PEMBELAJARAN BIOLOGI ABAD 21 DALAM DESAI

PEMBELAJARAN BIOLOGI ABAD 21 DALAM DESAIN, STRATEGI,
DAN MENJAWAB TANTANGAN PENDIDIKAN GLOBAL
Muslimin Ibrahim
Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Peran
Biologi dan Pendidikan Biologi dalam Menyiapkan Generasi Unggul dan
Berdaya Saing Global di Universitas Muhammadiyah Malang, 21 Maret
2015
A. Pendahuluan
Dari judul yang diberikan oleh panitia di atas, terdapat kata kunci
yang

dapat disarikan,

yaitu

(1) Pendidikan

Global,


(2) Tantangan

Pendidikan Global, (3) Desain dan stategi pembelajaran biologi untuk
menghadapi tantangan dimaksud. Makalah ini mencoba memenuhi
permintaan tersebut.
Sebenarnya kerisauan mengenai perlunya pendidikan global sudah
lama disadari (Global Education Guidelines, 2008). Kerisauan itu muncul
sebagai akibat kemajuan   pesat   di   bidang   teknologi   komunikasi   &   transportasi   yang
dirasakan dunia semakin sempit, batas negara menjadi buram, proses universalisasi melanda
berbagai aspek kehidupan, masyarakat lokal menjadi anggota masyarakat dunia. Intensitas
interaksi dan kompetisi meningkat. 
Kerisauan juga muncul sebagai akibat  adanya ”ketidakpastian” tentang
“apa” yang diperlukan di masa depan. Dampak ikutan ketidakpastian itu
adalah sulitnya menetapkan arah dan merancang apa yang harus
dilakukan untuk menyiapkan siswa yang akan hidup pada masa itu.
Mengantisipasi fakta tersebut, perlu ada usaha nyata mencari persamaan­persamaan
di antara anggota masyarakat  dunia berupa  nilai­nilai  universal  yang perlu dikembangkan
bersama  (Kevin, 2014; Brown, 2013; Andreotti, 2012).   Perlu   ada   usaha   yang
bertujuan membuka mata dan pikiran orang pada realitas globalisasi
dunia dan “membangunkan” serta menyadarkan mereka akan pentingnya

keadilan, kesetaraan, dan hak asazi manusia untuk semua orang.
Pendidikan

global

pengembangan,

adalah

pendidikan

pemahaman
hak

azasi,

tentang
pendidikan

pendidikan


&

perdamaian,

&

pencegahan konflik, pendidikan antar budaya, dan menjadikan pendidikan
kewarganegaraan berdimensi global; Perlunya pendidikan yang demikian
ini juga ditekankan oleh Global Education Guidelines (2008) dipublikasikan
oleh South North Centre of Europe, yang ditujukan kepada para pendidik

dan pembuat kebijakan dinyatakan antara lain bahwa (1) perlu ada
tindakan nyata memperkuat pendidikan global, (2) meningkatkan praktikpraktik pendidikan global melalui sharing dan menciptakan sinergisme di
antara stakeholder, melalui berbagai pendekatan, pemilihan konten, dan
kriteria evaluasi, serta (3) berbagi praktik-praktik dan pengalaman yang
sudah

dilakukan


di

berbagai

belahan

bumi.

(4)

Memahami

dan

mendiskusikan hubungan kompleks berkait isu-isu sosial, ekologi, politik,
dan ekonomi, sekaligus mampu memiliki cara baru di dalam berpikir dan
bertindak.
B. Apa yang Dimaksud dengan Pendidikan Global?
Pendidikan global adalah sudut pandang yang muncul dari fakta
bahwa orang hidup dan berinteraksi pada saat yang sama dengan

munculnya kondisi semakin meningkatnya pengaruh globalisasi. Beberapa
sumber mendefinisikan bahwa pendidikan global adalah pendidikan yang
bertujuan membuka mata dan pikiran orang pada realitas globalisasi
dunia dan “membangunkan” serta menyadarkan mereka akan pentingnya
keadilan, kesetaraan, dan hak asazi manusia untuk semua orang.
Pendidikan

global

pengembangan,

adalah

pemahaman

pendidikan

hak

azasi,


tentang
pendidikan

pendidikan

&

perdamaian,

&

pencegahan konflik, pendidikan antar budaya, dan menjadikan pendidikan
kewarganegaraan berdimensi global;
GLEN (2009) mendefinisikan bahwa pendidikan global adalah
pendekatan kreatif yang membawa perubahan di dalam masyarakat kita.
Mereka

juga


pembelajaran

mengatakan
aktif

bahwa

berbasis

pendidikan

nilai-nilai

global

universal

adalah

seperti


proses

toleransi,

solidaritas, kesetaraan, keadilan, inklusi, kooperasi, dan tanpa kekerasan.
Sementara itu Hunt (2012) menyebutnya sebagai pembelajaran global
(global learning) yaitu istilah yang digunakan untuk mendefinisikan
berbagai aspek kurikulum sekolah yang relevan dengan setiap orang di
semua

tempat

di

permukaan

bumi

ini.


Dengan

perkataan

lain

pembelajaran global mencoba mengeksplorasi interkoneksi di antara
penduduk dan tempat di seluruh dunia. Hal ini menuntut kita untuk
melakukan observasi mengenai persaman dan perbedaan yang ada di
antara kita dan menghubungkannya dengan kehidupan kita.
Pendidikan   global   adalah   proses   pembelajaran   transformatif.   Pendidikan   global

adalah pendekatan baru yang memusatkan perhatian untuk membantu menjawab pertanyaan
kita tentang masa depan. Pendidikan global memperlengkapi siswa agar mampu memahami
isu dunia seraya memberdayakan mereka dengan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
yang diinginkan sebagai warga dunia   untuk menghadapi masalah­masalah global. Berkait
dengan hal itu pendidikan global adalah proses individual dan pertumbuhan kolektif yang
memungkinkan terjadinya transformasi dan transformasi diri.
Pendidikan global tidak hanya berkenaan dengan tema global, masalah dunia, dan

bagaimana   menemukan   penyelesaian   secara   bersama­sama,   tetapi   juga   menyangkut
bagaimana merancang masa depan bersama dengan kondisi kehidupan yang lebih baik untuk
semua,   menghubungkan   pandangan  lokal   dengan   global   dan   bagaimana   mewujudkan  visi
tersebut menjadi nyata, mulai dari sesuatu yang kecil  yang kita lakukan.
Pendidikan global mengembangkan pengertian pada siswa bahwa keberadaan mereka
membentuk   masyarakat   dunia   dan   mereka   merupakan   anggota   masyarakat   manusia   yang
menghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada planet bumi tersebut. Oleh karena
itu pendidikan global  harus  menyadarkan mereka  betapa pentingnya  mampu hidup secara
bijaksana dan bertanggung jawab, sebagai individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan
sebagai anggota masyarakat global.
B. Apakah Tantangan Pendidikan Global?
Globalisasi   yang   ditandai   dengan   abad   21   memiliki   karakteristik   perubahan
berlangsung amat cepat sehingga menimbulkan gejolak dan ketidakpastian, tingkat kompetisi
meningkat dengan drastis (compete or perish). Karena perubahan berlangsung demikian cepat
terjadi   perbedaan   yang   mencolok   antar   generasi.   Generasi   pendidik   (orang   tua)   adalah
generasi paper and pencil sementara generasi siswa adalah generasi smartphone. Tantangan
timbul dalam bentuk kesenjangan antar generasi.  
Karena   intensitas   interaksi   dan   tingkat   persaingan   yang   tinggi   pembelajaran   yang
terstandarisasi   yang   menekankan   pada   hafalan,   menghasilkan   orang   seragam   yang   tidak
memiliki daya saing dan kebanggaan akan prestasi dalam wujud rangking, nilai rapor, belajar

dengan   pola   pasif   menekankan   pada   isi   (konten)   dirasakan   tidak   lagi   sesuai.   Terjadi
perubahan pradigma yang memberi penekanan pada pengembangan potensi siswa, sehingga
menghasilkan   siswa­siswa   dengan   keunggulan­keunggulan,   mengembangkan   kemampuan
berpikir dan rasa ingin tahu. Konten mata pelajaran tidak lagi cukup melainkan diperlukan
bagaimana memperoleh konten itu. Sumber informasi tidak lagi hanya pada guru dan sekolah,
tetapi di mana­mana: alam, google, pergaulan, perilaku dan pengalaman orang, pusat­pusat
informasi dan dokumentasi, jurnal, web, dunia usaha, jejaring social dan sebagainya. Tantang

timbul dalam bentuk mencari cara baru pembelajaran.
Globalisasi   adalah   proses   kompleks   dan   ambivalen   yang   konsekwensinya   dapat
positif   sekaligus   negatif.   Di   antara   konsekwensi   yang   positif   adalah   orang   akan   semakin
memiliki keluasan dalam: cakrawala pandang,  akses terhadap pengetahuan dan produk ilmu
dan teknologi, pandangan lintas budaya, kesempatan dan peluang, perkembangan personal
dan   sosial,   kesempatan   untuk   berbagi   ide,   berkolaborasi   untuk   menyelesaikan   masalah
bersama. 
Konsekwensi negatif terutama di tingkat sosial, ekonomi, dan lingkungan. Di satu sisi
terjadi peningkatan   angka kemiskinan, timbulnya kesenjangan antara negara berkembasng
dengan negara maju dan di antara berbagai kelas di dalam masyarakat, rendahnya standar
hidup,     penyakit,   migrasi,   pelanggaran   hak   azasi   manusia,   SARA,   eksploitasi   kelompok
lemah   oleh   kelompok   kuat,   xenophobia,   konflik,   rasa   tidak   aman,   dan   berkembangnya
individualisme. Sementara itu di sisi lain terdapat banyak sekali muncul masalah lingkungan
seperti efek rumah kaca, perubahan iklim, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam secara
berlebihan.   Pertanyaan   yang   muncul   bagaimana   mengurangi   konsekwensi   negatif   dan
memaksimalkan   konsekwensi   positip.   Tantangan   berikut     memunculkan   usaha   untuk
mengubah   perilaku   dengan  mengarahkan   pembelajaran  agar   tercapai   tujuan   akhir
terbentuknya   manusia   ber   Karakter,   memiliki  ketahanan   moral,  pembelajar   mandiri   (self
regulated learner) yang berjiwa Entrepreneur.
Tantangan   berikutnya   adalah  pendidik menghadapi ketidakpastian. Di
satu sisi pendidik bertugas menyiapkan siswa agar berhasil hidup di masa
depan, sementara di sisin lain masa depan itu masih tidak pasti. Sebagai
guru setiap kita bertugas:
1. Menyiapkan siswa/mahasiswa untuk bisa bekerja pada suatu
lapangan kerja, padahal boleh jadi pada saat sekarang pekerjaan itu
belum ada, belum ditemukan.
2. Menyiapkan siswa/mahasiswa untuk menggunakan teknologi yang
boleh jadi pula, teknologi yang dimaksud belum ditemukan.
3. Menyiapkan siswa/mahasiswa untuk terampil menyelesaikan
masalah yang boleh jadi masalahnya belum ada pada saat sekarang
atau tidak sama dengan masalah yang dihadapi pada masa
sekarang.
Globalisasi yang berciri perubahan dunia dengan cepat selain sisiwa diberdayakan
dengan pengetahuan dan keterampilan, merekapun harus dilengkapi dengan “kemudi” dan
“filter” . Siswa harus diberi peluang untuk membangun dirinya secara utuh. Beberapa bekal
yang perlu diberikan kepada siswa agar mereka berdaya dalam menghadapi kehidupan di

masa   depan  adalah   kemampuan  kolaborasi   dan  komunikasi   (McIntyre,   S.,   &   Watson,   K.
(2007), Sementara itu ITL Research (2012) menyatakan bahwa siswa perlu dibekali dengan
kemampuan   untuk   berkolaborasi,   mengkontruksi   pengetahuan,   regulasi   diri,   inovasi   dan
penyelesaian   masalah   dunia   nyata,   penggunaan   TIK   untuk   belajar,   dan   kemampuan
komunikasi.   A Vision of Student Today (2012) memperkuat pandangan 21st Century Skills,
Education,   Competitiveness.   Partnership   for   21st   Century  (2008)   menyatakan   bahwa
pendidikan yang dilaksanaan pada situasi dunia yang berubah dengan cepat memunculkan
permasalahn­permasalahan baru sekaligus  juga  peluang baru. Oleh karena itu siswa  harus
diberdayakan   dengan   memfasilitasi   mereka   menguasai   content   knowledge,   keahlian,   dan
literasi  sebagai fondasi. Mereka juga harus diberdayakan dengan berbagai keterampilan dan
pengetahuan penting lainnya (Gambar 1).

Gambar 1 Kecakapan Abad 21
C. Disain dan Strategi yang ditawarkan
Proses pendidikan bukanlah proses menyajikan pengetahuan jadi
secara instan, proses pendidikan bukanlah proses kompetisi menghafal
atau latihan mekanistik drill untuk berlatih menjawab soal. Sikap harus
dibangun secara sengaja sebagai kendali pengetahuan dan keterampilan.
Tawaran inovasi ini bermula dari dari fakta yang menyatakan bahwa
(1)

75%

hasil belajar siswa diperoleh melalui pengamatan; (2)

sikap/karakter tidak dapat diajarkan melainkan ditularkan; (3) penularan

sikap/karakter dilakukan lewat model atau contoh; (4) fenomena yang
terjadi di sekitar kita adalah model atau contoh bagi orang yang mau
berpikir (QS 2:190); (5) Tahapan pembelajaran seperti dimodelkan Tuhan:
Bangun fisik (QS 2:30) – beri pengetahuan (QS 2: 31) – beri kesempatan
magang agar memperoleh keterampilan/melihat model (QS 2: 35). Sampai
disini

saja

ternyata

manusia

masih

gagal–selanjutnya

Tuhan

membekalinya dengan norma dan sikap (QS 2: 38) –manusia yang utuh.
Inovasi

yang

ditawarkan

ini

dinamakan

model

pemaknaan,

ditunjukkan pada Gambar 2. Inovasi ini mengintegrasikan (1) cara
pembelajaran sains yang paling baik, yaitu melalui metode ilmiah dengan
(2) proses pemodelan karena belajar “perilaku” sebagian besar dilakukan
lewat pengamatan. Agar proses pengamatan berlangsung intensif, perlu
(3) usaha menyentuh/ mengolah hati. Oleh karena itu di dalam inovasi ini
proses pemodelan dilakukan dengan berbagai strategi dan media untuk
“mempengaruhi” hati siswa.
Pada bagian awal pembelajaran siswa diajak merumuskan masalah
atau pertanyaan yang bersumber dari fenomena yang diamati, melakukan
penyelidikan lewat pengamatan atau eksperimen, mengamati fenomena
alam lebih lanjut, mengumpulkan data, mengolah data sampai akhirnya
menarik

kesimpulan

yang

sekaligus

merupakan

jawaban

terhadap

masalah atau pertanyaan yang dirumuskan di awal pembelajaran.
Bagian kedua pembelajaran adalah proses pemodelan lewat strategi
mengolah hati. Fenomena yang telah diamati oleh siswa dimaknai untuk
dijadikan model sikap, perilaku positif yang harus dipupuk dan dibentuk
atau

model

perilaku/sikap

negatif

yang

harus

dihindari.

Strategi

pemodelan dilakukan sedemikian rupa seperti menggunakan musik,
menggunakan teknik membaca sedemikian rupa, melakukan “provokasi”
dan “dramatisasi” untuk mempengaruhi hati. Bukti penguat terhadap
perlunya perilaku itu dikembangkan atau perlu untuk dihindari oleh
seseorang, disajikan misalnya dalam bentuk kutipan fakta dari kearifan
lokal, ayat-ayat/norma-norma di dalam kitab suci atau fakta-fakta empirik
yang mendukung.
Kerangka berpikir model pemaknaan:

Fenomena IPA
Dilakukan melalui sintaks,
1, 2, 3, 4, dan 5 (Proses
penyelesaian masalah)

Capaian hasil
belajar
pengetahuan dan
keterampilan

Informasi, fakta,
konsep, teori
Domain Analog
(Penjelasan),
(Model)
deskripsi, tentang
Evaluasi & Refleksi
fenomena &
munculnya
Proses
fenomena baru
pemaknaan/
Internalisasi
(Sintaks 6 dan 7)

Capaian hasil
belajar Sikap dan
karakter

Berbagai perilaku
positip, karakter,
akhlak baik

Domain Target

Gambar 2 Alur Berpikir Model Pemaknaan (Ibrahim, 2014)

Tahap pertama:
Tunjukkan fenomena Ulat dan Kupu kepada siswa, melalui berbagai
media atau mengamati benda asli, motivasi siswa untuk melakukan
pengamatan dengan cermat memunculkan pertanyaan berdasarkan fakta
yang diamati. Beberapa contoh pertanyaan misalnya:
Bagaimana cara ulat berubah menjadi kupu-kupu?
Berapa lama waktu yang diperlukan?
Tahapan perubahannya apa saja yang terjadi? dan seterusnya
Tahap kedua:
Siswa diajak mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaannya.
Gunakan berbagai strategi, pertimbangkan kegiatan yang memungkinkan
siswa menggunakan sebanyak mungkin inderanya. Beberapa contoh
kegiatan seperti: membaca buku, mengamati perubahan bentuk dari telur
sampai menjadi kupu-kupu dalam bentuk proyek

(siswa membuat

perencanaan, melaksanakan rancangan, pelaporan hasil pelaksanaan).
Pada tahap ini siswa belajar banyak tentang keterampilan dan
pengetahuan serta beberapa sikap sosial seperti bekerjasama, saling
membantu,

berkomunikasi,

menyelesaikan
seterusnya.

masalah,

membuat

rencana,

menyusun

menemukan

jawaban

dari

laporan,

masalah

dan

Tahap ketiga:
Siswa diajak untuk mengkritisi sekali lagi fenomena yang mereka
amati/temukan dari perspektif

“sebagai model” (atau domain analogi)

sikap dengan domain target adalah siswa melihat model tersebut sebagai
sesuatu yang harus ditiru, dikembangkan, jadikan pedoman berperilaku
atau sebalik perlu dicegah, dijauhi. Kesempatan ini digunakan oleh guru
untuk menularkan sikap pada model kepada siswa melalui pengenalan
pengetahuan dulu (moral knowledge), pengenalan dilakukan sedemikian
rupa menyentuh hati, ditunjukkan pula baik buruknya untuk memunculkan
(moral

feeling)

yang

kemudian

dengan

berjalannya

waktu

dan

pembiasaan melalui pengulangan-pengulangan dan pemberian penekanan
menggunakan realita sosial, kearifan local, kutipan ayat suci, kebiasaan
baik dikeseharian, pada akhirnya diharapkan sikap yang sudah dimiliki
dalam bentuk pengetahuan dan perasaan berubah menjadi moral acting
yang terwujud dalam perbuatan dan perilaku keseharian.

Tahap keempat
Siswa diajak untuk melakukan berbagai aktivitas untuk memperkuat
retensi,

misalnya

membuat

rangkuman

melalui

proses

menjawab

pertanyaan, mendiskusikan contoh penerapan dalam kehidupoan seharihari konsep-konsep yang sudah dipelajari dan ditemukan, mengjarkan
atau mengkomunikasikan hasil temuan kepada orang lain dan berbagai
bentuk kegiatan lain yang relevan.
Melalui scientific approach siswa belajar (Pengajaran)
(1) Konsep
metamorphosis: nama,
definisi, tahapan, lama
waktu, karakteristik tiap
tahap, contoh

(2) Keterampilan proses:
melakukan pengamatan,
mengumpulkan data,
menarik simpulan,
membuat laporan

(3) Keterampilan sosial:
bekerjasama, saling
membantu, komunikasi
(menyampaikan ide,
argumentasi)

Melalui pemaknaan siswa dididik (Pendidikan):
(1) Memaknai perilaku ulat
(2) Memaknai perilaku
yang rakus, makanan
kepompong melakukan
tidak terpilih, merugikan
pengendalian diri, makan
banyak pihak---perilaku
tidak makan (Puasa)
buruk perlu dihindari

(3) Memaknan perilaku kupukupu yang indah, makanan
terpilih, menyenangkan, model
perilaku yang perlu
dikembangkan

Pemantapan
Bagaimana Mencapainya
Hai orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana
yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu
menjadi orang yang bertakwa (QS 2: 185)

D.

Penutup
Demikianlah satu inovasi yang coba dikenalkan, yaitu berupa model
pemaknaan yang mengintegrasikan scientific approach
pemodelan

sikap

melalui

strategi

analogi:

dengan proses

fenomen

ditemukan lewat scientific approach dijadikan model

Biologi

yang

(domain analog)

untuk mendidik sikap positip (domain target). Melalui strategi ini siswa
belajar secara komprehensif, selain konten (isi) pelajaran, mereka juga
belajar metode, sekaligus sikap yasng dapat menjadi pengendali dan filter.
Siswa

belajar

Biologi

berdasar

fenomen

dan

inovasi

ini

menggunakan fenomea alam sebagai model, sehingga tidak akan habis.
Semua fenomen alam dapat dijadikan model perilaku baik positif maupun
negatif . Tuhan sendiri pencipta alam mengatakan: sesungguhnya di
dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan
siang adalah ayat-ayat bagi orang yang mau berpikir.
Terimakasih

Referensi
Andreotti. (2012). Global Education, Social Change and Teacher Education in Jasskelained,
L.
Bourn, Douglas. (2014).  The Theory and Practice of Global Learning.Research Paper No.
11, London: The Development Education Research Centre Institute of Education
Brown,   E.   (2013)  Transformative   Learning   through   Development   Education   NGOs.
Unpublished PhD Thesis, Nottingham: University of Nottingham. 
GLEN.  (2009). Global Education Guide. Global Education Network. 
Hunt, F. (2012) Global Learning in Primary Schools: Practices and Impacts. DERC Research
Paper no. 9, London: IOE. 
Ibrahim, Muslimin. “Dimensi Pendidikan dan Budi Pekerti di dalam Model­model Biologi
(Pidato   Pengukuhan   dalam   rangka   penerimaan   Jabatan   Guru   Besar   1   Juli   2001),  Sang
Profesor Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar. Surabaya: University Press, 2011 ISBN
978­979­028­459­3
Ibrahim,   Muslimin,   dkk   (2008).  Pengembangan   Model   Pembelajaran   Inovatif     untuk
Mengembangkan   sikap   positif,   kemampuan   berpikir,   dan   hasil   belajar   kognitif   melalui
Pelajaran   IPA.  Penelitian   Inovatif   Nasional   yang   dibiayai   oleh   Puslitjaknov   Balitbang
Depdiknas.   Jakarta:   Badan   Penelitian   dan   Pengembangan   Depdiknas­   Pusat   Penelitian
Kebijakan dan Inovasi.
Ibrahim,   Muslimin,   Suhartono,   Suyono,   (2009).  Pengembangan   Perangkat   Pembelajaran
Inovatif Melalui Pemaknaan dalam Mapel IPA dan     Bahasa.  Penelitian Strategis Nasional
dibiayai oleh  Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.
Ibrahim, Muslimin, Wahyu Sukartiningsih. (2012, 2013, dan 2014).  Pemberdayaan Siswa
Sekolah   Dasar   Untuk   Berperilaku   Positif   Dan   Berkemampuan   Berpikir   Melalui
Pengembangan   Perangkat   Dan   Diseminasi   Pembelajaran   Berorientasi   Pemaknaan.
Penelitian Hibah Bersaing Pascasarjana Dibiayai oleh Dir. Litabmas Depdikbud.     

Kaivola,   T.,   O’Loughlin,   E.,   Wegimont,   L.,   (eds.)  Proceedings   of   the   International
Symposium on Competencies of Global Citizens, Amsterdam, GENE.pp.16­30. 
Kevin, Hovland. (2014). Global Learning: Defining, Designing, and Demonstrating. A joint
publication   of   NAFSA:   Association   of   International   Educators   and   the   Association   of
American Colleges and Universities,
McIntyre, S., & Watson, K. (2007, 12 July 2007). Preparing Students for the Global 
Workplace: An Examination of Collaborative Online Learning Approaches. Paper presented 
at the ConnectED: International Conference on Design Education 2007, Sydney, Australia.

Pearlman, Bob (2006). Designing New Learning Environments to Support 21st Century Skills