METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA (STUDI PADA SLB NEGERI SALATIGA) TAHUN 2011 - Test Repository

  METODE PEM BELAJARAN AGAM A ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA (STUDI PADA SLB NEGERI SALATIGA) TAHUN 2011 S K R I P S I Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

  

Diajukan o leh :

DIAN SUPRIHATI

NIM : 111 07 019

JURUSAN TARBIYAH

  

DEPARTEMEN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 W ebsite:

  Dra. Maryatin DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi

  Saudari DIAN SUPRIHATI Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga

  Assalamualaikum. Wr. Wb.

  Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari: Nama : DIAN SUPRIHATI NIM : 111 07 019 Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam Judul : METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM

  PADA ANAK TUNAGRAHITA (Studi Pada SLB Negeri Salatiga)

  Dengan ini kami mohon skripsi saudari tersebut diatas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

  Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

  Salatiga,08 September 2011 smbimbing

  

SKRIPSI

METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM PADA

ANAK TUNAGRAHITA (STUDI PADA SLB NEGERI SALATIGA)

TAHUN 2011

  

DISUSUN OLEH

DIAN SUPRIHATI

N IM : 111 07 019

  Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 26

  September 2011 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar saijana SI Kependidikan Islam Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Sekretaris Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. Penguji I : Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si. Penguji II : Miftachur R if ah, M. Ag. Penguji III : Dra. Maryatin

DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Telp. (0298) 323 706,323 433 Salatiga 50721 W ebsite:

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dian Suprihati NIM :11107019 Jurusan : Tarbiyah

  Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 08 September 2011 Yang Mi

  Suprihati MOTTO

  

“J ik a in g in m e n u a i b e n ih k e b a h a g ia a n m a k a t e b a r k a n la h b e n ih

k e b a ik a n , k ita m a la i d e n g a n m e n a n a m k e b a ik a n m e n c a b u t r u m p u t -

r u m p u t k e ta m a k a n , b e n e i d a n ir i h a ti, k e m u d ia n m e n y ir a m in y a d e n g a n

k e r e n d a h a n h a ti s e r t a m e m b e r i p u p u k p e r ila k u y a n g b e r b u d i”

  PERSEMBAHAN Dengan ketulusan hati kupersembahkan skripsi ini kepada:

  

£ f{e d ia (0 m n /j W ua/ui S A jic in ta i

SAjadaA-SACaAa/c/ai ofom S $ c/iA /a i ^ftfobcuja/n^i

  0 a /a ti< ja

6erta S A S ^ a w a ^ -S A ja ^ a w a m ^ i^

KATA PENGANTAR

  Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah yang dilimpahkan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

  Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari Zaman Jahiliyyah menuju jalan yang penuh hidayah dari Allah SWT. Semoga pada akhirnya kelak kita termasuk umatnya, Amiin.

  Skripsi ini dibuat bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar Kesaijanaan dalam Ilmu Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

  1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menimba ilmu di STAIN Salatiga.

  2. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua Puket Bidang Akademik yang telah memberikan kemudahan dalam proses persetujuan dan perizinan penelitian.

  3. Dra. Siti Asdiqoh selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan petunjuk dan izin judul skripsi.

  4. Dra. Maryatin. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing,

  5. Muhlisun, S.Pd. selaku Kepala SLB Negeri Salatiga yang telah memberi izin penelitian.

  6. Eko Puji Widodo, S.Pd. selaku guru Agama Islam SLB Negeri Salatiga yang telah memberikan informasi atas metode pembelajaran agama Islam pada anak tunagrahita di SLB Negeri Salatiga.

  7. Siswa-siswi tunagrahita SLB-C Negeri Salatiga yang telah memberikan senyum manis atas kehadiran penulis dan keija sama selama penelitian.

  8. Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu atas penyusunan skripsi.

  9. Semua pihak yang terlibat langsung dan tidak langsung atas dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

  Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

  Salatiga, 08 September 2011 Dian Suprihati

  DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  BAB I PENDAHULUAN

  

  BAB II KAJIAN PUSTAKA

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

   BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  A. Karakteristik Pembelajaran Agama Islam pada Anak Tunagrahita di

   BAB IV ANALISIS DATA

  

  

  

  

  

  

  

  

  

   DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL DAN BAGAN

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Islam adalah agama yang universal tidak hanya berbicara ekonomi, sosial, budaya, dan tidak hanya berbicara urusan akhirat saja tetapi berbicara dunia khususnya berbicara tentang pendidikan. Pendidikan sudah dicontohkan dalam Islam, ketika Allah menciptakan nabi Adam a.s., lalu Allah mengajarkan kepadanya nama benda-benda secara keseluruhannya dan Adam diminta untuk menyebutkan nama benda-benda tersebut (Al-Baqarah : 31).

  Artinya : “ Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

  

seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu

berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah : 31)

  Islam mendorong kepada umatnya untuk menggali ilmu tidak hanya dalam pendidikan formal saja, tetapi wajib bagi umatnya untuk melakukan pengkajian dan pengamatan terhadap berbagai fenomena alam yang merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Dengan mengamati dan memperhatikan berbagai fenomena alam yang terbentang luas itu, niscaya manusia akan dapat

  2 Salah satu yang membedakan Islam dengan agama yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah pendidikan (mencari ilmu). Sebagaimana wahyu yang pertama kali turun adalah perintah untuk membaca (iqra), bukan untuk shalat, puasa, zakat maupun haji. Dari sinilah pendidikan mempunyai peranan yang utama dalam islam. Karena dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hanyalah orang-orang yang berilmu, yang dapat memahami dengan baik lingkungannya dan benar-benar meresapi keagungan Tuhan dan bertaqwa secara mendalam. Sehingga benarlah ketika antara orang yang berilmu sangat berbeda dengan orang yang tidak berilmu (Al-Zumar : 9) * _ jj

  ijA (jlll CUjii jA ^»1

  Iji

4 X / ' ' z ' ^

  Artinya : “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah

  

orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang

ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?

Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-

orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang

  Al- Zumar: 9).

  dapat menerima pelajar an ”(Q.S.

  Dewasa ini pendidikan mengalami perkembangan pesat mulai pendidikan formal, nonformal dan juga informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

  3 SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat), dan pendidikan tinggi (meliputi diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor). Pendidikan formal adalah salah satu sarana pengembangan, pengetahuan termasuk bagi mereka yang berkelainan sehingga ada suatu lembaga pendidikan khusus yang mengelola dan menangani anak penyandang cacat.

  Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Dan pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (2003: 15).

  Selama ini pola pikir masyarakat kita masih cenderung dikotomis dan memandang sebelah mata anak berkelainan, bahwa mereka dianggap berbeda dengan anak normal, mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga tidak perlu dibantu dan dikasihani. Pada umumnya masyarakat kita mengabaikan potensi anak cacat serta memandang kecacatan sebagai penghalang untuk berbuat sesuatu. Pada hakikatnya kecacatan seseorang bukanlah merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, dalam memandang anak berkelainan, kita harus melihat dari segi kemampuan sekaligus ketidakmampuannya.

  Disadari atau tidak bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan

  4 Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan, karena kondisi kelainannya tidak memungkinkan datang ke sekolah.

  Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang cacat kelainan atau ketunaan ditetapkan juga dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 yang menyebutkan bahwa : pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tujuannya agar anak-anak tersebut mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial disekitamya.

  Sebagai anak cacat mereka membutuhkan pendidikan, pendidikan sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Mendidik anak tunagrahita tak semudah mendidik anak-anak normal. Anak-anak tunagrahita mempunyai ciri- ciri yang khusus, maka dalam program pendidikannya tidak hanya diperlukan pelayanan secara khusus akan tetapi juga perlu alat-alat khusus, guru yang khusus bahkan kurikulum yang khusus pula.

  Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan (sekolah) bagi mereka. Pada dasarnya sekolah

  7

  3. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam di SLB Negeri Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

  1. Mengetahui karakteristik pembelajaran agama Islam di SLB Negeri Salatiga.

  2. Mengetahui metode pembelajaran agama Islam yang diterapkan pada anak tunagrahita di SLB Negeri Salatiga.

  3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam di SLB Negeri Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah keilmuan dalam ilmu pendidikan dan pembelajaran agama Islam khususnya di jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

  Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru tentang karakteristik pembelajaran agama Islam pada SLB. g

2. Secara Praktis

  a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang metode pembelajaran agama Islam pada anak tunagrahita di SLB Negeri Salatiga.

  b. Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran yang tepat terhadap peserta didik.

  c. Peserta didik diharapkan dapat dengan mudah mempelajari materi agama Islam dengan baik (segi kognitif, afektif dan psikomotorik walaupun dengan segala keterbatasan).

  d. Dengan metode pembelajaran agama Islam yang tepat, orang tua dapat belajar dan menerapkannya ketika membimbing putra/putrinya di rumah.

E. Penegasan Istilah

  Agar tidak teijadi kesalahpahaman pengertian dalam judul skripsi ini, penulis perlu memberikan penegasan terhadap istilah yang digunakan dalam judul di atas, antara lain sebagai berikut:

1. Metode Pembelajaran Agama Islam

  Menurut Purwadarminto, “metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud” (Sudjana, 2001 :

  9 agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara keija yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang dikehendaki (2001 : 740).

  Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Sudjana (2001: 8) mengatakan, bahwa pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan dengan pendidik yang melakukan kegiatan membelajarkan.

  Agama Islam adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rosul-Nya untuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang masa dan seluruh persada (Anshari, 1992: 35).

  Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran agama Islam adalah upaya yang ditempuh pendidik dalam melaksanakan pembelajaran agama Islam di sekolah agar memudahkan dalam mencapai tujuan utama khususnya pembelajaran agama Islam.

2. Anak Tunagrahita

  Anak adalah manusia yang masih kecil (Departemen P dan K, 1989 : 31). Sedangkan peristilahan Tunagrahita (B3PTKSM, P. 19) Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardasion).

  Tunagrahita berasal dari bahasa sangsekerta, Tuna berarti merugi,

  10 Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

  Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah

  keterbelakangan

  mental, karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak keterbelakangan mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.

  Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan anak tunagrahita adalah anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik.

3. Sekolah Luar Biasa ( SLB)

  Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang dirancang khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus dari satu jenis kelainan. SLB bagian B untuk anak tunarungu dan SLB bagian C untuk anak dengan keterbelakangan mental (retardasi mental/tunagrahita). Berdasarkan kemampuan intelengensi anak, maka SLB-C dibedakan atas :

  a. SLB-C : untuk anak retardasi mental dengan angka I.Q. 50-75 yaitu

  11

  b. SLB-C1 : untuk anak retardasi mental dengan angka I.Q. 25-50 yaitu anak yang mampu latih.

  Sedangkan yang menjadi obyek penelitian yaitu pada jenjang SMPLB. Yang dimaksud dengan SMPLB adalah Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa.

  Berdasarkan penegasan istilah yang telah dijabarkan maka maksud judul di atas adalah upaya merencanakan, melaksanakan dan evaluasi pembelajaran agama Islam dapat diterapkan dengan mudah khususnya bagi anak tunagrahita sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik.

  F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

  Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Lexy. J. Moleong, 2009: 3). Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan di lapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa angka-angka. Dalam penelitian ini yang akan diamati

  12

2. Kehadiran Peneliti

  Kehadiran peneliti yang dimaksud adalah bahwa peneliti sebagai pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan, ia sebagai anggota pura-pura, jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2009: 77). Peneliti ikut berperan serta menjadi pengamat dalam metode pembelajaran dan mengikuti secara pasif kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung.

  3. Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di SLB Negeri Salatiga. Tepatnya berada di kelurahan Mangunsari Salatiga. Di dalam SLB ini terdapat jenjang pendidikan yaitu SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa), dan SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa). Adapun yang akan menjadi objek penelitian adalah pada jenjang SMPLB.

  4. Sumber Data

  Pada penelitian ini, ada beberapa sumber data yang akan digunakan untuk memperkuat penelitian ini. Sumber data yang dikumpulkan melalui penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu subjek dan informan. Adapun yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah sumber tempat kita memperoleh keterangan penelitian, sedangkan informan yaitu orang

  13 agama Islam dan yang menjadi informan penelitian adalah kepala sekolah serta dewan guru di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Negeri Salatiga.

5. Prosedur Pengumpulan Data

  Prosedur Pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:

  a. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

  Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J.

  Moleong, 2009: 186). Wawancara yang dilakukan bersifat lentur, terbuka, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan semakin terfokus, rinci, dan mendalam.

  Maksud wawancara adalah untuk mengumpulkan data-data tentang sejarah berdirinya sekolah, struktur organisasinya, sarana- pra sarana, keadaan siswa, dan metode pembelajaran, sedangkan yang menjadi narasumber adalah kepala sekolah dan guru.

  b. Observasi

  Dalam bukunya "Metodologi Research", Sutrisno Hadi

  16 obyek, peneliti juga berupaya mencari jawaban dari sumber lain. Burhan Bungin (2004:99) menyatakan bahwa:

  “Keabsahan data dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik kehadiran peneliti di lapangan, observasi mendalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori), pembahasan dengan sejawat melalui diskusi, melacak kesesuaian hasil dan pengecekan anggota”.

  Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan melalui dapat tidaknya ditransfer ke latar lain/keteralihan yang dilakukan dengan uraian rinci.

  Sedangkan ketergantungan pada konteksnya atau kepastian data bila dikonfirmasikan dengan sumbernya dilakukan menggunakan audit.

  Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua teknik validasi, adapun teknik validasi yang digunakan adalah validasi sumber data yaitu kepala sekolah dengan guru agama Islam dan validasi metode yang meliputi: interview, observasi, dan dokumentasi.

8. Tahap-tahap Penelitian

  a. Penelitian Pendahuluan Mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan metode pembelajaran agama Islam pada anak tunagrahita.

  b. Penelitian Desain Setelah mengetahui beberapa metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran agama Islam pada anak tunagrahita berdasarkan buku-buku yang telah dikaji kemudian melakukan observasi dalam kegiatan belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Agama Islam

1. Karakteristik Pembelajaran Agama Islam di Sekolah Umum

  Ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran agama Islam yaitu tujuan dan karakteristik bidang studi agama Islam, kendala pembelajaran, serta karakteristik peserta didik. Pembelajaran agama Islam bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa terhadap agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Dan yang dimaksud dengan karakteristik bidang studi pembelajaran agama Islam adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang terbangun dalam struktur isi dan konstruk/tipe isi bidang studi agama Islam berupa fakta, konsep, dalil/hukum, prinsip/kaidah, prosedur, dan keimanan yang menjadi landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran (Muhaimin, 2002:150).

  Faktor yang kedua yaitu kendala pembelajaran adalah keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu, dan keterbatasan dana yang tersedia. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu karakteristik peserta didik adalah kualitas perseorangan peserta didik, seperti bakat,

  21 Pembelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum diberikan sesuai dengan jenjangnya. Materi agama Islam pun disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Materi tersebut antara lain sejarah Islam, shalat, thaharoh, puasa, hafalan surat-surat pendek dan doa sehari-hari, dan tajwid.

  Dalam pembelajaran agama Islam, tugas guru sangatlah berat. Seorang guru dituntut memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain : kesiapan mental dalam menghadapi berbagai kesulitan mengajar, mampu memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, selalu ingin meningkatkan prestasi, menguasai teknik-teknik mengaktifkan murid, dan menjadi teladan bagi murid-murid (Mansyur, dkk., 1982: 10-11).

2. Karakteristik Pembelajaran Agama Islam di SLB

  Materi agama Islam yang diberikan kepada anak tunagrahita hanya dibatasi pada materi-materi yang sederhana. Muatan materinya meliputi al-qur’an, aqidah, akhlak, dan fiqih. Cara penyampaian materinya yang berkaitan dengan keseharian suasana pembiasaan kehidupan Islami seperti doa sehari-hari, surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyah, pengenalan rukun iman, rukun Islam, wudhu, shalat berikut prakteknya, serta memberi contoh yang baik pada anak didik.

  Dalam pembelajaran agama Islam guru mengajar dengan rasa sabar, berulang-ulang, serta dengan memberikan contoh-contoh pembelajaran di SLB yaitu walaupun metode yang diterapkan sama dengan sekolah umum, namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan dalam sistem menggunakan metode-metode yang ada.

  Jadi, berdasarkan teori di atas, anak-anak tunagrahita juga memiliki hak untuk mendapatkan pengetahuan akademik seperti anak- anak pada umumnya di mana kurikulum dan materinya disesuaikan dengan kondisi mereka dan yang berupa materi-materi sederhana.

  Sedangkan penyampaian materinya menggunakan metode-metode khusus sesuai dengan gangguan yang dialami siswa.

B. Metode Pembelajaran Agama Islam pada Anak Tunagrahita

  Menurut Purwadarminto, “metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud” (Sudjana, 2001: 8).

  Metode juga diartikan cara yang sebaik-baiknya mencapai tujuan (Surakhmad,1986: 23). Sedangkan metode pembelajaran merupakan cara guru menyajikan atau mengemas materi pembelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suprayekti, 2003: 13). Metode pembelajaran dapat pula diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau seorang instruktur.

  Sedangkan metode mengajar adalah teknik penyajian yang dilakukan guru untuk mengajar / menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam

  23 Pada umumnya setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran memerlukan adanya teknik penyampaian materi pembelajaran yang sistematis, karena “metode” mengandung unsur managemen pembelajaran. Beberapa metode pendidikan yang secara umum digunakan di sekolah luar biasa antara lain :

1. Metode Pembelajaran Individual

  Dalam melakukan kegiatan-kegiatan di sekolah, kesanggupan dan kecepatan anak berbeda. Anak yang cerdas akan jauh lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya dalam hitungan daripada anak yang kurang cerdas. Demikian pula dalam berbagai bidang terdapat perbedaan kesanggupan. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dipikirkan bagaimana cara mengorganisir pelajaran sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi atau sesuai dengan kesanggupan anak sebagai individu.

  Maria Montessori yang mula-mula memperhatikan hal ini menganjurkan adanya pengajaran individual. Prinsip yang dikemukakan ialah : “ pekeijaan sekolah harus disesuaikan kepada individu”. Anak-anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan daya- dayanya yang terbaik dan sesuai dengan kecepatan berkembang pada masing-masing anak. Pengajaran individual ini untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok hanya merupakan pelengkap untuk sosialisasi (Zakiah dkk, 2001: 120)

  25 dengan pembentukan fisik, emosi, sosialisasi, dan daya nalar (Bandi, 2005: 3).

  Esensi dari pola gerak yang mampu meningkatkan potensi diri anak berkebutuhan khusus adalah kreativitas. Kreativitas ini diperlukan dalam pembelajaran yang bermuatan pola gerak, karena tujuan akhir dari suatu program pembelajaran semacam ini adalah perkembangan kemampuan kognitif dan kemampuan sosial melalui kegiatan individu maupun dalam kegiatan bersosialisasi.

  Gejala-gejala yang menghambat proses belajar-mengajar peserta didik dengan hendaya (gangguan) perkembangan perlu diupayakan untuk dihilangkan atau sedikitnya diturunkan melalui intervensi guru dalam pengaplikasikan pola khusus yang dimasukkan kedalam rancangan pembelajaran. Intervensi guru dengan mengaplikasikan pola khusus di sini dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang merupakan bentuk-bentuk aplikasi pola gerak yang ada pada ilmu gerak irama dan mengarah pada pola permainan teraupetik (penyembuhan perilaku non adaptif). Dasar pemikirannya adalah bahwa mereka pada umumnya kurang cerdas, mudah lupa, kurang mampu untuk mengikuti alur pikir logis, sulit menguasai konsep-konsep, mempunyai hambatan yang diakibatkan oleh faktor genetika serta lingkungan, kegiatan fisik dan mental tidak mencapai kapasitas yang maksimal. intervensi khusus, sehingga kegiatan belajar mengajar tidak mengalami kejenuhan dan kehilangan bentuk sasaran akhir.

  Pengetahuan guru tentang perkembangan, kemampuan, dan kelemahan fungsional peserta didiknya mengharuskan seorang guru untuk mampu menyusun program kegiatan belajar mengajar yang bersifat individual, terutama dengan memanfaatkan media pola gerak irama yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik khusus peserta didik. Dengan gerak irama ini, diharapkan pembelajaran mengarah pada hal-hal yang menyenangkan dan tidak menjemukkan. Selain itu dengan program pembelajaran berbasis gerak irama, pembelajaran dapat lebih diarahkan pada pemberian treatment atau intervensi khusus, sehingga dapat lebih memanipulasi alat atau media, sumber bahan, serta situasi lingkungan sekolah.

3. Metode Latihan (treatment)

  Sasaran pembelajaran yang esensial terhadap anak-anak dengan perkembangan harus dicapai melalui metode latihan atau

  hendaya

  yang tepat. Metode latihan tersebut ditujukan bagi usaha-usaha

  treatment memodifikasi perilaku mal-adaptif agar menjadi perilaku adaptif.

  Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya.

  27 masyarakat sekitarnya. Perilaku adaptif merupakan cerminan dasar terhadap perilaku utuh seorang anak dengan hendaya perkembangan untuk dapat hidup bermasyarakat (Ashman & Elkins, 1994: 443; Leland, 1973: 28; Patton, 1986: 130-133 dalam Delphi B. 2005: 5). Perilaku adaptif menurut Grossman (1983:64) didefinisikan secara nyata dengan pembatasan terhadap “keefektifan individu dalam memenuhi ukuran perkembangan diri, belajar, kebebasan pribadi, dan tanggung jawab sosial yang diharapkan sesuai dengan tingkat umur dan budaya kelompoknya”(dalam Delphi, B. 2005: 5).

  Latihan dimaksudkan yaitu agar pengetahuan siswa dan kecakapan tertentu dapat menjadi miliknya, dan betul-betul dikuasai siswa. Dengan kata lain metode latihan adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan/cara melatih siswa agar menguasai pelajaran dan terampil dalam melaksanakan tugas latihan yang diberikan. Latihan-latihan perlu untuk ketrampilan, kemahiran, dan spontanitas penguasaan hasil belajar.

  Dalam pelajaran agama, metode latihan dapat dilakukan misalnya : untuk melatih siswa dapat membaca al-Qur’an, latihan ibadah shalat, latihan berpuasa bulan Ramadhan, dan berbagai topik lainnya.

4. Metode Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Methods)

  Perkembangan layanan pendidikan setelah tahun 1960, banyak menggunakan pendekatan dengan metode perilaku kognitif dalam usaha

  29 d. Menyiapkan jenjang ketrampilan yang akan diajarkan sesuai dengan kebutuhan siswa agar pembelajaran beijalan sukses.

  e. Menyiapkan contoh dan kondisi perilaku yang diperlukan dalam pembelajaran f. Pergunakanlah penguatan (re-inforcement), hukuman {punishment), dan penarikan kegiatan {>extinction) terhadap perilaku-perilaku yang muncul saat pembelajaran.

  g. Lakukan evaluasi terhadap prestasi siswa secara terus-menerus (Ashman & Elkins, 1994:461 dalam Delphi, B. 2005: 69).

  C. Anak Tunagrahita

1. Pengertian Anak Tunagrahita

  Mental atau kecerdasan bagi manusia merupakan pelengkap kehidupan yang paling sempurna sebab kecerdasan adalah suatu yang dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lain yang ada di muka bumi, dengan bekal kecerdasan mental yang memadai semangat hidup lebih indah dan harmonis sebab melalui kecerdasan mental manusia dapat merencanakan atau memikirkan hal-hal yang sangat bermanfaat dan menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

  Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak

  yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam

  30 Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut (Sutjihati, 2006: 103).

  Sedangkan definisi anak tunagrahita yang dikembangkan oleh AAMD (American Association o f Mental Deficiency) adalah sebagai berikut: “Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan” (Kauffman dan Hallahan, 1986; dalam Sutjihati, 2006: 104)

  Jadi tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita

  T u n a g ra h ita

  atau keterbelakangan mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga

  5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.

  6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV Sekolah Dasar (M. Efendi, 2006: 98)

  b. Keterbatasan Sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya (Sutjihati, 2006: 105).

  Sebagai makhluk individu dan sosial anak tunagrahita mempunyai hasrat untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya anak tunagrahita lebih sering mengalami kegagalan dan hambatan yang berarti. Akibatnya anak tunagrahita mudah frustasi, dari perasaan frustasi tersebut pada gilirannya akan muncul perilaku menyimpang sebagai reaksi dari misalnya namanya sendiri, alamat rumahnya. Mereka masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga.

  Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

  Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara

  membeo.

  Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu bergantung pada perlindungan orang lain. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan sama dengan anak umur tujuh atau delapan tahun, c. Tunagrahita Berat Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot.

  Kelompok ini dapat dibedakan lagi antar anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala

  Weschler

  (WISC). Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di

  b a w a h 19 m e n u ru t S k a la B in e t d a n IQ d i b a w a h 2 4 m e n u ru t Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak

  

t u n a g ra h ita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia

  tidak mampu mengurus diri sendiri atau bersosialisasi. Anak

  

tu n a g ra h ita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam

  hal berpakaian, mandi, makan, bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.

  Diagnosis mudah ditegakkan secara dini, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini temasuk tipe klinik, mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tetapi tidak dapat dilatih ketrampilan kerja.

  Anak tunagrahita sangat berat termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas, anak tunagrahita sangat berat kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitamya.

  Tingkat pencapaian kemampuan belajar menurut Cohen dan Manion (1994:318) terdiri atas:

  1) High Achievers , yaitu peserta didik dengan tingkat pencapaian perkembangan kemampuan inteletual, karena mereka mempunyai gejala khusus dalam beberapa aspek antara lain kemampuan intelektual, kepemimpinan, dan gaya berpikir kreatif ( Marland. 1972; Milgram, 1983 : 10 dalam Delphi, B.

  2005: 55). 2) Average Achiever, yaitu peserta didik dengan tingkat pencapaian prestasi belajar mereka berada pada tingkat kecenderungan umum dalam kelompok. 3) Low Achiever, yaitu peserta didik pada tingkat pencapaian prestasi belajar mereka dibawah re-rata kelompok. Siswa Low

  Achiever memerlukan layanan bantuan belajar yang lebih dan

  bersifat khusus. Oleh karena itu kemampuan mental dalam proses belajar mengajar mereka lebih banyak diarahkan pada perilaku yang bersifat lahiriah untuk menggali perilaku tertutup (Virgil & Ward, 1980; Conny, S., 1977: 113 dalam Delphi, B.

  2005: 55). Termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyi hendaya perkembangan atau tunagrahita.

  Peserta didik Low Achiever memerlukan pembelajaran secara individu karena mereka mengalami kesulitan dalam aspek sensorimotor, kreativitas, interaksi sosial, dan bahasa. Dan hal ini disebabkan mereka mempunyai karakteristik spesifik antara

  Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus.

  Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan secara khusus yang dapat dijadikan dasar dalam upaya mendidik anak berkelainan antara lain:

  a) Prinsip kasih sayang Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima mereka sebagaimana adanya dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya.

  b) Prinsip layanan individual Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkah memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

  c) Prinsip kesiapan Untuk menerima suatu pelajaran tertentu diperlukan kesiapan.

  Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang

  46 mental) penulis dapat menyimpulkan bahwa anak tunagrahita mempunyai kelainan perilaku yang berbeda dengan anak normal.

  Kelainan tersebut ditandai oleh sikap perilaku yang suka menyakiti diri sendiri, suka menghindarkan diri dari orang lain dan suka menyendiri.

  Selain itu anak tunagrahita mengalami kesulitan dan lambat dalam menangkap atau memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, hal ini disebabkan karena anak tunagrahita memiliki keterbatasan dari segi kognitif. Pada aspek ketrampilan anak mempunyai kelemahan pada segi ketrampilan gerak, dan

  tunagrahita

  hal ini disebabkan karena terhambatnya perkembangan gerak dan tingkat pertumbuhan yang tidak normal.

  

BAB III

HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SLB Negeri Salatiga SLB Negeri Salatiga adalah sekolah yang memiliki empat jenjang

  pendidikan yaitu TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Karena SMPLB Negeri Salatiga adalah jenjang pendidikan yang bangunannya tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari SLB Negeri Salatiga, maka akan disajikan data secara umum SLB Negeri Salatiga, kecuali untuk data murid akan disajikan khusus hanya pada SMPLB Negeri Salatiga.

  1. Letak Sekolah 'y SLB Negeri Salatiga menempati areal tanah seluas 3810 m .

  Sebidang tanah ini diatasnya berdiri bangunan permanen untuk sekolah TKLB,SDLB, SMPLB, dan SMALB.

  Adapun batas-batasnya, yaitu:

  a. Sebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk

  b. Sebelah selatan berbatasan dengan perumahan penduduk

  c. Sebelah timur berbatasan dengan Villa Permata Banjaran

  d. Sebelah barat berbatasan dengan SD Mangunsari 02 Lokasi SLB Negeri Salatiga terletak di Jl. Hasanudin Gang III desa Banjaran, kelurahan Mangunsari kecamatan Sidomukti, kota

  2. Sejarah Berdirinya SLB Negeri salatiga adalah sekolah yang melayani pendidikan bagi sekolah berkebutuhan khusus/luar biasa/cacat jenis : Tunanetra (A),

  Tunarungu (B), Tunagrahita (C), Tunadaksa (D), Tunalaras (E), Tunaganda (G)

  Sekolah ini berada dibawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Pada awalnya SLB Negeri Salatiga adalah SDLB Negeri Mangunsari Salatiga (jenjang sekolah dasar) yang berdiri tahun 1983 berdasar Inpres Nomor 4/1983, dengan jumlah siswa awal 4 anak jenis ketunaan tunagrahita (C) yang diasuh oleh 5 orang guru.

  Perkembangan selanjutnya SLB Negeri Salatiga menyesuaikan situasi dan kondisi utamanya difokuskan untuk memberikan pelayanan pada anak yang berkebutuhan khusus. Layanan pendidikan tersebut kemudian diberi SK Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah

  Nomor 421.8/24686 tanggal 25 Juni 2007 beralih status menjadi SLB NEGERI SALATIGA yang menyelenggarakan pelayanan pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB.

  SLB Negeri Salatiga mengawali pembelajaran pada tahun ajaran 2008/2009 dengan melayani pendidikan untuk jenjang : SDLB, jumlah siswa 89 dalam 20 kelas/rombongan belajar, SMPLB dengan jumlah siswa 29 dalam 6 kelas/rombongan belajar, dan SMALB jumlah

  3. Visi, Misi, dan Tujuan

  a. Visi SLB Negeri Salatiga memiliki Visi yaitu “Mendidik siswa mandiri, berkemampuan optimal dan berakhlak mulia”.

  b. Misi 1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengacu pada perundang-undangan yang berlaku

  2) Melaksanakan program kurikulum yang berlaku 3) Menambah kegiatan ketrampilan 4) Menambah bimbingan agama

  c. Tujuan 1) Menampung anak berkebutuhan khusus (Anak Luar Biasa/

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - KREATIVITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA SISWA SMP NEGERI 2 SRENGAT BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 2 16

POLA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DI SLB C MUZDALIFAH KECAMATAN MEDAN AMPLAS

0 0 124

PENANAMAN NILAI - NILAI AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA (STUDI KASUS PADA BEBERAPA SISWA DI SLB B-C SANTI MULIA SURABAYA) Skripsi

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PRESTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK DIDESA GEGANGAN KEC.TUNTANG KAB.SEMARANG (STUDI KASUS PADA SISWA SMP DI DESA GEDANGAN TAHUN 2005/2006) - Test Repository

0 0 94

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI SALAT KELAS III MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SD NEGERI 3 PINGIT PRINGSURAT TEMANGGUNG - Test Repository

0 2 126

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR MATAP PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PERILAKU SISWA (STUDI KASUS PADA SDN BATUR 01 KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010) - Test Repository

0 0 72

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER PADA SISWA KELAS III SD NEGERI JATIRUNGGO 02 KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2008 - Test Repository

1 2 93

KORELASI ANTARA PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SIKAP TAWADU' SISWA PADA SEKOLAH DASAR NEGERI I PINGIT KECAMATAN PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2009/2010 - Test Repository

0 2 71

PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA TAHUN 2010 - Test Repository

0 0 86

KEMATANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA (SURVEI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANGKATAN 2006 YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI DI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2010) - Test Repository

0 0 133