PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYC

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E
TERHADAP PEMAHAMAN MATERI ATMOSFER
PADA SISWA SMA
Wakhidatus Sholikhah, Sugeng Utaya, Budijanto
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
E-mail: wakhidatuss@gmail.com
Abstract: This research aims to examine the effect of learning cycle 7E model of
learning toward atmosphere subject understanding on high school student. The design
of this research is quasi-experimental research with non-equivalent control group
design. The subject in this research is students from class X SMA Negeri 1 Kesamben
even second semester of school year 2014/2015. The class X IIS 4 is treated as the
experimental class, while class X IIS 2 is treated as the control class. The research data
is gain score which is the difference between posttest and pretest value and then
analyzed by using T-test for independent sample with the help of SPSS 20.0 program
for Windows. Gain score experimental group showed better achievement (39,26) than
the control group (14,4). The result of T-test indicates the significant value which is the
p-level by 0.000 and less than 0.05 (p14,4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa dengan
model learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
(metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan presentasi).
Indikator kemampuan pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini
didasarkan pada revisi taksonomi Bloom yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwohl

(2001). Terdapat lima indikator pemahaman yang dipakai, yaitu kemampuan
menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi, membandingkan, dan menjelaskan.
Kelima indikator ini mengalami peningkatan baik pada kelas kontrol maupun
eksperimen. Pada tabel di bawah ini disajikan data rata-rata skor pemahaman siswa
kelas eksperimen dan kontrol pada tiap indikator.
Tabel Skor Rata-rata Indikator Pemahaman Siswa Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan
Kontrol
Indikator
Pemahaman
Menginterpretasi
Memberi contoh
Mengklasifikasi
Membandingkan
Menjelaskan

Kelas Eksperimen
Pretes
Postes
3.16
4.39

1.71
2.66
1.05
3.95
1.21
3.13
1.46
2.87

Kelas Kontrol
Pretes
Postes
3.41
4.12
2.24
2.76
1.44
2.24
1.68
2.35

2.06
2.57

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan skor pada
masing-masing indikator pemahaman di kelas eksperimen. Kenaikan yang paling tinggi
terjadi pada indikator mengklasifikasi, yakni dari 1,05 menjadi 3,95 atau dengan kata
lain terdapat peningkatan skor sebesar 2,89. Kenaikan yang tidak begitu besar terjadi
pada indikator memberi contoh, yakni dari 1,71 menjadi 2,66 atau terdapat peningkatan
skor sebesar 0,95.
Kelas kontrol juga mengalami peningkatan skor pada tiap indikator pemahaman
setelah terjadi pembelajaran secara konvensional. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.3
di atas. Pada kelas kontrol kenaikan terbesar juga terjadi pada indikator mengklasifikasi
yakni dari 1,44 menjadi 2,24. Namun untuk kenaikan terendah terjadi pada indikator
menjelaskan, bukan pada indikator memberi contoh seperti yang terjadi pada kelas
eksperimen.
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t dengan Independent
Samples Test. Namun sebelum dilakukan uji -t, dilakukan uji normalitas dan
homogenitas data sebagai uji prasyarat. Berdasarkan hasil uji t-test, diketahui nilai Sig.
(2-tailed) yaitu 0,000. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95%, jika nilai Sig.
0,000 kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan model learning cycle 7E terhadap
pemahaman materi atmosfer pada siswa SMA.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat
pemahaman siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari
rata-rata gain score kelas eksperimen yang lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pengaruh

positif yang signifikan dari model pembelajaran learning cycle 7E pada penelitian ini
juga dapat dilihat dari hasil pengujian gain score dengan uji t. Hasil dari uji t dengan
independent samples test dan taraf kepercayaan 95% juga menunjukkan bahwa nilai
signifikansi yakni 0,000 kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Artinya terdapat perbedaan
yang signifikan antara gain score kelas eksperimen dan kontrol. Temuan penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa model Learning cycle
7E berpengaruh terhadap pemahaman siswa (Kanli, 2008; Sornsakda, 2009; Polyiem,
2011; dan Gok, 2014).
Penyebab model pembelajaran learning cycle 7E berpengaruh terhadap
pemahaman siswa antara lain: pertama , menggunakan model learning cycle 7E dalam
pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa

dalam pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle 7E (Hartono, 2013;
Kulsum, 2011; dan Siribunnam, 2009). Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik LC
yang menggunakan berbagai macam metode pembelajaran dan sumber belajar yang
dalam pelaksanaannya melibatkan siswa secara langsung.
Dalam pembelajaran dengan model LC 7E siswa tidak hanya memperoleh
penjelasan dari guru, tetapi juga dibimbing untuk menggunakan berbagai sumber belajar
guna menemukan konsep, mempelajarinya, dan memahaminya. Sumber belajar yang
digunakan siswa antara lain adalah lingkungan sekitar mereka, Lembar Kerja Siswa,
buku geografi untuk SMA kelas X semester genap, serta materi pengayakan yang
disediakan oleh guru. Sedangkan beberapa metode pembelajaran yang dilakukan dalam
learning cycle 7E antara lain yaitu tanya jawab, ceramah, kuis, brainstorming,
percobaan di luar kelas, presentasi, dan mereview artikel.
Kedua , pada tahap elicit siswa mendapatkan kuis dan pertanyaan guna melihat
sejauh mana pengetahuan awal mereka terhadap materi yang akan dipelajari serta
bagaimana pemahaman mereka terhadap konsep-konsep awal yang telah diajarkan pada
pertemuan sebelumnya. ”The elicit phase focuses on making learners retrieve existing
experience that is associated with the new knowledge” (Bulbul, 2010). Hal ini penting
dilakukan dalam pembelajaran, karena pada dasarnya siswa membangun
pengetahuannya berdasarkan apa yang telah diketahui sebelumnya.
Dalam penelitian ini, fase elicit dilakukan dengan memberikan kuis dengan

jawaban benar atau salah kepada siswa. Kuis ini terkait dengan materi unsur-unsur
cuaca dan iklim yang telah dipelajari siswa pada pertemuan sebelumnya. Dari kuis ini
guru dapat melihat bahwa masih banyak siswa yang kurang paham mengenai hubungan
antara konsep suhu, tekanan udara, dan angin. Memahami hubungan antar konsep ini
penting untuk menjelaskan fenomena pergantian musim di Indonesia, perubahan iklim
akibat global warming, serta el nino dan la nina yang akan dipelajari siswa selanjutnya,
oleh karena itu guru perlu memberikan penjelasan kembali terkait konsep tersebut.
Selain itu fase elicit juga dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa
mengenai apa yang mereka ketahui terkait fenomena global warming.
Ketiga , pada fase engage siswa diberikan pertanyaan terkait masalah efek
rumah kaca yang menambah rasa ingin tahunya serta dilibatkan dalam perencanaan
ujicoba. Dengan adanya tahap engage ini siswa menjadi termotivasi untuk mengikuti
pembelajaran. Hal ini disebabkan munculnya rasa keingintahuan pada diri siswa
terhadap materi yang akan di pelajari. Bybee (2006) juga berpendapat bahwa,
”successful engagement results in students being puzzled by, and actively motivated in
the learning activity”. Pada tahap engage ini siswa mulai dikenalkan kepada data-data

terkait unsur-unsur cuaca dan iklim seperti grafik dan tabel maupun gambar contohcontoh fenomena yang terjadi di atmosfer yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Keempat, siswa mengumpulkan informasi terkait konsep yang dipelajari pada
tahap explore. Selama eksplorasi, siswa memperoleh pengalaman belajar dan

pengetahuan melalui interaksi langsung dengan lingkungan atau sumber belajar. Pada
tahap ini guru dapat memakai berbagai macam metode agar siswa dapat belajar dan
mengumpulkan informasi secara mandiri. Namun bukan berarti siswa dibiarkan tanpa
bimbingan, guru masih tetap harus memberikan bimbingan kepada siswa baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga diungkapkan oleh Karplus (1977) ”In this
phase, they explore new materials and new ideas with minimal guidance or expectation
of specific accomplishment”. Metode yang dapat dilakukan dalam tahap ini antara lain
adalah membaca berbagai literatur terkait materi (studi literatur), diskusi atau kerja
sama dengan teman sebangku atau kelompok, serta melakukan pengamatan dan
kegiatan eksperimen.
Kegiatan explore merupakan salah satu ciri dari pendekatan konstruktivistik
dalam pembelajaran. Teori konstruktivistik ini mengemukakan bahwa manusia
membangun pengetahuan dan pemahamannya melalui pengalaman-pengalamannya
(Dean, 2014). Pengalaman belajar ini membuat siswa mampu mengingat konsep-konsep
yang dipelajarinya lebih lama. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Marek (1991) (dalam
Turkmen, 2007), ”Student learn their own concept from their experiences and this way
of learning keep knowledge longer in student’s minds than other learning ways”.
Kegiatan explore yang dilakukan siswa dalam penelitian ini adalah melakukan
pengamatan (eksperimen) dan studi literatur. Kegiatan eksperimen yang dilakukan
berkaitan dengan konsep efek rumah kaca. Penggunaan metode eksperimen ini dapat

membantu siswa mempelajari konsep atau materi dengan lebih baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Emerson (2012), ”Classroom experiments do this as part of a
class to help students learn more about the material they are studying”.
Tahap explore ini memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan
kemampuan menginterpretasi dan mengklasifikasi siswa. Kedua indikator pemahaman
ini terkait dengan data-data. Kemampuan menginterpretasi atau menafsirkan terjadi
ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain, misalnya
mengubah angka menjadi kata-kata atau sebaliknya serta gambar menjadi kata-kata atau
sebaliknya. Kemampuan menginterpretasi siswa dalam penelitian ini ditunjukkan
dengan menjawab pertanyaan berdasarkan grafik atau diagram yang tersedia. Dalam
penelitian ini kemampuan menginterpretasi siswa kelas eksperimen setelah
mendapatkan perlakuan lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata gain skor kelas eksperimen dan kelas kontrol berurutan yakni 1,24 dan 0,71.
Di awal pembelajaran siswa sudah memiliki pengetahuan dasar mengenai cara
membaca diagram atau grafik. Hal ini menyebabkan nilai mereka cukup tinggi saat
pretes. Kesulitan yang mereka hadapi dalam indikator ini adalah mereka kurang cermat
dalam membandingkan ketiga garis yang mewakili tahun, sehingga mereka kesulitan
dalam melihat tren atau perkembangan suhu dari tahun ke tahun. hal ini juga
diungkapkan oleh Brasel (dalam Kali, 2005) bahwa beberapa kemampuan yang cukup
sulit dari menginterpretasikan grafik adalah memahami cara menghubungkan grafik

dengan variabel atau dengan fenomena di dunia nyata, menggali informasi penting dari
grafik, dan menjelaskan tren yang ditunjukkan dalam grafik. Hal inilah yang diperbaiki
selama pembelajaran dengan LC 7E.

Berbeda dengan kemampuan menginterpretasi yang menekankan pada
penafsiran data, mengklasifikasi lebih menekankan pada proses mendeteksi ciri-ciri atau
pola-pola yang ada pada contoh atau data dan disesuaikan dengan konsep yang
dipelajari (Anderson, 2001). Untuk melihat kemampuan siswa dalam mengklasifikasi,
dalam penelitian ini siswa diberikan data curah hujan bulanan selama satu tahun di
empat kota di Indonesia. Berdasarkan data tersebut siswa diminta untuk
mengklasifikasikan kota mana saja yang mempunyai pola hujan monsunal dan
ekuatorial.
Dalam penelitian ini siswa kelas eksperimen mempunyai rata-rata gain skor
yang lebih besar dibandingkan kelas kontrol dalam hal kemampuan mengklasifikasi,
yakni 2,89 untuk kelas eksperimen dan 0,79 untuk kelas kontrol. Peningkatan skor ini
adalah yang paling besar dibandingkan dengan indikator lainnya. Pada saat pretes skor
indikator ini adalah yang paling rendah, karena siswa belum mengetahui dan memahami
konsep yang berkaitan dengan indikator mengklasifikasi. Selain itu mereka belum bisa
melihat pola dari data yang diberikan (data curah hujan). Setelah mendapat
pembelajaran dengan learning cycle 7E, skor siswa saat postes jauh lebih baik dari

pretes. Hal ini membuktikan bahwa tahapan dari learning cycle 7E berpengaruh dan
dapat membantu membangun pemahaman siswa.
Kelima , pada tahap explain siswa mengkomunikasikan hasil temuannya
selama tahap explore. Tujuan dari tahap ini adalah siswa dapat menjelaskan konsep
yang diperolehnya dari eksperimen sederhana yang telah dilakukan dengan
menggunakan bahasa mereka sendiri. Melalui tahap explain ini guru dapat
mengevaluasi dan melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap konsep ataupun
materi yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat memberikan klarifikasi atau penjelasan
langsung mengenai konsep ataupun materi yang belum dipahami oleh siswa. Selain itu
guru juga mengarahkan diskusi kelas serta membantu siswa menyelesaikan perbedaan
dalam temuan mereka (Bentley, 2007).
Tahap explain memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan pemahaman
siswa terutama pada indikator menjelaskan. Peningkatan ini dapat dilihat dari rata-rata
gain skor kemampuan menjelaskan siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dari kelas
control yakni secara berurutan 1,41 dan 0,51. Kemampuan menjelaskan terjadi ketika
siswa mampu membuat dan menggunakan model sebab akibat dalam menjelaskan
hubungan dua atau lebih peristiwa yang terkait (Anderson, 2001). Model ini dapat
diturunkan dari teori atau prinsip (biasanya dilakukan pada bidang sains) atau
didasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman (biasanya terjadi pada bidang sosial
dan humaniora). Dalam penelitian ini materi yang digunakan termasuk dalam kategori

sains, sehingga siswa dapat menggunakan teori atau prinsip-prinsip dari konsep yang
telah dipelajari guna menjelaskan masalah yang diberikan.
Keenam, dalam pembelajaran learning cycle 7E terdapat fase elaborate dan
extend yang merupakan bagian dari transfer learning. Transfer learning merupakan
penggunaan pengetahuan ke dalam tugas baru yang terkait dengan apa yang sudah
dipelajari (Torrey, 2009). Transfer belajar ini dapat dilakukan baik dari satu konsep ke
konsep lain dalam satu mata pelajaran, dari satu mata pelajaran ke pelajaran lain, dan
bahkan dari aktivitas di sekolah ke aktivitas luar sekolah (Eisenkraft, 2003). Pada fase
elaborate siswa diberikan masalah baru guna mengaplikasikan pengetahuannya atau
konsep yang telah dipelajarinya. Pada fase extend siswa diminta untuk memberi contoh
lain aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari dan memperlihatkan hubungan antara
konsep yang telah dipelajari dengan konsep lain.

Transfer belajar ini penting untuk dilakukan dalam pembelajaran, karena
kegiatan ini dapat membantu siswa memahami hubungan antara materi yang satu
dengan materi yang lain dan juga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah
didapatnya ke dalam konteks baru. Adanya transfer belajar ini menunjukkan bahwa
pengetahuan yang diperoleh siswa dapat diaplikasikan di kehidupan sehari-hari atau
dapat digunakan untuk memahami konsep lain yang terkait. Sehingga dengan adanya
transfer belajar ini pengetahuan yang diperoleh siswa dan pembelajaran yang dilakukan
siswa akan lebih bermakna.
Fase elaborate dalam LC 7E berkontribusi besar dalam meningkatkan
pemahaman siswa terutama pada indikator membandingkan. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan rata-rata skor indikator membandingkan dari 1,21 saat pretes menjadi 3,13
saat postes, atau mengalami peningkatan sebesar 1,92. Kemampuan membandingkan
terjadi ketika siswa dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih
objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi (Anderson, 2001). Membandingkan meliputi
pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen objek yang dibandingkan.
Dalam penelitian ini siswa diminta membandingkan kondisi normal, saat el nino, dan la
nina di Samudra Pasifik, untuk itu paling tidak siswa akan membandingkan suhu muka
air laut (terutama di Pasifik timur), terjadinya upwelling, berhembusnya angin pasat
timur, serta persebaran hujan di sekitar pasifik, disaat kondisi normal, el nino, dan la
nina.
Fase extend memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan kemampuan
memberikan contoh. Hal ini dapat dilihat dari skor saat pretes dan postes kelas
eksperimen yang mengalami peningkatan yakni secara berurutan adalah 1,71 dan 2,66
dengan gain score sebesar 0,95. Kemampuan memberi contoh terjadi ketika siswa dapat
memberikan contoh tentang suatu konsep atau prinsip umum. Mencontohkan
melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum, dan
menggunakan ciri-ciri tersebut untuk memilih atau membuat contoh (Anderson, 2001).
Untuk dapat memberikan contoh siswa juga harus memiliki pengalaman atau
pengetahuan tentang kejadian disekitarnya yang berkaitan dengan konsep yang
dipelajari.
Ketujuh, dengan adanya tahap evaluate guru dapat melihat sejauh mana
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dipelajari. Evaluasi ini dapat
dilakukan baik secara formatif maupun sumatif. Evaluasi sumatif biasanya dilakukan
pada ahir pembelajaran satu kompetensi dasar. Sedangkan evaluasi formatif dapat
dilakukan pada setiap fase pembelajaran. Eisenkraft (2003) mengungkapkan,
”Formative evaluation must take place during all interactions with students”.
Pertanyaan yang diberikan pada tahap elicit serta penjelasan siswa pada tahap explain
dapat menjadi evaluasi formatif.
Tujuh tahapan dalam learning cycle 7E dapat meningkatkan pemahaman
siswa karena siswa dibimbing untuk belajar memahami konsep secara bertahap.
Aktivitas dalam model pembelajaran learning cycle 7E membuat siswa aktif mencari
informasi, menemukan konsep, mengkomunikasikan, mentransfer pengetahuannya pada
konteks baru, serta memanfaatkannya untuk menyelesaikan masalah di kehidupan
nyata. Pengalaman belajar ini menyebabkan informasi yang diperoleh siswa lebih lama
diingat, dan membuat pembelajaran lebih bermakna. ”Learning activity management
through seven steps is for learners to search knowledge and experience meaningful
learning by themselves” (Polyiem, 2011).

Learning cycle 7E merupakan salah saru dari pembelajaran yang berbasis
konstruktivistik. Inti dari pembelajaran berbasis konstruktivistik tidak lain adalah
kegiatan belajar siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dibimbing untuk
menggunakan alat, bahan, sumber belajar, dan kemampuan belajarnya baik secara
mandiri maupun kelompok pada fase explore. Oleh karena itu fase explore memiliki
peran penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun begitu tetap saja fase-fase
lain dalam learning cycle 7E tidak boleh diabaikan, karena ketujuh fase tersebut saling
mendukung dan melengkapi agar siswa dapat memahami konsep-konsep yang dipelajari
dengan baik.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle 7E memberikan pengaruh
positif yang signifikan terhadap pemahaman materi atmosfer pada siswa. Hal tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik model learning cycle 7E yang membelajarkan siswa
untuk memahami materi secara bertahap, mulai dari menggali pengetahuan awal siswa,
memotivasi, memberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi,
mengkomunikasikan, mengaplikasikan pengetahuan pada konteks baru, mengevaluasi,
hingga memperluas pemahaman siswa.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini maka diajukan beberapa saran
sebagai berikut: (1) Model ini membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama dibanding
pembelajaran konvensional, oleh karena itu sebelum menerapkan model learning cycle
7E sebaiknya terlebih dahulu membuat rencana pembelajaran yang matang agar semua
fase dapat terlaksana dengan baik (2) Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk
memilih topik-topik inti dari KD yang digunakan, serta memilih KD yang banyak
melibatkan konsep, teori, prinsip, atau perhitungan matematis.
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, L. W. dan Krathwohl, D. R. 2001. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,
Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terjemahan
Agung Prihantoro. 2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Astina, I. Komang. 2004. Pengantar Geografi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Bentley, M.L., dkk. 2007. Teaching Constuctivist Science: Nurturing Natural
Investigators in the Standards-Based Classroom. California: Corwin Press.
Brown, Patrick L. & Abell, Sandra K. 2013. Examining the Learning cycle. Dalam
Deborah Hanuscin dan Meredith P. Roger (Eds). Perspectives: Research &
Tips to Support Science Education, K-6 (hlm. 21-24). USA: NSTA press.
Bulbul, Yeter. 2010. Effects of 7E Learning cycle Model Accompanied With Computer
Animations on Understanding of Diffusion and Osmosis Concepts . Disertasi
tidak diterbitkan. Turki: Middle East Technical University.
Bybee, R.W. dkk. 2006. The BSCS 5E Instruction Model: Origin and Effectiveness.
Makalah disajikan untuk office of science education National Institute of
Health, Colorado, 12 Juni 2006. (Online),
(http://science.education.nih.gov/houseofreps.nsf/b82d55fa138783c2852572c9
004f5566/$FILE/Appendix%20D.pdf), diakses 26 Agustus 2014.

Bybee, R.W. 2009. The BSCS 5E Instructional Model and 21st Century Skills. (Online),
(http://itsisu.concord.orgshareBybee_21st_Century_Paper.pdf), diakses 18 Juni
2015.
Dean. 2014. Constructivism. (Online),
(http://sydney.edu.au/education_social_work/learning_teaching/ict/theory/cons
tructivism.shtml), diakses 19 Juni 2015.
Driver, R., dkk. 1994. Constructing Scientific Knowledge in the Classroom.
Educational Research, 23 (7): 5-12.
Emerson, T. dkk. 2012. Classroom Experiments. (Online),
(http://serc.carleton.edu/sp/library/experiments/index.html), diakses 19 Juni
2015.
Eisenkraft, A. 2003. Expanding the 5E Model. The Science Teacher. A journal for high
school science educators. National Science Teachers Association. 70 (6): 5659.
Gok, G., Vural, SS., & Oztekin, C. 2014. The Effect of 7E- Learning cycle Instruction
on Middle School Students Conceptual Understanding of Respiratory.
Makalah disajikan pada Emerging Researchers Conference dengan tema The
Past, the Present, and Future of Educational Research, Ankara, 2 September
2014. (Online), (http://www.eera-ecer.deecerprogrammespdfconference19contribution31253), diakses 18 Juni 2015.
Hartono. 2013. Learning cycle-7E Model to Increase Student’s Critical Thinking on
Science. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia , (Online), 9 (2013): 58-66,
(http://www.portalgaruda.org/download_article.php?article=135460&val=564
8), diakses 20 Agustus 2014.
Iskandar, Srini, M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis (Ibnu,
Effendy, dan Dasna, Eds). Malang: Bayumedia Publishing.
Jia, Qiong. 2010. A Brief Study on the Implication of Constructivism Teaching Theory
on Classroom Teaching Reform in Basic Education. International Education
Studies, (Online), 3 (2): 197-199, (www.ccsenet.org/journal/index.php),
diakses 20 November 2015.
Karplus, Robert. 1977. Science Teaching and the Development of Reasoning. Journal
of Research in Science Teaching, (Online), 14 (2): 169-175,
(http://www.onlinelibrary.wiley.comdoi10.1002tea.3660140212.pdf), diakses
21 Juli 2014.
Kali, H.D. 2005. First-Year University Biology Students’ Difficulties with Graphing
Skills. Tesis tidak diterbitkan. Johannesburg: University of Witwatersrand.
Kanli, U. & Yagbasan, R. 2008. The Effects of a Laboratory Approaches on the
Development of University Students’ Science Process Skills and Conceptual
Achievement. Essays in Education, (Online), Special Edition (2008): 143-153,
(http://www.usca.eduessaysspecialeditionUKanl%C3%ACandRYagbasan.pdf)
, diakses 18 Juni 2015.
Kulsum, U. & Hindarto, N. 2011. Penerapan Model Learning cycle Pada Sub Pokok
Bahasan Kalor Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa
Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. (Online), 7 (2011): 128133, (http://journal.unness.ac.id), diakses 18 Juni 2015.
Lawson, Anton E., dkk. 1989. A Theory of Instruction: Using The Learning cycle to
Teach Science Concepts and Thinking Skills. NARST Monograph, Number

One. National Association for Research in Science Teaching. (Online),
(http://www.files.eric.ed.govfulltextED324204.pdf), diakses 2 Oktober 2014.
Lawson, Anton, E. 2001. Using the Learning Cycle to Teach Biology Concepts and
Reasoning Patterns. Journal of Biological Education, (Online), 35 (4): 165169,
(http://www.dartmouth.edu~physteachArticleArchiveLawson_JBE35_4.pdf),
diakses 13 Agustus 2014.
Maulana, Yasir A. 2014. Penerapan Model Learning cycle 7E untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Siswa dan Menentukan Profil Keterampilan Generik
Sains Siswa Madrasah Aliyah pada Materi Listrik Dinamis. Tesis tidak
diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 65 Tahun 2013
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar
Nasional Pendidikan. (Online), (http://bsnp-indonesia.org/id/?p=1239), diakses
25 Agustus 2014.
Polyiem, T., Nuangchalerm, P., & Wongchantra, P. 2011. Learning Achievement,
Science Process Skills, and Moral Reasoning of Ninth Grade Students Learned
by 7e Learning cycle and Socioscientific Issue-based Learning. Australian
Journal of Basic and Applied Sciences, 5 (10): 257-263.
Roschelle, Jeremy. 1995. Learning in Interactive Environment: Prior Knowledge and
New Experience. (Online),
(http://www.exploratorium.edu/ifi/resources/museumeducation/priorknowledg
e.html), diakses 4 Juli 2015.
Siribunnam R. & Tayraukham S. 2009. Effects of 7-E, KWL, and Conventional
Instruction on Analytical Thinking, Learning Achievement, and Attitudes
toward Chemistry Learning. Journal of Social Sciences, (Online), 5 (4): 279282, (http://thescipub.com/PDF/jssp.2009.279.282.pdf), diakses 8 Oktober
2014.
Sornsakda, S., Suksringarm, P., & Singseewo, A. 2009. Effects of Learning
Environment Education Using the 7E-Learning cycle with Metacognitive
Techniques and the Teacher’s Handbook Approaches on Learning
Achievement, Integrated Science Skills and Critical Thinking of
Mathayomsuksa 5 Students with Different Learning Achievement. Pakistan
Journal of Social Sciences. (Online), 6 (5): 297-303.
(http://docsdrive.compdfsmedwelljournalspjssci2009297-303.pdf), diakses 18
Juni 2015.
Torrey, L. & Shavlik, J. 2009. Transfer Learning. (Online),
(ftp://ftp.cs.wisc.edumachine-learningshavlik-grouptorrey.handbook09.pdf),
diakses 20 Juni 2015.
Turkmen, H. & Usta, E. 2007. The Role of Learning cycle Approach Overcoming
Misconceptions in Science. Kastamonu Education Journal, 15 (2): 491-500.