PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP SE-GUGUS KUTASARI PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - repository perpustakaan

  religius bagi peserta didiknya, dan juga agar guru menjadi teladan yang baik untuk dapat dicontoh oleh peserta didiknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan dianggap sebagai mata pelajaran yang

  berfungsi membentuk watak atau karakter warga negara. Menurut (Winarno: 2014: 185) menyatakan bahwa PKn berfungsi sebagai pembenatukan karakter warga negara. PKn di sekolah memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Karakter yang dimaksud tentu saja karakter yang berpedoman pada nilai luhur bangsa dalam hal ini Pancasila. Karakter kewarganegaraan baik untuk pribadi maupun masyarakat Indonesia adalah karakter yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila.

  Menurut (Fadil dkk, 2013: 4) Pendidikan Kewarganegaraan membantu peserta didik untuk membentuk pola pikir dan pola sikap sebagai seorang warga negara yang mencerminkan atau selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Termasuk dalam pembentukan watak atau karakter, karena pendidikan kewarganegaraan mencakup nilai-nilai hidup yang khas dari masyarakat sekitarnya.

  Dari beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil,dan berkarakter.

2. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

  a. Visi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Winataputra dalam (Winarno: 2014: 11), visi pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas, yakni sebagai sistem pendidikan kewarganegaraan yang berfungsi dan berperan sebagai program kurikuler dalam konteks pedidikan formal dan non formal, program aksi sosial-kultural dalam konteks kemasyarakatan, dan sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial. Visi ini mengandung dua dimensi, yakni dimensi substantif berupa muatan pembelajaran dan objek telaah serta pengembangan dan dimensi berupa penelitian dan pembelajaran.

  b. Misi Pendidikan Kewarganegaraan Dalam konteks proses reformasi menuju Indonesia baru dengan konsepsi masyarakat madani sebagai tatanan ideal sosial-kulturnya, maka pendidikan kewarganegaraan mengemban misi sosio-pedagosis, sosio-kultural, dan substansif-akademis (Winataputra: 2001) dalam (Winarno: 2014:12).

  Misi sosio-pedagogis adalah mengembangkan potensi individu sebagai insan Tuhan dan makhluk sosial menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan religius. Misi sosio-kultural adalah memfasilitasi perwujudan cita-cita sistem kepercayaan/nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia melalui pengembangan partisipasi warga negara secara cerdas dan bertanggungjawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara pada tumbuh kembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan. Sedangkan misi substantif-akademis adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan pendidikan kearganegaraan, termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan civic virtue atau kebijakan kewarganegaraan dan civic culture atau budaya kewarganegaraan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil penelitian pengembangannya itu.

  Dari misi sosio-pedagogis PKn dapat diketahui bahwa salah satu misinya adalah untuk mengembangkan warga negara yang religius, sehingga dengan mata pelajaran PKn harapannya dapat mengembangkan warga negara yang religius.

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Di Indonesia bahkan di Negara lain bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang baik (to be

  

good citizens) . Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan

  oleh (Djahiri: 1995: 10) adalah sebagai berikut:

  a. Secara umum Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian

  Pendidikan Nasional, yaitu: “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

  b. Secara Khusus Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

  Menurut (Chikwe, Moses: 2012: 12) Civic education should help

  young people acquire and learn to use the skills, knowledge, and attitudes that will prepare them to be competent and responsible citizens throught their lives (Pendidikan Kewarganegaraan mampu membantu orang

  memperoleh dan belajar menggunakan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang akan mempersiapkan diri menjadi warga negara yang kompeten dan bertanggungjawab melalui kehidupan mereka).

  Pendidikan karakter sangat terpengaruhi oleh pendidikan kewarganegaraan, dimana pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan kewarganegaraan mencakup semua poin-poin karakter. Yang termasuk poin karakter didalam pendidikan kewarganegaraan adalah budi pekerti, moral, norma. Pembentukan karakter peserta didik ini bertujuan untuk menciptakan seorang yang berakhlak, berbudi pekerti, bermoral dan taat terhadap peraturan yang ada baik yang terisirat maupun tersurat (Fadil dkk: 2013: 6).

  Berdasarkan tujuan PKn di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, bahasa, suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Menurut Cogan dalam (Winarno: 2014: 71) menyatakan bahwa pembelajaran PKn merupakan proses pendidikan secara utuh dan menyeluruh terhadap pembentukan karakter individu sebagai warga negara yang cerdas dan baik.

  Kaitannya dengan PKn di Indonesia, Kosasih Djahiri dalam (Winarno: 2014: 71) menyatakan bahwa:

  “Pembelajaran PKn adalah program pendidikan yang secara programatik prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (culturing) serta memberdayakan (empowering) menusia / anak didik (diri dan lingkungannya) menjadi warga negara yang baik dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Menurut (Rahmat dkk: 2013: 21) Pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi.

  Dari pengertian pembelajaran PKn diatas, peneliti penyimpulkan bahwa pembelajaran PKn adalah pembelajaran yang memiliki fokus pada pembinaan karakter warga negara di mana diharapkan melalui pembelajaran PKn dapat terbina sosok warga negara yang baik, warga negara yang kritis, warga negara yang pertisipatif, dan warga negara yang bertanggungjawab bagi kelangsungan negara bangsa.

2. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Menurut (Rahmat dkk: 2013: 47) sebagai standar nasional dalam aspek isi atau ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana termuat dalam standar isi (Permendiknas Nomor 22 / 2006) meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah

  Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

  b. Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib disekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

  c. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

  d. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, mengharhai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

  e. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

  f. Kekuasaan dan politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

  g. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h. Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

  Dari materi-materi PKn diharapkan dapat menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, menumbuhkan sikap dan perilaku cinta tanah air, meningkatkan warga negara yang taat aturan, mengingkatkan warga negara yang berbudi luhur, berkepribadian, berkarakter, mengamalkan masing-masing sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Menurut (Winarno: 2014: 96) pendekatan yang mendukung pembelajaran PKn adalah pendekatan berbasis nilai, pendekatan berpikir kritis, pendekatan inquiry, dan pendekatan kooperatif.

  a. Pendekatan berbasis nilai PKn sebagai program pendidikan politik pada hakikatnya bertujuan membentuk warga negara yang baik. Ukuran warga negara yang baik tentu saja adalah sesuai dengan pandangan hidup dan nilai hidup yang diyakini bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian PKn selau terikat dengan nilai. Nilai itulah yang dijadikan arah pengembangan warga negara yang dimaksud.

  b. Pendekatan berpikir kritis Karakteristik berpikir kritis diupayakan dalam Pembelajaran PKn.

  Dalam hal ini dimaksudkan agar terwujud warga negara yang partisipatif dan bertanggungjawab dalam negara demokrasi. Berpikir kritis hakikatnya mengembangkan unsur pemikiran rasional dan empiris berdasar pengetahuan ilmiah. Berpikir kritis termasuk dalam keterampilan kewarganegaraan (civic skill), yaitu pada bagian keterampilan berpikir kritis atau keterampilan intelaktual (intellectual civic skill) .

  c. Pendekatan inquiry Melalui pendekatan inquiry diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang menentang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih scientific melalui proses eksplorasi atau pengujian gagasan baru.

  d. Pendekatan Kooperatif Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan pada kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama sampai pada pengalaman belajar dan bekerja sama sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.

4. Komponen-Komponen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Menurut (Sanjaya, Wina: 2008: 204) sebagai suatu sistem, proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan berinterelasi. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media, evaluasi. a. Tujuan Pembelajaran Menurut (Djamarah: 2010: 42) Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan evaluasi. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Menurut (Winarno: 2014: 60) tujuan pembelajaran PKn yang disusun disetiap rencana atau skenario pembelajaran harus bersumber dan tuturan dari tujuan pembelajaran diatasnya, yaitu dalam silabus, standar kompetensi lulusan dan tujuan mata pelajaran PKn yaitu membentuk warga negara yang cerdas, berkarakter dan terampil.

  b. Materi Pelajaran Menurut (Djamarah: 2010: 43) Materi pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Materi yang disebut sebagai sumber belajar ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran.

  Menurut (Winarno: 2014: 30) materi pelajaran kewarganegaraan dikemas dalam tiga bagian, yaitu pengetahuan kewarganegaraan, nilai kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan yang pada dasarnya sejenis dengan kognitif, afektif, dan psikomotor. c. Metode pembelajaran Menurut (Djamarah: 2010: 46) metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

  Terdapat beberapa metode pembelajaran menurut (Djamarah: 2010: 83), antara lain: 1) Metode proyek

  Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.

  2) Metode eksperimen Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. 3) Metode tugas dan resitasi

  Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu sedikit. Artinya, banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu kurang seimbang.

  4) Metode diskusi Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siwa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.

  5) Metode sosiodrama Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.

  6) Metode demonstrasi Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa atau suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.

  7) Metode problem solving Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. 8) Metode karyawisata

  Cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa ke suatu tempat atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari / menyelidiki sesuatu.

  9) Metode tanya jawab Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat juga dari siswa kepada guru. 10) Metode ceramah

  Metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan peraturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.

  d. Media Pembelajaran Pembelajaran materi PKn sebagai pendidikan nilai moral pemerlukan media tertentu yang dapat berperan sebagai stimulus

  (perangsang) bagi potensi afektual siswa (Rahmat dkk: 2009: 103). Jenis-jenis media sebagai berikut:

  1) Media visual Media visual sering disebut juga media tampak yang menggunakan indera penglihatan agar dapat memahaminya. Media visual ini ada yang menampilkan gambar, foto, diagram, chart, grafis, kliping.

  2) Media audio Media audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio dari sumber ke penerima pesan. Media audio berkaitan erat dengan indera pendengaran. Termasuk di dalam media ini adalah radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon.

  3) Media audio visual Media audio-visual merupakan gabungan antara media audio dan media visual, misalnya: slide, dan film rangkai yang disertai dengan suara.

  e. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam sistem proses pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, akan tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran.

  Melalui evaluasi, dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen sistem pembelajaran.

  Peneliti penyimpulkan bahwa semua komponen dalam sistem pembelajaran PKn saling berhubungan dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, efisien, dan efektif dengan adanya komponen-komponen yang terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut.

C. Karakter Religius 1. Pengertian Karakter

  Ada beberapa pengertian karakter yang diungkapkan oleh beberapa tokoh. (Samani: 2012: 41) mengungkapkan bahwa:

  “Karakter dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika”. Menurut (Kesuma, Dharma dkk; 2011: 11) karakter berasal dari nilai tetang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut.

  Menurut (Salahudin: 2013: 44) mengungkapkan bahwa: “Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuat”.

  Dari beberapa definisi karakter diatas, peneliti dapat menyimpulkan secara ringkas bahwa karakter adalah sikap, tabiat, kepribadian yang melekat pada seseorang, yang menjadikan seseorang mempunyai ciri khas tersendiri dan membedakan dirinya dengan orang lain.

2. Pengertian Karakter Religius

  Menurut (Hamid: 2013: 4) Selaras dengan pandangan manusia sebagai makhluk Tuhan, dalam menggali nilai-nilai yang melandasi pendidikan hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan. Jiwa manusia harus diisi oleh nilai-nilai religius karena kebenaran tertinggi berasal dari nilai-nilai keagamaan yang bersumber dari Sang Pencipta (Hamid: 2013:21). Menurut (Faturrohman: 2015: 72) nilai religius merupakan awal dari pembentukan budaya religius. Tanpa adanya pendidikan nilai religius, maka budaya religius tidak akan terwujud.

  Menurut (Listyarti, Retno, 2012: 5) karakter religius adalah: “Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius adalah proses mengikat kembali atau bisa dikatakan dengan tradisi, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya”.

  Karakter religius menurut (Mustari: 2014: 1) adalah: “Nilai karakter dalam hubunganya dengan Tuhan. Ia menunjukkan bahwa pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan / atau ajaran agamanya ”.

  Dari beberapa pengertian karakter religius diatas, peneliti penyimpulkan bahwa karakter religius adalah perilaku dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.

3. Dimensi Nilai Religius

  Dimensi keagamaan dan budaya dalam pendidikan karakter menurut (Salahudin, Anas, 2013: 195) adalah:

  a. Ideologis (religious belief), yaitu menyangkut tingkat keyakinan seseorang mengenai kebenaran agama dan nilai luhur budaya bangsanya, terutama ajaran-ajaran yang fundamental atau dogmatik.

  b. Ritualistik (religious practice), yaitu menyangkut tingkat kepatuhan seseorang dalam menjalankan ritus-ritus agama dan nilai luhur budaya bangsanya yang keadaban.

  c. Intelektual (religious knowledge), yaitu menyangkut tingkat pengetahuan dan pemahaman sesorang mengenai ajaran-ajaran agama dan budaya bangsanya,

  d. Eksperiensial (religious feeling), yaitu menyangkut tingkat intensitas perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan dan budaya bangsa seseorang. e. Konsekuensial (religious effect), yaitu menyangkut seberapa kuat ajaran dan nilai agama dan budaya bangsa berkeadaban seseorang memotivasi dan menjadi sumber inspirasi atas perilaku-perilaku duniawinya saat ini.

  Dimensi dalam nilai religius di atas menjadi acuan untuk menanamkan nilai religius kepada peserta didik melalui pendidikan karakter.

4. Indikator Karakter Religius Menurut (Taniredja: 2012: 116) berdasarkan Ketetapan MPR RI No.

  VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan Bab IV, khusus dalam bidang religius, bahwa untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020 dipergunakan indikator-indikator utama sebagai berikut: a. Terwujudnya masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia sehingga ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya, terutama kejujuran, dihayati dan diamalkan dalam perilaku kesehariannya.

  b. Terwujudnya toleransi antar dan antara umat beragama.

  Berikut penjelasan secara rinci mengenai indikator-indikator utama karakter religius: a. Beriman

  Menurut (Eniyawati: 2014: 3) iman berarti keyakinan yang tertanam dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Dalam hal ini iman merupakan kesatuan dan keselarasan antara hati, lisan atau ucapan dan tingkah laku atau perbuatan terhadap segala hal.

  Menurut (Majid, Abdul: 2013: 93) iman yaitu sikap batin penuh kepercayan kepada Allah. Jadi tidak cukup kita hanya percaya adanya Allah, melainkan harus mengingat menjadi sikap mempercayai kepada adanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.

  b. Bertakwa Menurut (Eniyawati: 2014: 3) takwa berarti menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya dengan penuh kerelaan dan ketaatan. Sejalan dengan pernyataan (Zubaedi: 2013: 85) bahwa semua agama mempunyai pengertian tentang ketakwaan, secara umum takwa berarti taat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

  Dari pernyataan diatas, penulis menyimpulkan bahwa bertakwa adalah perilaku seseorang yang selalu patuh terhadap ajaran atau perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan Tuhan.

  c. Berakhlak mulia Akhlak mulia akan tampak dalam penampilan, perkataan, ataupun tingkah laku seseorang. Menurut (Marzuki: 2015: 89) manusia yang baik (mulia) adalah manusia yang memiliki akhlak (karakter) yang baik dan manusia yang buruk adalah manusia yang memiliki akhlak (karakter) yang buruk. Menurut (Marzuki: 2015: 91) untuk menjadi manusia yang baik (berkarakter mulia), manusia berkewajiban menjaga dirinya, antara lain dengan memelihara kesucian lahir dan batin, bersikap tenang, selalu menambah ilmu pengetahuan, dan membina disiplin.

  Menurut (Cut Nya Dhin: 2013: 1) Akhlak adalah kepribadian yang melahirkan tingkah laku perbuatan manusia terhadap diri sendiri dan makhluk lain sesuai dengan suruhan dan larangan-Nya. Sejalan dengan Milan dalam (Zubaedi: 2013: 84) bahwa secara garis besar dikelompokan dalam tiga dimensi nilai akhlak. Pertama, akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan mencakup: mengenal Tuhan sebagai pencipta, Tuhan sebagai pemberi dan Tuhan sebagai pemberi balasan. Kedua, akhlak terhadap sesama manusia dengan mencakup: (1) akhlak terhadap orang tua, dapat dimanifestasikan melalui aktivitas: berbakti kepada keduanya, menghormati dengan berkata halus dan sopan. (2) akhlak terhadap saudara, dapat dimanifestasikan melelui aktivitas: bersikap adil terhadap saudara, menjaga sopan santun dan rendah hati kepadanya. (3) akhlak terhadap lingkungan masyarakat, dapat dimanifestasikan melalui aktivitas: menjaga lisan dan perbuatan, menghormati dan tenggang rasa kepada mereka, dalam bergaul harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, sopan. Ketiga, akhlak terhadap alam sekitar, akhlak terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan alam, sekaligus memakmurkan manusia.

  Dari pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa akhlak merupakan perilaku, sikap, perbuatan, sopan santun seseorang. Akhlak mulia berarti perilaku atau kepribadian baik yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

  d. Kejujuran Kejujuran adalah sikap seseorang yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya secara benar dan apa adanya. Kejujuran harus ditanamkan karena menjadi dasar dan menjadi patokan sebuah kepercayaan diberikan. Menurut (Emosda: 2011: 4) jujur (kejujuran) akan tercermin dalam perilaku yang diikuti dengan hati yang lurus (ikhlas), berbicara sesuai dengan kenyataan, berbuat sesuai bukti dan kebenaran. Dengan demikian kejujuran merupakan salah satu unsur kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta kepribadian.

  Menurut (Kesuma, Dharma: 2012: 7) orang-orang yang memiliki kejujuran dicirikan oleh perilaku berikut: 1) Jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan.

  2) Jika berkata tidak berhohong (benar dan apa adanya). 3) Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.

  Dari pernyataan-pernyataan diatas penulis meyimpulkan bahwa kejujuran merupakan sikap lurus hati, tidak berbohong misalnya dalam berkata apa adanya, tidak curang, dan senantiasa mengikuti peraturan yang berlaku. Kejujuran merupakan dasar yang penting untuk bisa dipercaya orang lain.

  e. Toleransi antar dan antara umat beragama Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk, salah satunya ditandai dengan beragamnya agama. Negara memberi kebebasan kepada penduduk untuk memilih salah satu agama yang telah ada di Indonesia. Tiap pemeluk agama mendapatkan kesempatan untuk menjalankan agama dan menciptakan kehidupan beragama sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Dari perbedaan agama ataupun keyakinan, diharapkan tetap terjalin kerukunan. Namun, kerukunan dan keharmonisan antarumat beragama tersebut hanya terwujud apabila setiap umat menghargai toleransi. Menurut (Rifa: 2016) toleransi antar umat beragama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih ditolerir. Dengan kata lain, sesama umat seagama tidak boleh saling menghina, bermusuhan ataupun menjatuhkan, melainkan harus dikembangkan sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi. Menurut (Jamrah:2015: 2) toleran antara umat beragama artinya adalah bahwa masing-masing umat beragama membiarkan dan menjaga suasana kondusif bagi umat agama lain untuk melaksanakan ibadah dan ajaran agamanya tanpa dihalangi-halangi.

  Dari indikator-indikator religius diatas, penulis menyimpulkan bahwa jika karakter religius tersebut dibiasakan dalam kegiatan sehari-hari, dilakukan secara terus menerus maka akan terbentuk karakter religius pada diri peserta didik. Seperti yang diungkapkan (Azzet: 2013: 88) bahwa:

  “hal yang semestinya dikembangkan dalam diri anak didik adalah terbangunnya pikiran, perkataan, dan tindakan anak didik yang diupayakan senantiasa berdasarkan nilai-nilai ketuhanan atau yang bersumber dari ajaran agama yang dianutnya. Jadi, agama yang dianut oleh seseorang benar-benar dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari- hari”. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki berkepribadian dan berperilaku sesuai dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. Sejalan dengan pendapat (Azzet: 2013: 86) bahwa tanda yang paling tampak oleh seseorang yang beragama dengan baik adalah mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peserta didk harus dikembangkan karakternya agar benar-benar berkeyakinan, bersikap, berkata-kata, dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Untuk mewujudkan harapan tersebut dibutuhkan pendidik atau guru yang bisa menjadi suri tauladan bagi peserta. Guru tidak hanya memerintah siswa agar taat dan patuh serta menjalankan ajaran agama namun juga memberikan contoh, figur, dan keteladanan. Sejalan dengan pernyataan (Fathurrohman, Muhammad: 2015: 66) bahwa dalam menciptakan budaya religius di lembaga pendidikan, keteladanan merupakan faktor utama penggerak motivasi peserta didik.

  D. Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Karakter Religius

  Menurut (Winataputra: 2007: 159) bahwa yang menjadi dasar kehidupan masyarakat bangsa Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dengan kata lain, kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang hendak diwujudkan adalah masyarakat bangsa yang cerdas, religius, adil dan beradab, bersatu, demokratis, dan sejahtera. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka “tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dengan “mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 UUD 1945). Di dalam pasal tersebut tersirat adanya upaya yang sengaja untuk mengembangkan warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius, yang secara progmatik merupakan tujuan dan missi dari pendidikan kewarganegaraan dalam arti yang sangat luas, atau citizenship education.

  Dari pernyataan tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa sesuai dengan tujuan dan missi pendidikan kewarganegaraan salah satunya dapat mengembangkan warga negara yang berkarakter religius.

  E. Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitian Siti Aisyah (2015) dengan judul Implementasi Metode Pembiasaan Guna Menumbuhkan Karakter Religius Siswa Dalam Pembelajaran Akhlak di SMP Muhammadiyah 4 Sambi Boyolali. Jika dikaitkan dengan penelitian peneliti maka kesimpulannya, pelaksanaan metode pembiasaan guna menumbuhkan karakter religius siswa yang di terapkan di SMP Muhammadiyah 4 Sambi Boyolali yakni pembiasaan bersikap jujur, membiasakan salam dan berjabat tangan, hidup bersih dan sehat, shalat zuhur berjamaah, tadarus Al-Qur-an. Faktor pendukung yaitu dukungan dari seluruh warga sekolah dan masyarakat, sarana dan prasarana yang lengkap serta adanya jadwal piket bagi guru dalam sholat zuhur berjamaah. Faktor penghambat yaitu kurangnya orang tua dalam memantau pembiasaan putra putrinya dirumah, adanya perbedaan perilaku dari masing-masing siswa, dan dampak negatif kemajuan teknologi seperti handphone, game play station, dan televisi.

  Hasil penelitian penelitian Afsya Oktafiani Hastuti (2015) dengan judul “Implementasi Pendidikan Karkter Religius dalam Pembelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Comal” menunjukan bahwa proses implementasi pendidikan karakter religius dapat dilihat dari tahap persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Implementasi pendidikan karakter religius dalam tahap persiapan pembelajaran menunjukan bahwa guru Sosiologi melakukan penyusunan perangkat pembelajaran dan menganalisis karakteristik kelas sebelum mengajar dengan memperhatikan nilai-nilai religius yang akan diintegrasikan. Tahap pelaksanaan pembelajaran dengan penanaman nilai-nilai religius dilakukan oleh guru Sosiologi dengan mengaitkan sesuai dengan materi ajar yang sedang dibahas. Selanjutnya, hambatan-hambatan yang dialami sekolah berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter religius dalam pembelajaran sosiologi meliputi perbedaan tingkat pemahaman siswa, pengaruh lingkungan diluar sekolah, dan kurangnya kontrol dari guru terhadap pelaksanaan pendidikan karakter religius.

F. Kerangka Berfikir

  Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Dokumen yang terkait

PERANAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MEMBANGUN KARAKTER BUDAYA BANGSA PESERTA DIDIK DI ERA GLOBALISASI PADA SMP NEGERI 21 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011/2012

1 62 72

HUBUNGAN PERSEPSI PESERTA DIDIK TENTANG URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA NEGERI 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 10 75

MOBILITAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DI INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

1 1 12

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER ANTI KORUPSI PESERTA DIDIK SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 - Test Repository

0 2 145

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MIND MAPPING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK SMK PERINTIS ADILUHUR TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - Raden Intan Repository

0 7 188

BAB I PENDAHULUAN - PERAN PENANAMAN KARAKTER DISIPLIN PADA MATA PELAJARAN PAI DI SDN 1 TALANG BERINGIN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI - PERAN PENANAMAN KARAKTER DISIPLIN PADA MATA PELAJARAN PAI DI SDN 1 TALANG BERINGIN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - Raden Intan Repository

0 2 29

PERAN PENANAMAN KARAKTER DISIPLIN PADA MATA PELAJARAN PAI DI SDN 1 TALANG BERINGIN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017 - Raden Intan Repository

0 0 12

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK SMP NEGERI 23 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016 2017

0 0 17

CEMARAN MIKROBA DALAM ES LILIN YANG DIJAJAKAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN KUTASARI KABUPATEN PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 18