Tugas Semester 2 Hukum Wellyana

Tentang Hukum Aborsi

Nama : Wellyana
Npm : 142070217
Kelas : A2 angkatan VI
Mata kuliah : Sistem Hukum Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dimasa sekarang ini hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak muda
jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para anak muda
tersebut hanya berpacaran biasa, akan tetapi setelah cukup lama berpacaran mereka melakukan
hubungan seksual. Ketika hubungan mereka membuahkan janin dalam kandungan, timbul
masalah karena mereka belum menikah dan kebanyakan masih harus menyelesaikan sekolah
atau kuliahnya. Ditambah adanya rasa takut ketahuan dan rasa malu apabila masalah kehamilan
itu ketahuan oleh orang tua dan orang lain, maka ditempuh aborsi untuk menghilangkan janin
yang tidak dikehendaki tersebut. Namun tidak jarang pula ada yang melakukan pernikahan
secepatnya agar janin yang dikandung tersebut mempunyai ayah.

Pengguguran kandungan juga sering dilakukan oleh para wanita yang menjadi korban perkosaan.

Alasan yang sering diajukan oleh para wanita yang diperkosa itu adalah bahwa mengandung
anak hasil perkosaan itu akan menambah derita batinnya karena melihat anak itu akan selalu
mengingatkannya akan peristiwa buruk tersebut. Namun demikian tidak selamanya kejadiankejadian pemicu seperti sudah terlalu banyak anak, kehamilan di luar nikah, dan korban
perkosaan tersebut membuat seorang wanita memilih untuk menggugurkan kandungannya. Ada
juga yang tetap mempertahankan kandungannya tersebut dengan alasan bahwa menggugurkan
kandungan tersebut merupakan perbuatan dosa sehingga dia memilih untuk tetap
mempertahankan kandungannya.

Apapun alasan yang diajukan untuk menggugurkan kandungan, jika hal itu bukan disebabkan
alasan medis maka ibu dan orang yang membantu menggugurkan kandungannya akan dihukum
pidana. Hal ini dikarenakan hukum positif di Indonesia melarang dilakukannya aborsi. Akan
tetapi di lain pihak, jika kandungan itu tidak digugurkan akan menimbulkan masalah baru, yaitu
apabila anak tersebut terlahir dari keluarga miskin maka ia tidak akan mendapat penghidupan
yang layak, sedangkan apabila anak itu lahir tanpa ayah, ia akan dicemooh masyarakat sehingga
seumur hidup menanggung malu. Hal ini dikarenakan dalam budaya timur Indonesia, tidak dapat
menerima anak yang lahir di luar nikah. Alasan inilah yang kadang-kadang membuat perempuan
yang hamil di luar nikah nekat menggugurkan kandungannya.

Selain kenyataan yang langsung dijumpai di dalam masyarakat, banyak pula berita-berita aborsi
di surat kabar yang mengungkap kasus-kasus aborsi. Berita-berita tersebut memuat kasus aborsi

baik yang tertangkap pelakunya maupun yang hanya mendapatkan bekas aborsinya saja, antara
lain janin yang ditinggal begitu saja setelah selesai diaborsi.[1]

Aborsi pada umumnya adalah suatu fenomena yang ada pada masyarakat. Aborsi bisa dikatakan
sebagai kegiatan yang “tersembunyi” karena dalam praktiknya aborsi sering tidak terlihat
masyarakat, bahkan cenderung malah ditutup-tutupi oleh pelaku maupun oleh masyarakat,
bahkan mungkin oleh Negara. Hal ini karena dipengaruhi oleh hukum formal dan nilai-nilai
sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat. Kontroversi tentang aborsi tersebut dapat
dilihat dari segi perspektif legalistic-normatif maupun sosiologis-psikologis. Dalam kedua
perspektif tersebut memiliki implikasi yang berlainan. Akan tetapi, adanya klaim kebenaran
(truth claim) yang memposisikan pelaku aborsi sebagai delik pidana, dan harus dihukum.
Sementara disisi lain, komposisi sosiologispsikologis pelaku aborsi dianggap dipertimbangkan
karena berdasarkan relasi gender atau hak yang sama bagi laki-laki. Kedua pendapat ini

menempatkan persoalan aborsi dari kacamata psikologis dan karenanya merupakan bagian dari
Hak Asasi Manusia (HAM).[2]

B. Rumusan Masalah
1.


Bagaimana Pandangan Masyarakat tentang Aborsi ?

2.

Bagaimana Pandangan Hukum tentang Aborsi ?

3.

Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam penegakan hukum Aborsi tersebut dan
bagaimana cara mengatasinya?

4.

Solusi mengatasi maraknya kasus aborsi?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Masyarakat tentang Aborsi
Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika budaya ketimuran,
karena budaya timur masih memegang kuat agamanya. Saat ini, masalah aborsi, dan, karenanya,

masalah anti-aborsi menjadi sangat penting terutama untuk berkembang dengan baik, masyarakat
pasca-industri. Jelas bahwa ini bukan masalah individu lagi tapi benar-benar masalah sosial
karena tidak hanya menyangkut kesehatan perempuan tetapi juga menghasilkan dampak serius
terhadap situasi demografis di seluruh negeri dan pada suasana psikologis dalam masyarakat
pada umumnya dan dalam keluarga pada khususnya. Tradisional, aborsi adalah titik argumen
serius bagi dan melawan fenomena ini di sebagian besar masyarakat. Sebagai aturan, sebagian
besar dari masyarakat adalah melawan aborsi tapi pada kondisi tertentu bahkan konservatif
setuju bahwa aborsi mungkin diperlukan atau bahkan tak terelakkan. Lagi pula, masyarakat harus
sangat berhati-hati mengatasi masalah cuaca untuk mendukung atau menolak sepenuhnya ide-ide
aborsi tapi pada saat yang sama perempuan harus memiliki pilihan dan kesempatan untuk aborsi.

Pertama-tama, akan sangat penting untuk merujuk kepada beberapa data statistik yang
membuktikan bahwa aborsi tidak dapat dilarang pointblank, khususnya di negara berkembang
dengan baik. Tapi perlu untuk menggaris bawahi bahwa aborsi bukanlah masalah perempuan
hanya itu masalah seluruh masyarakat. Untuk membuktikan pernyataan ini akan cukup untuk
menyebutkan bahwa lebih dari 1000 serangan kekerasan terhadap klinik aborsi dan dokter
berkomitmen 1977-1991 dan banyak serangan tetap tidak dilaporkan (Grimes, 1991). Jadi, itu

berarti bahwa kelompok-kelompok sosial yang pasti sudah siap untuk mempertahankan
kepercayaan mereka antiaborsi bahkan oleh pelanggaran hukum.


Pada saat yang sama, aborsi dapat menyebabkan masalah dalam keluarga yang merupakan
bagian dari masyarakat. Faktanya adalah bahwa sangat penting bagi seorang wanita untuk
memiliki suasana yang mendukung dari bagian dari kerabat terdekat, yakni suami dan orangtua.
Spesialis sangat merekomendasikan mengambil keputusan aborsi oleh kedua pasangan yang
dapat membuat keluarga kuat sedangkan perselisihan dapat mengakibatkan perceraian. Tetapi
juga penting bahwa perempuan tidak dapat dipaksa untuk aborsi juga. Jadi peran keluarga dalam
mengambil keputusan tidak kurang penting dibandingkan pengaruh masyarakat atau keyakinan
pribadi.

Dengan mempertimbangkan semua tersebut di atas, perlu untuk mengatakan bahwa aborsi,
menjadi fenomena sosial, memiliki banyak lawan serta pendukung tetapi hanya sebagian kecil
yang cukup radikal dan siap untuk menyangkal titik pandang yang berlawanan. Sebagian besar
siap untuk menerima aborsi walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi harus
disahkan tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar tidak membahayakan
kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasus-kasus ketika aborsi mungkin yang dapat
dihindari.[3]

Kurangnya pengetahuan tentang pergaulan bebas tersebut yang akhirnya membuahkan sesuatu
yang tidak diinginkan. Masyarakat yang menganggap hal tersebut adalah sebagai aib yang harus

ditutupi tak segan melakukan tindakan abortus. Dalam keadaan seperti ini mereka rela
rnengeluarkan uang berjuta-juta rupiah bagi para dokter peralatan pendukung untuk
membuktikan kasus tindak pidana abortus provocatus asal bersedia melakukan tindakan
pengguguran kandungan. Dan bagi banyak masyarakat tindakan ini adalah tindakan yang paling
benar untuk menutupi sebuah malu.

Pada hakekatnya keberadaan keluarga terdidik berbeda jauh dengan keluarga yang hidup
limpahankan materi. Akibat dari perbedaan yang demikian, peluang untuk melakukan aborsi bagi
anak darikeluarga berada tentu sangat besar. Akibat dari fenomena miring seperti ini, pandangan
masyarakat terhadap aborsi pun menjadi berbeda-beda. Bagi kalangan masrakat bawah secara
sadar memaknai bahwa penguguran kandungan sedari dini merupakan jalan pintas untuk
mengambil suatu pilihan hidup. Jalan final ini merupakan arah menuju kondisi yang lebih baik
untuk menghindarkan diri dari resiko serta ancaman setelah melakukan aborsi. Di kalangan
masyrakat menengah, aborsi dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Hal itu bertentangan dengan
nilai budaya yang melekat pada kebiasaan normatif yang menganggap aborsi merupakan sesuatu
yang kejam.

Pandangan yang lain datang dari kaum elit yang menilai aborsi merupakan upaya
menyelamatkan kehidupan, khususnya dalam jangka panjang. Hanya saja, dalam pelaksanananya
memerlukan konsekwensi logis. Misalnya, anak yang lahir hanya menimbulkan konflik

dikeluarga yang berujung pada pemilihan jalan aborsi. [4]

B. Bagaimana Pandangan Hukum tentang Aborsi
Muhajir Darwin dari Pusat Penelitian Kependudukan UGM dalam Round Table Discussion,
tentang Aborsi, Usia Kawin dan Pengaruhnya terhadapmFertilisasi yang diadakan BKKBN,
mengatakan:

ketika hukum tidak memberi tempat bagi pelayanan aborsi yang aman,

maka para perempuan

yang mengalami kehamilan tanpa dikehendaki terpaksa pergi ke bidan atau dukun aborsi yang
tak kompten. Akibatnya, komplikasi kesehatan atau bahkan kematian mengancamnya.

Selanjutnya menurut Muhajir Darwin, bahwa angka kematian maternal di Indoonesia adalah
tertinggi di Asia yaitu sekitar 11% di antaranya karena pertolongan aborsi yang tidak aman.

Aborsi pada dasarnya adalah fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Aborsi dapat
dikatakan sebagai fenomena “terselubung” karena praktik aborsi sering tidak tampil ke
permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh pelaku utaupun masyarakat, bahkan negara.

Ketertutupan ini antara lain dipengaruhi oleh hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, agama
yang hidup dalam masyarakat serta politik. Pada intinya pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa
tuntutan dikenakan bagi orang-orang yang melakukan aborsi ataupun orang-orang yang
membantu melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Intinya hukum formal yang
mengatur masalah aborsi menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menolak aborsi.
Pengecualian diberikan jika ada indikasi medis sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 dan Pasal 80. Selain itu, masalah aborsi juga terkait
dengan Sumpah Dokter Indonesia yang antara lain menyatakan bahwa dokter akan menghormati
setiap kehidupan

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai abortus provocatus telah ditetapkan
secara cukup jelas, tetapi aturan yang tertulis tersebut tidak mengatur secara detail mengenai
sanksi yang diterima bagi pelaku abortus provocatus tersebut. Seperti yang dijelaskan pada pasal
299 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Disana disebutkan “Barang siapa dengan sengaja
merawat atau menyuruh seorang wanita memperoleh perawatan dan memberitahukan atau
Menimbulkan harapan padanya bahwa dengan perawatan tersebut suatu kehamilan itu dapat
menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara selama lamanya empat tahun atau denda
setinggi-tingginya tiga ribu rupiah”.

Juga pada pasal 346 Kitab Undang-Undang Pidana disebutkan :


“Seseorang wanita yang dengan sengaja menyebabkan atau menyuruh orang lain menyebabkan
gugurnya kandungan atau matinya janin yang berada dalam kandungannya, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya empat tahun”.

Demikian juga seperti yang disebutkan pada pasal 347 Kitab Undang-Undang Pidana
yakni :“Barang siapa, dengan sengaja menyebabkan gugurnya kandungan atau matinya janin
yang berada dalam kandungan seorang wanita tanpa mendapat izin dari wanita itu sendiri,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun”.

Dari ketiga pasal yang disebut di atas sudah jelas bahwa hukum yang mengatur masalah abortus
provocatus masih sangat lemah. Pada pasal-pasal tersebut hukuman yang dikenakan pada pelaku
abortus provocatus terkesan amat sangat ringan yaitu hanya empat tahun penjara dan atau denda
sekurang-kurangnya tiga ribu rupiah, pada hal ditinjau dari segi manapun perbuatan atau
tindakan abortus provocatus adalah tindakan penghilangan nyawa yang juga berarti adalah
tindakan pembunuhan, serta seolah olah ada kesan bahwa perbuatan atau tindakan abortus
provocatus adalah tindakan yang dibolehkan.

Kasus abortus provocatus ini juga diatur dalam pasal 348 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana :


“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita dengan ijin
wanita itu sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun enarn bulan”.

Demikian juga pada pasal 349 Kitab Undang-Undang Pidana :

“Bahwa jika seorang dokter, bidan, juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
dalam pasal 346 KUHP, ataupun melakukan atau membantu dalam salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu bisa
ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk
melakukan kejahatan itu”.

Dalam pasal ini menerangkan bahwa jika si pelaku adalah seorang dokter, bidan, ataupun juru
obat, maka hukuman yang diperoleh hanya ditambah sepertiganya dan sanksi dipecat dari
jabatannya. Inipun juga terkesan amat ringan, bagaimana bisa kalau si pelaku nyata-nyata adalah
seorang dari petugas kesehatan melakukan tindakan ilegal hanya dihukum lima tahun lebih
sedikit, padahal seorang petugas kesehatan harusnya lebih tahu tindakan yang tidak didasari oleh
tindakan medis adalah tindakan yang melanggar hukum.

Dari sekian pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi bagi pelaku abortus provocatus, rata-rata

hukuman yang mereka terima sangatlah ringan. Dari sinilah yang memicu semakin banyaknya
kasus abortus provocatus di kalangan masyarakat.

C. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum Aborsi dan cara
mengatasinya.
Kebijakan Aborsi di IndonesiaIndonesia termasuk salah satu negara yang menentang pelegalan
aborsi dalam konvensi-konvensi badan dunia PBB, satu kubu dengan negara-negara muslim
dunia ,sebagian negara Amerika Latin dan Vatikan.

Di Indonesia aborsi dianggap ilegal kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa sang
ibu. Oleh karena itulah praktek aborsi dapat dikenai pidana oleh negara. Fatwa lembaga
keagamaan pun rata-rata mendukung kebijakan pemerintah tersebut , misalnya fatwa Majlis

Tarjih Muhammadiyah tahun 1989 tentang aborsi yang menyatakan bahwa aborsi dengan alasan
medis diperbolehkan dan aborsi dengan alasan non medis diharamkan.

Akan tetapi bisakah Indonesia digolongkan dalam kubu pro live. Jawabnya bisa ya bisa tidak.
Walaupun kebijakan pemerintah Indonesia dengan melarang parktek aborsi condong ke kubu pro
live akan tetapi kebijakan lainnya justru mendorong terjadinya praktek aborsi. Diantaranya
larangan bagi siswa/i yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah untuk menikah.
Kebijakan inilah yang mendorong terjadinya praktek aborsi, siswi yang hamil akan dikeluarkan
dari sekolah dan dilarang untuk melanjutkan studynya, selain oleh karena tekanan orang tua,
masyarakat dan lingku-ngan. Karena itulah aborsi menjadi pilihan terbaik dari yang terburuk
yang bisa diambil oleh seorang remaja yang hamil di luar nikah.

Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya
pertentangan baik secara moral & kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara agama &
hukum di lain sisi. Dari sisi moral & kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang
harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil
hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa
janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam kondisi
& lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial
kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan & kasih sayang yang seharusnya
didapatkan oleh anak yang tumbuh & besar dalam lingkungan yang wajar, & tidak tertutup
kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.

Dalam menghadapi kasus kejahatan abortus provocatus kriminalis ini tidak semudah yang
dibayangkan. Sesuai dengan teori mungkin bisa diungkap dengan tepat dan cepat, serta secara
pasti, tetapi tidak demikian. Banyak sekali kendala-kendala yang mesti dihadapi. Kendala yang
pertama adalah dari masyarakat itu sendiri. Kurangnya pengetahuan tentang pergaulan bebas

tersebut yang akhirnya membuahkan sesuatu yang tidak diinginkan. Masyarakat yang
menganggap hal tersebut adalah sebagai aib yang harus ditutupi tak segan melakukan tindakan
abortus. Dalam keadaan seperti ini mereka rela rnengeluarkan uang berjuta-juta rupiah bagi para
dokter peralatan pendukung untuk membuktikan kasus kejahatan abortus provocatus kriminalis
asal bersedia melakukan tindakan pengguguran kandungan. Dan bagi banyak masyarakat
tindakan ini adalah tindakan yang paling benar untuk menutupi sebuah malu. Padahal dari
tindakan tersebut tidak sedikit yang harus kehilangan nyawa atau sedikitnya mereka mengalami
keadaan dimana rahim mereka rusak dan tidak akan dapat lagi memiliki anak. Kesadaran
rnasyarakat yang amat sangat diperlukan dalam menuntaskan masalah ini.

Disamping itu karena kasus ini bukan merupakan kasus delik aduan maka agak sulit untuk
menuntaskan kasus ini hingga keakarnya, karena mereka yang tahu dengan masalah ini enggan
untuk melaporkannya kepada pihak yang berwajib,

Kendala yang lain yang mungkin menjadi penyebab sulitnya mengungkap kasus abortus
provocatus kriminalis adalah pihak kepolisian sering sekali sulit mengidentifikasi hasil dari
barang bukti abortus provocatus kriminalis. Karena hasilhasil dari perbuatan tersebut sering
sudah hancur atau dibuang entah kemana.[5] Selain Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan memberi hak-hak dalam perlindungan bagi perempuan yang melakukan tindakan
aborsi akibat menjadi korban pemerkosaan itu, merasa memiliki hak hukum.

D. Solusi mengatasi maraknya kasus aborsi
Yang harus di perhatikan untuk mengatasi maraknya kasus aborsi di masa sekarang ini yaitu :

1.

Dari pihak keluaga yang harusnya memperhatikan perkembangan seorang anak dalam
suatu pergaulan baik dilingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah.

2.

Tidak lepas juga peran sekolah dalam melakukan sosialisasi bagaimana agar para siswa
mengetahui bahaya dari pergaulan bebas yang menjurus ke sex bebas yang menyebabkan hamil
di luar nikah.

3.

Menindak tegas oknum – oknum yang membuka serta menjalankan suatu praktet untuk
melakukan aborsi.[6]
Untuk kehamilan di luar nikah atau karena sudah kebanyakan anak dan kontrasepsi gagal perlu
dipirkirkan kembali karena masih banyak orang mendambakan anak. Sebaiknya kita jangan
mencari pemecahan masalah yang pendek atau singkat atau jalan pintas, tapi harus jauh
menyentuh dasar timbulnya masalah itu sendiri. Prinsip melegalkan abortus, sama seperti Prinsip
lokalisasi. Banyak celah yang justru akan dimanfaatkan untuk melakukanseks bebas. Karena
seks bebas sudah jadi realita sekarang ini, apalagi di kota-kota besar. Jika di data, orang-orang
yang ingin mengaborsi, berapa persen yang dikarenakan karena terlalu banyak anak,
dibandingkan karena hamil di luar nikah atau hamil dalam perselingkuhan, jauh lebih besar yang
karena di luar nikah daripada karena alasan ekonomi.[7]

Perempuan berhak dan harus melindungi diri mereka dari eksploitasi orang lain, termasuk
suaminya, agar tidak perlu abortus. Sebab abortus, oleh paramedis ataupun oleh dukun, legal
atau illegal, akan tetap menyakitkan buatwanita, lahir dan batin meskipun banyak yang.
menyangkalnya. Karena itu kita harusberupaya bagaimana caranya supaya tidak sampai
berurusan dengan hal yang akhirnya merusak diri sendiri. Karena ada laki-laki yang bisa seenak
melenggang pergi, dantidak peduli apa-apa meskipun pacarnya/istrinya sudah abortus dan
mereka tidak bisa diapa-apakan, kecuali pemerkosa, yang jelas ada hukumnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada akhirnya, dapat kita katakan bahwa perilaku aborsi di kalangan remaja ini senantiasa terus
meningkat dan bervariasi untuk persebaran usianya. Hal ini tentu menjadi suatu keprihatinan
bagi kita semua yang ujung-ujungnya menjadi sebuah momok yang “mengerikan” bagi rupa
generasi muda penerus bangsa Indonesia di kemudian hari. Mau dibawa kemana masa depan
bangsa Indonesia jika kondisi para pemuda-pemudinya saat ini adalah mereka yang hidupnya
bebas tanpa kontrol yang signifikan dari berbagai pihak dan selanjutnya adalah penjajahan yang
terus menerus “abadi” di bumi Indonesia dalam bentuk bukan penjajahan fisik melainkan
penjajahan di bidang “mode”, “ekonomi”, “pendidikan”, “keilmuan”, hingga “akhlak dan
moralitas”. Perempuan berhak dan harus melindungi diri mereka dari eksploitasi orang lain,
termasuk suaminya, agar tidak perlu abortus. Sebab abortus, oleh paramedis ataupun oleh dukun,
legal atau illegal, akan tetap menyakitkan buatwanita, lahir dan batin meskipun banyak yang.
menyangkalnya. Karena itu kita harusberupaya bagaimana caranya supaya tidak sampai
berurusan dengan hal yang akhirnya merusak diri sendiri. Karena ada laki-laki yang bisa seenak
melenggang pergi, dantidak peduli apa-apa meskipun pacarnya/istrinya sudah abortus dan
mereka tidak bisa diapa-apakan, kecuali pemerkosa, yang jelas ada hukumnya.

[1] Soerjono Soekanto, dkk, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Rajawali Pers, 1985), hal. 17.

[2]Dewi Indraswati, “Fenomena Kawin Muda dan Aborsi: Gambaran Kasus” dalam Hasyim,
S, Menakar ‘Harga Perempuan”. (Jakarta: Mizan,1999), hal. 132.

[3] http://artiasofftiyani.blogspot.com/2013/12/makalah-aborsi-dalam-berbagai-aspek.html,
diakses 15-06-2014

[4] http://abdurrahim-syamsudin.blogspot.com/2007/10/aborsi-dalam-realitas-sosial.html.

[5] Sri, Helianty. Aborsi Sebagai Solusi. From : http/www.mediacare@yahoo.com,

[6] http://artikelhukum88.blogspot.com/2012/10/artikel-penelian-kasus-aborsi.html, diakses
tanggal 15-06-2014

[7] Sri, Helianty. Aborsi Sebagai Solusi. From : http/www.mediacare@yahoo.com, 15-062014