TUGAS KOMUNIKASI POLITIK PROGRAM PASCASA
TUGAS KOMUNIKASI POLITIK
(Minggu Kesebelas – 23 Juni 2017)
disusun oleh :
Nama
: JOHANNES SITUMORANG
NIM
: 2016 – 30 – 009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO
(BERAGAMA)
2017
A. Diposting
: Rabu 03 Mei 2017, 14:55 WIB
B. Penulis : Cici Marlina Rahayu detikNews
C. Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-3490623/icw-hak-angket-kpk-adalahpremanisme-politik
D.Judul
:
“ICW : Hak Angket KPK Adalah
Premanisme Politik”
E. Isi Artikel
:
Jumpa pers di kantor ICW. (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) beserta LSM lainnya melaporkan
Fahri Hamzah karena dianggap menghalangi proses penegakan hukum
(obstruction of justice) dalam kasus eKTP. Koordinator ICW Donal Fariz meminta
KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kami koalisi menolak hak angket KPK. Pascapengesahan hak angket dalam
(sidang) paripurna yang kita lihat, angket ini adalah bagian sistematis
memperlemah kerja KPK, upaya mengganggu, upaya premanisme, maka kami
meminta KPK segera menindaklanjuti kasus tersebut," kata Donal di kantor ICW,
Jalan Kalibata Timur IVD No 6, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu
(3/5/2017).
Fahri dilaporkan dengan Pasal 21 UndangUndang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi karena dianggap sudah melakukan obstruction of justice. Donal
mengatakan Fahri juga melakukan premanisme secara politik.
"Hak angket ini adalah premanisme secara politik karena dilakukan oleh orang
orang politikus. Kami kemarin pukul 14.00 WIB, tanggal 2 Mei 2017, kami
melaporkan Saudara Fahri Hamzah kepada KPK dengan dugaan menghalangi
penyidikan atau obstruction of justice, Pasal 21 UndangUndang Tindak Pidana
Korupsi," ujarnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Oce Madril, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi
(Pukat) UGM. Oce mengatakan tindakan yang dilakukan Fahri adalah persoalan
tentang obstruction of justice.
"Ada beberapa hal yang kami laporkan kepada KPK, terkait tindakan Fahri
Hamzah ketika pertama ada persoalan obstruction of justice, pelanggaran Pasal
21 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001. Di situ
dikatakan para pihak yang menghalangi, baik itu dalam penyidikan, penuntutan,
secara langsung atau tidak langsung, mereka diancam dengan pidana," jelasnya.
Oce mengatakan angket ini adalah tindak pidana terkait tindakan korupsi itu
sendiri. Menurutnya, hak angket ini mampu mempengaruhi perkara lain yang
sedang diusut oleh KPK.
"Ini sebetulnya adalah tindak pidana terkait tindakan korupsi itu sendiri, ini tindak
pidana terkait upaya pemberantasan korupsi. Fahri Hamzah memimpin hak
angket waktu itu adalah tindakan baik secara langsung atau tidak langsung, hal ini
mempengaruhi perkara korupsi lainnya yang sedang diusut oleh KPK," ucapnya.
"Mau tidak mau itu akan mempengaruhi, sudah berantakan. Paling fatal,
mekanisme pengambilan keputusan hak angket tindakan memutus, jelas
bertentangan dengan UU, jadi inilah yang kami laporkan kepada KPK. Kami
meminta KPK menindaklanjuti yang kami laporkan kemarin," imbuhnya.
Upaya dan tindakan dalam menghalangi kerja KPK dianggap melanggar
prosedur. Oce juga menegaskan tindakan Fahri ini termasuk cacat prosedur.
"Cacat prosedur adalah bagian dari tindakan dia, upaya dia, menghalangi kerja
KPK dalam pemberantasan korupsi. Pimpinan DPR sendiri diduga kuat dalam
tindak pidana korupsi. Ada salah satu nama pimpinan DPR disebut secara
beriringan. Konteks ini tidak bisa dilepaskan, ketika dia melanggar prosedur,"
tutupnya.
LSM yang tergabung dalam pelaporan Fahri Hamzah ialah Pusat Kajian Anti
Korupsi (Pukat) UGM, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand, Komisi Pemantau
Legislatif (Kopel), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),
Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia (Formappi).
(imk/imk)
F. Analisis Saya :
Seandainya pun DPR bersikukuh bahwa KPK dianggap bagian dari pemerintah
atau eksekutif karena diangkat oleh pemerintah (melalui tim seleksi yang dibentuk
pemerintah), misalnya, tetap saja pengajuan hak angket tidak bisa diterima. Apa
yang tengah dilakukan KPK saat ini, yaitu penyidikan atas kasus dugaan korupsi
eKTP, bukanlah dalam rangka menjalankan fungsi eksekutif, yakni pelaksanaan
UU dan / atau kebijakan pemerintah, melainkan fungsi penegakan hukum. DPR
tidak bisa begitu saja melayangkan hak angket dalam kasus ini.
(Minggu Kesebelas – 23 Juni 2017)
disusun oleh :
Nama
: JOHANNES SITUMORANG
NIM
: 2016 – 30 – 009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO
(BERAGAMA)
2017
A. Diposting
: Rabu 03 Mei 2017, 14:55 WIB
B. Penulis : Cici Marlina Rahayu detikNews
C. Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-3490623/icw-hak-angket-kpk-adalahpremanisme-politik
D.Judul
:
“ICW : Hak Angket KPK Adalah
Premanisme Politik”
E. Isi Artikel
:
Jumpa pers di kantor ICW. (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) beserta LSM lainnya melaporkan
Fahri Hamzah karena dianggap menghalangi proses penegakan hukum
(obstruction of justice) dalam kasus eKTP. Koordinator ICW Donal Fariz meminta
KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kami koalisi menolak hak angket KPK. Pascapengesahan hak angket dalam
(sidang) paripurna yang kita lihat, angket ini adalah bagian sistematis
memperlemah kerja KPK, upaya mengganggu, upaya premanisme, maka kami
meminta KPK segera menindaklanjuti kasus tersebut," kata Donal di kantor ICW,
Jalan Kalibata Timur IVD No 6, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu
(3/5/2017).
Fahri dilaporkan dengan Pasal 21 UndangUndang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi karena dianggap sudah melakukan obstruction of justice. Donal
mengatakan Fahri juga melakukan premanisme secara politik.
"Hak angket ini adalah premanisme secara politik karena dilakukan oleh orang
orang politikus. Kami kemarin pukul 14.00 WIB, tanggal 2 Mei 2017, kami
melaporkan Saudara Fahri Hamzah kepada KPK dengan dugaan menghalangi
penyidikan atau obstruction of justice, Pasal 21 UndangUndang Tindak Pidana
Korupsi," ujarnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Oce Madril, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi
(Pukat) UGM. Oce mengatakan tindakan yang dilakukan Fahri adalah persoalan
tentang obstruction of justice.
"Ada beberapa hal yang kami laporkan kepada KPK, terkait tindakan Fahri
Hamzah ketika pertama ada persoalan obstruction of justice, pelanggaran Pasal
21 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001. Di situ
dikatakan para pihak yang menghalangi, baik itu dalam penyidikan, penuntutan,
secara langsung atau tidak langsung, mereka diancam dengan pidana," jelasnya.
Oce mengatakan angket ini adalah tindak pidana terkait tindakan korupsi itu
sendiri. Menurutnya, hak angket ini mampu mempengaruhi perkara lain yang
sedang diusut oleh KPK.
"Ini sebetulnya adalah tindak pidana terkait tindakan korupsi itu sendiri, ini tindak
pidana terkait upaya pemberantasan korupsi. Fahri Hamzah memimpin hak
angket waktu itu adalah tindakan baik secara langsung atau tidak langsung, hal ini
mempengaruhi perkara korupsi lainnya yang sedang diusut oleh KPK," ucapnya.
"Mau tidak mau itu akan mempengaruhi, sudah berantakan. Paling fatal,
mekanisme pengambilan keputusan hak angket tindakan memutus, jelas
bertentangan dengan UU, jadi inilah yang kami laporkan kepada KPK. Kami
meminta KPK menindaklanjuti yang kami laporkan kemarin," imbuhnya.
Upaya dan tindakan dalam menghalangi kerja KPK dianggap melanggar
prosedur. Oce juga menegaskan tindakan Fahri ini termasuk cacat prosedur.
"Cacat prosedur adalah bagian dari tindakan dia, upaya dia, menghalangi kerja
KPK dalam pemberantasan korupsi. Pimpinan DPR sendiri diduga kuat dalam
tindak pidana korupsi. Ada salah satu nama pimpinan DPR disebut secara
beriringan. Konteks ini tidak bisa dilepaskan, ketika dia melanggar prosedur,"
tutupnya.
LSM yang tergabung dalam pelaporan Fahri Hamzah ialah Pusat Kajian Anti
Korupsi (Pukat) UGM, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand, Komisi Pemantau
Legislatif (Kopel), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),
Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia (Formappi).
(imk/imk)
F. Analisis Saya :
Seandainya pun DPR bersikukuh bahwa KPK dianggap bagian dari pemerintah
atau eksekutif karena diangkat oleh pemerintah (melalui tim seleksi yang dibentuk
pemerintah), misalnya, tetap saja pengajuan hak angket tidak bisa diterima. Apa
yang tengah dilakukan KPK saat ini, yaitu penyidikan atas kasus dugaan korupsi
eKTP, bukanlah dalam rangka menjalankan fungsi eksekutif, yakni pelaksanaan
UU dan / atau kebijakan pemerintah, melainkan fungsi penegakan hukum. DPR
tidak bisa begitu saja melayangkan hak angket dalam kasus ini.