidakpastian politik, dan perubahan teknologi. Kondisi
organisasi ini akan mempengaruhi individu yang terlibat di dalamnya
(Sheridan & Radmacher, 1992).

b.

Faktor

organisasional,

mempengaruhi

kinerja

yaitu

kondisi

individu.

organisasi

Kondisi-kondisi

yang

langsung

tersebut

dapat

dikategorikan sebagai berikut:
a) Karakteristik intrinsik dalam pekerjaan, yaitu setiap pekerjaan memiliki
kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Karakteristik

19
Universitas Sumatera Utara

intrinsik tersebut antara lain berupa (1) tuntutan kerja (task demands),
seperti disain kerja, otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi
(Sheridan & Radmacher, 1992), otoritas bertingkat ganda ( multilevel of
authority), heterogenitas personalia, saling ketergantungan dalam

pelaksanaan tugas, dan spesialisasi (Schultz, 1982) dan juga (2) beban
kerja yang berupa satuan tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan
dalam satuan waktu tertentu. Tugas yang berlebihan ( work overload) dan
sebaliknya, beban kerja yang terlalu ringan pun dapat menyebabkan stres
sama besarnya (Gibson, dkk., 1994).
b) Karakteristik peran individu. Pekerjaan atau jabatan yang disandang
individu memunculkan peran. Hal ini merupakan norma-norma sosial
yang harus dituruti individu menurut posisinya dalam pekerjaan (Riggio,
1996). Karakteristik yang berhubungan dengan peran, antara lain: (1)
konflik peran, muncul ketika terjadi ketidakseimbangan antara tugas dan
standar, atau nilai-nilai pada diri individu dan atau keluarganya (Schultz,
1982; Beutell & Greenhauss, 1983; Luthans, 1998). (2) ketidakjelasan
peran, muncul ketika individu tidak memahami dengan jelas ruang
lingkup, tanggung jawab, atau apa yang diharapkan dalam melaksanakan
tugas. (3) beban peran, berhubungan dengan tuntutan peran yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah bagi kedudukan dalam jabatan (Anaroga,
1992). (4) ketiadaan kontrol, terjadi ketika individu merasa tidak
mempunyai kontrol atas lingkungan kerja atau sikapnya sendiri dalam
bekerja (Riggio, 1996).

20
Universitas Sumatera Utara

c) Karakteristik lingkungan sosial. Komposisi personalia dalam organisasi
akan membentuk pola hubungan interpersonal. Kondisi sosial yang
menjadi sumber stres terjadi pada bentuk pola hubungan antar rekan
kerja, atasan dengan bawahan, dan dengan klien dengan konsumen
(Fontana, 1993). Hubungan yang kurang baik antar kelompok kerja akan
mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu dan organisasi
(Gibson, dkk., 1994).
d) Iklim organisasi, yaitu yaitu karakteristik khas yang bersifat relatif tetap
dari lingkungan suatu organisasi yang membedakannya dengan
organisasi lainnya. Iklim organisasi meliputi sistem penggajian, disiplin
kerja dan proses pengambilan keputusan (Sheridan & Radmacher, 1992);
budaya kerja yang mencakup rasa memiliki, konsultasi, dan komunikasi
(Gibson, dkk., 1994).
e) Karakteristik fisik lingkungan kerja. Kondisi fisik lingkungan suatu
pekerjaan memiliki pengaruh penting pada kinerja dan kepuasan kerja
(Gifford, 1987). Beberapa kondisi fisik dapat mempengaruhi kemunculan
stres, seperti polusi bahan kimia, penggunaaan asbes, polusi asap rokok,
batu bara, dan kebisingan (Napoli, Kilbride, & Tebs 1988).
c.

Faktor individual, terdapat dalam kehidupan pribadi individu di luar
pekerjaan, seperti masalah keluarga dan ekonomi (Sheridan & Radmacher,
1992).

21
Universitas Sumatera Utara

D. DINAMIKA PENELITIAN
1. Pengaruh Iklim Organisasi dan Stres Terhadap Kesejahteraan
Psikologis
Iklim organisasi yang buruk dapat mempengaruhi tingkat stres yang
dialami karyawan. Dimana iklim organisasi itu sendiri dapat memicu timbulnya
stres bagi individu. Iklim organisasi berpengaruh besar pada proses menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif, sehingga dapat menciptakan kerja sama yang
harmonis pada setiap anggotanya di dalam suatu organisasi, sebaliknya jika iklim
organisasi yang dirasakan oleh para pekerja itu negatif, maka akan membuat para
pekerja mengalami stres kerja sehingga akan berdampak buruk pada lingkungan
kerja individu itu sendiri (Wijono, 2006). Hal-hal yang demikian juga dapat
mempengaruhi perasaan, perilaku dan kesejahteraan individu di tempat kerja yang
berdampak pada penguasaan lingkungan individu di tempat. Dimana seperti yang
dikemukakan oleh Ryff, individu yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah
individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan
psikologis yang salah satunya adalah penguasaan lingkungan.
Hal diatas dapat diketahui adanya hubungan yang secara bersama dan
saling berkaitan antara iklim organisasi dengan stres dapat berpengaruh kepada
kesejahteraan psikologis karyawan pribumi. Keterkaitan tersebut adanya
kesamaan indikator pada masing masing variabel sehingga dapat berpengaruh satu
sama lainnya

.

22
Universitas Sumatera Utara

2. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kesejahteraan Psikologis
Iklim organisasi memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap setiap
individu di organisasi. Tagiurin dan Litwin (1968) yang mengatakan bahwa iklim
organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang bertahan cukup
lama dan yang dialami oleh segenap anggota organisasi, mempengaruhi perilaku
mereka, dan yang dapat digambarkan sebagai cerminan nilai-nilai dari
seperangkat ciri-ciri (atau atribut) khas organisasi tersebut. Sehingga iklim
organisasi juga menjadi salah satu faktor yang digunakan untuk menciptakan
tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Iklim organisasi yang kondusif bagi anggota organisasi (karyawan)
mampu memberikan kenyamanan dalam bekerja, bahkan memungkinkan
karyawan akan bertahan dan loyal terhadap organisasi (perusahaan). Namun, hal
tersebut terkadang terhalang dengan hadirnya budaya organisasi yang buruk di
beberapa perusahaan yang memiliki kelompok minoritas dan mayoritas. Dimana,
kelompok minoritas terkadang merasa dikucilkan bahkan di acuhkan oleh
kelompok mayoritas. Untuk itu dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam budaya
organisasi, sehingga kelompok minoritas tidak merasa terabaikan.
Dalam dunia kerja, dukungan sosial yang diberikan adalah untuk
mendukung karyawan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Menurut
Robertson dan Cooper (2011) memberikan pengertian tentang kesejahteraan
psikologis ditempat kerja sebagai tingkat perasaan dan tujuan psikologis yang
dirasakan seseorang ditempat kerja.

23
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa iklim organisasi
memiliki pengaruh terhadap kesejahteran psikologis. Dimana, jika iklim
organisasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap individu maka kesejahteraan
psikologis individu mengalami penuruanan. Dan sebaliknya jika iklim organisasi
memiliki pengaruh yang positif maka kesejahteraan psikologisnya mengalami
peningkatan.
3. Perbedaan Tingkat Stres Terhadap Kesejahteraan Psikologis
Hampir sebagian dari kehidupan seseorang berisi kegiatan bekerja.
Anoraga (2001), mengatakan ada individu yang mencintai pekerjaanya,
melakukannya setiap hari dan terdorong untuk melakukannya lebih banyak lagi
pekerjaan. Namun, ada juga individu yang hanya menerima pekerjaan begitu saja
sebagai sebuah tuntutan hidup dan merasakan sesuatu yang berat , membosankan
dan tidak memuaskan. Biasanya individu seperti bekerja sekedarnya, melakukan
tugas-tugasnya dengan memiliki rasa tertarik atau kondisi kerja yang tidak
manusiawi seperti beban kerja yang terlalu berat. Hal-hal yang demikian dapat
menjadi penyebab munculny stres. Dimana stres adalah suatu kondisi ketegangn
yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seseorang. Hasilnya stres
yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan, yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya.
Tidak dapat dipungkiri hampir semua orang dalam kehidupannya pernah
mengalami stres. Dimana bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan Goldstein
(2007) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis
yang tinggi dapat menurunkan stres. Dimana kesejahteraan psikologis itu sendiri

24
Universitas Sumatera Utara

menurut Ryff (dalam Keyes, 1995) menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis
dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak
adanya gejala-gejala depresi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa adanya pengaruh negatif
antara tingkatan stres dan kesejahteraan psikologis. Jadi semakin tinggi tingkat
stres seseorang, maka akan semakin rendah kesejahteraan psikologisnya. Begitu
juga sebaliknya, semakin rendah tingkat stres seseorang maka semakin tinggi
kesejahteraan psikologis seseorang.
E. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
H1 : Ada pengaruh antara iklim organisasi dan stres terhadap kesejahteraan
psikologi
Berdasarkan hipotesa diatas, di jelaskan bahwa semakin tinggi pengaruh
iklim dan stres yang terjadi secara bersamaan, maka semakin rendah kesejahteraan
psikologisnya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah pengaruh iklim organisasi
dan stres, maka semakin tinggi kesejahteraan psikologisnya.
H2 : Ada pengaruh antara iklim organisasi terhadap kesejahteraan psikologis
Berdasarkan hipotesa di atas, dijelaskan bahwa semakin negatif persepsi
terhadap iklim organisasi, maka semakin rendah kesejahteraan psikologis
seseorang. Begitu juga sebaliknya semakin positif persepsi terhadap iklim
organisasi maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis seseorang.

25
Universitas Sumatera Utara

H3 : Ada perbedaan tingkat stres terhadap kesejahteraan psikologis
Berdasarkan hipotesa di atas, di jelaskan bahwa adanya pengaruh stres
yang berbeda terhadap kesejahteraan psikologis. Jika tingkat stres tinggi atau
rendah, maka kesejahteraan psikologisnya akan menurun, namun jika tingkat
stresnya berada dikategori sedang maka kesejahteraan psikologisnya akan
mengalami peningkatan.

26
Universitas Sumatera Utara