Materi 21b Rancangan Penelitian Eksperim

Ran can gan Pe n e litian Ep id e m io lo gi II: Stu d i Eks p e rim e n tal
Ran d o m ize d Co n tro lle d Clin ical Trial ( U ji Klin ik) )

 
Pe n d ah u lu an
Prinsip dasar pengobatan adalah menghilangkan gejala dan juga menyembuhkan
penyakit serta jika mungkin mencegah timbulnya penyakit. Dalam prinsip dasar ini
tercakup pula ketentuan bahwa manfaat klinik obat yang diberikan harus melebihi risiko
yang mungkin terjadi sehubungan dengan pemakaiannya. Untuk dapat menilai secara
objektif kemanfaatan dan keamanan suatu obat diperlukan pengetahuan mengenai
metodologi uji klinik, yaitu suatu perangkat metodologi ilmiah untuk menilai
kemanfaatan klinik suatu obat perlakuan (intervensi) terapetik tertentu dengan
memperhatikan faktor-faktor yang dapat memberi pengaruh yang tidak dikehendaki
(adverse effect) baik individual maupun populasi.
Dalam topik ini akan dibahas latar belakang, tujuan, tahap-tahap uji klinik dan
komponen-komponen yang tercakup dalam penelitian/uji klinik. Dengan menguasai
materi topik ini, peserta akan memeroleh informasi yang bermanfaat untuk menilai
secara kritis kemanfaatan dan keamanan suatu obat baru.
Dalam praktek sehari-hari seorang dokter akan selalu dihadapkan pada keadaan di
mana harus memilih dan menentukan alternatif terbaik bagi pasien. Keputusan yang
diambil tidak saja didasarkan atas pertimbangan klinis saja tetapi juga berbagai faktor

yang akan mempengaruhi proses terapetik. Jika pengobatan menjadi salah satu atau
bahkan satu-satunya alternatif terapi yang diputuskan, maka diperlukan pertimbangan
yang seksama untuk memilih obat yang sesuai yang memberi kemanfaatan maksimal
dan risiko efek samping yang sekecil-kecilnya. Untuk menelaah kemanfaatan suatu obat
diperlukan dasar-dasar mengenai uji klinik, yaitu suatu metode yang digunakan untuk
menilai kemanfaatan suatu hasil pengobatan atau bentuk intervensi lainnya. Dengan
kata lain, uji klinik merupakan suatu metode pengujian yang dilakukan untuk melihat

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

1

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

kemanfaatan suatu obat atau intervensi dibandingkan dengan obat standard atau
intervensi lain yang sudah terbukti kemanfaatannya secara ilmiah.
Informasi mengenai uji klinik ini sangat diperlukan, mengingat dalam praktek seharihari seorang dokter akan selalu dihadapkan pada bermacam-macam pilihan obat mulai
dari yang sudah terbukti kemanfaatannya hingga obat-obat baru yang kadang indikasi
pemakaian dan efek farmakologiknyapun masih perlu dipertanyakan. Sementara
informasi yang datang dari pabrik obat umumnya lebih banyak bersifat sepihak (dalam

arti lebih mempertimbangkan segi pemasaran dan bisnis), seorang praktisi medik
dituntut untuk dapat menilai suatu obat baru secara objektif. Dengan mengetahui dan
memahami metodologi uji klinik, kita akan lebih bijaksana dalam menilai kemanfaatan
suatu obat baru secara ilmiah/objektif dengan mempertimbangkan segi manfaat dan
risiko serta lebih mengutamakan kepentingan pasien.

II. TAH AP-TAH AP U JI KLIN IK
Sebelum suatu obat dapat digunakan secara luas perlu dilakukan pengujian melalui
berbagai tahap. Tahap-tahap uji klinik yang harus dilalui oleh setiap obat atau intervensi
adalah:
1.

U ji K lin ik Fa s e I
Pada uji klinik fase I untuk pertama kalinya obat yang diujikan diberikan pada
manusia (sukarelawan sehat), baik untuk melihat efek farmakologik maupun efek
samping. Secara singkat tujuan uji klinik pada fase ini adalah:

¾ melihat kemungkinan adanya efek samping dan toleransi subjek terhadap
obat yang diujikan


¾ menilai hubungan dosis dan efek obat

¾ melihat sifat kinetika obat yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi.
Dengan melakukan uji klinik fase I ini kita akan memperoleh informasi mengenai
dosis, frekuensi, cara dan berapa lama suatu obat harus diberikan pada pasien
agar diperoleh efek terapetik yang optimal dengan risiko efek samping yang
sekecil-kecilnya. Informasi yang diperoleh dari uji klinik fase I ini diperlukan
sebagai dasar untuk melakukan uji klinik fase berikutnya (fase II).

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

2

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

2.

U ji k lin ik fa s e II
Bertujuan untuk m elihat kem ungkinan efek terapetik dari obat yang diujikan.

Pada tahap ini uji klinik dilakukan secara terbuka tanpa kontrol (uncontrolled
trial). Mengingat subjek yang digunakan terbatas, hasil dan kesimpulan yang
diperoleh belum dapat digunakan sebagai bukti adanya kemanfaatan klinik obat.

3.

U ji k lin ik fa s e III
Dalam tahap ini obat diuji atas dasar prinsip-prinsip metodologi ilmiah yang
ketat. Mengingat hasil yang diperoleh dari uji klinik fase III ini harus m em beri
kesim pulan definitif m engenai ada/ tidakny a kem anfaatan klinik obat, maka
diperlukan metode pembandingan yang terkontrol (controlled clinical trial). Di
sini obat yang diuji dibandingkan dengan obat standard yang sudah terbukti
kemanfaatannya (kontrol positif) dan/atau plasebo (kontrol negatif).

4.

U ji k lin ik fa s e IV ( p o s t m a r k e t in g s u r v e illa n ce )
Uji tahap ini dilakukan beberapa saat setelah obat dipasarkan/digunakan secara
luas di masyarakat. Uji ini bertujuan untuk mendeteksi adanya efek samping
yang jarang dan serius (rare and serious adverse effects) pada populasi serta efek

samping lain yang tidak terdeteksi pada uji klinik fase I, II dan III.

III. KOMPON EN -KOMPON EN U JI KLIN IK
Bukti ilmiah adanya kemanfaatan klinik suatu obat tidak saja didasarkan pada hasil yang
diperoleh dari uji klinik tetapi juga perlu mengingat faktor-faktor lain yang secara
objektif dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu uji klinik. Idealnya, suatu uji klinik
hendaknya mencakup beberapa komponen berikut,
1.

Seleksi/pemilihan subjek

2.

Rancangan

3.

Perlakuan pengobatan yang diteliti dan pembandingnya

4.


Pengacakan perlakuan

5.

Besar sampel

6.

Penyamaran (blinding)

7.

Penilaian respons

8.

Analisis data

9.


Protokol uji klinik

10.

Etika uji klinik

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

3

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

1.

Se le k s i/ p e m ilih a n s u b je k
Dalam uji klinik harus ditentukan secara jelas kriteria-kriteria pemilihan pasien,
yakni:
a.


Krite ria p e m as u kan ( in clu s io n cr it e r ia ), yakni syarat-syarat yang
secara mutlak harus dipenuhi subjek untuk dapat diikutsertakan dalam
penelitian. Meliputi antara lain kriteria diagnostik, baik klinis (termasuk
gejala dan tanda-tanda penyakit) maupun laboratoris, derajat penyakit
(mis. Ringan, sedang atau berat), asal pasien (hospital atau com m unity based), umur dan jenis kelamin

b.

Krite ria p e n ge cu alian ( e xclu s io n cr it e r ia ) , merupakan kriteria
yang tidak memungkinkan diikutsertakannya subjek-subjek tertentu
dalam penelitian. Sebagai contoh adalah wanita hamil. Hampir sebagain
besar uji klinik obat tidak memasukkan wanita hamil sebagai subjek
mengingat pertimbangan risiko yang mungkin lebih besar dibanding
manfaat yang didapat. Subjek-subjek yang mempunyai risiko tinggi
terhadap pengobatan/perlakuan uji juga secara ketat tidak dilibatkan
dalam penelitian.

Dalam pemilihan pasien hendaknya ditetapkan bahwa kriteria diagnostik yang
dipilih benar-benar merupakan indikasi utama pamakaian obat yang diujikan.


2.

R a n ca n g a n u ji k lin ik
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari suatu uji klinik perlu disusun
rancangan (design) penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dan etis dengan tetap mengutamakan segi keselamatan dan kepentingan pasien.
Rancangan uji klinik di sini dimaksudkan untuk uji klinik fase III, yang secara
garis besar m em bandingkan dua atau lebih perlakuan/ pengobatan untuk
melihat kemanfaatan relatif maupun absolut suatu obat baru dengan
menggunakan satu (atau lebih) parameter pengukuran. Dua rancangan uji klinik
yang baku dan umum digunakan, yakni rancangan paralel/ rancangan antar
subjek (Random ized Controlled Trial/ RCT-Parallel Design) dan rancangan
silang/ rancangan sam a subjek (RCT-cross-over design). Berikut dijelaskan
secara ringkas kedua jenis rancangan tersebut.

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

4

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental


1. Ran can gan p arale l/ ran ca n ga n a n tar s u bje k ( RCT-p aralle l d e s ign )
Prinsip dasar rancangan ini yakni, secara acak subjek-subjek yang dilibatkan
dalam penelitian dibagi ke dalam dua atau lebih kelompok pengobatan. Jumlah
subjek dalam tiap-tiap kelompok pengobatan harus seimbang atau sama.
Masing-masing kelompok akan memperoleh pengobatan/perlakuan yang
berbeda, sesuai dengan jenis obat/perlakuan yang diujikan. Selanjutnya hasil
pengobatan pada masing-masing kelompok dibandingkan (Gambar 1)

Pengobatan A
Memenuhi
kriteria

pasien

pengacakan
Pengobatan B

Gambar 1 Rancangan Paralel


2 . Ran ca n gan s ila n g/ ran ca n ga n s a m a s u bje k ( RCT-cro s s -o ve r d e s ign )
Pada

rancangan

ini

setiap

subjek

akan

memperoleh

semua

bentuk

pengobatan/perlakuan secara selang-seling yang ditentukan secara acak. Untuk
menghindari kemungkinan pengaruh obat/perlakuan yang satu dengan yang
lainnya, setiap subjek akan memperoleh periode bebas pengobatan (w ashen-out
period) (Gambar 2). Rancangan ini hanya dapat dilakukan untuk penyakitpenyakit yang bersifat kronik dan stabil, seperti missalnya rematoid artritis dan
hipertensi.

Pasien

Memenuhi
kriteria

P
E
N
G
A
C
A
K
A
N

Obat A

Obat B

Gambar 2 Rancangan Cross-over

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

W
A
S
H
E
D
O
U
T

Obat B

Obat A

5

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

3.

Je n is p e rlaku an ata u p e n go ba tan p e m ba n d in gn ya
Dalam uji klinik, jenis perlakuan/pengobatan dan pembandingnya harus
didefinisikan secara jelas. Informasi yang perlu dicantumkan meliputi jenis obat
dan formulasinya, dosis dan frekuensi pengobatan, waktu dan cara pemberian
serta lamanya pengobatan dilakukan. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
uji klinik dan keberhasilan pengobatan, hendaknya dipertimbangkan segi-segi
teknis yang berkaitan dengan ketaatan pasien (patients com pliance) serta
ketentuan-ketentuan lain yang diberlakukan selama uji klinik. Sebagai contoh
disini adalah jika frekuensi pemberian terlalu sering (misalnya lebih dari 4
kali/hari) maka kemungkinan ketaatan pasien juga semakin berkurang.
Penjelasan lain mengenai obat-obat apa yang boleh dan tidak boleh diminum
selama uji berlangsung. Perlakuan pembanding juga harus dijelaskan, apakah
pembanding

positif

(obat

standard

yang

telah

terbukti

secara

ilmiah

kemanfaatannya) atau negatif (plasebo). Mengingat bahwa plasebo bukanlah
obat, dalam arti tidak memberi efek terapetik, maka pemberian plasebo tidak
dianjurkan untuk penyakit-penyakit yang dapat berakibat fatal dan serius.
Yang perlu di garisbawahi di sini adalah bahwa pembanding positif hendaknya
merupakan obat pilihan pertama (drug of choice) dari indikasi yang dimaksud.
Sebagai contoh, jika obat baru yang diuji diindikasikan untuk mengobati tifus
abdominalis, maka pembandingnya (kontrol positif) adalah khloramfenikol (drug
of choice untuk tifus).

4.

Pe n gacaka n ( ra n d o m is as i) p e rlaku an
Randomisasi atau pengacakan perlakuan mutlak diperlukan dalam uji klinik
terkendali

(random ized-controlled

trial-RCT),

dengan

tujuan

utama

menghindari bias (pracondong). Dengan pengacakan sebelum uji klinik maka,

¾ setiap subjek (pasien) akan memperoleh kesempatan yang sama dalam
mendapatkan perlakuan/pengobatan. Dengan kata lain setiap subjek
mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan obat uji atau
pembandingnya.

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

6

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

¾ Subjek-subjek yang memenuhi kriteria pemasukan akan terbagi sama rata
dalam tiap kelompok perlakuan, di mana ciri-ciri subjek dalam satu
kelompok perlakuan, di mana ciri-ciri subjek dalam satu kelompok
praktis seimbang.
Dengan adanya pengacakan sebelum perlakuan/uji klinik maka penilaian
kemanfaatan obat uji dan pembandingnya dapat dijamin seobjektif mungkin.

5.

Be s ar s am p e l
Salah satu pertanyaan penting yang perlu dipertimbangkan dalam uji klinik
adalah besar sampel atau jumlah subjek yang diperlukan dalam uji klinik.
Beberapa faktor berikut perlu dijadikan salah satu pertimbangan dalam
penentuan jumlah sampel.
1. Derajat kepekaan uji klinik
Jika diketahui bahwa perbedaan kemaknaan klinis antara 2 obat yang diuji
tidak begitu besar, maka diperlukan jumlah sampel yang besra.
2. Keragaman hasil
Makin kecil keragaman hasul uji antar individu dalam kelompok yang sama,
maka makin sedikit jumlah subjek yang diperlukan,
3. Derajat kebermaknaan statistik
Makin besar kebermaknaan statistik yang diharapkan dari uji klinik, maka
makin besar pula jumlah subjek yang diperlukan.
Salah satu contoh cara penghitungan besar sampel antara lain, apabila kita ingin
membandingkan 2 jenis obat, A dan B di mana diperkirakan bahwa prosentase
kesembuhan setelah pemberian obat A adalah 90%, sementara prosentase
kesembuhan pada pemberian obat B 70%. Dengan menentukan (kesalahan tipe I)
dan (kesalahan tipe II), maka digunakan cara penghitungan bb,
Di mana,

n (per group) =

P1 x (100 - P1) + P2 x (100 - P2)
x f (α , β )
(P1 - P2) 2

N

= jumlah sampel per perlakuan

P1

= prosentase kesembuhan yang diharapkan dari perlakuan 1 yakni 95%

P2

= prosentase kesembuhan yang diharapkan dari perlakuan 2 yakni 90%
= kesalahan tipe I, misalnya 0,05
= kesalahan tipe II, misalnya 0,1

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

7

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

f(

)

Kesalahan
Tipe I
0,01
0,02
0,05
0,1

=

10,5 (dapat dilihat pada tabel berikut)

Kesalahan tipe II
0,05

0,1

0,2

0,5

17,8
15,8
13,0
10,8

14,9
13,0
10,5
8,6

11,7
10,0
7,9
6,2

6,6
5,4
3,8
2,7

Maka jumlah sampel per perlakuan yang diperlukan adalah,

n (per group) =
=

95 x (100 - 95) + 90 (100 - 90)
(95 - 90) 2
95 x5 + 90 x10
(5) 2

x 10,5

x 10,5

= 578 pasien
Sehingga jumlah sampel keseluruhan = 578 x 2 = 1156 atau dibulatkan menjadi
1200

6.

Pe n yam a ran / p e m bu taan ( b lin d in g )
Yang dimaksud dengan penyamaran di sini adalah merahasiakan bentuk terapi
yang diberikan. Dengan penyamaran, maka pasien dan/atau pemeriksa tidak
mengetahui yang mana obat yang diuji dan pembandingnya dibuat sama. Tujuan
utama penyamaran ini adalah untuk menghindari ‘bias’ (pracondong) pada
penilaian respons terhadap obat yang yang diujikan. Penyamaran dapat dilakukan
secara:

¾ Single blind, jika identitas obat tidak diberitahukan pada pasien.

¾ Double blind, jika baik pasien maupun dokter pemeriksa tidak diberitahu obat
yang diuji maupun pembandingnya.

¾ Triple blind, jika pasien, dokter pemeriksa maupun individu yang melakukan
analisis tidak diberitahu identitas obat yang diuji dan pembandingnya

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

8

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

Dengan teknik penyamaran/pembutaan ini bukan berarti tidak ada kontrol
terhadap pelaksanaan uji klinik. Kesehatan dan keselamatan pasien tetap dipantau
sepenuhnya oleh penanggung jawab medik, sehingga sewaktu-waktu terjadi halhal yang tidak diharapkan (adverse effect) dapat segera dilakukan penanganan
secara medik.

7.

Pe n ilaian re s p o n s
Penilaian respons pasien terhadap proses terapetik yang diberikan harus bersifat
objektif, akurat dan konsisten. Oleh sebab itu respons yang hendak diukur harus
didefinisikan secara jelas. Sebagai contoh jika yang diuji obat antihipertensi, maka
penurunan tekanan darah hendaknya diukur secara objektif (dengan alat ukur yang
sama, misalnya sphigmomanometer air raksa dengan satuan mmHg) oleh
pemeriksa yang sama, dan dengan metode serta kondisi yang sama pula.
Empat kategori utama yang umum digunakan untuk menilai respons terapetik
adalah:
1.

Penilaian awal (baseline assessm ent) sebelum perlakuan.
Sesaat sebelum uji dilakukan, keadaan klinis hendaknya dicatat secara seksama
berdasarkan parameter-parameter yang telah disepakati. Sebagai contoh adalah
tekanan darah, yang hendaknya telah diukur sesaat sebelum uji klinik dimulai.

2.

Kriteria-kriteria utama respons pasien
Di sini indikasi utama pengobatan merupakan kriteria utama yang harus dinilai.
Jika yang diuji obat analgetik-antipiretika, maka kriteria utama penilaian
adalah penurunan panas, terjadi tidaknya kejang atau gejala lain sebagai
manifestasi demam, dan sebagainya.

3.

Kriteria tambahan
Suatu uji klinik tidak saja menilai kemanfaatan suatu obat/perlakuan, tetapi
juga menilai segi keamanan pemakaiannya. Untuk itu diperlukan kriteria
tambahan. Dengan kriteria tambahan. Dengan kriteria tambahan ini kita dapat
menilai apakah obat yang diuji di samping memberi kemanfaatan klinis yang
besar juga terjamin keamanannya. Kriteria tambahan ini umumnya berupa efek

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

9

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

samping, mulai derajat ringan sampai berat, baik yang mengancam kehidupan
(life threatening) maupun tidak.
4.

Pemantauan pasien
Mengingat keberhasilan uji klinik (secara khusus) maupun terapetik (secara
umum) akan sangat ditentukan oleh ketaatan pasien, maka faktor-faktor yang
mempengaruhi ketaatan pasien untuk berperan serta dalam penelitian
hendaknya dapat dikontrol sebaik mungkin.

8.

An alis is d an in te rp re tas i d ata
Analisis data dan interpretasi hasil suatu uji klinik sangat tergantung pada metoda
statistika yang digunakan. Sebagai contoh, jika kriteria untuk penilaian hasil
diekspresikan dalam bentuk “ya” atau “tidak” (misalnya sembuh-tidak sembuh;
hidup-mati; berhasil-gagal) maka salah satu uji statistikanya adalah kai kuadrat
(Chi-square). Untuk menguji ada tidaknya perbedaan angka rata-rata (m ean) antara
2 kelompok uji, maka digunakan uji-t (student t-test). Metoda statistika yang akan
digunakan untuk analisis data uji klinik harus sudah disiapkan saat pengembangan
protokol (protocol developm ent), untuk menghindari ketidaktepatan uji statistika
dan interpretasi hasil.
Satu hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam penilaian terhadap hasil uji klinik
adalah apakah kebermaknaan statistik yang diperoleh dapat juga diartikan sebagai
bermakna secara klinik? Sebagai contoh: suatu uji klinik membandingkan
kemanfaatan klinik obat antihipertensi A dan B. Diperoleh hasil bahwa obat A
menyebabkan penurunan tekanan sistolik rata-rata sebesar 5 mmHg, sedang obat B
menurunan rata-ratanya 10 mmHg. Secara statistik, keduanya berbeda bermakna.
Tetapi jika dilihat bahwa tekanan sistolik rata-rata pasien sebelum uji adalah 180
mmHg, apakah perbedaan ini juga bermakna secara klinik?
Hal ini hendaknya diinterpretasikan secara hati-hati, dengan melihat antara lain
distribusi

ciri-ciri

pasien

pada

kedua

kelompok

(sebanding

atau

tidak),

perbandingan jumlah subjek yang mengalami efek samping, kemungkinan bias pada
penilaian respons dan sebagainya.

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

10

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

9.

Pro to ko l u ji klin ik
Protokol uji klinik diperlukan sebagai,

¾ Petunjuk pelaksanaan uji klinik (operations m anual), yang mencakup
penjelasan mengenai prosedur dan tatalaksana penelitian hingga cara penilaian
hasil serta analisis data.

¾ Rancangan ilmiah (scientific design), yang terutama mencakup latar belakang,
tujuan khusus, kepentingan uji klinik hingga rancangan uji dan dasar ilmiah
penggunaan rancangan yang bersangkutan.
Kerangka protokol uji klinik idealnya mencakup hal-hal berikut:

10 .

1.

Latar belakang dan tujuan umum

2.

Tujuan khusus

3.

Kriteria pemilihan pasien

4.

Prosedur dan tatalaksana perlakuan

5.

Kriteria penilaian respons

6.

Rancangan uji

7.

Pencatatan/pendaftaran dan randomisasi subjek

8.

Persetujuan tertulis dari pasien (w ritten inform ed-consent)

9.

Besar sampel yang diperlukan

10.

Pemantauan pelaksanaan uji klinik

11.

Formulir pencatatan dan pengelolaan data

12.

Penyimpangan protokol

13.

Rencana analisis statistika

14.

Administrasi

Etika u ji klin ik
Setiap uji klinik perlu memegang prinsip-prinsip dasar etika penelitian yang
secara garis besar menjamin bahwa segi kesehatan dan keselamatan pasien akan
menjadi pertimbangan dan perhatian utama penelitian. Dengan kata lain, tujuan
uji klinik lebih diutamakan bagi kepentingan pasien daripada sekedar uji coba
obat.

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

11

Rancangan Penelitian Epidemiologi I I : Studi Eksperimental

Etika uji klinik antara lain mencakup hal-hal berikut:

¾ Protokol uji klinik yang diusulkan telah mendapat ijin kelaikan etik (ethical
clearance) dari komisi etik penelitian biomedik pada manusia di institusi
setempat.

¾ Menjamin kebebasan pasien untuk ikut serta secara sukarela atau menolak
atau berhenti sewaktu-waktu dari penelitian.

¾ Menjamin kesehatan dan keselamatan pasien sejak awal, selama dan sesudah
penelitian.

¾ Keikutsertaan pasien dalam uji klinik harus dinyatakan secara tertulis
(w ritten-inform ed consent).

¾ Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang diperoleh dari
pasien.

IV.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Buning JE and Hennekens CH. Methodology of Intervention Trials in
Individuals. In: R Detels, WW Holand, J McEwen, GS Omenn. Oxford Text Book
of Public Health. 3rd Ed Volume 2. New York, Oxford University Press,
1997;pp:585-595

2.

Duncan RA. Controlling Use of Antimicrobial Agents. In: LA Herwladt and MD
Decker (Eds). A Practical Handbook for Hospital Epidemiologist, Thorofare (NJ),
Slack, 1998;pp:59-78

3.

Fisher LD. Advance in Clinical Trials in the Twentieth Century. Annu Rev Public
Health, 1999;20:109-124

4.

Saphiro S. Randomizzed Controlled Clinical Trials in Health Service Research. In:
HK Amenian and S Saphiro. Epidemiology and Health Services. New York (NY),
Oxford University Press, 1998;pp:135-156

Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

12