MAHASISWA DENGAN KEPRIBADIAN TERTUTUP IN

MAHASISWA DENGAN KEPRIBADIAN TERTUTUP (INTROVERT) DALAM
MENGHADAPI KONFLIK PADA KELOMPOK PERTEMANAN
Studi pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Brawijaya
Ambhika Putri Irawan
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Jalan Veteran, Malang, 65145, Indonesia
E-mail: ambhika.bi@yahoo.com
ABSTRAK
Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih
yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi
konflik. Untuk itu dibutuhkan sebuah manajemen konflik, yaitu proses pihak yang terlibat
konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk
mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Strategi manajemen
konflik yang dilakukan oleh orang dengan kepribadian introvert tentunya sangat berbeda
dengan orang berkepribadian ekstrovert.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mahasiswa dengan
kepribadian introvert dalam menghadapi konflik pada kelompok pertemanan (gang
pertemanan). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa Orang dengan kepribadian tertutup bukan tipe orang yang
ingin menjadi main person dalam kelompoknya. Dia akan bertindak lebih tenang dibanding

dengan teman-temannya. Dia cenderung akan diam, mengamati apa yang sedang
dibicarakan oleh teman-temannya, mengumpulkan informasi mengenai sebab-akibat
daripada konflik yang sedang terjadi dan pada akhirnya akan memberikan solusi yang baik
bagi kelompoknya. Pada intinya, orang dengan kepribadian tertutup (introvert) akan
berbicara di waktu yang dianggapnya tepat.
Kata-kata Kunci: Manajemen konflik intrerpersonal, kepribadian introvert, kelompok kecil
PENDAHULUAN
Seseorang
yang
memiliki
kepribadian introvert cenderung sulit
untuk melakukan komunikasi dengan
banyak orang. Disisi lain, predikat
makhluk sosial menuntut kita untuk selalu
bisa berkomunikasi dengan manusia di
sekeliling kita. Menurut Hovland dalam
Mulayana (2008, h.68), komunikasi adalah
proses yang memungkinkan seseorang
(komunikator) menyampaikan rangsangan
(biasanya lambang-lambang verbal) untuk

mengubah
perilaku
orang
lain
(komunikate). Manusia dapat membagi
pengalaman dan menjalin hubungan
dengan manusia yang lain melalui
komunikasi.

Hal yang menarik dalam
penelitian ini adalah peneliti akan
melihat bagaimana mahasiswa
dengan kepribadian introvert yang
cenderung pendiam dan tidak suka
keramaian melakukan manajemen
konflik ketika terjadi konflik dalam
kelompok
pertemanan
yang
dinaunginya. Penelitian ini penting

karena dalam bidang komunikasi
kita harus memahami karakter
lawan bicara kita agar pesan yang
ingin kita sampaikan dapat diterima
oleh lawan bicara kita. Orang
dengan
kebribadian
introvert
mempunyai cara sendiri dalam
berkomunikasi, oleh karena itu kita

harus memahami karakter introvert
lebih
dalam
agar
proses
komunikasi dapat berjalan dengan
baik dan pesan dapat saling
tersampaikan. Di sisi lain kita juga
harus

memahami
mengenai
manajemen
konflik
karena
penanganan konflik merupakan hal
penting dalam kehidupan seharihari. Jika dua hal penting tersebut
disatukan maka kita mengetahui
bagaimana manajemen konflik
yang dilakukan oleh orang dengan
kepribadian introvert ketika dalam
kelompok pertemanannya sedang
terjadi konflik.
KAJIAN PUSTAKA
Tradisi Sosiopsikologis
Kajian individu sebagai makhluk sosial
merupakan
tujuan
dari
tradisi

sosiopsikologis
(Sosiopsychological),
tradisi ini berkaitan dengan proses
komunikasi sebagai pengaruh dari
hubungan interpersonal (Nyarwi, 2008).
Varian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah varian perilaku, karena
penelitian ini meneliti mengenai perilaku
seseorang dalam
kelompok ketika
kelompoknya sedang dilanda konflik.
Psikologi Komunikasi
Psikologi komunikasi juga melihat
bagaimana respons yang terjadi pada masa
lalu dapat meramalkan respons yang akan
datang. Komunikasi adalah peristiwa
sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika
manusia berinteraksi dengan manusia
lainnya (Rakhmat, 2007, h.9). Mencoba
menganalisa peristiwa sosial secara

psikologis membawa kita pada psikologi
sosial, pendekatan psikologi sosial juga
pendekatan
merupakan
psikologi
komunikasi. Salah satu penggunaan
psikologi komunikasi (Rakhmat, 2007,
h.14) adalah untuk hubungan sosial yang
baik. Abraham Maslow menyebutnya
“kebutuhan
akan
cinta”
atau
“belongingness”.

Introvert sebagai Tipologi Manusia
Introversi merupakan aliran energi psikis
ke arah dalam yang memiliki orientasi
subjektif. Introver memiliki pemahaman
yang baik terhadap dunia dalam diri

mereka, dengan semua bias, fantasi,
mimpi, dan persepsi yang bersifat individu
(Jung, 2012, h. 137). Orang-orang dengan
tipe kepribadian introvert akan menerima
dunia luar dengan sangat selektif dan
dengan pandangan subjektif mereka.
Kepribadian
introvert
merupakan
kepribadian yang sangat hidup dalam
fantasinya sendiri. Orang dengan tipe
kepribadian introvert lebih sensitif
dibandingkan tipe kepribadian ekstrovert,
mereka akan menjadi lebih cepat bosan
dibandingkan dengan ekstrovert (Suyasa,
Dewi, & Savitri, 2005). Mereka lebih
nyaman untuk berada dalam keadaan yang
tenang dan sepi. Berbeda dengan orang
berkepribadian ekstrovert yang lebih
nyaman untuk berada dalam kelompok dan

keramaian.
Komunikasi Kelompok Kecil
Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri
manusia sejak ia dilahirkan (Syahpitri,
2011). Naluri ini yang mendorong manusia
untuk selalu menyatukan hidupnya dengan
orang lain dalam kelompok. Kelompok
kecil adalah sekumpulan perorangan yang
relatif
kecil
yang
masing-masing
dihubungkan oleh beberapa tujuan yang
sama dan mempunyai derajat organisasi
tertentu diantara mereka (Devito, 2011, h.
336).
Konsep Kelompok Teman Sebaya
Kawan-kawan
sebaya
(peers) adalah anak-anak atau

remaja yang memiliki usia atau
tingkat kematangan yang kurang
lebih sama (Santrock, 2007, h. 55).
Menurut para ahli yang dikutip
oleh Andi Mappiare (1982, h.158)
(dikutip dari Wulan 2007) terdapat
kelompok-kelompok
yang
terbentuk dalam masa remaja.
Kelompok-kelompok
tersebut
adalah 1) Kelompok “Chums”

(sahabat karib); 2) Kelompok
“Cliques” (komplotan sahabat); 3)
Kelompok “Crowds” (kelompok
banyak remaja); 4) Kelompok yang
diorganisir dab 5) Kelompok
“Gangs”.
Konflik Interpersonal

Konflik
adalah
proses
pertentangan yang diekspresikan di
antara dua pihak atau lebih yang
saling tergantung mengenai objek
konflik,
menggunakan
pola
perilaku dan interaksi konflik yang
menghasilkan keluaran konflik.
Dari definisi tersebut ada sejumlah
indikator
yang
memerlukan
penjelasan (Wirawan, 2010, h. 5).
Salah satu asumsi mengenai
konflik yang diungkapkan Wehr
dalam buku Interpersnal Conflict
(Wilmot, 1991, h.6) “Conflict is a

consequence
of
poor
communication,
misperception,
miscalculation, socialization, and
other unconscious process.”.
Manajemen Konflik
Manajemen
konflik
merupakan pengelolaan konflik
yang tidak hanya berfokus pada
menghindari, mengurangi atau
menghilangkan konflik namun,
juga
melibatkan
perancangan
strategi yang dapat membuat
konflik justru menjadi dasar
perolehan
insight
dalam
pengembangan organisasi dan
individu-individu yang menjadi
bagian dari organisasi tersebut
(Safitri, Burhan, & Zulkarnain,
2013).
Konflik dapat menjadi
sangat parah ataupun merugikan
bagi
kelompok
jika
permasalahannya tidak ditangani
dengan baik. Killen & Murphy
(2003) dalam Magnuson (2011)
mengemukakan sebuah model
manajemen konflik yang berfous

dalam 3 tahap; creating space
(menciptakan ruang), adding value
(menambahkan nilai), seeking
closure (mencari penutupan).
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, karena penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan
data sedalam-dalamnya. Penelitian ini
menggambarkan bagaimana mahasiswa
dengan kepribadiaN tertutup (introvert)
menghadapi konflik dalam kelompok
pertemanan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Melalui wawancara selama
penelitian, peneliti menemukan
beberapa kesamaan hal-hal yang
dilakukan oleh kedua informan
ketika sedang terjadi konflik dalam
kelompoknya. Hal-hal tersebut
adalah sebegai berikut:
1. Diam sebagai Sikap Pertama Orang
Introvert
Peneliti menemukan bahwa
hal pertama yang akan dilakukan
oleh kedua informan ketika
menghadapi
konflik
dalam
kelompoknya adalah diam. Kedua
informan tidak suka jika mereka
harus langsung mengeluarkan
pendapat secepat mungkin ketika
terjadi konflik dalam kelompok
mereka. Tindakan pertama yang
akan diambil orang seseorang
dengan kepribadian introvert ketika
menghadapi
konflik
dalam
kelompoknya adalah diam. Diam
bukan berarti mereka tidak peduli
terhadap konflik yang sedang
terjadi, namun mereka tidak ingin
menjadi orang yang terburu-buru
dalam
mengambil
keputusan.
Seperti yang diungkapkan oleh
Jung (2012, h.216) bahwa Ia
memiliki sikap yang umumnya

sangat tertutup sehingga ketika
terdapat konflik hanya disimpan
dalam hati. Ia umumnya berusaha
untuk dapat menyelesaikan sendiri
segala konflik. Hal positif pertama
yang dapat diambil dari sikap diam
ini adalah mereka tidak akan
menciptakan
keputusan
yang
gegabah.
Ketika
berhadapan
dengan masalah, orang dengen
kepribadian introvert bukanlah
orang yang ceroboh.
2. Mengumpulkan Informasi dengan
Memperhatikan Keadaan Sekitar
Hal kedua yang dilakukan oleh kedua
informan ketika menghadapi konflik dalam
kelompok
mereka
adalah
dengan
memperhatikan keadaan sekitarnya untuk
mengumpulkan informasi. Ketika kedua
informan mengambil sikap diam, mereka
tidak sekedar diam, namun mereka
memperhatikan dengan seksama mengenai
apa yang terjadi di kelompok mereka.
Ketika
mereka
diam
mereka
mengumpulkan
informasi
dengan
memperhatikan keadaan di sekitar mereka,
hal ini menjadi tahap kedua orang
introvert dalam menyelesaikan sebuah
konflik dalam kelompoknya. Sebelum
mereka berbicara mereka perlu megetahui
banyak hal mengenai konflik dan keadaan
kelompoknya.
3. Berpikir
Informasi

dan

Menganalisa

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan
oleh peneliti, hal yang selanjutnya
dilakukan
adalah
berpikir
untuk
menganalisa
informasi.
Setelah
mengumpulkan informasi, ini adalah
saatnya para informan menganalisa
informasi-informasi
tersebut.
Setiap
informasi yang diperoleh akan ditimbang
dan dianalisa baik buruknya. Banyak hal
yang harus dipikirkan oleh orang introvert
sebelum mereka mulai berbicara. Sisi
positifnya adalah mereka adalah orang
yang jeli dan bukan orang yang gegabah

dalam bertindak. Sebelum mereka
berbicara mereka akan menimbang baik
buruknya terlebih dahulu. Mereka lebih
mengutamakan think before act. Berbeda
dengan kepribadian ekstrovert yang minim
berpikir mengenai detail permasalahan dan
tergesa-gesa dalam mengambil tindakan.
Selama menganalisa informasi yang ada,
orang dengan kepribadian introvert
meleburkan seluruh informasi tersebut dan
menambahkan penilaiannya di dalamnya.
Mereka memikirkan mengapa konflik bisa
terjadi, apa motif seseorang dibalik konflik
tesebut. Setelah itu orang dengan
kepribadian introvert juga memikirkan
mengenai apa yanag diinginkan oleh
kelompoknya, apakah kekurangan dan
kelebihan jika Ia mengambil suatu
tindakan. Melalui penelitian ini peneliti
dapat menyimbulkan bahwa orang dengan
kepribadian introvert adalah orang yang
sangat berhati-hati dalam bertindak.

4. Berbicara di Saat yang Tepat
sebagai Tahap Keempat
Setelah melakukan serangkaian sikap yaitu
diam, mengumpulan informasi dengan
memberhatikan keadaan sekitar, dan
menganalisa informasi yang didapat, ini
adalah saatnya orang introvert untuk
berbicara. Berbicara merupakan pilihan
terakhir bagi orang dengan kepribadian
introvert dalam menyelesaikan konflik.
Bagi mereka dengan diam dan tidak ikut
rich dalam konflik sudah cukup
menyumbangkan
satu
solusi
bagi
kelompoknya.
Bagi orang introvert, menjadi pemimpin
dalam kelompoknya bukanlah keinginan
mereka. Mereka memilih untuk menjadi
follower dalam kelompoknya. Mereka
menunggu inisiatif yang akan dikeluarkan
oleh anggota kelompoknya terlebih
dahulu. Mereka bukanlah orang yan ingin
menjadi tokoh utama dalam kelompoknya,
melainkan mereka ingin menjadi pahlawan
di akhir cerita, itupun jika masih
dibutuhkan. Ketika mereka merasa teman-

temannya sudah mampu menyelesaikan
konflik, mereka tetap tidak akan berbicara
menyumbangkan solusi.
Orang dengan kepriadian introvert lebih
nyaman menjadi tokoh di balik layar.
Ketika mereka merasa teman-temannya
tidak mampu menciptakan solusi, mereka
baru akan muncul untuk berbicara. Orang
dengan kepribadian introvert tidak menjadi
pencetus ide utama dalam kelomponya.
Mereka juga tidak mendominasi jika
kelompoknya sedang terjadi konflik.

binatang surabaya. Kebijakan dan
Manajemen Publik, 1 (1). 1-7.
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian.
Malang: UMM Press.
Anshari, H.M.
Psichologi.
Nasional.

H. (1996).
Surabaya:

Kamus
Usaha

Asmadi. (2008). Teknik prosedural dan
keperawatan: konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Salemba Medika

KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan
tentang bagaimana mahasiswa
dengan
kepribadian
tertutup
(introvert) dalam menghadapi
konflik
dalam
kelompok
pertemanan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Terdapat 4 sikap yang dilakukan
oleh
mahasiswa
dengan
kepribadian tertutup (introvert)
dalam komunikasi kelmpok kecil
antara lain (a) Diam, (b)
Mengumpulkan
informasi
dengan memperhatikan keadaan
sekitar,
(c)
Berpikir
dan
menganalisa
informasi,
(d)
Berbicara disaat yang tepat.
2. Sikap tersebut yang peneliti
peroleh memiliki karateristik
yang berbeda dengan konsep
tahapan gaya manajemen konflik
milik Kelly J. Magnuson yaitu
pada tahap terakhir, hal yang
peneliti peroleh melalui hasil
wawancara dan observasi tidak
terdapat
tahapan
seeking
enclosure.
Adanya
tahapan
seeking closure sangat penting
karena merupakan penutupan
dari sebuah konflik.
DAFRTAR PUSTAKA
Afif,

M. (2014). Model manajemen
konflik dalam pengelolaan kebun

Barata, A.A. (2003). Dasar-dasar
pelayanan prima. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Brink, D.O. (2003). Interpersonal conflicts
of value. Philosopical Review, 122
(2), 215-245.
Dariyo,
Agoes.
(2004).
Psikologi
perkembangan
dewasa
muda.
Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
DeVito, J. A. (2011). Komunikasi antar
pribadi.
Tangerang
Selatan:
KARISMA Publishing Group.
Feist, G. J. (2012). Teori kepribadian
(theories of personality). Jakarta:
Salemba Humanika.
Iwadiah. (2008). Teknik membangun
manajemen konflik. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis, 3 (2). 192-200.
Kriyantono, R. (2010). Teknik
komunikasi. Jakarta: Kencana.

riset

Moleong, L. J. (2012). Metodologi
penelitian
kualitatif.
Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. (2008). Ilmu komunikasi
suatu pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.

Murray, A. (2012). Communication
craziness! managing the risk of
workplace interaction.
Nyarwi.
(2008).
Dinamika
ilmu
komunikasi, citizenship, dan public
sphere dalam satu dasawarsa pasca
rezim
orde
baru:
upaya
pengembangan
sub-kajian
komunikasi dan demokrasi. Jurnal
Ilmu Komunikasi, 6 (3), 166.
Padmaningrum, D. (2011). Persepsi peran
penyuluhan di kabupaten sukoharjo
terhadap peran fungsional anggota
kelompok. Agritext, (28). 65-79.
Pawito. (2007). Penilitian komunikasi
kualitatif. Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara
Pickering, Peg. (2006). How to manage
conflict: kiat menangani konflik.
Jakarta: Erlangga.
Purwanto, Djoko. (2006). Komunikasi
bisnis. Jakarta: Erlangga.
Prawira, P. A. (2013). Psikologi
kepribadian dengan perspektif baru.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rakhmat, J. (2007). Psikologi komunikasi.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Safitri, R., Burhan, O. K., Zulkarnain.
(2013). Gaya manajemen konflik
dan kepribadian. Psikologia, 8 (2).
36-49.

Sendjaja, S. D. (2005). Communicate.
Komunika, 8 (1), 9-20.
Sobur, A. (2003). Psikologi
Bandung: Pustaka Setia.

umum.

Supratiknya, A. (1995). Komunikasi
antarpribadi tinjauan psikologis.
Yogyakarta: kansius.
Suyasa, P.T.Y.S., Dewi, F.I.R., & Savitri,
S. (2005). Perbedaan minat dalam
penggunaan
fungsi
internet
berdasarkan tipe kepribadian. Jurnal
Psikologi, 3 (5), 91.
Suyatno,
N.
(2005).
Perbedaan
manajemen konflik antara tipe
kepribadian
ekstrovert
dengen
kepribadian introvert.
West,

R. & Turner, L.H. (2008).
Pengantar teori komunikasi analisis
dan aplikasi (3rd ed.). jakarta:
salemba humanika.

Wirawan. (2010). Konflik dan manajemen
konflik teori, aplikasi, dan peneltian.
Jakarta: Salemba Humanika.
Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu
komunikasi. Jakarta: Grasindo.
E-BOOK
Waluya, B. (2007). Sosiologi. Bandung:
Setia Puma Inves. Tersedia dalam
(http://books.google.co.id)

Sari, W. S. (2012). Pengaruh model
pembelajaran dan tipe kepribadian
terhadap hasil belajar fisika pada
siswa smp swasta di kecamatan
medan area. Jurnal Tabularasa PPS
Unimed, 9 (1), 33-44.

Sunaryo.
(2002).
Psikologi
untuk
keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Tersedia dari (
http://books.google.co.id/books?
id=6GzU18bHfuAC&printsec=front
cover&hl=id#v=onepage&q&f=false
)

Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta:
Erlangga.

INTERNET

Arya, E. (2013) Definisi introvert yang
sebenarnya. diakses tanggal 11 Juni
2013,
dari
http://emilarya.wordpress.com/201
3/01/23/definisi-introvert-yangsebenarnya/
Burbach, C. 5 Things introverts should
know about extroverts. diakses
tanggal 6 Oktober 2013, dari
http://friendship.about.com/od/Intr
overts/a/Things-Introverts-ShouldKnow-About-Extroverts.htm
Takdir, M. (2013). Perbedaan antara Otak
ekstrovert dan introvert. diakses
tanggal 6 Oktober 2013, dari
http://nationalgeographic.co.id/beri
ta/2013/08/perbedaan-antara-otakekstrovert-dan-introvert
Haryanto. (2010). teori hierarki kebutuhan
maslow. Diakses pada 8 April 2014,

dari
http://belajarpsikologi.com/teorihierarki-kebutuhan-maslow/
THESIS
Syahpitri,
E.
(2011).
Komunikasi
kelompok kecil. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream
/123456789/25372/4/Chapter
%20II.pdfc
Ampanagara, R. G. D. (2012). Analisis
perbedaan manajemen konflik
manajer jepang dengan manajer
indonesia (Studi kasus pada PT. X
dan PT. Z). Diakses dari
http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/20333090-T32221Reno%20Grivaldi%20Dwangga
%20Ampanagara-Analisis
%20perbedaan.pdf