Hubungan Aiag Score Dengan Besar Varises Esofagus Secara Endoskopi Pada Penderita Sirosis Hati

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirosis Hati
2.1.1 Definisi
Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani,
yang berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi. Istilah
sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. 20,21 Definisi
sirosis berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) adalah suatu proses difus
yang ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi
struktur nodul abnormal yang tidak memiliki organisasi lobular yang normal.22
Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 23 Banyak bentuk
kerusakan hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan
berlebihan matriks ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan)
dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun
pada sebagian besar penderita sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.21
Progresifitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai beberapa tahun.20,21,24


2.1.2 Epidemiologi
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian
utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
kematian di AS. Banyak penderita yang meninggal pada dekade keempat atau
kelima kehidupan mereka akibat penyakit ini. 20,21 Setiap tahun, 2000 kematian
tambahan dikaitkan dengan kegagalan hati fulminan (KHF). KHF disebabkan
hepatitis virus (misalnya, hepatitis A dan

B), obat-obatan (misalnya

5
Universitas Sumatera Utara

6

asetaminofen), racun (misalnya Amanita phalloides, yellow death cap mushroom),
hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau berbagai etiologi lainnya. Penyebab
kriptogenik bertanggung jawab atas sepertiga dari kasus fulminan. Penderita

dengan sindrom KHF memiliki tingkat kematian 50-80% kecuali mereka
memperoleh transplantasi hati.21
Menurut WHO, pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat manusia menderita
sirosis hati. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia
dan setiap tahunnya kejadian baru sirosis hati bertambah 3-4 juta orang.22 Angka
prevalensi penyakit sirosis hati di Indonesia, secara pasti belum diketahui, namun
dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia berdasarkan
diagnosis klinis saja didapati prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal
penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6-8,4% di Jawa dan Sumatera,
sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata
prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh penderita yang dirawat di bangsal penyakit
dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh penderita penyakit hati yang dirawat.
Kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita
dengan perbandingan 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun (rentang usia 13-88 tahun)
dengan kelompok terbanyak antara usia 40-50 tahun.25

2.1.3 Etiologi dan patogenesis
Terdapat banyak penyebab sirosis hati, beberapa diantaranya

jarang


terjadi, bahkan muncul di masa kecil (misalnya air minum dari pipa tembaga).
Sirosis merupakan penyakit yang diperoleh atau berbasis genetika. Penentuan
etiologi pada tindakan diagnosis dini harus selalu menjadi prioritas, karena dapat
membantu pengobatan dan juga prognosis. Dengan menggabungkan data klinis
biokimia, histologi, dan epidemiologi penyebab sirosis sebagian besar dapat
ditentukan. Pada masa lalu penyakit hati alkohol merupakan penyebab sirosis
yang paling menonjol di Amerika Serikat. Akhir-akhir ini hepatitis C mulai
meningkat jumlahnya sebagai penyebab utama hepatitis kronik maupun sirosis
secara nasional. Di Indonesia, banyak penelitian menunjukkan bahwa hepatitis B
dan C merupakan penyebab sirosis yang lebih menonjol dibanding penyakit hati

Universitas Sumatera Utara

7

alkoholik.25 Banyak kasus sirosis kriptogenik ternyata disebabkan penyakit
perlemakan hati non-alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease , NAFLD). Bila
kasus-kasus sirosis kriptogenik diteliti, ternyata banyak penderita menunjukkan
satu atau lebih faktor resiko klasik NAFLD seperti : obesitas, diabetes, dan

hipertrigliseridemia. Diduga steatosis berkurang pada beberapa hati penderita,
sementara fibrosis hatinya justru berkembang dengan progresif. Ini yang membuat
diagnosis histologi dari NAFLD menjadi sulit.21,24,26 Sepertiga orang Amerika
mempunyai NAFLD, sekitar 2-3% orang Amerika menunjukkan steatosis nonalkoholik (non-alcoholic steatohepatitis, NASH), yang deposisi lemaknya dalam
hepatosit mengalami komplikasi berupa peradangan atau inflamasi hati dan
fibrosis. Diperkirakan 10% penderita NASH dikemudian hari berkembang menjadi
sirosis. NAFLD dan NASH telah diperkirakan akan menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat utama pada dekade mendatang.21,24
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%),
penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%),
kriptogenik (18%), hepatitis B yang bersamaan hepatitis D (15%), dan penyebab
lain (5%).21,27 Penyebab lain penyakit hati menahun dan sirosis : hepatitis
autoimun, sirosis bilier primer, sirosis bilier sekunder (berhubungan dengan
obstruksi saluran empedu ekstrahepar menahun), kolangitis sklerosing primer,
hemokromatosis,

penyakit

Wilson,


defisiensi

α-1

antitripsin,

penyakit

granulomatosa (contoh : sarkoidosis), penyakit glycogen storage type IV, hepatitis
imbas obat (contoh : metotreksat, α-metildopa, amiodaron), obstruksi aliran vena
(contoh: sindrom Budd-Chiari, penyakit veno-oklusif), gagal jantung kanan
kronik dan regurgitasi trikuspid.21,26,27
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel-sel stelata yang
berada dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi
matriks ekstraseluler. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel-sel
hepatosit, sel-sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.
Sebagai contoh: peningkatan kadar TGF -1 dijumpai pada penderita dengan

hepatitis C kronik dan sirosis. TGF  -1 selanjutnya akan merangsang sel-sel


Universitas Sumatera Utara

8

stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe I. 20,21 Peningkatan deposisi
kolagen dalam ruang Disse (ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan
ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stelata
yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid
oleh sel-sel stelata dapat memicu terjadinya hipertensi portal. 20,21,28

Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati.20
Etiology
Infection
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D
Toxins
Alcohol
Cholestasis

Primary biliary cirrhosis
Secondary biliary cirrhosis
Primary sclerosing
cholangitis
AutoImmune
Autoimmune hepatitis

Vascular
Cardiac cirrhosis
Budd-chiari syndrome
Sinusoidal obstruction syndrome
Metabolic
Hemochromatosis
Wilson disease

Alpha-1 antitrypsin
Deficiency
NASH
Cryptogenic


Diagnostic evaluation

HBsAg, anti-HBs, anti-HBc, HBV DNA
Anti-HCV, HCV RNA
Anti-HDV
History, AST/ALT ratio, liver biopsy
AMA, IgM, liver biopsy
MRCP, ERCP, liver biopsy
MRCP, ERCP, liver biopsy

ANA, IgG level smooth muscle antibodies, liverkidney microsomal antibodies, liver biopsy

Echocardiogram, liver biopsy
CT, USG, MRI/MRA
History of offending drug use, liver biopsy

Iron studies, HFE gene mutation, liver biopsy
Serum and urinary copper, ceruloplasmin, slit
lamp eye examination, liver biopsy
Alpha-1 antitrypsin level, protease inhibitor

type, liver biopsy
Liver biopsy
Exclude NASH, drugs

ALT, alanine aminotransferase; AMA, antimitochondrial antibodies; ANA, antinuclear
antibodies; anti-HBc, antibody to hepatitis B core antigen; anti-HBs, antibody to hepatitis B
surface antigen; anti-HCV, antibody to hepatitis C virus; anti-HDV, antibody to hepatitis D

Universitas Sumatera Utara

9

virus; AST, aspartate aminotransferase; CT, computed tomography; ERCP, endoscopic
retrograde cholangiopancreatography; HBsAg, hepatitis B surface antigen; IgG,
immunoglobulin G; IgM, immunoglobulin M; MRA, magnetic resonance angiography; MRCP,
magnetic resonance cholangiopancreatography; MRI, magnetic resonance imaging; NASH,
nonalcoholic steatohepatitis; US, ultrasonography

2.1.4 Manifestasi klinis
Keluhan subjektif dari penderita sirosis bersifat non karakteristik dan

ambigu. Kelelahan dikeluhkan sekitar 60-80% penderita, gangguan tidur
(mungkin disebabkan oleh gangguan irama melatonin), keluhan gangguan saluran
cerna (50-60%), dan gangguan mental kadang dikeluhkan oleh penderita.29
Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain
adalah: kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal,
mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan
produksi faktor-faktor pembeku darah).20,21,30 Myelopati hepatis dengan
paraparesis spastic jarang terjadi, umumnya terdapat pada tahap lanjut dari

sirosis. Gejala dari neuropati perifer juga terjadi. Kadang terjadi meteorismus dan
pada beberapa kasus timbul asites. Takikardia, hipotensi, dan murmur sistolik
yang menunjukkan sirkulasi hiperdinamik juga dapat terjadi. Spider naevi
menunjukkan gangguan yang signifikan pada sirkulasi sistemik dan pulmoner.
Murmur dapat terdengar pada area umbilical (sindroma Cruveilhier-Baumgarten).
Laki-laki dapat menampakkan gejala feminisasi, sedangkan wanita menunjukkan
gejala hipogonadisme.29
Penderita sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat
komplikasi dari sirosis hati tersebut. Pada beberapa penderita, komplikasi ini
dapat menjadi gejala pertama yang membawa penderita pergi ke dokter. Penderita
sirosis dapat tetap dalam kondisi kompensata selama bertahun-tahun sebelum

berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari
timbulnya bermacam komplikasi, seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau
ensefalopati. Ikterus terjadi karena kegagalan fungsi hati, dan pengobatan
terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali penderita mendapat
transplantasi.20,21,27,30

Universitas Sumatera Utara

10

Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan
perdarahan varises: stadium 1 (tidak ada varises, tidak ada asites), stadium 2 (ada
varises tanpa asites), stadium 3 (asites dengan atau tanpa varises), dan stadium 4
(perdarahan dengan atau tanpa asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam
kelompok sirosis kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis
dekompensata.11

2.1.5 Diagnosis
Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi
hati. Namun biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius meskipun sangat
jarang. Diagnosis kemungkinan sirosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, maupun pemeriksaan
pencitraan. Bila diagnosis sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan
untuk menentukan beratnya sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan
lain juga dapat dibuat untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
sirosis seperti: ANA (Anti-nuclear antibody), ASMA (Anti-smooth muscle
antibody), AMA (Anti-mitochondrial antibody) yang juga dapat ditemukan pada

darah penderita hepatitis autoimun atau sirosis bilier primer. 11,20,21,27,30 Penilaian
atau klasifikasi tingkat keparahan sirosis diukur dengan menggunakan skor ChildPugh.13

Tabel 2.2 Klasifikasi Child-Pugh20

Parameter
Asites
Ensefalopati
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (mg/L)
Waktu Prothrombin

1

Skor
2

3

tidak ada
tidak ada
< 2,0
> 3,5
1-3

ringan
ringan/sedang
2-3
2,8-3,5
4-6

sedang/berat
sedang/berat
> 3,0
< 2,8
> 6,0

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 2.2 Lanjutan
Skor total
5-6
7-9
10-15

Kelas Child Pugh
A
B
C

2.2 Varises Esofagus
2.2.1 Definisi
Penderita sirosis hati yang memiliki varises esofagus yang besar akibat
hipertensi portal beresiko 25-35% mengalami perdarahan serta 15-20 % beresiko
kematian pada setiap episode perdarahan. Tingkat kematian bergantung kepada
keadaan umum penderita dan beratnya perdarahan.20 Varises esofagus merupakan
kolateral portosistemik yang terbentuk setelah adanya dilatasi saluran pembuluh
darah vena mulai dari distal esofagus akibat hipertensi portal. Varises esofagus
sering terjadi pada 2-5 cm distal dari esofagus.31

2.2.2 Patofisiologi
Pada sirosis, hipertensi portal terinisiasi melalui peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik dan kemudian diperberat oleh perubahan pada sirkulasi
sistemik dan splanknik yang meningkatkan aliran portal. Peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik tidak hanya disebabkan oleh faktor mekanikal (seperti:
jaringan fibrosis dan nodul-nodul regeneratif yang mendistorsi arsitektur
pembuluh darah hepar), tetapi juga oleh komponen dinamis reversibel yang
dimediasi oleh peningkatan tonus vaskular disebabkan oleh kontraksi aktif
miofibrolast di sekitar sinusoid hepatik dan dalam septa fibrous. Komponen
dinamik ini (menyumbang sekitar 30% pada peningkatan resistensi vaskular
intrahepatik) menggambarkan gangguan fungsional dari sirkulasi hepar akibat dari
peningkatan produksi vasokonstriktor (contoh: endothelin-1, norepinephrin,
angiotensin II, leucotriene, tromboxane A2 ) dan penurunan pelepasan vasodilator

Universitas Sumatera Utara

12

endogen (terutama NO/nitric oxide ).32,33,34,35 Sel stelata memiliki sifat kontraktil
yang dapat dimodulasi oleh substansi vasoaktif antara lain NO dan endothelin
yang dapat meningkatkan resitensi intrahepatik dan aliran darah terutama pada
sinusoidal.36 Angiogenesis juga telah menunjukkan pengaruh terhadap hipertensi
portal melalui studi-studi yang menggambarkan pengaturan peningkatan tekanan
portal, sirkulasi hiperdinamik, neovaskularisasi splanchnic, dan kolateralisasi
portosistemik yang diregulasi oleh VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor )
dan PDGF (Platelet derived Growth Factor ).37
Pada sirosis, gradien portosistemik dinilai dengan mengukur WHVP
(Wedged Hepatic Venous Pressure ) atau pengukuran tekanan sinusoid hepar dan
dikurangi dengan FHVP (Free Hepatic Venous Pressure )/tekanan bebas vena
hepatika atau tekanan vena cava inferior intraabdominal sehingga akan didapat
HVPG (Hepatic Venous Pressure Gradien t). Nilai normal HVPG adalah 3-5

mmHg.13 Nilai HVPG ≥ 10 mmHg sudah menggambarkan hipertensi portal yang
signifikan secara klinis dan ≥ 12 mmHg untuk terjadinya perdarahan varises akut,
dan perubahan nilai HVPG yang terjadi setiap waktu memiliki nilai prediksi untuk
perkembangan varises esofagogastrik, resiko perdarahan variseal, perkembangan
komplikasi hipertensi portal non-variseal (asites, sindrom hepatorenal, dan
ensefalopati), dan mortalitas.38,39,40,41,42 Pengukuran satu kali sangat bermanfaat
dalam menentukan prognosis sirosis kompensata dan dekompensata, sedangkan
pengukuran berulang sangat berguna untuk monitor respon terhadap terapi
farmakologi dan progresi penyakit hati. Pada penderita sirosis didapati
peningkatan resistensi intrahepatik dan peningkatan aliran darah splanchnic.
Faktor awal yang berperan yaitu peningkatan resistensi intrahepatik sementara
peningkatan aliran darah splanchnic merupakan fenomena sekunder untuk
mempertahankan

atau

memperburuk

peningkatan

hipertensi

portal

dan

menimbulkan keadaan hiperdinamik ditandai dengan peningkatan nadi, cardiac
output, dan volume plasma.43

Universitas Sumatera Utara

13

Chronic Liver
Disease

CIRRHOSIS

-alcohol
-Viral HBV-HCV
-NAFLD
-...

Hepatic
Resistance

1.Passive, mechanical component: 6070%fibrosis, regenerative nodules
2. active, dynamic component:3040% activated HSC


Portal
Hypertension

Endothelin-1
Angiotensin
Norephinefrin
Vasopressin
Other?

Nitric
oxide
CO
Other?

Shunt↑
Increase Portal
inflow

Splanchnic
vasodilatation

Effective Circulating Volume ↓
Redistribution total blood Volume

 Hyperdinamic
circulation

-ROS
-Ischemia
↑ endogenous
vasopressor (RAA,
SNS,..

Schematic representation of the pathophysiology of portal hypertension, HBV; hepatitis B virus,
HCV; hepatitis C virus, HSC; hepatic stellate cell, RAA; renin-angiotensin aldosteron, SNS;
sympathetic nervous system, ROS; radical oxugen species

Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi Portal 43

2.2.3 Epidemiologi
Varises dan perdarahan varises merupakan komplikasi sirosis yang
diakibatkan langsung dari hipertensi portal. Penderita dengan sirosis dan varises
gastroeseofageal memiliki nilai HVPG setidaknya 10-12 mmHg. Varises
gastroesofageal tampak pada sekitar 50% penderita sirosis.13 Pada saat sirosis
pertama kali didiagnosis, varises tampak pada 30-40% penderita stadium
kompensata dan pada 60% penderita stadium dekompensata.39 Pada penderita
sirosis tanpa varises saat pemeriksaan endoskopi pertama kali, insidensi tahunan
terbentuknya varises yang baru rata-rata 7% (berkisar antara 5–10% per
tahun.44,45,46 Setelah terbentuknya varises, ukuran varises akan bertambah dari
kecil sampai besar sebelum akhirnya ruptur dan berdarah. Progresi dari varises

Universitas Sumatera Utara

14

ukuran kecil hingga menjadi besar masih kontroversial, namun menunjukkan
angka laju progresi varises yang berkisar antara 5-30% per tahun.44,45,46,47
Perdarahan varises pertama memiliki angka insidensi sekitar 4% per tahun, dan
resiko ini meningkat menjadi 15% per tahun pada penderita dengan varises
ukuran medium sampai besar. Insidensi perdarahan ulang berkisar antara 30-40%
pada 6 minggu pertama.46

Tabel 2.3 Epidemiologi Varises Esofagus dan Korelasinya dengan
Tingkat Keparahan Penyakit Hati 10
Epidemiology
 At the time of diagnosis, approximately 30% of cirrhotic patents have
esophageal varices, reaching 90% after approximately 10 years
 Bleeding from esophageal varices is associated with a mortality rate of at
least 20% at 6 weeks, although bleeding ceases spontaneously in up to
40% of patient
 Variceal hemorrhage is the most common fatal complication of cirrhosis
Correlation between the presence of varices and the severity of liver disease







Child-Pugh A patients: 40% have varices
Child-Pugh C patients: 85% have varices
Some patients may develop varices and hemorrhage early in the course of
the disease, even in the absence of cirrhosis
Patient with hepatitis C and bridging fibrosis: 16% have esophageal
varices

2.2.4 Perjalanan alamiah varises esofagus
Pada penderita sirosis yang belum mengalami varises berarti tekanan
portalnya belum cukup tinggi untuk menyebabkan varises. Seiring bertambahnya
tekanan portal, penderita akan memiliki progresi mengalami varises yang kecil.
Bertambahnya waktu dan sejalan dengan peningkatan sirkulasi hiperdinamik,
aliran darah yang melalui varises akan meningkat sehingga meningkatkan tekanan
pada dinding varises. Perdarahan varises disebabkan ruptur terjadi ketika

Universitas Sumatera Utara

15

bertambahnya ketegangan maksimal pada dinding varises. 10 Diameter pembuluh
darah merupakan salah satu penentu tekanan variseal. Pada tekanan yang sama,
pembuluh darah dengan diameter besar akan ruptur sedangkan pembuluh darah
dengan diameter kecil tidak akan ruptur. Selain diameter pembuluh darah, salah
satu penentu tekanan pada dinding varises adalah tekanan di dalam varix yang
berkaitan langsung dengan HVPG. Oleh karena itu, penurunan HVPG seharusnya
memicu penurunan tekanan pada dinding varises sehingga mengurangi resiko
ruptur. Perdarahan varises tidak akan terjadi ketika HVPG diturunkan menjadi <
12 mmHg, dan resiko perdarahan ulang juga menurun secara signifikan dengan
penurunan lebih dari 20% nilai awal.13 Faktor lain yang juga sangat konsisten
dengan progresi varises adalah klasifikasi keparahan penyakit hati berdasarkan
skor Child-Pugh, dan tampilan red wale marks (didefinisikan sebagai venula yang
membesar dan memanjang pada permukaan varises) pada saat pemeriksaan
endoskopi awal.13,45,48
rupture
HVPG > 12 mmHg

rebleeding
v
v
v

Wall tension

Elastic limit of vessel

HVPG >
10 mmHg

untreated
Elective drug therapy
Prophylactic drug therapy

Small
varices

Enlargement of varices

Wall thickness reduction

Large varices
Red colour sign

HVPG; hepatic venous pressure gradient
HVPG; Hepatic Venous Pressure Gradient

Gambar 2.2 Perjalanan Alamiah Varises Esofagus 46

Universitas Sumatera Utara

16

2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy (EGD) merupakan gold
standar dalam mendiagnosis varises.13 Konsensus saat ini menyatakan bahwa

setiap penderita sirosis seharusnya menjalani skrining varises dengan endoskopi
pada saat diagnosis. Tujuan dari skrining varises esofagus adalah untuk
mendeteksi penderita yang memerlukan terapi profilaksis. Pemeriksaan endoskopi
sebaiknya diulang setelah 2-3 tahun kemudian setelah endoskopi pertama pada
penderita tanpa varises. Berdasarkan angka laju progresi besar varises yang
berkisar 10-15 % per tahun, endoskopi sebaiknya diulang setiap 2 tahun pada
penderita dengan varises yang kecil. Pada penderita dengan sirosis yang
dekompensata atau tampak red wale marks pada endoskopi, interval pemeriksaan
endoskopi tiap 1 tahun sangat direkomendasikan.11,12,13,45,46,47

Tabel 2.4 Guideline Diagnosis Varises Esofagus 10

1. A screening esophagogastroduodenoscopy (EGD) for diagnosis og
esophageal and gastric varices is recomended when a diagnosis of
cirrhosis is has been made
2. Surveilance endoscopies are recommended on the basic of the level of
cirrhosis and the presence and size of the varices
Pasien with:
Repeated EGD
Compensated cirrhosis
No varices Every 2-3 years
Small varices Every 1-2 years
Decompensated cirrhosis
Yearly interval
3. Progression of gastrointestinal varices can be determined on the basis of
the size classification at the same time of EGD. In the practice, the
recommendations for medium-sized varices in the three-size
classificationare the same as for large varices in the two-size
classification:

Sized of varix
Small

Two-sized classification
< 5 mm

Three-sied classification
Minimally elevated vein
above
the
esophageal
mucosal surface

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 2.4 Lanjutan

Medium

Large

-

> 5 mm

Turtous vein occupying less
than one-third of the
esophageal lumen
Occupying more than onethird of the esophageal
lumen

4. Variceal hemorrhage is diagnosed on the basis of one of the following
findings on endoscopy:
 Active bleeding from a varix
 “white nipple” overlying a varix
 Clots overlying a varix
 Varices with no other potential source of bleeding
EGD; esophagogastroduodenoscopy

Telah lama diketahui bahwa gambaran varises secara endoskopi sangat
krusial untuk memprediksi penderita mana yang memiliki resiko tinggi untuk
perdarahan varises dan juga yang mana akan memiliki keuntungan dari terapi.
Oleh sebab itu dibutuhkan sistem yang divalidasi untuk klasifikasi gambaran
varises esofagus secara endoskopi. Pada tahun 1981, Beppu dkk. telah
mengklasifikasikan varises esofagus berdasarkan gambaran endoskopi, dimana
karakteristik dari varises yang terjadi diklasifikasikan dalam 3 tingkatan yaitu F1,
F2 dan F3.49

Universitas Sumatera Utara

18

Tabel 2.5 Derajat Varises Esofagus dengan Pemeriksaan Endoskopi 49
Beppu’s Endoscopic Grades for Esophageal
Varices
Grade

Characteristics of Varices

F1

Small and straight

F2

Moderately sized, tortuous, and occupying less
than one third of the lumen

F3

Large, coiled, and occupying one third or more of
the lumen

Pada tahun 2004 Japanese Research Society for Portal Hypertension juga
telah merancang sistem klasifikasi yang baru untuk menggambarkan varises
esofagus, sistem ini menggambarkan varises berdasarkan ukuran, bentuk, dan
warna.50

Tabel 2.6 Sistem Klasifikasi Varises Esofagus (Japanese Research Society for
Portal Hypertension )50
Form (F) Shape and size
F0: lesions asuming no varicose appearance

F1: straight small-calibered varices
F2: moderately enlarge, beady varices
F3: markedly enlarge, nodular, or tumor-shaped varices
Red color sign (RC)

Red wale marking, cherry Red spot, hematocytic spot
RC0: absent
RC1: small in number and localized
RC2: intermediated between 1 and 3
RC3: large in number and circumferetial
F; Form, RC; Red colour sign

Universitas Sumatera Utara

19

Dengan menggunakan endoskopi didapatkan gambaran varises esofagus
berdasarkan ukuran dan bentuk.

Derajat varises esofagus; gambar 1 dan 2. Varises esofagus ukuran kecil (F1); gambar 3
dan 4. Varises esofagus ukuran besar (F2 dan F3)

Gambar 2.3 Varises Esofagus dengan Endoskopi 50

2.2.6 Diagnosis varises esofagus non-endoskopi
Pemeriksaan gold standart untuk menegakkan diagnosis varises esofagus
adalah dengan menggunakan endoskopi, namun pemeriksaan endoskopi secara
periodik dan berkala sangatlah mahal dan tidak semua pusat pemberi pelayanan
kesehatan terutama di daerah yang memiliki fasilitas endoskopi, serta adanya
keterbatasan kompetensi dari seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan
endoskopi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan non–invasive marker yang
berhubungan dengan hipertensi portal, yang dapat mengidentifikasi ukuran varises
esofagus pada penderita sirosis hati.

Universitas Sumatera Utara

20

Berdasarkan konsep bahwa perkembangan hipertensi portal akibat dari
fibrosis hati yang merupakan faktor kontribusi penting terhadap peningkatan
resistensi hepatik, serum non–invasive marker dari fibrosis hati telah diuji sebagai
prediktor varises esofagus pada penderita sirosis dengan hasil yang menjanjikan.
Beberapa tes yang sebelumnya divalidasi sebagai prediktor fibrosis hati seperti:
Lok Score, APRI, Fib-4, dan Forns index, juga dapat digunakan untuk

memprediksi adanya varises esofagus.18,51

Penelitian mengenai beberapa

pemeriksaan serum non-invasive marker dalam memprediksi adanya varises
esofagus pada penderita sirosis hati yang telah dipublikasikan mendapatkan
bahwa Lok Score merupakan pemeriksaan non-invasive terbaik dalam
memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus berukuran besar. Lok
score dengan nilai cut-off >0.62 dan >0.796 memiliki sensitivitas (76.16% dan

76.92%) dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus yang
berukuran besar. namun penelitian tersebut tidak mengikutsertakan AIAG Score.51

Tabel 2.7 Akurasi Serum Non-invasive Marker dalam Mendeteksi Adanya
Varises Esofagus 51

Parameter
Mean value
(+ SD) EV absent
Mean value
(+ SD) EV present
p
Cut-off value
Sen(%)(95%CI)

Spe(%)(95%CI)
+ LR
-LR
PPV(%)
NPV(%)

APRI
2.42(+ 2.7)

FIB-4
4.88(+ 4.27)

Forns Index
7.67(+ 1.79)

Lok Score
0.62(+ 0.24)

2.56(+ 2.22)

6.40(+ 4.69)

8.6(+ 1.8)

0.77(+ 0.22)

0.623
> 1.434
66.24 (58.373.6)
44.59 (3356.6)
1.2
0.76
71.7
38.4

0.02
< 0.0001
> 3.98
> 7.297
66.24 (58.3- 78.98 (71.873.6)
85.1)
54.05 (42.1- 44.59
(3365.7)
56.6)
1.44
1.43
0.62
0.47
75.4
75.2
43
50

< 0.0001
> 0.62
76.16 (68.632.7)
50.72 (38.463.0)
1.55
0.47
77.2
49.3

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 2.7 Lanjutan
AUROC
Sen (95%CI)

p

0.545
0.04 (0.4790.611)
0.259

0.624
0.038 (0.5580.687)
0.0011

0.648
0.690
0.037 (0.583- 0.036(0.624
0.709)
-0.750)
0.001
< 0.0001

APRI, Aspartate aminotransferase (AST)-to-platelet ratio index; FIB-4, Fibrosis-4; SD,
Standart deviation; EV, Esophageal varices; Sen, sensitivity; Spe, spesivisity; CI, Confident
interval; +LR, positive likehood ratio; –LR; negative likehood ratio; PPV, Positive predictive
value; NPV, negative predictive value; AUROC, Area under receiver operating characteristic.

Tabel 2.8 Akurasi Serum Non-invasive Marker dalam Mendeteksi Adanya
Varises Esofagus Berukuran Besar 51

Parameter
Mean value
(+ SD) EV absent
Mean value
(+ SD) EV present
p
Cut-off value
Sen(%)(95%CI)

Spe(%)(95%CI)
+ LR
-LR
PPV(%)
NPV(%)
AUROC
Sen (95%CI)
p

APRI
2.44 (+ 2.34)

FIB-4
5.29 (+ 4.07)

Forns Index
8.02 (+ 1.74)

Lok Score
0.67(+ 0.24)

2.67 (+ 2.48)

7.41 (+ 5.6)

8.96 (+ 1.93)

0.85(+ 0.17)

0.518
> 2.201
51.47 (3963.3)
61.35 (53.468.9)
1.33
0.79
35.7
75.2
0.538
0.042(0.4720.609)
0.361

0.06
> 6.7498
45.59 (33.558.1)
77.3(70.183.5)
2.01
0.7
45.6
77.3
0.528
0.041(0.5630.691)
0.002

< 0.0001
> 8.538
63.24 (50.774.6)
63.19(55.370.6)
1.72
0.58
41.7
80.5
0.645
0.041(0.5790.706)
0.0004

< 0.0001
> 0.796
76.92 (64.886.5)
61.29 (53.169)
1.99
0.38
45.5
86.4
0.731
0.039(0.6670.788)
0.0001

APRI, Aspartate aminotransferase (AST)-to-platelet ratio index; FIB-4, Fibrosis-4; SD,
Standart deviation; EV, Esophageal varices; Sen, sensitivity; Spe, spesivisity; CI, Confident
interval; +LR, positive likehood ratio; –LR; negative likehood ratio; PPV, Positive predictive
value; NPV, negative predictive value; AUROC, Area under receiver operating characteristic.

Universitas Sumatera Utara

22

2.3 AIAG Score
AIAG Score merupakan non-invasive marker untuk fibrosis hati, pertama

kali dikemukakan oleh Sheng-di Wu dkk, dengan menggunakan variabel umur
penderita, INR, Albumin dan kadar GGT. AIAG Score belum pernah dilakukan
sebagai prediktor varises esofagus pada penderita sirosis hati.19

Rumus untuk menghitung AIAG Score: (Sheng-di Wu, 2011)
P = -7 + 0.03 x Age (year) + 9 x INR - 0.08 x Albumin (g/L) + 0.004 x GGT (U/L)
AIAG = eP / (1 + eP)

Pada penelitian Sheng-di Wu, dkk dinyatakan cut-off value dari AIAG
Score dibandingkan dengan beberapa marker serum lain adalah sebagai berikut:

Tabel 2.9. Sensitifitas, spesitifitas, predictive value , and likehood ratio pada
beberapa model dengan cut-off yang berbeda.19

Low cut-off point

High cut-off point

Optimal cut-off point

Sen

NPV

Spe

PPV

Sen

Spe

PPV

NPV

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

68

59

0.57

89

73

2.3

62

65

69

71

64

0.45

91

80

3.2

74

58

FIB-4

87

74

0.30

89

80

3.3

70

AIAG

96

88

0.07

91

88

6.0

69

APRI

Forn’

-LR

+ LR

+ LR

-LR

57

1.7

0.59

69

64

1.7

0.45

69

74

65

2.3

0.43

80

81

67

3.5

0.39

index

APRI; Aspartate aminotransferase (AST)-to-platelet ratio index,FIB-4; Fibrosis-4,
AIAG; Age-INR-Albumin-GGT, sen; sensitivity, Spe; spesivisity, +LR; positive likehood
ratio. –LR; negativr likehood ratio, PPV; Positive predictive value. NPV; negative
predictive value.

Universitas Sumatera Utara

23

Hasil penelitian adalah sebagai berikut: Menurut Sheng-di Wu, dkk dalam
memprediksi significant fibrosis, AUROCs adalah 0.72 (AIAG Score ), 0.77
(APRI), 0.87 (Fib-4 index), 0.70 (Forn’s index).
Pada penelitian Sheng-di Wu dinyatakan AIAG Score mempunyai AUROC
yang lebih baik dibandingkan prediktor fibrosis hati yang ada (APRI, Forns’
Index, dan Fib-4 Index) dalam memprediksi fibrosis akibat hepatitis B dan

mempunyai performa diagnostik yang lebih baik karena dapat mengidentifikasi
fibrosis pada penderita hepatitis B kronis, khususnya laki-laki dengan kadar ALT
yang rendah dan/atau total bilirubin yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara