TUGAS SEMESTER ANTARA PENGENDALIAN KUALI

TUGAS SEMESTER ANTARA PENGENDALIAN KUALITAS
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PADA PRODUKSI
KERUPUK MAWAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE
STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)
DI UKM KERUPUK BLIMBING

Disusun oleh :
1. MIA TRI UTAMI

145060700111049

2. RIZKA DWI AYU SETYANI

145060701111087

3. VANIA AYU ANISAH

145060701111089

4. ENISSITA NINDITYA M


145060701111098

5. RAKAN FARHANDIAZ

145060707111023

KEMENTERIAN RISET DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerupuk mawar adalah makanan ringan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
yang dikemas sedemikian rupa dengan bahan dasar tepung tapioka dan tepung terigu. Untuk
menjaga kepastian pasokan terhadap permintaan, UKM memproduksi kerupuk secara continuous
agar kebutuhan konsumen tetap terpenuhi. Saat ini proses pengeringan yang dilakukan oleh
Usaha Kecil Menengah (UKM) umumnya masih bersifat manual dengan dijemur di tempat

terbuka dan sangat tergantung pada sinar matahari.
Permasalahan yang sering ditemui dalam proses pengeringan konvensional yaitu panas yang
kurang stabil, serta kebersihan dari kerupuk juga kurang terjamin. Menurut Muliawan (1991),
faktor yang mempengaruhi mutu kerupuk mawar, antara lain adalah kadar air, volume
pengembangan, dan kemasan. Kadar air yang terikat dalam kerupuk sebelum digoreng sangat
menentukan volume pengembangan kerupuk matang. Jumlah air yang terdapat dalam adonan
menentukan lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran udara, kondisi bahan
dan cara penumpukan. Untuk menjaga mutu kerupuk diperlukan pengemasan yang berfungsi
untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan dan untuk memberi pengaruh visual. Selain
itu pengemasan juga untuk mempermudah penanganan serta distribusi dan memperpanjang masa
simpan produk yang dikemas.
Maka dari itu diperlukannya pengamatan pengaruh kadar air terhadap kualitas tingkat
kerenyahan krupuk . Hal tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas krupuk yang
diproduksi oleh UKM Kerupuk Blimbing guna mempertahankan kepercayaan konsumen dan
meningkatkan keuntungan bagi UKM kerupuk Blimbing .
1.2 Rumusan masalah
1. Apa penyebab dari persentase kandungan kadar air pada krupuk mawar yang tidak sesuai
dengan standart ?
2. Apa rekomendasi bagi UKM Kerupuk Blimbing yang dapat diberikan untuk
meningkatkan kualitas kerupuk mawar berdasar persentase kandungan kadar air?

1.3 Tujuan Pengamatan

Berikut merupakan tujuan dari diadakannya pengamatan ini
1. Mengetahui apakah terdapat persentase kandungan kadar air pada kerupuk Mawar yang
berada diluar batas standar yang ditetapkan.
2.

Mengetahui penyebab standar mutu kerupuk Mawar berdasarkan persentase kandungan
kadar air yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

3. Memberikan rekomendasi kepada UKM

Kerupuk Blimbing untuk mengurangi

persentase kadar air pada kerupuk Mawar yang berada diluar standar
1.4 Batasan Pengamatan
Berikut merupakan batasan pengamatan yang dilakukan
1. Pengamatan dilakukan pada setiap shift,yaitu sebanyak 5 kali dalam 15 hari.
2. Data persentase kandungan kadar air merupakan data sekunder
1.5 Asumsi Pengamatan

Asumsi yang dipakai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tidak terjadi perubahan prosedur produksi selama proses pengamatan
2. Seluruh data pengamatan dapat mewakili keseluruhan data.
3. Gangguan teknis tidak berpengaruh secara signifikan tehadap data yang diperoleh

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Statistical Process Control
Pengendalian kualitas proses statistik (Statistical Process Control) merupakan teknik
penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor. pengendali. penganalisis. pengelola
dan meperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik
adalah alat yang sangat berguna dalam membuat produk sesuai dengan spesifikasi sejak dari
awal proses hingga akhir proses. Dalam banyak proses produksi. akan selalu ada gangguan yang
dapat timbul secara tidak terduga. Apabila gangguan tidak terduga dari proses ini relatif kecil
biasanya dipandang sebagai gangguan yang masih dapat diterima atau masih dalam batas
toleransi. Apabila gangguan proses ini relatif besar atau secara kumulatif cukup besar dikatakan
tingkat gangguan yang tidak dapat diterima. Dengan menggunakan pengendalian proses statistik
ini

maka


dapat

dilakukan

analisis

dan

minimasi

penyimpangan

atau

kesalahan.

mengkuantifikasikan kemampuan proses. menggunakan pendekatan statistik dengan dasar six
sigma. dan membuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan proses
perbaikan.

Sasaran pengendalian proses statistik terutama adalah mengadakan pengurangan terhadap
variasi atau kesalahan-kesalahan proses. Selain itu. tujuan utama pengendalian proses statistik
adalah mendeteksi adanya penyebab khusus (assignable cause atau special cause) dalam variasi
atau kesalahan proses melalui analisis data dari masa lalu maupun masa mendatang. (Dorothea.
2003)
2.2 Pengendalian Kualitas
Berikut merupakan pengertian pengendalian kualitas. tujuan. faktor serta manfaat
pengendalian kualitas
2.2.1 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga
dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat dipertahankan sebagai mana
yang telah direncanakan. (Ahyari, 2002)
Bagi perusahaan dalam mempertahankan usaha yang sedang dijalankan, perusahaan banyak
menghadapi masalah-masalah. Hanya perusahaan yang berkualitas yang dapat bersaing di pasar.

Dalam menjaga kualitas, perusahaan perlu memeperhatikan manajemen terakhir yaitu dengan
pengawasan dan pengendalian yang tepat agar sesuai yang dihasilkan nanti sesuai yang
diharapkan. Apabila perusahaan tidak memperhatikan kualitas, maka perusahaan lama-kelamaan
akan hancur, karena dengan barang yang berkualitas buruk, maka pelanggan akan merasa kecewa
dan tidak puas. Bila pelanggan merasa tidak puas maka akan lari ke perusahaan lain yang dapat

memberikan kepuasan dengan produk yang berkualitas. Hal ini menyebabkan penghasilan
perusahaan menurun dan menyebabkan kerugian dan tidak dapat memepertahankan
kelangsungan hidup perusahaan.
2.2.2 Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998:210) adalah:
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2.2.3

Faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Douglas C. Montgomery (2001:26) dan berdasarkan beberapa literatur lain

menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan
perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan proses
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan proses yang
ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi
kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.

2. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku. bila ditinjau dari segi
kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari
hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu apakah

spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum
pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.
3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang
berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan
tergantung pada banyaknya produk yang berada di bawah standar yang dapat diterima.
4. Biaya kualitas
Biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang
berkualitas.
2.2.4

Dimensi Kualitas

Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin (dalam Tjiptono, Fandy dan
Diana, 2003:27) dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analis adalah

sebagai berikut :
1.

Kinerja (perfomance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.

2.

Ciri-ciri keistimewaan tambahan (feature), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.

3.

Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal
pakai.

4.

Kesesuaian dengan spesifikasi (conformence to spesifications), yaitu sejauh mana
karakteristik desain operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5.


Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produksi tersebut dapat terus.

6.

Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah reparasi, penanganan
yang memuaskan.

7.

Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.

8.

kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

2.2.5

Alat Bantu dalam Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Process
Control). mempunyai 7 (tujuh) alat statistic utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
mengendalikan kualitas sebagai mana disebutkan juga oleh Heizer dan Render dalam bukunya
Management Operasi (2006:263-268). antara lain yaitu. Check sheet. Histogram. Control chart.
Diagram pareto. Diagram sebab akibat. Scatter diagram dan Diagram proses.
2.2.5.1 Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
Check sheet atau lembaran pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisa data
yang disajikan dalam bentuk table. yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis
ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkan (Heizer dan Render. 2006)
Tujuan diguanakannnya chek sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan
data dan analisis. serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis
atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak pelaksanaannya
dilakukan dengan cara mencatat frekuensi mulculnya karaketristik suatu produk yang berkenaan
dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis masalah
kualitas (Heizer dan Render. 2006). Gambar 4.1 merupakan contoh check sheet.

Gambar 4.1 Check sheet
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)

Adapun manfaat dipergunakannya chek sheet yaitu sebagai alat untuk :
1.

Mempermudah pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana suatu masalah
terjadi

2.

Megumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi

3.

Menyusun data secara otomatis sehingga lebih mudh untuk dikumpulkan.

4.

Memisahkan antara opini dan fakta

2.2.5.2 Diagram Sebar (Scatter Diagram)
Menurut Heizer dan Render dalam bukunya Management Operasi (2006) scatter diagram
atau disebut juga dengan pet korelsi adalah grafik yang menampilkan antra dua variable paakah
hubungan antara dua variable kuat atau tidak yaitu ataara factor proses yang mempengaruhi
proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar suatu alat interprestasi data yang
digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel da menentukan jenis
hubungan dari dua variabel tersebut. apakah positif. negatiff atau tidak ada hubungan. Dua
variabel yang ditunjukkan dalam diagram sebar dapat berupa karakteristik kuat dan factor yang
mempengaruhinya. Gambar 4.2 merupakan contoh scatter diagram.

Gambar 4.2 Scatter diagram
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)
2.2.5.3 Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Menurut Heizer dan Render dalam bukunya Management Operasi (2006) diagram pareto
pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan digunakan pertama kali oleh Joseph
Juran.Diagram pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan

masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai diagram pareto. dapat melihat
masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui perioritas penyelesaian masalah. Fungsi
diagram pareto adalah untuk mengindentifikasi atau menyeleksi masalah utama untik
meninggatkan kualitas yang paling besar dan yang paling kecil.
Kegunaan diagram pareto adalah :
1.

Menunjukkan masalah utama.

2.

Menyatakan perbandingan masing- masing persoalan terhadap keseluruhan.

3.

Menujukkan tingakt perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah yang terbatas

4.

Menunjukkan perbandinga masing-masing persoalan sebelum adan sesudah perbaikan.
Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi beberapa permaslahan yang penting.

untuk mencari cacat yang terbesar dan paling besar atau berpengaruh. Pencarian cacat yang
paling besar atau berpengaruh dapat digunakan untuk mencari beberapa wakil dari cacat yang
teridentifikasi. kemudian dapat duigunakan untuk mambuat diagram sebab akibat. Hal ini perlu
untuk dilakukan mengingat sngat sulit untuk mencari penyebab dari semua cacat yang
teridentifikasi. Apabila semua cacat dianalisa untuk mencari penyebabnya maka hal tersebut
hanya akan menghabiskan waktu dan biaya dengan sia-sia. Gambar 4.3 merupakan contoh
diagram pareto.

Gambar 4.3 Diagram pareto
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)
2.2.5.4 Diagram Alir atau Diagram Proses (Process Flow Chart)

Menurut Heizer dan Render dalam bukunya Management Operasi (2006) diagram alir
secara grafis menyajikan sebuah proses atau system dengan menggunakan kontak dan garis yang
saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana. tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk
mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah langkah sebuah proses. Gambar
4.4 merupakan contoh process flow chart.

Gambar 4.4 Process flow diagram
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)
Diagram alir dipergunakan sebagai analisis untuk :
1.

Mengumpulkan data. mengmplementasikan adata juga merupaka ringkasan visual dari data
itu sehingga memudahkan dalam pemahaman.

2.

Menujukkan proses output dari suatu proses

3.

Menunjukkan apa yang sedang terjaddi dalam situasi tertentu dan sepanjang waktu

4.

Menunjukkan kecenderungan dari data sepanjang waktu

5.

Membandingkan data periode yang satu dengan data yang lain.

2.2.5.5 Histogram
Menurut Heizer dan Render dalam bukunya Management Operasi (2006) histogram adalah
suatu alat yang membantu untuk menentukan variasai dalam proses. Berbentuk diagram batang
yang menunjukkan tabukasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini
dikenal sebagai distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristik-karakteristik dari data
yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Histogram adapat berbentuk “normal” atau berbentuk
seperti lonceng yang menunjukkan bahwa banyak data yang tercapai pada niali rata-ratanya.

Bentuk histogram yang miring atau tidak simentris menujukkan bahwa banyak data yang tidak
berda pada niali rata-ratanya tetapi kebanyakan datanya berada pada batas atas atau bawah.
Gambar 4.5 merupakan contoh histogram.

Gambar 4.5 Histogram
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)
Manfaat histogram adalah :
1.

Memberikan gambaran populasi.

2.

Memperlihatkan variabel dalam susunan data

3.

Mengembangkan pengelompokkan yang logis.

4.

Pola-pola variasi yang akan mengungkapkan fakta-fakta produk tentang proses

2.2.5.6 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Diagram sebab-akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukan hubungan
antara akibat dan suatu masalah. Diagram tersebut memang digunakan untuk mengetaui akibat
dari suatu masalah untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Penyebab masalah ini pun
dapat berasal dari berbagai sumber utama. misalnya metode kerja. bahan. penggukuran.
karyawan. lingkungan. dan seterusnya. (Dhorotea Wahyu A.2004:25)
Selanjutnya. dari sumber-sumber utama tersebut diturunkan menjadi beberapa sumber yang
kecil dan mendetail. misal dari lingkungan kerja dapat diturunkan menjadi keadaan ruangan.
suhu ruangan. kebisingan. pencahayaan. dan sebagainya. Untuk mencari berbagai penyebab
tersebut dapat digunakan teknik braistorming dari seluruh personil yang terlibat dalam proses
yang sedang dianalisis. Gambar 4.6 merupakan contoh diagram sebab akibat.

Gambar 4.6 Diagram Sebab Akibat
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)
Dari gambar tersebut tampak bahwa diagram sebab-akibat mirip seperti tulang ikan.
sehingga sering disebut dengan diagram tulang ikan (Fishbone diagram). Manfaat diagram
sebab-akibat tersebut antara lain:
1.

Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan kualitas produk
atau jasa. lebih efisien dalam penggunaan sumber daya. dan dapat mengurangi biaya.

2.

Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidaksesuian produk
atau jasa dan keluan pelanggan.

3.

Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang direncanakan. Dapat
memberikan pendidikan dan pelatian bagu karyawan dalam pembuatan keputusan dan
melakukan tindakan perbaikan

2.2.5.7 Peta Kendali (Control Chart)
Bagan kendali merupakan gambaran grafis data sejalan dengan waktu yang menunjukan
batas atas dan bawah proses yang ingin kita kendalikan yang merupakan sebuah alat bantu untuk
menggambarkan stabilitas suatu proses kerja. Peta kendali sangat bermanfaat untuk memonitor
proses operasional atau produksi agar bila terjadi suatu penyimpangan dapat segera
ditindaklanjuti. Menggunakan alat bantu ini secara kontinyu. akan bisa mencegah persoalan
mutu yang berlarut-larut dan cacat produk yang berlebihan.
Peta ini menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab
penyimpangan. meskipun adanya penyimpangan itu akan terlihat pada peta kendali tersebut. Peta
kendali dapat digunakan untuk:

1.

Membedakan variasi yang bersifat acak (random) terhadap variasi yang timbul akibat sebabsebab tertentu.

2.

Memonitor terjadinya perubahan proses

3.

Membantu menentukan sebab-sebab terjadinya suatu variasi.
Berdasarkan karakteristik data yang di observasi. peta kendali dibagi menjadi dua yaitu peta

kendali untuk data variabel dan data atribut. Dalam analisis pengendalian kualitas pada produk
ECS 2206 akan digunakan peta kendali untuk variabel yaitu peta kendali X dan R. karena
karakteristik data yang diobservasi merupakan data variabel.

Gambar 4.7 Control chart
Sumber: Douglas C. Montgomery (2009)
4.5.4.7.1

Peta Kendali Variabel

Menurut Zulian (1996) peta kendali variabel digunakan untuk memonitor karakteristik
kualitas lama proses transformasi berlangsung dan mendeteksi apakan proses itu sendiri
mengalami perubahan sehingga mempengaruhi kualitas. Jika pemeriksaan sampel ditemukan
berada diluar batas kontrol atau dan batas kontrol
harus

diperiksa

untuk

bawah.

maka

proses

transformasi

dicari penyebabnya. Alasan digunakan batas kontrol atas dan batas

kontrol bawah adalah diasumsikan tidak ada produk yang dapat diproduksi persis sama. oleh
karena itu variasi dalam suatu proses mungkin akan terjadi. Masalah yang harus diselesaikan
dengan peta kendali adalah apakah variasi yang diamati berada pada kondisi normal atau
tidak normal.
Peta kendali variabel terbagi atas dua bagian yaitu : peta kendali rata-rata dan peta kendali
rentangan atau range. Peta kendali rata-rata adalah peta yang digunakan untuk mengukur

gejala memusat dari suatu proses. sedangkan peta kendali rentangan digunakan untuk
mengukur penyebarannya atau menunjukkan setiap pengubahan dispersi proses. Untuk ratarata variabel disebut juga X –Chart atau average chart dan penmyebaran atau rentangan
variabel disebut juga

R –Chart atau range chart. Keduanya biasanya dianalisa secara

bersamaan untuk memeriksa ketidaknormalan dalam proses.
Menurut Gaspersz (1998). peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali
digunakan

untuk

pengendalian

karakteristik

mutu

yang

yang

dapat dinyatakan secara

numeric. Umumnya peta kendali variable disebut juga X-RChart. Peta kontrol X-bar (ratarata) dan R (range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik yang
berdimensi kontinyu. Peta kontrol X-bar menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan
telah terjadi dalam ukuran titik pusat atau rata-rata dari suatu proses. Sedangkan peta
kontrol R (range) menjelaskan apakah perubahan-perubahan terjadi dalam ukuran variasi.
dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu
proses.
Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki garis tengah (central line) dinotasikan
dengan CL dan sepasang batas kontrol (control limits). satu batas control ditempatkan
diatas garis tengah sebagai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limits-UCL). dan satu lagi
dibawah garis tengah sebagai Batas Kontrol Bawah (Lower Control Limits-LCL)
Langkah-langkah pembuatan grafik pengendali X-bar dan R adalah sebagai berikut:
1.

Menentukan karakteristik proses yang akan diukur.

2.

Melakukan dan mencatat hasil pengukuran.

3.

Menghitung nilai X dan R.

4.

Menentukan batas pengendali.
a.

Persamaan untuk grafik-R
Center Line =

Ŕ =

∑ Ŕ
n

Upper Control Limit (UCL) = D4 Ŕ
Lower Control Limit (LCL) = D3 Ŕ
b.

Persamaan untuk grafik-X
Center Line =

5.



=

∑ X́
n

Upper Control Limit (UCL) =



+3 σ x

=



+ A2 Ŕ

Lower Control Limit (LCL) =



-3 σ x

=



- A2 Ŕ

Pembuatan grafik.
a.

Buat garis untuk nilai R dan X.

b.

Buat garis untuk nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah.

c.

Plot nilai R dan X pada peta-R dan peta-X dan hubungkan titik tersebut dengan
garis lurus. (Hari Purnomo. 2004)

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah tahap yang harus ditetapkan dahulu sebelum melakukan
penyelesaian masalah. Melalui metodologi penelitian. penyusunan laporan ini akan memiliki alur
yang searah dan sistematis. Selain itu. metodologi penelitian akan menjadi kerangka dasar
berfikir logis bagi pengembangan penelitian ini kearah penarikan kesimpulan secarai lmiah.
3.1.1

Metode Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penegamatan ini digunakan dua metode pengumpulan data yang
berbeda. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.

Metode penelitian kepustakaan (library research)
Metode yang digunakan dalam mendapatkan data dengan jalan studi literatur di
perpustakaan serta dengan membaca sumber-sumber data informasi lainnya yang
berhubungan dengan pembahasan.

2.

Metode penelitian lapangan (field research)
Metode ini digunakan dalam pengumpulan data. dimana penyelidik secara langsung terjun
pada proyek penelitian dapat meliputi :
a.

Interview.

b.

Observasi

c.

Metode Dokumentasi

3.1.2

Diagram Alir Pengamatan
Diagram alir selama proses pengamatan dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Merupakan diagram alir pengamatan yang telah dilakukan
Berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 Dapat diuraikan sebagai berikut.
1.

Observasi Lapangan
Pengamatan langsung dalam meninjau apa saja kekurang atau kendala selama proses
produksi berlangsung

2.

Identifikasi masalah

Tahap ini merupakan tahap awal terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh UKM.
3.

Pengambilan Data
Data atau informasi yang diperoleh harus sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan (library
research) dan metode penelitian lapangan (field research).

4.

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan peta kendali rata-rata (X) dan Range (R) yang bertujuan
untuk mengetahui apakah data kadar air dalam krupuk masih berada dalam batas kendali
yang telah ditetapkan UKM .

5.

Analisa dan Pembahasan
Pada analisa dan pembahasan dilakukan analisis mengenai hasil pengolahan data yang telah
dilakukan.

6.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan berisi penjabaran hasil pengolahan yang dilakukan sesuai dengan tujuan
penelitian. Sedangkan saran ditujukan bagi perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya agar
didapat hasil yang lebih baik untuk kedepannya.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Proses pembuatan krupuk
1.

Proses penyiapan bahan baku
Proses penyiapan bahan baku adalah persiapan bahanbaku yang akan digunakan,
tepung serta bumbu-bumbu yang digunakan beserta perhitungan komposisi masingmasing bahan untuk setiap adonan. Dalam mempersiapkan bahan baku pembuatan
kerupuk yang perlu mendapat perhatian utama adalah penyiapan bahan baku.

2. Proses pembentukan adonan
Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bumbu-bumbu yang
digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi adonan yang kental. Bumbu dan
bahan baku yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk/diremas

hingga lumat dan rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam mesinuntuk
pelembutan, dan akan diperoleh adonan yang kenyak dengan campuran bahan mentah.
3. Pencetakan
Pencetakan adonan dilakukan dengan mesin. Dengan menggunakan tangan adonan
dibentuk silinder dengan panjang kurang lebih 30 cm dan diameter 5 cm. Dengan
bantuan alat cetak adonan ini dapat dibuat dalam bentuk serupa. Kemudian adonan
berbentuk silinder ini di “press” untuk mendapatkan adonan yang lebih padat.
Selanjutnya adonan ini dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder yang
terbuat dari aluminium.
4. Pengukusan
Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus dalam dandang selama kurang lebih 2
jam sampai masak.
5. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan. Untuk melepaskan
dari cetakan, biasanya adonan tersebut diguyur dengan air. Adonan tersebut kemudian
didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau kurang lebih 24 jam hingga
adonan menjadi keras dan mudah diiris.
6. Pemotongan
Tahap selanjutnya adalah pemotongan adonan kerupuk yang telah dingin. Sebuah
mesin pemotong dijalankan oleh 2 (dua) orang. Proses ini juga dapat dilakukan secara
sederhana yaitu mengiris adonan dengan pisau yang tajam. Pengirisan dilakukan setipis
mungkin dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk
memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu dengan minyak goreng.
7. Penjemuran dan pengepakan
Adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan
di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam. Pada saat musim hujan untuk pengeringan
kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan oven (dryer) selama kurang
lebih 2 jam. Tetapi kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari hasilnya akan
lebih bagus dibandingkan jika menggunakan oven. Kerupuk yang dikeringkan dengan
sinar matahari jika digoreng akan lebih mengembang. Hal ini akan lebih
menguntungkan para pengusaha penggorengan kerupuk dan akan mempengaruhi harga

kerupuk. Karena itulah pengeringan menggunakan sinar matahari lebih disukai
dibandingkan dengan menggunakan oven.
8. Pengepakan
Setelah kering, kerupuk segera diangkat dari jemuran. Kerupuk yang telah kering ini
dapat segera dibungkus dan dijual. Biasanya kerupuk ikan siap goreng ini dikemas
dalam plastik sejumlah berat tertentu.
4.2
1.

Dimensi Kualitas
Performance (Kinerja)
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas performance
(kinerja) yaitu :
a. Mesin pengaduk, merupakan alat pengaduk adonan kerupuk hingga adonan kerupuk
tercampur
b. Mesin pencetakan, merupakan alat yang digunakan untuk mencetak kerupuk agar ukuran
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan

2.

Features (Fitur)
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas features (fitur)
yaitu :
a. Metal detector, alat ini berfungsi untuk mendeteksi barang logam yang terdapat pada
bagian kerupuk apabila terdapat logam pada kandungan kerupuk maka mesin tersebut
akan berbunyi.
b. Mesin penjemuran, kerupuk biasanya dijemur dengan sinar matahari namun pada saat
musim hujan untuk pengeringan kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan
oven (dryer) selama kurang lebih 2 jam.

3.

Reliability (Kehandalan)
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas reliability
(kehandalan) yaitu :
a.

Mesin penjemuran, kerupuk biasanya dijemur dengan sinar matahari namun pada saat
musim hujan untuk pengeringan kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan
oven (dryer) selama kurang lebih 2 jam.

4.

Conformance (Kesesuaian)

Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas Conformance
(Kesesuaian) yaitu:
a. Pada saat mencetak kerupuk tidak menggunakan tenaga manusia namun menggunakan
mesin pencetak kerupuk agar bentuk kerupuk sesuai dengan standar yang ditetapkan.
5.

Durability (Ketahanan)
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas Durability
(Ketahanan) yaitu:
a. Kerupuk memiliki batas waktu yang singkat terhadap kerenyahan kerupuk.

6.

Serviceability.
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas Serviceability
yaitu:
a. Dilakukan pembersihan mesin dan perbaikan secara berkala yang dilakukan setelah
pembuatan proses produksi.

7.

Aesthetics (Estetika/keindahan)
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas Aesthetics
(Estetika/keindahan) yaitu:
a. Kerupuk memiliki warna yang menggiurkan dan rasa yang renyah.

8.

Perceived Quality (Kesan Kualitas)
Pada studi kasus pembuatan kerupuk yang termasuk dalam dimensi kualitas Perceived
Quality (Kesan Kualitas)) yaitu:
a. Kerupuk memiliki rasa yang enak renyah.
Berikut merupakan perhitungan dari Dimensi Kualitas UKM kerupuk Blimbing dengan

membandingan 2 kompetitor yaitu UKM kerupuk Kurnia dan UKM kerupuk Restu Ibu
Dimensi

Bobot

UKM Kerupuk UKM
Blimbing

Performance
Features
Reliability
Conformance
Durability
Serviceability
Aesthetics

0.23
0.1
0.17
0.22
0.07
0.08
0.04

Skor
9
3
8
8
5
7
5

Kerupuk UKM

Kurnia
BxS
2.07
0.3
1.36
1.76
0.35
0.56
0.2

Skor
7
8
5
5
4
4
3

Kerupuk

Restu Ibu
BxS
1.61
0.8
0.85
1.1
0.28
0.32
0.12

Skor
5
3
5
6
4
7
2

BxS
1.15
0.3
0.85
1.32
0.28
0.56
0.08

Percieved

0.09

Quality
Total

1

6

0.54

2

7.14

0.18

3

5.26

0.27
4.81

4.3 Pengumpulan Data
Data penelitian ini membutuhkan pengumpulan data yang dilakukan pengamatan setiap kali
pergantian shift. Terdapat 5 shift di UKM Kerupuk Blimbing dengan jam kerja dari 07.00 s/d 17.00.
Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa perubahan rata-rata dan variasi
standar kadar air yang sangat berpengaruh pada produksi kerupuk mawar di UKM Kerupuk Blimbing
. Berikut data yang telah dikumpulkan :

4.4 Pengolahan Data
Data yang diambil mengenai kadar air pada UKM Kerupuk Blimbing akan di lakukan
pengolahan data dibawah ini

4.4.1 Pengolahan Data dengan peta kendali (X) dan Jarak (R)
Data yang dikumpulkan selanjutnya akan diolah menggunakan Peta Kendali Rata-Rata (X)
dan Peta Kendali Jarak (R). Berikut merupakan perhitungan Peta Kendali X dan R
a.

Nilai D3 = 0

b.

Nilai D4 = 2,114

c.

Nilai Rata-Rata X-Bar dan Range

Nilai X = Total Rata-rata/Jumlah observasi
= 160,05/15
= 10,67
Nilai R

= Total range/Jumlah observasi
= 26,26/15
= 1,75

d.

Nilai Tengah (Center Line) untuk Peta Kendali X-bar dan Peta Kendali R
Nilai Center Line X-bar chart = X = 10,76
Nilai Center Line R chart = R = 1,75

e.

Nilai Batas Atas (Upper Control Limit) dan Batas Bawah Kendali (Lower Control
Limit) untuk Peta Kendali X-bar dan Peta Kendali R.

1. Peta Kendali X-bar
UCL = X + (A2 ×R )

= 10,67+(0,577 x 1,75)
= 11,68

LCL = X − (A2 × R )

= 10,67- (0,577 x 1,75)
= 9,66

2. Peta Kendali R
UCL = D4 × R

= 2,114 x 1,75 = 3,70

LCL = D3×R

= 0 x 1,75

=0

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka dapat dibuat peta kendali rata-rata dan peta kendali
range dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

R-Chart
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

1

2

3

4

5

6

R

7

8

CL

9

10

LCL

11

12

13

14

15

12

13

14

15

UCL

Xbar-Chart
14.00
13.00
12.00
11.00
10.00
9.00
8.00

1

2

3

4

5
Xbar

6

7
CL

8

9
LCL

10

11

UCL

Berdasarkan peta kendali rata-rata (X) bahwa terdapat 3 buah data yang masih berada diluar
batas Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL) untuk persentase kadar air pada

produksi kerupuk mawar. Data tersebut terletak pada data ke 1,11 dan 12, yaitu pada tanggal ….
sebesar …. tanggal …sebesar …dan tanggal …sebesar … berdasarkan peta kendali R didapatkan
bahwa terdapat satu buah data yang masih melebihi batas Upper Control Limit (UCL) untuk standar
kadar air pada produksi kerupuk mawar. Data tersebut adalah data ke 1 atau pada tanggal …yaitu
sebesar dan pada tanggal …sebesar . Nilai yang ditetapkan dari SNI untuk standar kadar air dalam
kerupuk mawar adalah maksimal sebesar 12%.

4.4.2

Peta kendali Revisi
Berdasarkan hasil yang didapatkan, bahwa terdapat data yang outlier sebanyak 3 data yang

terjadi pada data ke- 1, 11, dan 12 pada peta kendali rata-rata dan data ke-1 dan ke 11 pada peta
kendali jarak. Berikut meruapakan peta kendali X dan R setelah dilakukan revisi

R Chart revisi
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

1

2

3

4

5
R

6
CL

7
LCL

8

9
UCL

10

11

12

Xbar Chart Revisi
11.50
11.00
10.50
10.00
9.50
9.00
8.50

1

2

3

4

5
Xbar

6
CL

7

8
LCL

9

10

11

UCL

Perhitungan setelah Revisi (menghapus 3 data yaitu data di hari ke 1,11 dan 12)
a. Nilai D3 = 0
b. Nilai D4 = 2,114
c. Nilai Rata-Rata X-Bar dan Range
Nilai X = Total Rata-rata/Jumlah observasi
= 123,75/12
= 10,31
Nilai R

= Total range/Jumlah observasi
= 14,6/12
= 1,2

d.

Nilai Tengah (Center Line) untuk Peta Kendali X-bar dan Peta Kendali R
Nilai Center Line X-bar chart = X = 10,31
Nilai Center Line R chart = R = 1,2

e.

Nilai Batas Atas (Upper Control Limit) dan Batas Bawah Kendali (Lower Control Limit)
untuk Peta Kendali X-bar dan Peta Kendali R.

1. Peta Kendali X-bar
UCL = X + (A2 ×R )

= 10,31+(0,577 x 1,2)
= 11,02

12

LCL = X − (A2 × R )

= 10,31- (0,577 x 1,2)
= 9,61

2. Peta Kendali R
UCL = D4 × R

= 2,114 x 1,2

= 2,59

LCL = D3×R

= 0 x 1,2

=0

Berdasarkan peta kendali diatas dapat diketahui bahwa semua data sudah masuk kedalam batas
pengendalian dan tidak ada data yang outlier. Sehingga tidak perlu dilakukan revisi kembali.

4.4.3 Analisis kemampuan proses
Dengan batas spesifikasi atas untuk kadar air sebesar 12%, akan dilakukan analisis apakah
proses produksi di UKM Krupuk Blimbing telah mampu menghasilkan produk dalam batas
spesifikasi dengan baik.berikut merupakan perhitungan Rasio Kemampuan Proses dan Indeks
Kemampuan Proses untuk proses produksi kerupuk mawar di UKM Kerupuk Blimbing
4.4.4 Diagram Tulang Ikan Kerupuk Mawar
Grafik peta kendali rata-rata (X) dan peta kendali range (R) menggambarkan terdapat data
persentase kadar air pada produksi kerupuk mawar yang berada diluar batas standar persentase
kadar air Standar Nasional Indonesia (SNI). Maka dilakukan wawancara terhadap petugas
produksi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa permasalahan
yang menyebabkan persentase kadar air pada kerupuk mawar berada diluar nilai standar SNI
yang diharapkan. berikut merupakan analisa penyebab kadar air tidak sesuai standart dengan
menggunakan diagram tulang ikan

Berdasarkan hasil wawancara dan brainstorming kepada pegawai UKM Kerupuk Mawar Blimbing
maka didapatkan diagram tulang ikan penyebab kadar air berada diluar SNI. Diagram tulang ikan
tersebut menunjukkan beberapa permasalahan yang dapat digolongkan menjadi 5 faktor, yaitu
manusia, mesin, material, metode, dan lingkungan.
Terdapat 1 aspek yang sangat berpengaruh dalam menentukan persentase kadar air pada
kerupuk udang. Faktor tersebut yaitu:

1. Tidak sesuainya ketebalan adonan yang ditetapkan
Factor ini menjadi salah satu factor yang berpengaruh terhadap kadar air dari hasil
kerupuk, karena ketika kerupuk sebelum dikeringkan maka disana adonan seharusnya
diukur ketebalan nya berdasarkan standar yang sama untuk mengurangi tingkat kadar air
tersebut.

4.4.5 Solusi
Berdasarkan analisa permasalahan dengan diagram tulang ikan diatas, dapat memberikan
solusi untuk mengurangi persentase kadar air pada kerupuk yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Peningkatan kualitas harus selalu dilakukan agar persentase atau
kandungan kadar air yang ada di dalam kerupuk yang dihasilkan selalu dalam batas parameter
kandungan kadar air yaitu maksimal sebesar 12%
Berikut merupakan solusi lain berdasarkan atas analisis dengan diagram tulang ikan
(fishbone diagram) untuk mengurangi persentase kadar air di dalam kerupuk, yaitu :
1. Metode
Perbaikan pada metode yang terdapat pada umkm kerupuk tersebut adalah dengan melakukan
pengecekan bergandan dan berulang pada saat adonan kerupuk dibuat untuk memastikan tingkat
ketebalan dari adonan sesuai agar nantinya dapat mengurangi kadar air sesuai standard dan dapat
meningkatkan kualitas dari kerupuk itu sendiri

4.4.6 Acceptance Sampling