PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA D (1)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA DINI
A.

Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian

rangsangan

pendidikan

untuk

membantu

pertumbuhan

dan


perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal
1 ayat 14).
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir,
daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahaptahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan
pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk
mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga
mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses
pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak
usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi
manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan
kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
Masa anak usia dini sering disebut juga dengan istilah golden age atau masa
emas. Pada masa emas tersebut, hampir seluruh potensi si kecil mengalami masa

peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, dalam
membimbing dan mengarahkan anak usia dini, diperlukan pengetahuan tentang 5

(lima) aspek perkembangan anak usia dini secara lebih dalam, yaitu: perkembangan
fisik, kognitif, bahasa, emosi, dan sosial.
Menurut Megawangi dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8), anak-anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan
yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadipribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga,
sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara
terencana, terfokus, dan komprehensif.
Pelaksanaan pendidikan pada anak usia dini, dapat dilihat pada firman Allah
SWT dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:

‫ ¼ُل‬/ ‫عل ه‬. .‫لك‬. .‫ل(ٱ ¼َلَ¼ة‬. ‫ر‬. ٰ ٰ. ¼‫ل(ٱ ¼َب‬. . ¼ َ‫ُلٱ هك‬/ / .‫ لك‬. ‫ع‬. ‫ج‬. (‫ول‬
ِ ‫ط‬/ /‫ُ ِلم ½ لب‬/ ‫ج‬. ‫¼ر‬. ‫َلٱخ‬/ ‫(ٱ ه‬.
. / .‫ ¼عل‬.‫لَلت‬. ُ¼ / ِ‫ ٰ ت‬.‫و&لٱ همه‬
. ‫لش ¼لي‬. &‫و‬
(٨٧: ‫(&ل(اكنح‬
. ‫ر‬/ ‫ك‬/ ¼‫ش‬.‫ت‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl: 78)
Berdasarkan ayat tersebut di atas, dipahami bahwa anak lahir dalam keadaan
lemah tak berdaya dan tidak mengetahui (tidak memiliki pengetahuan) apapun.
Akan tetapi Allah SWT membekali anak yang baru lahir tersebut dengan
pendengaran, penglihatan dan hati nurani (yakni akal yang menurut pendapat yang
sahih pusatnya berada di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan itu
manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan
mana yang berbahaya. Kemampuan dan indera ini diperoleh seseorang secara
bertahap, yakni sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang maka bertambah pula
kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia
matang dan dewasanya. Dengan bekal pendengaran, penglihatan dan hati nurani
(akal) itu, anak pada perkembangan selanjutnya akan memperoleh pengaruh
sekaligus berbagai didikan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang sejalan
dengan sabda Rasulullah SAW:

‫&ل‬. َ‫ل‬. &ْ ‫ل(ا‬. ً‫و ى‬. .‫مت‬/ ‫ ل‬- ‫و‬/‫م ْوك‬. ‫لكل‬
ِ / َ. .‫ٰ هَلع‬. /‫وبلي‬.- ‫ ِلشه‬/ ‫لا ْب‬$. ‫و‬.‫بلق‬, ‫ع ْي‬. ‫لش‬/ .ََْ. . ‫ ِو&لٱخ‬. ‫ي‬. ْ‫ولاك‬/‫ولٱب‬.‫ن‬.‫ح هةث‬.
‫ل‬ò.ْ ‫لَن‬. &ِْ ‫ل(ا‬. ñ+ ‫وص‬.‫هلخ ه‬/ ‫و‬/‫لٱ ْ(لٱب‬%. َ. ‫ه ْلاَ ْس‬/ ‫وا‬. . ‫ هة ِلعيلٱب‬. ‫لي‬%ِ َ. ‫ر ِ ْلاَ ْس‬. ‫َل َِ ْط‬. .‫ِلع‬. ِ (‫ل‬// ‫ل ِم ْ لٱ ْج ِ لٱنهه‬ñ- ‫غ هي‬. ‫ِك‬
ِ

ِ
‫ ِ ُ ل ِم ْ ل‬.َ َ.ِ ْ ‫لَلي‬. ْ ‫م‬. ‫َل‬. .‫ٰ هَلع‬. /‫َلي‬. (‫ل‬. ‫ ْي ِه‬.‫ل‬.‫ّلع‬. ِ ‫ولص‬+
/ ‫لصو ِخ‬. ‫ ه‬. .َ ‫الاس‬
ْ . ‫ ِلا‬%ِ َ. ‫ ْ ِْ ْلاَ ْس‬.‫َلغ‬. .‫لع‬/‫ٱ ُمه‬
ِ ِ ‫ه‬
. / &. َ. ‫ل‬/‫ع ْنه‬. ‫لاَل‬
‫ٱ ْج ِ لٱنه‬
‫َل‬. ‫س ه‬. (‫لل‬. ‫ ْي ِه‬.‫ل‬.‫لاَلع‬
/ ‫لص هَ ه‬. ُِ ِ ‫لاكنه‬$. ‫و‬.‫ثلق‬/ ‫لُ ِة‬
/‫ِ ه‬
. ِ . ‫ل‬. ‫ر‬. ‫رْي‬/. ‫َله‬. ‫و ه&لٱ‬.َ‫ل‬,‫لس ْقط‬/
ِ
/ . /‫ لا هَلي‬- ‫و‬/‫م ْوك‬. ‫مول ِم ْ ل‬.
‫ل‬ñ/ . َ ِ .َْْ‫ُلا‬/ .‫ْْت‬/‫لمللت‬. . ‫َو ِن ِه‬. ‫ ِج‬. /‫ّا ِن ِهلٱ ْ(لي‬
. ِ .‫ن‬/‫ ا ِن ِهلٱ ْ(لي‬. ‫ ِو‬. /ُ‫هل‬/ ‫وا‬. . ‫أب‬.َ‫ر ِ ل‬. ‫َلاكْ ِف ْط‬. .‫وِلع‬
ِ ْ . + َِ .
/
/
ِ
ِ

/
ِ
ِ
/
ْ
ْ
ُ‫ل‬
‫ر ه ِل‬. ‫ل{ل َِ ْط‬/‫ع ْنه‬. ‫لاَل‬
‫ل‬.
‫ي‬
‫ل‬
ُ‫ل‬
‫وء‬
‫ع‬
‫ة‬
‫ج‬
‫ل‬
‫ل‬
‫و‬
‫ه‬

َ
‫ل‬
&‫و‬
َ
‫لاَل‬.
ِ
‫ر‬
‫ي‬
‫ر‬/
‫ه‬
‫ول‬
‫ب‬
‫لٱ‬
$
‫و‬
‫ق‬
‫م‬
/ ‫ ه‬. . . ْ . / . ‫ ه‬. . . ْ . . ُ ‫ه‬. ‫ءل‬. ‫عو‬. َ‫ل‬ñ.َ
‫ل( (اهلاكبخو )) ل‬ñ. . ‫ول} ْاَآي‬. ْ‫ه‬.‫ل‬.‫وسلع‬. ‫رلاكنه‬. ‫ط‬. .َ‫اك ه ِِل‬
"Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada

kami Syu'aib, berkata Ibnu Syihab: Setiap anak yang wafat wajib dishalatkan
sekalipun anak hasil zina karena dia dilahirkan dalam keadaan fithrah Islam,
jika kedua orangtuanya mengaku beragama Islam atau hanya bapaknya yang
mengaku beragama Islam meskipun ibunya tidak beragama Islam selama
anak itu ketika dilahirkan mengeluarkan suara (menangis) dan tidak
dishalatkan bila ketika dilahirkan anak itu tidak sempat mengeluarkan suara
(menangis) karena dianggap keguguran sebelum sempurna, berdasarkan
perkataan Abu Hurairah r.a yang menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda:
"Tidak ada seorang anakpun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam
keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana
binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah
kalian melihat ada cacat padanya?". Kemudian Abu Hurairah r.a berkata
(mengutip firman Allah, yang artinya): “Sebagai fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. [Q.S. Ar-Ruum: 30]. (H. R. Bukhari
Nomor 1270).
Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan
berperilaku dalam keluarga dan sekolah, dapat dilakukan dengan pengenalan
tentang agama, karena menurut Zakiah Darajat dalam Lilis Suryani dkk. (2008: 19),
agama suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan

dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Perkembangan nilai-nilai
agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan
menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan
berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata,
bersikap dan bertingkah laku dalam berbagai situasi.

Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms dalam Lilis
Suryani dkk., (2008: 10-11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu: 1) Tingkat
Dongeng (The Fairy Tale Stage ), 2) Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage ), dan
3) Tingkat Individu (The Individual Stage).
Minat anak terhadap agama sudah mulai muncul sejak usia dini. Akan tetapi,
minat terhadap agama ini tidak dapat selalu ditafsirkan bahwa anak mulai
menunjukkan sikap rajin beribadah sesuai dengan ritual keagamaan keluarganya.
Rasa ingin tahu anak terhadap agama biasanya muncul melalui banyak pertanyaan
yang berkaitan dengan agama, seperti “Apakah Tuhan memiliki mata sehingga Dia
bisa melihat semua perbuatan yang kita lakukan?” atau “Dimanakah Tuhan
bertempat tinggal? Atau pertanyaan lain yang mengusik seperti “Apakah Tuhan itu
ada?”
Konsep anak tentang agama sangat realistik karena anak menterjemahkan apa
yang didengar dan dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahuinya. Bagi anak,

Tuhan dapat berwujud, seperti seseorang yang berambut putih, berjanggut putih dan
panjang serta berpakaian serba putih. Contoh lainnya, anak mungkin
mendeskripsikan sesosok malaikat sebagai makhluk yang berjenis kelamin laki-laki
atau perempuan dan baik hati.

B.

Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pengertian pendidikan itu bermacam-macam, hal ini disebabkan karena

perbedaan falsafah hidup yang dianut dan sudut pandang yang memberikan
rumusan tentang pendidikan itu. Oleh karena itu, istilah Pendidikan Agama Islam
itu bermakna umum, yaitu:
1.

Pendidikan (menurut/ berdasarkan) Islam, yakni pendidikan yang dipahami,
disusun, dan dikembangkan menurut ajaran Islam. Jadi, sifatnya normatif.
Dan dalam kerangka akademik merupakan lahan filsafat pendidikan Islam;

2.


Pendidikan (Agama) Islam, yaitu upaya mengajarkan dan mendidikkan
agama Islam agar menjadi way of life, baik malalui lembaga informal,

nonformal dan formal. Sifatnya proses oprasional. Dalam kerangka akademik
menjadi lahan Ilmu Pendidikan Islam teoritis; dan
3.

Pendidikan (dalam) Islam, yakni proses dan praktek penyelenggaraan
pendidikan Islam yang berlangsung berkembang dalam perjalanan sejarah
umat Islam. Sifatnya sosio-historis. Dalam kerangka akademik menjadi lahan
Sejarah Pendidikan Agama Islam.
Dari beberapa penjelasan di atas menunjukkan bahwa ketiga istilah tersebut

meskipun mirip, dalam tataran implementasi memiliki perbedaan. Istilah
Pendidikan Islam sifatnya umum, menunjuk pada semua hal terkait dengan
pendidikan dalam kontek Islam, baik berupa kekurangannya dalam bentuk mata
pelajaran/kuliah agama Islam pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan pendidikan
dalam kontek Islam, baik berupa pemikiran, institusi, maupun tertentu. Sedangkan
Pendidikan Keagamaan Islam lebih mengarah pada bentuk satuan pendidikan atau

program pendidikan, yang dapat berupa pendidikan diniyah dan pendidikan
pesantren.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 pasal 1
disebutkan, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan

merupakan

usaha

manusia

untuk

menumbuhkan

dan

mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata
lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang
dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma
masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita
dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 1996: 1)

Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis
dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam"(Zuhairani, 1983: 27).
Pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan
juga karena ajaran Islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi
masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan
Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula yang
bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama, dan cerdik
pandailah sebagai penerus tugas, dan kewajiban mereka (Darajat, 1992: 25-28).
Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif
Islam (2005: 45) mengatakan bahwa para ahli pendidikan Islam telah mencoba
memformulasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif
tersebut adalah:
1.

Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,
masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara
pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di
antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.

2.

Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai
upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih
dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang
mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta
didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan maupun perbuatanya.

3.

Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama (insan kamil)

4.

Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas, bahwa pengertian pendidikan

agama Islam dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang dilakukan oleh
seseorang atau instansi pendidikan yang memberikan materi mengenai agama Islam
kepada orang yang ingin mengetahui lebih dalam tentang agama Islam baik dari
segi materi akademis maupun dari segi praktik yang dapat dilakukan sehari-hari.
Setiap orang di dunia ini pastilah memiliki kepercayaan untuk menyembah Tuhan,
akan tetapi ada sebagian orang yang memilih untuk tidak menganut agama apapun
yang ada di dunia ini, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan lain
sebagainya. Untuk agama Islam sendiri di Indonesia merupakan agama yang dianut
oleh mayoritas penduduknya, untuk itu pastilah di instansi pendidikan manapun
pasti memberikan pelajaran agama Islam di dalamnya.
C.

Pendidikan Anak Usia Dini
Pada tahun 1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar

Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah keberadaan TK resmi diakui sebagai bagian
dari sistem pendidikan nasional. Pada tahun itu pula, tepatnya tanggal 22 Mei 1950
berdiri IGTKI. Pada tahun 1951 berdiri Yayasan Bersekolah Pada Ibu yang
menyumbang pendirian TK hingga menyebar ke luar pulau Jawa.
Pada tahun 2001 dibentuk Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU)
yang mengemban mandat melakukan pembinaan satuan PAUD nonformal. Pada
tahun 2002 terbentuk konsorsium PAUD yang membantu pemerintah dalam
merumuskan kebijakan.
Periode 2003-2009, ditandai dengan keluarnya Undang--undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan jawaban atas tuntutan
reformasi dalarn semua aspek kehidupan. Melalui UU ini untuk pertama kali PAUD
diatur secara khusus dalam sebuah undang-undang, yaitu pada pasal 1 butir 14

tentang pengertian PAUD; pasal 28 yang secara khusus mengatur tentang PAUD;
dan pasal-pasal terkait lainnya.
Periode 2010-sekarang, ditandai dengan kebijakan penggabungan pembinaan
PAUD formal dan PAUD nonformal di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) melalui Peraturan Presiden
No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Kementrian
Negara Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No. 67
Tahun 2010.
Pada perjalanan sejarah pembinaan PAUD di Indonesia, akhirnya terjadi
kristalisasi bentuk-bentuk satuan PAUD dengan berbagai karakteristiknya yang
meliputi TK (termasuk Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal/TK-BA), RA, KB,
TPA, Satuan PAUD Sejenis, serta PAUD berbasis keluarga dan/atau lingkungan.
1.

Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut

Beichler dan Snowman (Dwi Yulianti, 2010: 7), anak usia dini adalah yang berusia
antara 3-6 tahun, Sedangkan hakikat anak usia dini (Augusta, 2012) adalah individu
yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek
fisik, kognitif, sosial emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus
sesuai dengan tahap yang sedang dilalui oleh anak tersebut.
Anak Usia Dini menurut National Assosiation in Education for Young
Children (NAEYC) adalah anak yang berbeda pada rentang usia lahir sampai usia

8 tahun (Wikipedia, 2007). Anak usia dini memiliki potensi genetik dan siap untuk
dikembangkan melalui pemberian berbagai rangsangan. Sehingga pembentukan
perkembangan selanjutnya dari seorang anak sangat ditentukan pada masa awal
perkembangan anak.
Sujiono (Dewi Salma dan Eveline Siregar, 2004:351) menjelaskan bahwa
anak usia dini adalah sekelompok anak yang berusia 0-8 tahun yang memiliki
berbagai potensi genetik dan siap untuk ditumbuhkembangkan melalui pemberian
berbagai rangsangan.

Anak usia dini memerlukan banyak sekali informasi untuk mengisi
pengetahuannya

agar

siap

menjadi

manusia

sesungguhnya,

Dengan

mengikutsertakan anak dalam program PAUD. Hasilnya, otak yang merupakan
pusat koordinasi pun bekerja keras menemukan hal-hal baru yang akan menjadi
pengisi memori otak sekaligus menjadi bekal pertumbuhan (Adi Susilo, 2011:13)
Anak usia dini menurut Aisyah (2007:3) adalah anak yang berada pada
rentang 0-8 tahun, yang tercakup didalam program pendidikan ditaman penitipan
anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home ), pendidikan
prasekolah, baik swasta maupun negeri, TK dan SD.
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia enam tahun, usia
ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Sujiono, 2009:7)
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya yang dilakukan oleh orang
dewasa untuk membina anak usia dini melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu tumbuh kembang jasmani dan rohani mulai anak dilahirkan
hingga anak tersebut dianggap matang dalam memecahkan masalahnya supaya
kelak anak tersebut memiliki kesiapan dalam menempuh pendidikan dasar dan
kehidupan pada tahap-tahap selanjutnya.
Mansur (2005:88-89) menyatakan Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu
proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara
menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan motorik, engan memberikan
ransangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik akal
pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Selanjutnya menurut Afia Rosdiana (2006:63) Pendidikan Anak Usia Dini
sangat penting sebagai dasar meletakkan landasan bagi perkembangan hidup
selanjutnya, maka dalam menanamkan konsep-konsep dan nilai-nilai pada anak
harus sesuai dengan pola pertumbuhan dan perkembangannya.

Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah ” golden age” atau masa
emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk
tumbuh dam berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak
sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan yang
bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan tersebut. Apabila anak
diberikan stimulasi secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu
menjalani tugas perkembangan dengan baik.
Masa

kanak-kanak

merupakan

masa

saat

anak

belum

mampu

mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang
bermain pada saat yang bersamaan, ingin menagn sendiri dan sering mengubah
aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, dibutuhkan upaya
pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua asperk perkembangan, baik
perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Potensi anak sangat penting
untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut meliputi penanaman moral dan
agama, kognitif, bahasa, sosioemosional, fisik motorik dan seni.
Kesalahan dalam menanamkan konsep pada masa tumbuh kembang anak usia
dini akan berakibat fatal, sehingga pendidik perlu memahami dan menguasai
tentang konsep pendidikan anak usia dini.
Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini
adalah anak yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan, baik fisik maupun mental.
2.

Karakteristik Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial,

moral dan sebagainya. Menurut Aisyah, (2007:3) karakteristik anak usia dini antara
lain:
a.

Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Anak usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling peka dan

potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini
dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila
pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus bertanya sampai anak
mengetahui maksudnya.
b.

Merupakan pribadi yang unik
Setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor

genetik atau bisa juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal
kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak.
c.

Suka berfantasi dan berimajinasi
Anak usia dini suka membayangkan dan mengembangkan suatu hal melebihi

kondisi yang nyata. Salah satu khayalan anak misalkan kardus, dapat dijadikan anak
sebagai mobil-mobilan.
d.

Masa potensial untuk belajar
Anak sering merasa bosan dengan satu kegiatan saja. Bahkan anak mudah

sekali mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang dianggapnya lebih
menarik.
e.

Menunjukkan sikap egosentris
Anak yang egosentris biasanya lebih banyak berpikir dan berbicara tentang

diri sendiri dan tindakannya yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya,
misalkan anak masih suka berebut mainan dengan teman-teman di lingkungan
sekitarnya.
f.

Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek
Menurut Berg, rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang

memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali hal-hal yang biasa
membuatnya senang.
g.

Sebagai bagian dari makhluk sosial

Melalui bermain ini anak belajar bersosialisasi, apabial anak belum dapat
beradaptasi dengan teman lingkungannya, maka anak-anak akan dijauhi oleh
teman-temannya. Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri dan anak
akan mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain di sekitarnya.
Terdapat beberapa karakteristik anak usia dini menurut Hibama S Rahman
(2002: 43-44), yaitu:
a.

Usia 0 – 1 tahun
Perkembangan fisik pada masa bayi mengalami pertumbuhan yang paling

cepat dibanding dengan usia selanjutnya karena kemampuan dan keterampilan
dasar dipelajari pada usia dini. Kemampuan dan keterampilan dasar tersebut
merupakan modal bagi anak untuk proses perkembangan selanjutnya. Karakteristik
usia bayi adalah sebagai berikut:
1)

Keterampilan motorik antara lain anak mulai berguling, merangkak, duduk,
berdiri dan berjalan,

2)

Keterampilan menggunakan panca indera yaitu anak melihat atau mengamati,
meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukkan setiap
benda ke mulut,

3)

Komunikasi sosial anak yaitu komunikasi dari orang dewasa akan mendorong
dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi

b.

Usia 2 – 3 tahun
Usia ini anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat pada perkembangan

fisiknya. Karakteristik yang dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain:
1)

Anak sangat aktif untuk mengksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya.
Eksplorasi yang dilakukan anak terhadap benda yang ditemui merupakan
proses belajar yang sangat efektif.

2)

Anak mulai belajar mengembangkan kemampuan berbahasa yaitu dengan
berceloteh. Anak belajar berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain
dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.

3)

Anak belajar mengembangkan emosi yang didasarkan pada faktor lingkungan
karena emosi lebih banyak ditemui pada lingkungan.

c.

Usia 4 – 6 tahun
Anak pada usia ini kebanyakan sudah memasuki Taman Kanak-kanak atau

Paud. Karakteristik anak 4-6 tahun adalah:
1)

Perkembangan fisik anak sangat aktif dalam berbagai kegiatan sehingga dapat
membantu mengembangkan otot-otot anak

2)

Perkembangan bahasa semakin baik anak mampu memahami pembicaraan
orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya

3)

Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat ditunjukkan dengan rasa
keingintahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Anak sering bertanya
tentang apa yang dilihatnya,

4)

Bentuk permainan anak masih bersifat individu walaupun dilakukan anak
secara bersama-sama.

d.

Usia 7 – 8 tahun
Berbeda dengan anak usia dibawah 6 tahun, maka karakteristik anak usia 7-8

tahun adalah:
1)

Dalam perkembangan kognitif anak mampu berpikir secara analisis dan
sintesis, deduktif dan induktif ( mampu berpikir bagia per bagian),

2)

Perkembangan sosial, anak mulai ingin melepaskan diri dari orangtuanya.
Anak sering bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebayanya,

3)

Anak mulai menyukai permainan yang melibatkan banyak orang dengan
salaing berinteraksi,

4)

Perkembangan emosi anak mulai berbentuk dan tampak sebagai-bagian dari
kepribadian anak.
Karakteristik anak usia dini merupakan individu yang memiliki tingkat

perkembangan yang relatif cepat merespon (menangkap) segala sesuatu dari

berbagai aspek perkembangan yang ada. Sedangkan karakteristik anak usia dini
menurut Richard D. Kellough (Kuntjojo; 2010) adalah sebagai berikut: a)
Egosentris, b) memiliki curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial, d) The unique
person, e) kaya dengan fantasi, f) daya konsentrasi yang pendek, g) masa belajar

yang paling potensial.
Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam melihat dan memahami
sesuatu cenderung dari sudut pandang dan kepentingan diri sendiri. Anak mengira
bahwa semuanya penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Melalui
interaksi dengan orang lain anak membangun konsep diri sehingga anak dikatakan
sebagai makhluk sosial. Anak memiliki daya imajinasi yang berkembang melebihi
apa yang dilihatnya. Anak juga memiliki daya perhatian yang pendek kecuali
terhadap hal-hal bersifat menyenangkan bagi anak. Berbagai perbedaan yang
dimiliki anak penanganan yang berbeda mendorong pada setiap anak. Pada masa
belajar yang potensial ini, anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan
berkembang dengan cepat.
Kartoni

Kartono dalam Saring Marsudi (2006:6) mendiskripsikan

karakteristik anak usia dini sebagai berikut:
1)

Bersifat egoisantris naif
Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan

pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya
yang masih sempit. Maka anak belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu
peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan orang lain.
2)

Relasi sosial yang primitif
Merupakan akibat dari sifat egoisantris naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan

anak yang belum dapat memisahkan antara dirinya dengan keadaan lingkungan
sosialnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda atau
peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak mulai membangun dunianya
dengan khayalan dan keinginan sendiri.
3)

Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan

Anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi
lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak
terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur
baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspresikannya
secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiasakan anak untuk tidak
jujur.
4)

Sikap hidup yang fisiognomis
Anak bersifat fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak

memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang
dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang
dihadapinya masih menyatu antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat
membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada
disekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang
memiliki jasmani dan rohani seperti dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak usia
dini itu merupakan makhluk sosial yang unik dan kaya dengan potensi. Untuk itu
lingkungan disekitar anak perlu memberi rangsangan, motivasi dan bimbingan agar
potensi yang dimiliki anak dapat berkembang dengan optimal.
3.

Perkembangan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menuntut pendidik yang memiliki

kemampuan professional, social dan pribadi yang baik. Salah satu kemampuan
yang harus dimiliki oleh pendidik adalah memahami perkembangan anak.
Pemahaman karakteristik perkembangan anak memberikan konstribusi terhadap
pendidik

untuk

merancang

kegiatan

menata

lingkungan

belajar,

mengimplementasikan pembelajaran serta mengevaluasikan perkembangan dan
belajar anak.
Dalam hal ini, apapun yang dialami oleh anak pada usia dini diyakini
memiliki efek kumulatif yang akan terbawa dan mempengaruhi perkembangan fisik
dan mental anak selama menjalani kehidupannya.

Oleh karena itu, terdapat beberapa aspek perkembangan AUD, antara lain:
a.

Perkembangan fisik, baik motorik halus maupun motorik kasar.
Yang termasuk motorik halus adalah gerakan kaki dan yang termasuk dalam

motorik kasar adalah langkah kaki anak saat berjalan maupun berlari.
b.

Perkembangan emosional dan sosial
Emosional berkaitan erat dengan segala hal yang berhubungan dengan

perasaan anak, baik saat senang, kesal, gembira, sedih dan lain-lain. Sedangkan
perkembangan sosial disini adalah interaksi anak baik dengan lingkungan maupun
orang-orang yang berada disekitar keberadaan si anak.
c.

Perkembangan Kognitif/ Intelektual
Perkembangan kognitif adalah perkembangan kemampuan anak untuk

menggunakan bahasa.
Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini meliputi:
a.

Anak berkembang secara holistic

b.

Perkembangan terjadi dalam urutan yang beraturan

c.

Perkembangan anak berlangsung pada tingkat yang beragam didalam dan
diantara anak.

d.

Perkembangan baru didasarkan pada perkembangan sebelumnya

e.

Perkembangan mempunyai pengaruh yang bersifat kumulatif
Prinsip-prinsip perkembangan tersebut memberikan implikasi bagi pendidik

dalam menentukan tujuan, memilih bahan ajar, menentukan metode, memilih dan
menggunakan media, serta mengevaluasikan perkembangan dan mendukung
belajar anak secara optimal. Ada beberapa hal yang mendasari munculnya praktek
pembelajaran yang berorientasi perkembangan, antara lain adalah meningkatnya
praktik pembelajaran yang bersifat formal di lembaga-lembaga PAUD, kuatnya
tuntutan dan tekanan orang tua dan masyarakat terhadap pengajaran yang lebih

bersifat akademis, kesalahpahaman masyarakat tentang konsep pendidikan anak
usia dini.
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople
(Aisyah dkk, 2007:1.17-1,23) adalah sebagai berikut:
a.

Perkembangan aspek fisik, social, emosional, kognitif anak saling berkaitan
dan saling mempengaruhi satu sama lain

b.

Perkembangan fisik/ motorik, emosi, social, Bahasa dan kognitif anak terjadi
dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.

c.

Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan
antar bidang perkembangan dari masing-masing fungsi

d.

Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak

e.

Perkembangan anak berlangsung kearah yang makin kompleks, khusus

f.

Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks
social budaya yang majemuk

g.

Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya
tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social dan pengetahuan
yang diperolehnya

h.

Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan
lingkungan fisik maupun lingkungan social

i.

Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional dan
kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak

j.

Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk
mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami
tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang dikuasainya

k.

Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, kinestetik atau gabungan
dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang
berbeda dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya

l.

Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalah dalam komunitas
yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya dan aman secara fisik
dan fisiologis

4.

Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip

(dirjenpaud: 2007), sebagai berikut:
a.

Berorientasi pada kebutuhan anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi pada

kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upauaupaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik
perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik dan
sosioemosional.
b.

Belajar sambil bermain
Bermain merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui bermain anak

diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan dan mengambil
kesimpulan mengenai benda disekitarnya.
c.

Menggunakan lingkungan yang konduksif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa ehingga menarik dan

menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain
d.

Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran

terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan
dapat membangkitkan minat anak dan bersifat konstektual, hal ini dimaksudkan

agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga
pembelajaran menjadi mudah bermanfaat bagi anak.
e.

Menggunakan berbagai kecakapan hidup
Membangun keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses

pembiasaan. Hal ini dimaksud agar anak belajar untuk menolong diri sendiri,
mandiri dan bertanggung jawab serta memiliki disiplin diri.
f.

Menggunakan berbagai media educatif dan sumber belajar
Media dan sumber belajar dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau

bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik/ guru. Pembelajaran bagi anak
usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap dimulai dari konsep yang sederhana.
D.

Metode-Metode Pembelajaran Agama Islam Untuk Anak Usia Dini
Seperti uraian sebelumnya diatas, tidak semua metode cocok diterapkan

dalam program kegiatan anak usia dini. Oleh karena itu metode-metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini adalah sebagai
berikut:
1.

Metode Bermain
Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa

kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang
memberikan kepuasan bagi diri sendiri. Melalui bermain anak memperoleh
pembatasan dan memahami kehidupan. Bermain merupakan kegiatan yang
memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih
ditekankan pada caranya daripada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu.
Sebagaimana dikutip dari buku Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak,
“Bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun
yang dapat dilakukan untuk menstransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama
dengan dunia dewasa.” (Moeslichatoen. R, 2004:24).

Melalui kegiatan bermain yang dilakukan anak, guru akan mendapat
gambaran tentang tahap perkembangan dan kemampuan umum anak. Bentukbentuk bermain antara lain sebagai berikut:
a.

Bermain sosial
Peran guru yang mengamati cara bermain anak akan memperoleh kesan

bahwa partisipasi anak dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya. Masingmasing anak akan menunjukkan derajat berbeda, menurut Parten ‘’Berbagai derajat
partisipasi anak dalam kegiatan bermain, dapat bersifat soliter (bermain seorang
diri), bermain sebagai penonton, bermain paralel. Bermain asosiatif dan bermain
kooperatif (bermain bersama).
b.

Bermain dengan Benda
Piaget mengemukakan bahwa ada beberapa tipe bermain dengan objek yang

meliputi bermain praktis, bermain simbolik. Dan permainan dengan peraturanperaturan. (Soemiarti Patmonodewo, 2003:106).
Bermain praktis adalah bentuk bermain yang pelakunya memakai berbagai
kemungkinan mengeksplorasi objek yang dipergunakan. Misalnya anak bermain
dengan kartu-kartu, kartu-kartu tersebut dapat diletakkan berdiri seolah-olah
menjadi pagar atau dinding. Dalam hal ini dikatakan bahwa anak bermain simbolik.
Dalam bermain simbolik tersebut anak menggunakan daya imajinasinya. Suatu
permainan dapat dimainkan dengan menggunakan peraturan yang dibuat sendiri.
Bagaimana cara anak menggunakan alat permainan dengan peraturan tertentu
tergantung pada kematangan dan pengalaman anak.
c.

Bermain Sosio-Dramatik
Bermain sosio-dramatik banyak diminati oleh para peneliti. Karena bermain

sosio-dramatik mempunyai beberapa elemen yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1)

Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain purapura dengan
melakukan peran orang disekitarnya, dengan menirukan tingkah laku dan
pembicaraannya.

2)

Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan dan
menirukan suara yang sesuai dengan objeknya, misalnya anak menirukan
mobil sambil berlari dan bersuara seperti mobil.

3)

Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya anak bermain
menirukan pembicaraan antara guru dan murid atau antara orang tua dan
anak.

4)

Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya selama
10 menit.

5)

Interaksi. Anak bermain paling sedikit dengan dua orang temannya atau lebih.

6)

Komunikasi verbal. Pada saat bermain disetiap adegan anak melakukan
interaksi denga teman bermainnya.(Soemiarti Patmonodewo, 2003:103-107)
Oleh karena itu metode yang banyak digunakan di PAUD yaitu metode

bermain, karena dengan bermain dapat menjadi motivasi bagi anak didik untuk
belajar serta mempunyai pengaruh yang positif karena anak dapat merasakan
pembelajaran tersebut tidak hanya serius di dalam kelas melainkan juga dapat
dilakukan diluar kelas dengan suasana yang menyenangkan.
2.

Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan

berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu,
yang umumnya berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak seperti
emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat,
dan lain sebagainya.
Pembiasaan menurut Zainal Aqib merupakan upaya yang dilakukan untuk
mengembangkan perilaku anak, yang meliputi perilaku keagamaan, sosial,
emosional dan kemandirian. Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan.
Kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu
yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukan secara berulang-ulang

untuk hal yang sama. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan.
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah
sesuatu yang diamalkan. Metode pembiasaan juga tergambar dalam Al-Qur’an
dalam penjabaran materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara
bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif.
Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia
banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang
sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatankegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya.
Demikian halnya dengan cara mendidik anak. Untuk dapat membina agar
anak mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan menggunakan
penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan
hal-hal yang baik yang diharapkan nanti dia akan memiliki sifat itu, serta menjauhi
sifat tercela.
Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia cenderung untuk melakukan
yang baik dan meninggalkan yang buruk. Maka, semakin kecil umur anak,
hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama dilakukan pada anak,
dan semakin bertambah umur anak, maka hendaknya semakin bertambah pula
penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
pembiasaan berarti cara untuk melakukan suatu tindakan dengan teratur dan telah
terpikir secara baik-baik dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi
suatu kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan.
Namun demikian, dalam setiap metode pembelajaran tentu terdapat kelebihan
dan kekurangan. Sama halnya dengan metode pembiasaan pembiasaan terdapat
kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembiasaan
Kelebihan
a. Dapat menghemat waktu dan tenaga
dengan baik
b. Pembiasaan tidak hanya berkaitan
dengan aspek lahiriah saja tetapi
juga berhubungan dengan aspek
batiniah
c. Pembiasaan dalam sejarah tercatat
sebagai metode yang paling berhasil
dalam pembentukan kepribadian
anak

3.

a.
b.

c.
d.

Kekurangan
Untuk awal-awal pembiasaan, anak
akan merasa bosan melakukannya
Bila suatu kebiasaan sudah
tertanam pada diri anak, sulit untuk
dihilangkan
Anak belum dapat mengidentifikasi
antara yang benar dan salah
Membutuhkan guru yang dapat
dijadikan teladan dan mempunyai
kepribadianyang baik di mata anak

Metode Bercerita
Bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Bercerita juga dapat menjadi media untuk
menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keterlibatan anak terhadap
dongeng yang diceritakan akan memberikan suasana yang segar, menarik dan
menjadi pengalaman yang unik bagi anak.Ada beberapa teknik mendongeng antara
lain: membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi suatu buku sambil
meneruskan bercerita, menceritakan dongeng, dan bercerita dengan menggunakan
boneka. Dengan kata lain dengan bercerita membuat siswa dapat berillustrasi dan
berangan-angan mereka sedang berada di dalam cerita tersebut.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita
Kelebihan
a. Dapat menjangkau anak yang lebih
banyak
b. Waktu yang disediakan dapat
dimanfaatkan dengan efisien dan
efisien
c. Pengaturan kelas menjadi lebih
sederhana
d. Guru dapat menguasai kelas dengan
lebih mudah
e. Secara relative tidak banyak
memerlukan biaya

Kekurangan
a. Anak didik menjadi fasif karena
lebih banyak mendengarkan atau
menerima penjelasan dari guru
b. Kurang merangsang perkembangan
kreativitas dan kemampuan anak
untuk mengutarakan pendapatnya
c. Daya serap atau tangkap anak didik
berbeda dan masih lemah sehingga
sukar memahami tujuan pokok isi
cerita
d. Cepat menumbuhkan rasa terutama
apabila penyajiannya tidak menarik

4.

Metode Keteladanan
Keteladanan dapat diartikan dari dua sudut pandang yaitu secara etimologi

dan terminologi. Secara terminologi keteladanan (uswah) adalah dakwah dengan
memberikan contoh yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan ajaran
Islam. (Yunan Yusuf., 2003:203).
Secara etimologi keteladanan berasal dari kata teladan yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik
untuk dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau
dicontoh.
Metode keteladanan ini merupakan metode pendidikan dan pengajaran
dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru
dan dilaksanakan. Suri tauladan dari para pendidik merupakan faktor yang besar
pengaruhnya dalam pendidikan anak. Pendidik terutama orangtua dalam rumah
tangga dan guru di sekolah adalah contoh ideal bagi anak. Salah satu ciri utama
anak adalah meniru, sadar atau tidak, akan meneladani segala sikap, tindakan, dan
prilaku orangtuanya, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan maupun dalam
pemunculan sikap-sikap kejiwaan, serta emosi, sentimen, dan kepekaan.
Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat
ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau
mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Namun
keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai
alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan
bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan
dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa perilaku
nyata, khususnya ibadah dan akhlak.
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang
paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral,
spiritual, dan sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam
pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau

tidak, bahkan semua keteladanaan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik
dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun
spritual.
Meskipun anak berpotensi besar untuk meraih sifat-sifat baik dan menerima
dasar-dasar pendidikan yang mulia, ia akan jauh dari kenyataan positif dan terpuji
jika dengan kedua matanya ia melihat langsung pendidikan yang tidak bermoral.
Memang yang mudah bagi pendidikan adalah mengajarkan berbagai teori
pendidikan kepada anak, sedang yang sulit bagi anak adalah menpraktekan teori
tersebut jika orang yang mengajarkan dan mendidiknya tidak pernah melakukannya
atau perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya. (Abdulloh Nashih Ulwa,1992: 12).
Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi
titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah
orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk
dari orangtua dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari pakaiannya yang
sopan, tingkah laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan dan penuh
kasih sayang kepada anak. Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak
akan meniru perangai orangtua dan gurunya.
Secara psikologi manusia butuh akan teladan (peniruan) yang lahir dari
ghorizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa yang disebut juga taqlid. Yang
dimaksud peniruan disini adalah hasrat yang mendorong anak, seseorang untuk
prilaku orang dewasa, atau orang yang mempunyai pengaruh. Misalnya dari kecil
anaknya belajar berjalan, berbicara, kebiasaan-kebiasaan lainnya. Setelah anak bisa
berbicara ia akan berbicara sesuai bahasa dimana lingkungan tersebut berada.
Pada dasarnya peniruan menurut Abdurrahman An-Nahlawi, (1996: 283) itu
mempunyai tiga unsur, yaitu:
1.

Keinginan atau dorongan untuk meniru

2.

Kesiapan untuk meniru

3.

Tujuan meniru.

Sedangkan menurut Abd. Aziz Al-Quusyy (1976:279) pada dasarnya
peniruan itu mempunyai dua unsur. Menurut beliau adanya unsur ketiga sudah pasti
jika ada unsur pertama dan kedua. Karena unsur ketiga merupakan bertemunya
unsur pertama dan kedua.
Dalam dunia pendidikan banyak ditemukan keragaman bagaimana cara
mendidik atau membimbing anak, siswa dalam proses pembelajaran formal
maupun non formal (masyarakat). Namun terpenting adalah bagaimana orangtua,
guru, pemimpin untuk menanam rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya
beribadah shalat, puasa, rasa hormat dan patuh kepada orangtua, saling
menghormati atau menghargai sesama dan lain sebagainya. Hal ini agak sulit jika
ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. Untuk merealisasikan tujuan
pendidikan, seorang pendidik dapat saja menyusun sistem pendidikan yang
lengkap, dengan menggunakan seperangkat metode atau strategi sebagai pedoman
atau acuan dalam bertindak serta mencapai tujuan dalam pendidikan. (Ahmad
Tafsir,1992:142).
Namun keteladanan seorang pendidik sangatlah penting dalam interaksinya
dengan anak didik. Karena pendidikan tidak hanya sekedar menangkap atau
memperoleh makna dari sesuatu dari ucapan pendidiknya, akan tetapi justru melalui
keseluruhan kpribadian yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para
pendidiknya (Hadhari Nawawi, 1993: 216).
Dalam pendidikan Islam kosep keteladanan yang dapat dijadikan sebagai
cermin dan model dalam pembentukan kpribadian seorang muslim adalah
keteladanan

yang

dicontohkan

oleh

Rasulullah.

Rasulullah

mampu

mengekspresikan kebenaran, kebajikan, kelurusan, dan ketinggian pada akhlaknya.
Berkaitan

dengan

makna

keteladanan,

Abdurrahman

An-Nahlawi

mengemukakan bahwa keteladanan mengandung nilai-nilai pendidikan yang
teraplikasi, sehingga keteladanan memiliki azas pemdidikan sebagai berikut:
a.

Pendidikan Islam merupakan konsep yang senantiasa menyeruhkan pada
jalan Allah, Dengan demikian, Seseorang pendidik dituntut untuk menjadi

teladan di hadapan anak didiknya. Karena sedikit banyak anak didik akan
meniru apa yang dilakukan pendidiknya (guru).
b.

Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW sebagai
teladan abadi dan aktual bagi pendidikan. Islam tidak menyajikan keteladanan
ini untuk menunjukan kekaguman yang negatif atau perenungan imajinasi
belaka, melainkan Islam meny