KEBUDAYAAN DAN TRADISI SUKU TORAJA

KEBUDAYAAN DAN TRADISI SUKU TORAJA
PADA MASA NIFAS DAN BAYI BARU LAHIR
Nama
NIM
1.
2.

: L Natalya Tampubolon
: 1506018
Budaya Peralatan
Billa (Sembilu)

Billa adalah alat untuk memotong tali pusat bayi, yang terbuat dari bambu tajam yang baru
dipotong. Alat ini sering digunakan oleh to mappakianak (dukun beranak) dan/atau ibu
melahirkan sendiri dan/atau kerabat yang membantu menolong proses kelahiran. Selain itu,
dewasa ini beberapa to mappakianak sering juga menggunakan alat potong lain, seperti silet yang
disterilkan dengan cara direndam air panas atau gunting yang juga sudah disterilkan secara
tradisional.
Negatif :
a. Billa atau sembilu yang terbuat dari bambu tajam tidak aman digunakan karena ketajamannya
sampai seberapa tidak dapat diukur serta bambu bukanlah benda steril sehingga dapat

memperbesar resiko terjadinya infeksi tali pusat.
b.Penggunaan silet atau gunting yang digunakan sebagai pengganti bambu tajam juga tidak aman
karena ketajamannya tidak dapat diukur dengan pasti. Meski silet atau gunting telah disterilkan
dengan air panas kemungkinan besar belum steril karena saat direndam dengan air panas suhu air
mendidih hanya 100oC, pada suhu tersebut masih ada bakteri yang belum mati.
Positif : tidak ada
Solusi : bidan mengajak kolaborasi to mappianak (dukun beranak ) untuk menggunakan gunting
tali pusat yang telah disterilkan.
2. Ma’bekke (Setagen)
Ma’bekke berupa kain panjang yang digunakan untuk membebat perut ibu yang baru
melahirkan agar kencang kembali. Kain tersebut bukan kain khusus, bisa berupa kain apa saja
asalkan panjang. Biasanya digunakan oleh ibu nifas selama satu minggu
Negatif : tidak ada
Positif : ma’bekke atau setagen dapat membantu proses involusi uteri karena dapat menyangga
uterus. Selain dapat membantu ibu untuk mengembalikan postur tubuh yang melar saat hamil.
Solusi : dibuat kain khusu yang aman digunakan oleh ibu nifas dan tidak mengiritasi kulit.
3. Lampin/ duc (Tampon/popok kain untuk nifas)
Lampin adalah kain atau duk yang digunakan untuk ibu nifas sebagai penampung darah
nifas.
Negatif : kemungkinan kain atau duc yang dipakai bisa tidak bersih.

Positif : dapat dijadikan alternatif jika memang tidak ada pembalut nifas sehingga bisa
menampung darah nifas dan tidak tercecer.
Solusi : bidan dapat memberikan KIE tentang kebersihan kain yang digunakan untuk tampon.
Pemasaran pembalut seharusnya sampai ke daerah pelosok.

4. Perre’ (Ayunan bayi)
Perre’ atau ayunan bayi ini terbuat dari kain panjang yang digantungkan pada balok atap
rumah. Alat ini diguanakn untuk mengayun-ayun bayi.
Negatif: bayi dapat jatuh jika ayunan terlalu kencang. Jika mengayun teralalu kencang juga dapat
menyebabkan bayi gumoh/muntah.stress.
Positif : dapat memberi kenyamanan pada bayi.
Solusi : menyarankan agar ayunan tidak teralalu tinggi dan pemasangan yang kuat. Kemudian
menganjurkan untuk tidak mengayun terlalu kencang.
5. Daun Jeruk, Cuka Asam, dan Garam
Penggunaan daun jeruk, cuka asam, dan garam digunakan untuk dipasang atau disiramkan di
sekeliling rumah ibu bersalin. Baunya dipercaya tidak disukai makhluk halus.
Negatif : menghabiskan waktu dan biaya karena tidak ada manfaat secara medis.
Positif : dengan dilakukannya tradisi ini dapat memberikan dukungan pada faktor psikobudaya
ibu nifas.
Solusi : memberikan edukasi pada masyarakat agar menggunakan daun jeruk, cuka asam, dan

garam untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat misalnya untuk bumbu masakan.
6. Daun Sualang
Daun sualang selalu dibawa ibu yang memiliki anak dari bayi usia 0 bulan hingga balita.
Dengan membawa daun sualang, diyakini dapat menghindarkan anak dari sakit/penyakit oleh
gangguan makhluk halus.
Negatif : menghabiskan waktu dan biaya karena tidak ada manfaat secara medis.
Positif : dengan dilakukannya tradisi ini dapat memberikan dukungan pada faktor psikobudaya
ibu nifas.
Solusi : memberikan edukasi pada Ibu agar menggunakan daun sualang untuk keperluan lain
yang lebih bermanfaat misalnya untuk bumbu masakan.
1. Budaya untuk bayi baru lahir
Perawatan tradisional untuk bayi baru lahir yang masih dilakukan oleh beberapa anggota
masyarakat di antaranya adalah meminumkan kopi. Selain itu juga meminumkan air kencing
bayi baru lahiruntuk mengeluarkan lendir.
Negatif : Budaya meminumkan kopi dan air kencing ke bayi baru lahir sangat berbahaya karena
kopi dapat mengiritasi saluran cerna. Sedangankan air kencing mengandung urea yang dapat
meracuni bayi dan tidak ada hubungannya dengan pengeluaran lendir.
Positif : tidak ada
Solusi : memberikan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya ASI ekslusif dan bahaya
pemberian minuman selain ASI terutama kopi dan air kencing.

1. Perawatan Ari-ari
Masyatrakat Toraja ada yang mencuci ari-ari dulu, ada yang langsung dibungkus. Ari-ari
dibungkus dengan daun enau, ada yang dibungkus dengan baju ayah atau ibunya,dengan harapan

ada ikatan kasih sayang di antara orang tua dan anak. Kemudian ari-ari dimasukkan ke dalam
anyaman bambu atau ke dalam kaleng bekas susu, kemudian digantung di atas pohon enau.
Keluarga yang memiliki bayi, yang ari-arinya digantung di pohon enau maka me-reka,
khususnya ayah si bayi, tidak akan meminum ballo yang disadap daripohon tersebut. Hal
tersebut merupakan pantangan, karena bagian dari anaknya berada di pohon tersebut, untuk
kelancaran hidup si bayi. Tradisi perawatan ari-ari yang digantung di pohon juga bertujuan agar
ari-ari tidak diganggu oleh anjing atau binatang buas lainnya. Perawatan ari-ari yang ditanam
dalam tanah, dilakukan dengan cara yang sama, yaitu dibungkus dan dimasukkan ke dalam
anyaman bambuatau kaleng bekas susu. Kemudian ari-ari ditanam di halaman dengan batu,
kemudian diberi pagar bambu di se-kelilingnya. Tujuannya sama, agar tidak diganggu anjing
atau hewan liarlainnya. Ari-ari ditanam bersama dengan buku, pulpen, kamus, uang, dengan
harapan agar anak menjadi pintar dan bisa mencari uang. Ada juga ari-ari yang dibungkus
dengan baju dalam bapaknya, dengan harapan agar lengket dengan bapaknya.
Negatif : ari-ari yang digantung di atas pohon bisa menimbulkan bau busuk yang mengganggu
masyarakat.
Positif : dapat melestarikan budaya dan memberikan kelegaan karena budaya leluhur telah

dilaksanakan. Ari-ari yang ditanam bermanfaat karena tidak akan menimbulkan bau busuk di
udara selain itu juga tidak merugikan ibu dan bayinya.
Solusi : mendukung budaya perawatan ari-ari yang tidak mengganggu kesehtaan ibu maupun
bayi serta masyarakat.
1. Budaya dalam masyarakat
2. Nama untuk bayi baru lahir
Neonatus dan bayi baru lahir yang belum memiliki nama biasanya dipanggil dengan sebutan
Bato’ untuk bayi laki-laki dan Lai atau Laili untuk sebutan bayi perempuan sampai sebutan
sampai sang bayi memiliki nama sendiri.
Negatif : tidak ada
Positif : dengan adanya nama/sebutan dapat meningkatkan kedekatan keluarga dengan bayi.
Solusi : budaya ini dapat terus dilestarikan sebagai ciri budaya suku Toraja.
2. Upacara adat menyambut kelagiran “RAMBU TUKA”
Rambu Tuka merupakan upacara kegembiraan misalnya adalah menyambut kelahiran bayi.
Upacara ini dilaksanakan sebelum tengah hari di sebelah timur tongkonan. Upacara rambu tuka
menghadirkan semua rumpun keluarga. Dalam rangkaian prosesi, digelar berbagai macam tarian
dan seni musik.
Negatif : kondisi upacara yang menghadirkan seni tari dan seni musik dapat mengganggu
ketenangan ibu nifas dan bayi. Selain itu boros.
Positif : dengan datangnya semua rumpun keluarga dapat meningkatkan kedekatan dengan

keluarga dan mengabarkan bahwa ada anggota keluarga baru. Selain itu upacara adat dapat
melestarikan budaya suku Toraja dan memberi efek baik untuk psikologis ibu karena telah
melaksanakan budaya leluhur.
Solusi : upacara bisa tetap dilaksanakan asal tidak mengganggu waktu istirahat ibu dan bayi
terutama tidak mengganggu bayi untuk mendapat ASI. Upacara dapat dilakukan dengan lebih
sederhana dan menggunakan uangnya untuk kepentingan yang lebih pokok.