PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA TAHUN 2010 - Test Repository

  

PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI

ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA

KIDS SALATIGA

TAHUN 2010 S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdl)

  Oleh: AHMAD ARIFIN NIM. 111 05 044 JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010

  D E P A R T E M E N A G A M A RI S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (S T A IN ) S A L A T IG A JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721

  Website :

DEKLARASI

  B ism illah irrah m aan irrah im

  Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

  Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar refemsi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang munaqasyah skripsi.

  Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 10 Agustus 2010 Peneliti

AHMAD AR1FIN

  NIM. 111 05 044

  

K EM ENTERIAN A G A M A RI

SEK O LAH T IN G G I A G AM A ISLAM NEGERI (ST A IN ) SA L A T IG A

Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706 Salatiga 50712

Website :

  Dra. Maryatin DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lamp : 2 eksemplar Hal : Naskah Skripsi

  Saudara AHMAD ARIFIN Kepada

  Yth. Ketua STAIN Salatiga Di salatiga Assalninu'alaikum Wr. Wb

  

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan sepenuhnya, maka

bersama ini. kami kirimkan naskah tugas akhir saudara : Nama : AHMAD ARIFIN Nim : 11105044

  Jurusan / Progdi : TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Judul : PROBLEMATIKA

PENGAJARAN AGAMA

  ISLAM BAGI ANAK ALTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA.

  

Dengan ini kami mohon tugas akhir saudara tersebut di atas supaya segera

dimunaqosahkan.

  Demikian agar menjadi perhatian.

  Wassalamuulaikunt Wr. Wb

  20 Agustus 20 10 2 001 DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721

  Website : E-mail: administrasi@stainsalatiga. ac.id

P E N G E S A H A N

  Skripsi Saudara . AHMAD ARIFIN dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111

  05 044 yang berjudul: “PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM

BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA".

  Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari : Selasa tanggal 31 Agustus

  

2010 yang bertepatan dengan tanggal 21 Ramadhan 1431 H dan telah diterima

  sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah 31 Agustus 2010 M.

  Salatiga, ----------------------— 21 Ramadhan 1431 H.

  

PANITIA UJIAN

Ketua Sidang Sekretaris Sidang Dr. Rahmat Harivadi, M.Ad Dr . Imam Sutomo, M.Ag N/P. 19580827 198303 1002 NIP. 19670112 199203 1005

  

Penguji I Penguji II

Fatchj/rrohman, M.Pd H». Maslikhah, S.Ag., M.Si

  

NIP. 19700524 200003 2 001 NIP. 19710309 200003 1 001

Pembimbing

Dra. Marvat

NIP. 196904042 ls99803 2 001

  

MOTTO

“OJO RUMONGSO BlSO ANANGING BISO’O RUMONGSO”

  PERSEMBAHAN

  1. Kepada kedua orang tuaku Bapak Juprianto dan Ibu Sukiswati yang telah memberikan segalanya buatku dan keluarga.

  2. Kepada kakekku Wasi, pak lek ku Muh. Irfan Zaini dan Edi Susilo, kakakku mas Rohmad dan adikku Fatimah yang sayang padaku.

  3. Kepada semua anak-anak penyandang autis yang hebat dan tak kenal putus asa.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahmaanirrahim

  Segala puji bagi Allah penguasa segala alam dan sumber dari segala hukum, tak ada tuhan selain Allah, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad S.A.W. yang membawa risalah Allah terakhir dan sebagai penyempurna risalah sebelumnya.

  Pada akhirnya penulisan skripsi ini bisa selesai, penulis sadar bahwa selesainya penulisan ini berkat bantuan dari orang-orang disekitamya, tidak ada kata yang patut untuk diucapkan untuk beliau-beliau ini kecuali terima kasih. Terima kasih ini di haturkan pada : 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN.

  2. Dra. Siti Asdiqoh selaku Kaprogdi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga.

  3. Dosen Pembimbing Akademik Suwardi, M.Pd.

  4. Dosen Pembimbing Skripsi Dra. Maryatin.

  5. Kepada kepala Sekolah TALENTA KIDS SALATIGA Dra. Hj. Lilik Sriyanti.

  M.Si serta para pengajar TALENTA KIDS SALATIGA.

  6. Para Dosen STAIN Salatiga, yang telah menularkan ilmu-ilmunya.

  7. Staf perpustakaan STAIN Salatiga.

  8. Kedua Orang Tuaku yang telah memberikan bimbingan yang terbaik selama ini.

  9. Kakekku, Pak Lek ku, kakakku dan adikku yang turut serta membina dan

  

ABSTRAK

  Ahmad Arifin: PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM

  

BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS

SALATIGA. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Dosen

  Pembimbing: Dra. Maryatin.

  Pembelajaran agama Islam sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini. Pembelajaran ini diberikan kepada semua anak baik anak cacat maupun anak autis. Ironisnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sampai saat ini belum banyak melakukan penelitian yang menguraikan tentang pembelajaran agama Islam pada anak autis.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun pengumpulan data menggunakan metode pengamatan berperan serta, interview dan metode dokumentasi. Sedangkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) karakteristik anak autis di TALENTA KIDS Salatiga sama dengan karakteristik anak autis pada umumnya (2) pelaksanaan pembelajaran PAI di TALENTA KIDS Salatiga berjalan dengan baik meskipun masih banyak kekurangan dan kendala dari kondisi siswa sendiri, dan (3) faktor pendukung dan penghambat dalam pengajaran agama Islam bersumber dari dalam dan luar lembaga pendidikan TALENTA KIDS sendiri.

  Kata kunci: problematika, PAI, dan anak autis

  

DAFTAR ISI

  

  1. Metode Pendidikan Agama Islam Pada Anak

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  BAB I PENDAHULUAN

  

  B A B III P A P A R A N D A T A D A N T E M U A N P E N E L IT IA N

  A. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan TALENTA

  

  1. Sejarah dan Perkembangan TALENTA KIDS Salatiga

  36

  

  3. Keadaan Guru Pendidikan Agama Islam, Pengurus

  

  

  1. Karakteristik Anak Autis di TALENTA KIDS

  

  2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

  

  3. Metode PAI yang Digunakan di TALENTA KIDS

  

  4. Masalah Guru dalam Kegiatan Pembelajaran PAI terhadap Anak Autis di TALENTA KIDS Salatiga....

  48

  5. Usaha yang Ditempuh oleh Guru dalam mengatasi

   BAB IV PEMBAHASAN

  A. Karakteristik Anak Autis pada Lembaga Pendidikan

  

   C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengajaran Agama

  

  

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau. Dalam hal ini pendidikan tidak membedakan antara anak normal dengan anak tidak normal atau anak autis.

  Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya diskriminasi hak untuk memperoleh pengajaran, baik orang itu difabel atau normal. Orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai tingkat kecerdasan dan potensi yang ada pada dirinya. Anak autis juga berhak untuk memperoleh pendidikan dan mendapatkan ilmu pengetahuan sama dengan anak yang normal.

  Sebagaimana firman Allah SWT dal;am surat Abasa ayat 1-12

  o' % A4 4 c j 'Z s ' % 'i S S'' s ’

  3 O <fes 9 S ^ x < £ _ » * ^ ^ s ' y 9 £ a !I

  ) j A j

13 I Lo 1 A xJL Ji3 ^JU jI O ( ! i^ £r3 AJ i$ 5 ^ ^ C p ^

  o* iSy* t*j

  2 Artinya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera

  (untuk mendapatkan pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, ( Departemen Agama

  RI:585).

  Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum dia datang kepada Rasulullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasulullah SAW bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat tesebut sebagai teguran kepada Rasulullah SAW.

  Berdasarkan kisah di atas maka semestinya kita dapat mengambil makna dan pelajaran, sebagai lembaga dan seorang pendidik senantiasa memberikan pelayanan dan pengajaran yang terbaik tanpa memandang peserta didik yang keberadanya kurang atau difabel.

  Ironisnya bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sampai saat ini belum banyak melakukan penelitian yang menguraikan tentang pembelajaran agama di lembaga pendidikan anak autis. Padahal pendidikan agama pada usia dini sangat penting karena daya ingat pada usia ini mereka sangat kuat. Upaya tersebut seharusnya dilakukan untuk

  3

  luhur, maka diperlukan pendidikan Islam sebagai pondasi keagamaan untuk masa mendatang. Dengan adanya tulisan atau penelitian tentang pengajaran agama Islam di lembaga pendidikan anak autis bisa memunculkan kritik dan pembenahan dalam kurikulum atau metode pengajarannya.

  Selama ini pandangan masyarakat terhadap anak autis dan anak yang mengalami kekurangan (cacat) masih dipandang dengan sebelah mata, padahal mereka yang menyandang autis dan cacat juga bukan kehendak mereka namun itu adalah pemberian dari Allah sang Kholiq, bahkan dalam dunia pendidikan bagi anak autis dan cacat kurang diperhatikan. Jika keadaan dibiarkan saja maka dunia pendidikan dan pandangan masyarakat terhadap mereka akan tetap stagnan atau berhenti seperti itu terus.

  Pelaksanaan pendidikan agama Islam bertujuan untuk mendidik anak agar menjadi muslim yang beriman, teguh beramal shaleh, dan berahlak mulia serta berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara. Pengembangan tenaga pendidikan sebagai unsur dominan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalisme guru pendidikan agama Islam.

  Semua upaya peningkatan kinerja tenaga pendidikan agama Islam dilakukan lembaga-lembaga profesionalisme dan perguruan tinggi, guna untuk menciptakan hal tersebut, maka guru agama Islam memiliki keterampilan-keterampilan pembelajaran seperti keterampilan membuka pembelajaran, keterampilan memberikan motivasi, keterampilan bertanya,

  4

  keterampilan penjajakan, keterampilan memilih dan menggunakan metode yang tepat, keterampilan menutup pelajaran, dan keterampilan menggunakan interaksi.

  Keterampilan menggunakan interaksi yang dimaksud adalah keterampilan untuk menggunakan interaksi edukatif dalam proses pengajaran.

  Jadi, seorang guru harus mampu memahami dasar-dasar interaksi edukatif sebagai berikut, tujuan (guna menjawab pertanyaan “untuk apa?”), bahan (“dengan materi yang mana?”), pelajar (“ditujukan pada siapa?”), guru (“diselenggarakan oleh siapa?”), metode (“bagaimana caranya?”), situasi

  (“dalam keadaan yang bagaimana?”), evaluasi (“bagaimana hasilnya?”) (Surakhmad, 1982:16).

  Pendidikan di samping merupakan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena itu anak adalah amanat yang dipercayakan Allah SWT untuk dipelihara dan harus dipertanggungjawabkan (Al-Azar,

  1989:126). Untuk itu, seorang pendidik dalam mengajar tidak boleh membeda-bedakan terhadap anak didiknya bahkan terhadap anak autis dan cacat sekalipun harus diperlakukan sama dengan anak normal.

  Dewasa ini pendidikan mengalami perkembangan pesat mulai pendidikan formal dan juga non formal. Pendidikan formal adalah salah satu sarana pengembangan, pengetahuan termasuk bagi mereka yang berkelainan sehingga ada suatu lembaga pendidikan khusus yang mengelola dan menangani anak-anak autis.

  5 Sebagai anak manusia mereka membutuhkan pendidikan, pendidikan

  sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Mendidik anak autis tak semudah mendidik anak-anak normal. Anak-anak autis mempunyai ciri-ciri yang khusus, maka dalam program pendidikannya tidak hanya diperlukan pelayanan secara khusus akan tetapi juga perlu alat-alat khusus, guru yang khusus bahkan kurikulum yang khusus pula.

  Metode pengajaran adalah salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, bahkan menentukan berhasil dan tidaknya suatu proses belajar mengajar. Bila guru tidak mengerti masalah-masalah yang ada pada anak didiknya dalam proses belajar mengajar, maka seorang pengajar bisa berkonsultasi kepada psikiater, ahli kurikulum dan sebagainya yang dirasa mampu dalam bidangnya.

  Lembaga pendidikan TALENTA KIDS adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencerdaskan anak autis di Salatiga. Lembaga pendidikan TALENTA KIDS terletak di sebidang tanah yang tepatnya di Jin. Gondangsari No 2 Perum Griya Mustika

  Tegalrejo Salatiga. Lembaga pendidikan TALENTA KIDS memiliki sebuah metode pembelajaran yang khusus untuk anak autis. Hal ini mengugah peneliti dan tertarik untuk mengungkap lebih lanjut bagaimana usaha yang dilakukan untuk mencapai sebuah pembelajaran yang bagus atau cocok untuk anak autis khususnya dalam pendidikan agama Islam.

  Dari uraian di atas, pengajaran terhadap anak autis merupakan

  6

  keberhasilan pelaksanaan pendidikan itu tersendiri. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi PROBLEMATIKA PENGAJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK AUTIS DI LEMBAGA PENDIDIKAN TALENTA KIDS SALATIGA.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah di dalam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana karateristik anak autis pada lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga?

  2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga?

  3. Adakah faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam di lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga? C. Tujuan Penelitian.

  Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui karakteristik anak autis pada lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga.

  2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga.

  3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam di lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga.

  7 D. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan

  Agama Islam khususnya di jurusan tarbiyah STAIN Salatiga.

  Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang mengadakan penelitian berikutnya baik meneruskan maupun mengadakan riset baru.

  2. Secara Praktis

  a) Penelitian ini dapat memberikan informasi baru tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis

  b) Guru dapat mengetahui metode yang tepat berdasarkan problematika pengajaran Pendidikan Agama Islam di TALENTA KIDS Salatiga c) Masyarakat dapat mengetahui metode yang tepat khususnya pada anak autis untuk memudahkan pembelajaran pendidikan agama islam dalam kehidupan sehari-hari.

E. Penegasan Istilah

  Sebelum diuraikan secara panjang lebar tentang penelitian ini terlebih dahulu penulis memberikan penjelasan-penjelasan terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam tulisan ini, dengan maksud agar nantinya tidak salah pengertian di kalangan pembaca dalam memahami skripsi ini. Adapun istilah

  8

  1. Problematika Pengajaran Agama Islam Problematika berasal dari bahasa Inggris : problem. Dalam bahasa latin problema, dari Yunani : problema (Bagus, 1996:906). Pengajaran dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan cara (perbuatan, dan sebagainya) mengajar atau mengajarkan (Poerwadarminto, 1992:121).

  Pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai berbagai segi bertujuan untuk mencapai proses belajar yang diinginkan (Al-Syaibany, 1978:553).

  Agama Islam adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada RosulNya utuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang masa dan seluruh persada.(Anshari, 1992:35). Jadi yang penulis maksudkan problematika pengajaran agama Islam adalah masalah-masalah yang dihadapi dalam proses belajar agama Islam.

  2. Anak Autis Istilah autistic diambil dari bahasa Yunani autos yang artinya self.

  Istilah ini digunakan untuk menjelaskan seseorang yang bersibuk diri dengan dunianya sehingga kelihatannya tidak tertarik pada orang lain (Ginanjar, 2008:23). Autisme juga suatu keadaan di mana seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku

  ).

  Pengertian istilah-istilah di atas selanjutnya dapat ditegaskan

  9 Islam bagi anak autis”. Penelitian ini merupakan studi yang berkenaan

  dengan pendidikan islam, sehingga diharapkan anak autis menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berperilaku sesuai dengan ajaran Islam serta menjadikan agama islam sebagai pandangan hidup guna mancapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.

F. Metode Penelitian

  1. Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan dilapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa angka-angka.

  Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah kepala yayasan, kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam di Lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga dengan berbagai latar belakangnya dalam memberikan pengajaran kepada anak didik khususnya anak-anak autis sehinga akan ditemukan masalah dalam pelaksanaan pengajaran agama Islam.

  10

  2. Subjek dan Informan Subjek penelitian adalah sumber tempat kita memperoleh keterangan penelitian (Amirin, 1990:92) dan informan yaitu orang yang memberikan pesan atau memaparkan data. Informan penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Snowball Sampling sehingga memungkinkan untuk melibatkan pihak di luar lokasi penelitian yang dipandang mengerti dan memahami permasalahan yang terjadi pada pengajaran agama Islam di lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga.

  Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru pendidikan agama Islam dan yang menjadi informan penelitian adalah ketua yayasan, kepala sekolah serta dewan guru di lembaga pendidikan anak autis TALENTA KIDS Salatiga.

  3. Metode Pengumpulan Data

  a. Metode Pengamatan Berperan Serta (Partisipan Observasi) Pengamatan berperan serta pada dasarnya adalah suatu penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan (Moleong, 2002:117). Metode ini penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat langsung keadaan atau kondisi sekolah, letak geografis, problem-

  11

  b. Metode Interview Yaitu proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan dengan telinga sendiri suaranya (Hadi,

  1995:192). Sedangkan menurut Kartini metode wawancara adalah suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu (Kartono, 1996:187).

  Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang sejarah berdiri, struktur organisasi, sarana prasarana, keadaan siswa dan problem-problem yang dihadapi serta solusinya. Sedangkan yang menjadi informan adalah ketua yayasan, kepala sekolah dan guru.

  c. Metode Dokumentasi Suharsimi Arikunto menjelaskan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku dan sebagainya (Arikunto, 1998:236). Metode ini digunakan untuk mencari data tentang beberapa informasi sekolah yang meliputi; sejarah berdirinya TALENTA KIDS, struktur organisasi, kurikulum, guru, staf, siswa dan lain-lain.

  4. Teknik Analisis Data Berdasarkan hasil pengumpulan data, selanjutnya penulis akan melakukan analisa dan pembahasan secara deskriptif. Dengan demikian

  12

  data yang diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga dikaji dan dikupas secara runtut.

  Karena sebagian data yang diperoleh itu merupakan data kualitatif maka penulis menggunakan teknik deskriptif analisis non statistikal.

  Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung .

G. Sistimatika Penulisan.

  Agar mudah dalam mengkaji isi skripsi ini, penulis menguraikan sistematika pembahasan sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan. Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II : Landasan Teori Meliputi problematika pengajaran agama Islam, sekolah autis, dan pengajaran agama Islam di sekolah autis

  BAB III : Paparan Data dan Temuan Penelitian Meliputi gambaran umum TALENTA KIDS Salatiga dan m pendidikan agama Islam terhadap anak autis di Lembaga

  13 BAB IV : Pembahasan

  Meliputi karakteristik anak autis pada Lembaga Pendidikan Anak Autis TALENTA KIDS Salatiga, pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di Lembaga Pendidikan Anak Autis

  TALENTA KIDS Salatiga, dan faktor pendukung dan penghambat pengajaran agama Islam di Lembaga Pendidikan Anak Autis TALENTA KIDS Salatiga.

  BAB V : Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

BAB II LANDASAN TEORI A. Problematika Pengajaran Agama Islam

  1. Problematika Pembelaj aran Secara istilah kata problematika berarti teka-teki, kesulitan- kesulitan, suasana bahaya, gangguan godaan, keterusikan (mengusik), dan rintangan (Webster, 1994:200). Sedangkan, problematika menurut bahasa adalah rintangan yang harus dipecahkan seseorang, masyarakat, sistem, atau organisasi. (Webster, 1994:200).

  Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika pembelajaran adalah suatu rintangan yang harus dipecahkan oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal I No. 20).

  Lembaga pendidikan adalah sebuah wadah yang digunakan untuk proses pembelajaran, adapun menurut Islam tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangan-Nya (Ahmadi, Uhbiyati,

  1991:99). Namun dalam menyukseskan tujuan pendidikan tersebut

  15 Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991:255), problematika atau

  kendala dalam proses pendidikan itu menyangkut 5 W dan 1 H, yaitu:

  a. Problematika Who ? Problematika Who (Siapa) yaitu menguraikan kendala dari pendidik dan anak didik sebagai subjek pendidikan.

  1) Problem Pendidik Masalah yang berkaitan dengan pendidik antara lain:

  a) Problem kemampuan ekonomi

  b) Problem kemampuan pengetahuan dan pengalaman

  c) Problem kemampuan

  d) Problem kewibawaan

  e) Problem kepribadian

  f) Problem attitude (sikap)

  g) Problem sifat

  h) Problem kebijaksanaan i) Problem kerajinan j) Problem tanggung jawab k) Problem kesehatan dan sebagainya (Ahmadi, Uhbiyati,

  1991:255).

  Sementara itu menurut M. Shiddiq Al-Jawi, masalah yang berkaitan dengan pendidik antara lain rendahnya kualitas guru dan rendahnya kesejahteraan guru. Kedua masalah ini saling berkaitan.

  16

  yang rendah, begitu juga sebaliknya. Rendahnya penghasilan yang diterima para guru memaksa mereka untuk mencari pekerjaan sampingan. Hal ini tentunya membuat kualitas para guru menurun karena perhatian mereka tidak hanya tertuju pada tugas mereka sebagai guru.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem yang dialami oleh pendidik dapat muncul dari dalam dirinya sendiri ataupun dari luar dirinya seperti problem tentang kesejahteraan pendidik. Dari semua problem di atas diperlukan kesadaran dari setiap pihak antara lain dari pendidik itu sendiri, masyarakat, dan pemerintah agar proses pendidikan berlangsung dengan baik.

  2) Problem Anak Didik Problem yang berkaitan dengan anak didik juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan, dipikirkan dan dipecahkan, karena anak didik adalah pihak yang digarap untuk dijadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.

  Adapun problem-problem yang ada pada anak didik antara lain:

  a) Problem kemampuan ekonomi keluarga

  b) Problem intelegensi

  c) Problem bakat dan minat

  17

  e) Problem kepribadian

  f) Problem sikap

  g) Problem sifat

  h) Problem kerajinan dan ketekunan i) Problem pergaulan j) Problem kesehatan (Ahmadi, Uhbiyati, 1991: 256)

  Selain masalah di atas, ada lagi satu masalah yang sering di alami oleh para siswa yaitu rendahnya prestasi yang dimiliki oleh para siswa. Berdasarkan teori di atas, faktor penyebab masalah yang dihadapi oleh peserta didik dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik, seperti faktor lingkungan dan faktor keluarga.

  b. Problematika Why ? Dalam proses pendidikan, tidak semua pelaksanaannya bisa berjalan dengan lancar, tetapi dijumpai rintangan-rintangan atau hambatan-hambatan. Kesulitan-kesulitan tersebut bisa terdapat pada semua faktor pendidikan yang menghambat jalannya proses pendidikan. Hambatan-hambatan yang dapat dijumpai dalam proses pendidikan antara lain:

  1) Mengapa anak-anak sulit bekeija sama sesama mereka. 2) Mengapa masyarakat tidak menghargai jasa guru yang mendidik

  18

  3) Mengapa masyarakat sulit dimintai sumbangan tenaga, pikiran dan dana dalam pembangunan prasarana, pendidikan untuk kepentingan anak-anak mereka

  4) Mengapa orang tua anak-anak menghalangi kegiatan ekstra kurikuler putra-putranya.

  5) Mengapa pejabat setempat mengizinkan mendirikan pabrik di sebelah sekolah yang mengganggu jalanya proses belajar mengajar.

  6) Mengapa penyaluran buku-buku paket tidak sampai atau selalu terlambat datang di sekolah.

  7) Mengapa kasus amoral terjadi di kalangan guru, murid, dan orang tua anak (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:258).

  Menurut M. Shiddiq Al-Jawi, salah satu hal yang sering menjadi hambatan dalam pendidikan adalah rendahnya kualitas sarana fisik. Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

  Berdasarkan uraian di atas, pendidikan dipandang sebagai suatu pemborosan; pemborosan waktu, tenaga dan materi. Hal ini terlihat

  19

  bekerja daripada bersekolah. Jadi, problematika why sangat berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi anak.

  c. Problematika Where ? Pada umumnya pendidikan itu biasanya dapat dilaksanakan pada yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ahmadi, Uhbiyati,

  1991:258). Sistem pendidikan pada masing-masing tempat tersebut tidak sama dan metodenya pun juga berbeda. Pendidikan di sekolah- sekolah merupakan pendidikan formal yang diselenggarakan pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

  Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, antara lain meliputi; play group, Taman Pendidikan Al Quran yang banyak terdapat di setiap masjid, dan Sekolah Minggu yang terdapat di semua gereja. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.

  Lokasi dan letak tempat pendidikan pun mempengaruhi bagi jalannya pendidikan, seperti di desa dengan di kota, di masyarakat religius dengan masyarakat heterogen pemeluk agamanya, serta tempat

  21

  1) Kapan sesuatu materi itu disampaikan 2) Kapan sesuatu hukuman itu dijatuhkan 3) Kapan sesuatu ganjaran itu diberikan 4) Kapan sesuatu kewajiban itu dibebankan 5) Kapan sesuatu perintah itu dilaksanakan (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:260).

  Masalah when (kapan) tidak hanya berkenaan dengan sesuatu yang diberikan, tetapi juga berkenaan usia anak, seperti: 1) Pada usia berapa anak mulai dididik

  2) Pada usia berapa pendidikan berakhir (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:261).

  Anak dari segi pertumbuhan dan perkembangan mengalami perubahan dengan standar periodesasi usia, baik usia kronologis, psikologis, biologis, kejasmanian, dan pengalaman. Yang menjadi problem adalah berkenaan dengan anak penyandang cacat seperti halnya anak autis.

  Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran harus dilaksanakan secara bertahap mulai dari pendidikan untuk anak usia dini, pendidikan untuk anak sekolah dasar, dan pendidikan untuk anak sekolah menengah. Selain itu, diperlukan pendidikan khusus bagi anak

  • anak yang memiliki kebutuhan khusus yang mana semua aspek pembelajarannya harus dibedakan dengan anak-anak pada umumnya.

  22

  e. Problematika What ? Problem what (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan atau materi, sarana, prasarana, dan media. Masalah materi erat hubungannya dengan kurikulum, silabi dan SAP. Apakah kurikulum, silabi dan SAP sesuai dengan situasi saat itu dan kondisi anak.

  Masalah sarana adalah bila tidak lengkap sarana pendidikan hal ini akan mengganggu jalannya pendidikan, seperti kurangnya kursi, meja dan buku (Ahmadi, Uhbiyati, 1991:263)..

  Perubahan sistem pendidikan secara otomatis juga mempengaruhi perubahan kurikulum, silabi, dan SAP. Apabila kurikulum selalu berubah maka pendidik dan anak didik di sekolah akan terombang-ambing. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

  Berdasarkan urain tersebut, terlihat bahwa pemerintah belum begitu memperhtikan pendidikan secara kesuluruhan. Kurikulum yang selama ini dipakai mungkin tidak sesuai dengan semua kondisi siswa. Di saat siswa baru bisa beradaptasi dengan kurikulum yang lama, sudah muncul lagi kurikulum yang baru. Ini tentunya akan sangat mengganggu proses pembelajaran karena butuh waktu yang lama agar siswa mampu menyesuaikan dengan kurikulum yang baru.

  23

  f. Problematika How ? Masalah how (bagaimana) berkenaan dengan metode atau cara yang akan digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik mempunyai sifat dan bakat yang berbeda-beda dan pendidik harus mengakui adanya perbedaan tersebut ( Ahmadi, Uhbiyati, 1991:265).

  Problematika how sangat berkaitan dengan problem pendidik. Di sinilah pendidik diuji kualitasnya dalam mengelola pembelajaran. Akan tetapi, banyak guru yang masih memiliki kualitas pengelolaan pembelajaran yang rendah. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan- pelatihan yang berkenaan dengan peningkatan kualitas dan kompetensi pendidik agar kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik.

  Sedangkan M. Ngalim Purwanto (1994:77) menjabarkan beberapa kendala dalam pembelajaran sebagai berikut: a. Keras Hati

  Keras hati adalah sifat anak-anak yang sering sangat menyulitkan para orang tua dan pendidik. Sifat keras hati dapat timbul karena:

  1) Pembawaan anak; dapat terlihat dari sifatnya yang mudah marah, menunjukkan kemauan yang keras, dan segala yang dilarang selalu diacuhkan. 2) Keadaan badan yang terganggu; terlihat dari hasratnya untuk berbuat sesuatu yang lebih besar dibandingkan ketika kondisi

  24

  3) Perkembangan rohani anak; terlihat saat masa krisis pertama dan masa remaja. Pada saat ini anak selalu menentang apapun yang tidak sesuai dengan keinginannya. 4) Kesalahan-kesalahan dalam pendidikan; kebiasaan memanjakan anak dan pendidikan yang setiap waktu berubah-ubah dapat menimbulkan sifat keras hati (Purwanto, 1994:78).

  Berdasarkan teori di atas, sifat keras hati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor bawaan dan faktor dari luar diri anak. Faktor dari luar harus sedini mungkin diatasi agar nantinya anak tidak semakin keras hati. Dalam proses pembelajaran, keras hati tentunya sangat mengganggu karena anak tidak akan mau menuruti apa yang diperintahkan padanya, b. Keras kepala

  Keras kepala adalah bantahan terhadap suruhan orang lain, tetapi dia tidak ada alasan lain yang bertujuan. Sifat keras kepala dapat timbul karena:

  1) Terlalu dimanjakan 2) Iri hati terhadap adiknya yang baru lahir 3) Banyak dicela, ditertawakan, diejek, atupun dihina 4) Tindakan yang keras dan kasar atau tidak menaruh kasih sayang 5) Perasaan takut dan perasaan tidak percaya diri 6) Tidak dapat memecahkan soal yang sulit-sulit dalam pelajaran

  25 7) Meniru perbuatan orang lain (Purwanto, 1994:81).

  Berdasarkan uraian di atas, sifat keras kepala mengganggu proses pembelajaran karena anak yang keras kepala akan selalu meminta pertolongan dalam mengerjakan tugas-tugas. Hal ini dapat membuat seorang anak menjadi pemalas dan tidak mandiri.

  c. Anak yang manja Memanjakan anak berarti mengabulkan segala keinginan anak, membiarkan dan membolehkan anak berbuat sekehendak hatinya. Hal- hal yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya antara lain:

  1) Karena ketakutan yang berlebih-lebihan akan bahaya yang mungkin mengancam si anak.

  2) Keinginan yang tidak disadari untuk selalu menolong dan memudahkan si anak.

  3) Karena orang tua sendiri tidak mau susah. 4) Karena kebodohan orang tua (Purwanto, 1994:83).

  Berdasarkan penjelasan di atas, sifat manja dapat ditimbulkan oleh seorang pendidik kepada peserta didiknya. Ini terlihat ketika guru memberi perlakuan istimewa pada salah satu siswa. Oleh karena itu, seorang pendidik harus berlaku sama kepada semua anak didiknya.

  d. Perasaan takut pada anak Perasaan takut adalah sejenis naluri {insting). Perasaan takut pada anak kebanyakan disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Akan

  26

  tetapi ada hal-hal lain yang dapat menimbulkan perasaan takut pada anak seperti berikut ini: 1) Tidak tahu apa yang sebenarnya teijadi di sekitarnya. 2) Kesukaran-kesukaran dalam kehidupan yang menghilangkan kepercayaan terhadap diri sendiri.

  3) Berpisah dengan orang yang dicintai atau dikenal. 4) Pengaruh-pengaruh salah dari orang-orang lain yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar (Purwanto, 1994:87).

  Dari uraian tersebut, perasaan takut pada anak akan mengganggu pembelajaran anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan dia tidak akan berani untuk mengekspresikan perasaannya ataupun untuk menanyakan suatu materi yang belum dimengerti. Sehingga anak tersebut dapat tertinggal dengan teman-temannya di segala bidang,

  e. Anak berdusta Dusta termasuk salah satu cacat atau kesalahan yang sering terdapat pada anak-anak maupun dewasa. Penyebab anak-anak melakukan dusta antara lain:

  1) Pengamatannya yang belum sempurna 2) Karena daya ingatan anak belum sempurna 3) Karena fantasinya yang sangat kuat (Purwanto, 1994:90).

  Dusta pada anak merupakan kesukaran yang paling rumit karena ini adalah penggabungan dari sifat-sifat sebelumnya. Ketika

  27

  menutupi sesuatu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sifat dusta pada anak dalam pembelajaran dapat merugikan orang lain dan terutma dirinya sendiri.

  2. Pengajaran Agama Islam

  a. Pengertian pengajaran Pengajaran adalah terjemahan dari instruction atau teaching

  (Rohani, 2004:67). Sedangkan menurut Al-Syaibani (1978:553), pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai berbagai segi bertujuan untuk mencapai proses belajar yang diinginkan.

  Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu: aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran itu akan beijalan dengan baik (Rohani, 2004:2).

  Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap kegiatan yang tidak punya tujuan akan beijalan meraba-raba, tak tentu arah tujuan. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan upaya pengajaran harus dipusatkan

  28

  pelaksanaan kegiatan pengajaran, sarana dan alat yang digunakan harus dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran dengan efektif dan efisien. Karena itu tujuan pengajaran harus berfungsi sebagai:

  1) Titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pengajaran.

  2) Penentu arah kegiatan pengajaran. 3) Titik pusat perhatian dan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan pengajaran.

  4) Bahan pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan memperluas ruang lingkup pengajaran.

  5) Pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan (Darajat, 2001:73).

  Jadi berdasarkan teori di atas, pengertian pengajaran adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai proses belajar yang diinginkan melalui metode dan teknik yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran tersebut, b. Agama Islam

  Agama Islam adalah Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada RosulNya utuk disampaikan segenap umat manusia, sepanjang masa dan seluruh persada.(Anshari, 1992:35).

  Pengajaran agama Islam bertujuan untuk membentuk anak didik patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi

  29

  umum diberikan sesuai dengan jenjangnya. Materi pendidikan agama Islam pun disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Materi tersebut antara lain sejarah Islam, shalat, thaharah, puasa, hafalan surat-surat pendek dan doa sehari-hari, dan tajwid.

  Sedangkan materi yang diberikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus atau autis hanya dibatasi pada materi-materi yang sederhana. Antara lain, memberikan materi-materi yang berkaitan keseharian dibentuk suasana pembiasaan kehidupan Islami seperti: doa sehari-hari, surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyyah, pengenalan rukun Iman, rukun Islam, wudhu, shalat berikut prakteknya, serta memberi contoh yang baik pada anak didik.

B. Sekolah Autis Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri.

  Sedangkan "Isme" yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autisme juga suatu keadaan di mana seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun (Ginanjar, 2008:23).

  Anak autis sendiri memiliki 6 karakteristik gangguan sebagai berikut:

  1. Komunikasi: a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

  b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna.

  30 c. Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.