this PDF file PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT | Mukti | Mimbar Agribisnis 1 PB

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM
AGRIBISNIS DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
ENTREPRENEURIAL BEHAVIOUR OF MANGO FARMERS IN AGRIBUSINESS
SYSTEM AT MAJALENGKA DISTRICT WEST JAVA PROVINCE
Gema Wibawa Mukti*1, Elly Rasmikayati1, Rani Andriani Budi Kusumo1,
Sri Fatimah1
1
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
*
E-mail: gema.wibawa@unpad.ac.id
(Diterima 27-10-2017; Disetujui 10-01-2018)
ABSTRAK
Indonesia adalah produsen mangga terbesar ke-5 di dunia setelah India, Cina, Kenya dan
Thailand. Kabupaten Majalengka, salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa
Barat, merupakan salah satu sentra produksi mangga terbesar di Indonesia. Mangga telah
menjadi komoditas unggulan di wilayah ini dan menjadi sumber pendapatan utama
sebagian besar petani mangga di kabupaten Majalengka. Permintaan buah mangga di
dalam dan luar negeri cenderung mengalami peningkatan seiring dengan semakin

tingginya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi buah sebagai produk yang
bermanfaat bagi kesehatan. Tuntutan akan kualitas dan juga kontinuitas produk tentunya
menjadi peluang sekaligus tantangan bagi petani mangga untuk memenuhi tuntutan
tersebut. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat perilaku kewirausahaan petani mangga
dalam menghadapi permintaan pasar yang semakin berkembang. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan teknik penelitian studi kasus.
Lokasi penelitian di Kabupaten Majalengka dengan jumlah responden sebanyak 100 orang
yang tersebar di wilayah Majalengka. Responden ditentukan secara purposive, yaitu petani
yang menjadikan usahatani mangga sebagai sumber penghasilan utama. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian petani (15 %) menjalankan usaha agribisnis mangga dengan
tujuan untuk memperoleh pendapatan dan berorientasi pada pengembangan usaha mereka
(Petani sebagai pengusaha), sedangkan sebagian lagi masih berorientasi pada pendapatan
(85 %), namun belum berorientasi pada pengembangan usahanya menjadi lebih baik
(Petani belum sebagai pengusaha).
Kata kunci: Mangga, Perilaku kewirausahaan, Petani, Bisnis, Sistem Agribisnis
ABSTRACT
Indonesia is the 5th largest mango producer in the world after India, China, Kenya and
Thailand. Majalengka, one of the districts in the province of West Java, is one of the
largest mango production centers in Indonesia. Mango has become a pre-eminent
commodity in the region and become the main source of income of most mango farmers in

Majalengka district. The demand for domestic and foreign mango fruits tends to increase
along with the increasing public awareness to consume fruit as a health-beneficial
product. The demand for quality and also the continuity of the product must be an
opportunity as well as a challenge for mango farmers to meet these demands. The focus of
this study is to see the entrepreneurial behavior of mango farmers in the face of growing
market demand. The research design used in this research is qualitative, with case study
research techniques. Research location in Majalengka Regency, with 100 people as a
40

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

respondent in this study which spread in majalengka district. Respondents were
determined by purposive, farmers who make mango farming as the main source of income.
The results showed that some farmers (45%) run mango business to earn income and
oriented to their business development (Farmer as entrepreneur),while some are still
income oriented (65%), but has not been oriented on the development of mango business to
be better (Farmers not as entrepreneurs).
Keywords: Mango, Entrepreneurial Behaviour, Farmer, Business, Agribusiness system

Dalam penelitian ini, fokus kajian

PENDAHULUAN

dititikberatkan

Bisnis pertanian merupakan salah

pada

pelaku

usaha

satu bisnis tertua di dunia yang akan terus

mangga (petani) yang memiliki peranan

berkembang seiring dengan pertumbuhan


besar dalam pengembangan komoditas

umat manusia di muka bumi ini. Manusia

mangga di tingkat nasional.

akan selalu membutuhkan pangan untuk

Direktorat Jenderal Industri Agro dan

kelangsungan hidup mereka, sehingga

Kimia Departemen Perindustrian (2009),

dapat dipastikan bisnis pertanian tidak

Komoditas buah-buahan nasional yang

akan pernah mati selama umat manusia


memiliki potensi

masih ada di muka bumi ini. Secara

dikembangkan yaitu buah mangga, jeruk,

umum, sektor pertanian memiliki peranan

nanas,

yang sangat besar dalam pembangunan

Kementerian Pertanian (2014), Sentra

ekonomi negara. Sektor ini memiliki

produksi Buah mangga di Indonesia pada

peranan yang besar dalam menyediakan


periode tahun 1980 – 2013

lapangan pekerjaan bagi masyarakat,

besar berada di Pulau Jawa. Kebun Buah

mampu tetap bertahan sebagai salah satu

mangga pada sekitar tahun 1997 hingga

penghasil devisa terbesar bagi Negara

2001,

dan

utama

terendah, yaitu rata-rata 41.440 Ha atau


dan

berkurang sekitar 64,34% dibandingkan

juga

tumbuhnya

menjadi
sektor

pemicu
agroindustri

dan

sempat

yang besar untuk


markisa.

berada

pada

sebagian

luasan

periode

Jawa Barat, 2016). Perkembangan sektor

dikarenakan masa krisis ekonomi dimana

pertanian, khususnya agroindustri secara

petani


terstruktur dan sistematis, diyakini dapat

komoditas lain yang pada saat itu lebih

meningkatkan daya saing bangsa di peta

menguntungkan. Setelah periode tersebut,

persaingan

luas panen buah mangga mengalami

(Baharsjah,

lebih

sebelumnya.

Menurut


perdagangan (Dinas Pertanian Provinsi

internasional

tahun

Menurut

memilih

Hal

ini

mengusahakan

peningkatan dan kecenderungannya terus

1993).
41


MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

meningkat

hingga

tahun

2016

sekitarnya

ini.

seperti

Majalengka,

Kondisi ini seiring dengan adanya tren

Sumedang, Indramayu dan Bandung

peningkatan konsumsi buah mangga

(Eryani, 2009).
Salah satu kelemahan dalam bisnis

setiap tahunnya.
Produksi mangga di Jawa Barat

produk pertanian di Indonesia adalah

selama tahun 2008--2013 menempati

produksi yang sifatnya tidak kontinu atau

urutan ketiga dengan jumlah produksi

musiman. Hal ini mengakibatkan harga

16,52% dari jumlah produksi mangga

jual

nasional. Daerah penghasil mangga di

berfluktuatif. Konsumen pada umumnya

Jawa Barat tersebar di 27 kabupaten dan

menikmati buah mangga hanya pada saat

kota. Sentra penghasil buah mangga di

musim panen, di luar itu mereka kesulitan

Jawa Barat berada di wilayah Kabupaten

menemukan buah mangga untuk di

Cirebon, Majalengka, dan Indramayu

konsumsi. Namun sebaliknya, pada saat

dengan varietas mangga Gedong gincu,

musim panen Buah mangga, harga jual

Dermayu,

turun dan bahkan pernah mencapai

Kidang,

dan

Arumanis.

buah

mangga

hampir

sangat

Kabupaten Majalengka merupakan salah

persentase

satu sentra produksi buah mangga di

(Kementerian

Jawa Barat. Pada kegiatan pemasaran,

Seringkali pada masa - masa ini petani

tujuan pasar buah mangga

kehilangan

ditentukan

penurunan

menjadi

Pertanian,

pendapatannya,

86%
2014).

ironisnya

mutu

pada saat mereka seharusnya menikmati

(grading) hasil panen dilakukan oleh

keuntungan panen buah mangga. Petani

pengumpul berdasarkan ukuran, bentuk,

hingga saat ini masih kesulitan dalam

kematangan

buah

mengakses pasar, sehingga pada saat

(Supriatna, 2010). Mangga grade A/B

panen raya, selalu terdapat buah mangga

(gabungan

B)

yang tidak terjual atau terbuang (off

merupakan grade yang dipasarkan secara

grade). Buah mangga Off Grade ini

luas ke pasar-pasar induk luar daerah,

bahkan pada saat panen bisa mencapai 30

toko/kios

% dari total produksi, tentunya hal ini

berdasarkan

sebagian

grade.

Klasifikasi

dan

dari

buah,
kecil

kerusakan

grade

A

dan

supermarket,
sudah

di

dan

dapat merugikan petani.

ekspor.

Permintaan pasar terstruktur yang

Sedangkan mangga off-grade atau grade
pasar-pasar

menuntut kontinuitas dan kualitas yang

tradisional di Kabupaten Cirebon dan

baik, belum dapat dipenuhi sepenuhnya

C

hanya

disalurkan

ke

42

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

oleh

petani

mangga

di

penelitian

Kabupaten

ini

adalah

deskriptif

Penelitian

deskriptif

yang

eksploratif.

senantiasa terjadi berdampak terhadap

eksploratif

pola usaha petani mangga. Petani dituntut

menggambarkan

dapat

pasar

fenomena, dalam penelitian ini tidak

sehingga mereka dapat bertahan dalam

menguji hipotesis tertentu tetapi untuk

usahanya dan mampu bersaing dengan

menggambarkan

petani mangga dari negara lain. Fokus

variabel, gejala atau keadaan (Arikunto,

penelitian

2002). Fenomena yang digambarkan

Majalengka.

Perubahan

mengikuti

dalam

pasar

perubahan

artikel

ini

adalah

bertujuan
keadaan

apa

dalam penelitian ini yaitu

mangga

kewirausahaan

Kabupaten

Majalengka.

petani

suatu

adanya

mengukur perilaku kewirausahaan petani
di

untuk

suatu

perilaku

mangga

yang

memiliki orientasi pasar.

Karakter seseorang dapat dilihat dari pola

Perilaku

perilaku dari individu tersebut. Menurut

kewirausahaan

petani

Solanki (2002), perilaku wirausaha petani

mangga dalam penelitian ini diukur

dapat dilihat dari: (1) Tingkat pendidikan

dengan menggunakan definisi perilaku

petani,

kewirausahaan yang dikembangkan oleh

(2)

memiliki

kemampuan
(3)

Solanki (2002). Data yang ada dianalisis

Berorientasi pasar, dan (4) Berinovasi

dengan proses penyederhanaan data ke

dan

dalam bentuk yang mudah dibaca dan

manajemen

usaha

melakukan

yang

baik,

kolaborasi

dalam

diinterpretasikan. Data disajikan secara

usahanya.

deskriptif dan sesuai dengan tujuan
penelitian

METODE PENELITIAN

yaitu

untuk

mengetahui

perilaku kewirausahaan petani mangga

Metode dalam penelitian ini adalah

berorientasi pasar.

desain kualitatif. Observasi dilakukan
secara mendalam (Sugiyono, 2012) untuk
melihat perilaku kewirausahaan petani

HASIL DAN PEMBAHASAN

mangga

Kewirausahaan

di

Kabupaten

Majalengka.

Pertanian

Responden dalam penelitian ini adalah

di

sebanyak 100 orang petani mangga yang

dengan

memiliki

ketinggalan zaman.

orientasi

pasar

dalam

kemiskinan,

Indonesia

identik

perdesaan

dan

Stigma tersebut

menjalankan aktivitas usahanya. Desain

muncul di masyarakat sehingga minat

penelitian

masyarakat terhadap sektor pertanian

yang

digunakan

dalam
43

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

semakin menurun. Petani secara umum

Geofrey

masih

yaitu

menjelaskan bahwa wirausahawan adalah

memfokuskan usahanya dalam budidaya

orang – orang yang memiliki orientasi

tanaman,

berorientasi

untuk

menggantungkan

produksi,

and

Meredith

(1996)

kemudian

mereka

terhadap proses atau usaha (tindakan),

harapan

kepada

memiliki

motivasi

tinggi

untuk

pedagang untuk membeli hasil panen

mewujudkan mimpi atau tujuannya serta

mereka.

berani mengambil risiko dalam menjalani

Sebagian

petani

merupakan

petani subsisten, yaitu sistem pertanian

pilihannya tersebut.

yang tujuan utamanya untuk memenuhi

Seorang individu yang memiliki

kebutuhan sendiri dan keluarganya, untuk

jiwa kewirausahaan,

kemudian jika ada kelebihan dapat dijual

memiliki

ke pihak lain. Sebagian petani memiliki

kemampuannya, selalu berorientasi pada

orientasi

aktivitas

ke

arah bisnis, senantiasa

sikap

usaha

pada umumnya

percaya

untuk

diri

akan

menghasilkan

berubah mengikuti pasar dan melakukan

sesuatu, mandiri, selalu memiliki inisiatif

kolaborasi dengan petani atau pelaku

yang kuat terhadap sesuatu aktivitas dan

usaha lainnya sehingga usaha mereka

mengedepankan

dapat bertahan dan bahkan berkembang.

mencapainya. Tuntutan kebutuhan hidup

Dalam

perjalanannya,

kerja

keras

untuk

sikap

yang harus selalu dipenuhi membuat

kewirausahaan dalam kegiatan bisnis

wirausahawan selalu kreatif dan inovatif

pertanian

telah

dalam menghadapi suatu permasalahan

menjadi suatu keniscayaan, di tengah

dalam hidupnya. Tindakannya tersebut

segala perubahan yang serba cepat. Gede

tidak

Mekse

bahwa

wirausahawan yang selalu berorientasi

kewirausahaan menjadi faktor penting

pada masa depan, sehingga mereka selalu

bagi manusia karena tingkat kebutuhan

memiliki keinginan yang kuat untuk

yang

selalu lebih baik dari sebelumnya.

saat

ini

(2016),

senantiasa

tampaknya

menjelaskan

meningkat

dan

lepas

dari

sikap

seorang

perubahan lingkungan yang terus terjadi.
Perubahan tersebut berlangsung di semua

Tingkat
Mangga

sendi kehidupan manusia, termasuk di
sendi

pertanian.

Petani

yang

Kewirausahaan

Petani

Petani Mangga di Kabupaten

dapat

Majalengka secara umum adalah petani

bertahan adalah petani yang mampu

semi komersial, dimana hasil panennya

beradaptasi dengan perubahan tersebut.

sudah dijual kepada pasar namun dalam
44

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

aktivitas usahatani secara umum belum
optimal.
Tabel 1. Distribusi Responden Sesuai Dengan Perilaku Kewirausahaan Secara
Keseluruhan (N=100)
No
1
2
3

Level Perilaku Kewirausahaan
Non komersial
Semi komersial
Komersial
Umumnya

petani

Jumlah Responden
3
82
15
sederhana

menjadikan

Persentase
3
82
15

telah

diterapkan

dalam

usahatani mangga ini sebagai mata

aktivitas usahatani di lahan, namun

pencaharian

karena

mereka belum berani untuk berinventasi

mereka sebelumnya telah memiliki pohon

lebih besar untuk pengembangan usaha

mangga sebagai warisan dari orang tua

nya. Hal ini sesuai dengan penelitian

mereka sebelumnya. Majalengka sebagai

yang dilakukan oleh Solanki (2002),

sentra mangga tentunya dikarenakan di

bahwa petani di negara berkembang

daerah ini mayoritas petani menekuni

umumnya masih bersifat semi komersial,

komoditas mangga sebagai sumber mata

belum

pencaharian

mereka

yang

utama.

secara komersial penuh.

Kepemilikan

jumlah

pohon

sangat

utama

mereka,

bervariasi, yaitu 10-21000 pohon, yang

Perilaku
Mangga

ditanam di lahan pribadi, sewa, sakap dan

utama,

mencari

artinya

petani

petani

keuntungan

namun

secara

Penggunaan

harus

akuntansi,

manajemen

Petani yang memiliki kemampuan

kepemilikan

tersebut memiliki peluang yang lebih
besar untuk berhasil dalam aktivitas

keseluruhan,

usahataninya.

petani menjual hasil panen nya kepada
pedagang.

setidaknya

sumberdaya manusia dan networking.

jumlah pohon yang sangat sedikit (2-5
pohon),

komersial

keuangan,

panennya. Petani yang tidak menjual
karena

(2005);

teknik produksi, teknologi informasi,

aktivitas sehari-hari, petani menjual hasil

panennya

Robson

memiliki kompetensi atau kemampuan

yang

optimal dari usahatani mangga. Dalam

hasil

dan

Petani

McElwee (2006) menjelaskan bahwa

Usahatani mangga sebagai mata
pencaharian

usahataninya

Kewirausahaan

McElwee

juga gadai.

mangga

mengusahakan

Carter

mengemukakan

teknologi

perusahaan
45

kecil

(1999)

bahwa

sebuah

harus

memiliki

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

keterampilan
kemampuan

kewirausahaan
manajerial

yang

dan

petani semi komersial tidak memiliki

baik,

perilaku kewirausahaan. Carter (2001)

sehingga terdapat perbedaan yang jelas

menjelaskan

bahwa

petani

antara aktivitas produksi, efisiensi teknis

komersial

dan perilaku kewirausahaan yang positif.

kewirausahaan, namun tentunya tidak

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah

seperti petani komersial.

memiliki

semi
perilaku

kita tidak dapat menyebutkan bahwa
Tabel 2. Kompetensi Petani Komersial
No
Kemampuan Yang Harus Dimiliki Petani Komersial
1
Kemampuan Teknik Produksi (Usahatani)
2
Teknologi Informasi
3
Manajemen Pemasaran, Keuangan dan Manajemen Sumberdaya Manusia
4
Kemampuan Kolaborasi dan Berjejaring
5
Kemampuan Mengenali Peluang
6
Perilaku Kewirausahaan yang Positif
Sumber: McElwee dan Robson (2005); McElwee (2006)
Salamon

(1992)

kepada bagaimana petani berniat untuk

menjelaskan
sangat

berubah kepada hal yang lebih baik. Hal

diidentifikasi

ini penting untuk digarisbawahi, karena

diantara petani konvensional atau semi

petani, khususnya petani mangga di

komersial.

keterampilan

Kabupaten Majalengka umumnya bertani

kewirausahaan seperti yang dijelaskan

mangga meneruskan usaha dari orang tua

dalam tabel 2 diatas, dibutuhkan bagi

mereka, atau mereka bertani untuk

perusahaan yang banyak berhubungan

mengikuti

dengan

lingkungan sekitarnya. Mereka bertani

bahwa

perilaku

memungkinkan

kewirausaan
untuk

Beberapa

pasar,

dimana

dibutuhkan

kebiasaan

yang

bukan

sumberdaya manusia dan pengelolaan

persaingan yang ketat di pasar, namun

informasi

mereka

akurat.

Bagaimana

bertani

oleh

di

pemahaman tentang pasar, manajemen

yang

disebabkan

ada

untuk

adanya

mendapatkan

dengan petani di desa, apakah mereka

penghasilan bagi kehidupan mereka.

juga harus memiliki kemampuan itu.

Seringkali

Untuk memahami hal tersebut tentu harus

kemampuan

dilihat

mereka

perilaku

menjalankan

petani

usahanya.

dalam

seseorang

yang

yang

memiliki

kewirausahaan
memiliki

kemampuan

kepemimpinan dan manajerial,

Perilaku

adalah

yang

diformalkan melalui hierarki organisasi

kewirausahaan dalam penelitian ini lebih
46

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

yang terstruktur. Tentunya hal ini tidak

pendidikan,

dimiliki

yang

pengetahuan seseorang terhadap sesuatu

merupakan petani dengan skala usaha

kondisi akan semakin baik. Cara berfikir

yang masih kecil.

seorang terdidik juga tentunya dapat

oleh

petani

mangga

maka

mempengaruhi

Stanworth dan Curran, (1973);

wawasan

aspek

dan

kewirausahaan

seseorang.

Carland et al (1994); Stevenson dan
(1996)

Hasyim (2003) menjelaskan bahwa

perilaku

tingkat pendidikan formal yang ditempuh

kewirausahaan dapat dilihat dari sisi lain,

oleh petani mangga dapat dianggap

yaitu

yang

sebagai indikator bahwa petani tersebut

memperhitungkan risiko ekonomi dalam

memiliki tingkat pengetahuan, wawasan

usaha mereka, menyadari ketidakpastian

yang

usaha karena adanya perubahan iklim dan

diterapkan dalam aktivitas usahataninya,

juga pasar, tujuan memaksimalkan profit

sehingga

usaha

usahatani

Jarillo,

(1991);

berpendapat

bahwa

dimana

seorang

dengan

bisnis,

Vesala,

petani

memperluas

senantiasa

kegiatan

berorientasi

luas

kemudian

dapat
yang

pendidikan

pada

untuk

dapat

mengembangkan
dilakukan.

secara

tidak

Tingkat
langsung

pertumbuhan usaha dan selalu mengejar

mempengaruhi daya kreativitas seseorang

peluang yang ada untuk pertumbuhan

dalam

usahanya. Perilaku Kewirausahaan yang

(Saragih, 2004). Kurangnya pendidikan

dilihat pada petani mangga di Kabupaten

tentunya berkorelasi dengan kurangnya

Majalengka diantaranya adalah:

pengetahuan

melakukan

suatu

pekerjaan

seseorang

dalam

memanfaatkan sumberdaya alam yang
tersedia di lingkungan sekitar. Menurut

1. Tingkat Pendidikan

Sulistyowati

(2013)

Majalengka rata-rata adalah lulusan SD

pendidikan

seseorang

(55%),

lanjutan

tersebut akan memiliki cara berfikir yang

seperti SMP Dan SMA sebanyak 34 %,

lebih rasional, mampu melihat peluang

sedangkan untuk pendidikan tinggi hanya

dan

5 %. Menurut Mehta dan Sonawane

menjadi pendapatan bagi kesejahteraan

(2012), semakin tinggi tingkat pendidikan

dirinya dan lebih memiliki keberanian

maka tingkat kewirausahaan seseorang

dalam proses pengambilan keputusan.

juga akan semakin tinggi. Semakin tinggi

Pengetahuan yang lebih banyak terhadap

Petani

mangga

sedangkan

di

sekolah

Kabupaten

47

memanfaatkan

tinggi
maka

peluang

tingkat
orang

tersebut

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

sesuatu tentunya akan menambah rasa

Manajemen usahatani mangga dalam

percaya

penelitian

diri

seseorang

dalam

menjalankan suatu aktivitas.

ini

melihat

perilaku

kewirausahaan petani mangga dalam

Tingkat pendidikan petani mangga

subsistem hulu, produksi, panen dan

di Kabupaten Majalengka sebagian besar

pasca panen, pemasaran dan penunjang.

adalah lulusan Sekolah Dasar, yang tentu

Petani mangga di Kabupaten Majalengka

pengetahuan nya masih terbatas. Namun

secara umum mengusahakan lahannya

tentunya tingkat pengalaman usaha dan

dengan

iklim usahatani mangga di Kabupaten

komersial). Pemahaman ini tentunya akan

Majalengka

produksi

mendorong petani mengelola usahanya

mangga dapat mendorong petani menjadi

dengan tepat sehingga usaha nya tersebut

lebih

dapat menghasilkan pendapatan yang

sebagai

berkembang

tersebut.

sentra

dalam

McElwee

usahanya

(2008),

modal

dalam

menjalankan

untuk

dijual

(semi

optimal bagi mereka.

manusia adalah sesuatu yang sangat
penting

tujuan

Umumnya

petani

mangga

sebuah

mengelola usaha mereka sesuai dengan

usaha. Modal manusia dalam hal ini

kebiasaan yang telah dilakukan dalam

selain tingkat pendidikan, namun juga

jangka waktu yang lama. Pengetahuan

hubungan sosial antara sesama petani

mengelola kebun mangga mereka dapat

mangga, keterikatan sosial satu sama lain

kan dari orang tua mereka atau dari

menjadi penting dalam pengembangan

petani mangga lainnya. Modal usaha

usaha petani.

sebanyak 55 % berasal dari modal
sendiri, 30 % pinjaman dari pedagang

2. Kemampuan
Usahatani Mangga

dan

Manajemen

dan

petani

kemampuan

kemauan

yang tidak dapat dipisahkan satu sama
Keduanya

saling

dari

untuk

melakukan

keuangan. Petani umumnya menanam
mangga di halaman mereka sendiri dan

yang baik akan menghasilkan kesuksesan
aktivitas

permodalan

merasa perlu untuk mengakses lembaga

keras dilengkapi oleh pengelolaan usaha

sebuah

mengakses

pengembangan usaha, sehingga mereka

menunjang

keberhasilan suatu usaha, dimana kerja

dalam

tambahan

perbankan tentunya dikarenakan adanya

manajemen usaha merupakan dua hal

lain.

mendapatkan

modal dari pihak perbankan. Alasan

Dalam aktivitas bisnis, perilaku
kewirausahaan

sisanya

juga di kebun sendiri/sewa/gadai. Sistem

bisnis.
48

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

pengairan masih mengandalkan musim

petani. Panen buah mangga dilakukan

hujan, sedangkan pada musim kemarau

sendiri oleh petani dan keluarganya

mereka membiarkan lahannya. Namun

dibantu oleh tenaga kerja dari luar

sebagian petani (10-15 % ) menggunakan

keluarga. Untuk aktivitas pasca panen,

sumber pengairan lain seperti sumur bor

petani masih menggunakan cara lama,

dan juga pengairan dari sungai/selokan.

tidak ada proses pencucian, sortasi dan

Penggunaan teknologi off season oleh

grading. Petani responden secara umum

petani mangga sudah diterapkan di kebun

menjual hasil panennya kepada pedagang

mereka masing – masing. Penggunaan

pengumpul, hanya 5-10 % petani yang

teknologi ini tentunya menguntungkan

menjual produknya langsung kepada

bagi petani, karena pohon mangga nya

konsumen. Alasan petani menjual hasil

dapat berbuah di luar musim panen.

panennya kepada pedagang adalah lebih

Permintaan buah mangga yang tinggi,

mudah, tidak perlu mengeluarkan biaya

menjadi alasan utama petani untuk

transportasi yang besar dan pedagang

menerapkan

masih

teknologi

off

season,

merupakan

keluarganya

yang

sehingga mereka juga dapat menikmati

sudah biasa melakukan penjualan kepada

hasil

pedagang

panen

yang

lebih

lama

tersebut.

Petani

mangga

Penerapan

umumnya (90 %) masih merasa nyaman

teknologi off season masih belum sesuai

dengan kebiasaan ini karena risiko dalam

dengan standar penggunaan, hal ini

proses pemasaran yang kecil. Mereka

dikarenakan adanya keterbatasan modal

juga tidak mengemas buah nya karena

dari petani sehingga mereka masih

memang pedagang tidak mensyaratkan

menerapkan

teknologi

hal tersebut.

kemampuan

mereka.

dibandingkan

sebelumnya.

ini

sesuai

Petani

yang

Umumnya

petani

memiliki

berinisiatif untuk melakukan peminjaman

keterbatasan terhadap informasi pasar.

ke bank sebanyak 15 %, dimana mereka

Dalam aktivitas pemasaran petani sangat

melakukan hal tersebut untuk memenuhi

tergantung kepada pedagang, dimana

standar penerapan teknologi off season,

penentuan harga jual pun ditentukan oleh

sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih

pedagang. Hal ini dikarenakan petani

baik.

belum memiliki akses terhadap informasi
Kegiatan panen dan pasca panen

pasar. Petani responden cenderung tidak

umumnya masih dilakukan sendiri oleh

mencari informasi pasar karena mereka
49

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

merasa

cukup

dengan

mendapatkan

3. Berorientasi Pasar
Petani

informasi dari pedagang pengumpul.

mangga

di

Kabupaten

Mereka memiliki kepercayaan terhadap

Majalengka umumnya menjual hasil

pedagang

panen

pengumpul

karena

ada

mereka

kepada

pedagang

hubungan keluarga, sehingga hal tersebut

pengumpul. Alasan kemudahan dan juga

membuat mereka merasa cukup dan

biaya transportasi yang kecil mendorong

nyaman dengan apa yang sudah mereka

mereka untuk menjual hasil panennya

dapat dari aktivitas pemasaran hasil

kepada pedagang pengumpul. Secara

panen mereka.

umum, petani mangga telah memiliki

Petani

mangga

Majalengka

di

rata-rata

Kabupaten

orientasi terhadap pasar, namun dalam

mendapatkan

aktivitas

pemasaran

bantuan pendampingan, pelatihan dan

lakukan,

mereka

juga

dari

penjualan kepada pedagang pengumpul.

bantuan

pemerintah.

sarana

produksi

yang

masih

mereka

melakukan

Petani

juga

tergabung

Secara umum petani belum berorientasi

kelompok

tani

sehingga

pasar modern atau terstruktur, karena

memudahkan mereka dalam mengakses

keterbatasan kepemilikan jumlah pohon

bantuan dari pemerintah. Namun untuk

dan juga modal usaha. Selain itu, petani

kemitraan bisnis dengan pihak pasar

umumnya tidak memiliki akses terhadap

petani selama ini belum mendapatkan

pasar modern, sehingga mereka tidak

akses tersebut. Pihak mitra umumnya

mengetahui

menghubungi pedagang, tidak langsung

kondisi yang harus mereka penuhi agar

ke petani, karena jumlah petani yang

dapat

banyak serta produksi yang masih belum

modern.

dengan

stabil atau tidak kontinyu. Mitra bisnis
(buyer)

lebih

memilih

bagaimana

memenuhi

syarat

permintaan

atau

pasar

Informasi mengenai pasar modern

berhubungan

seringkali mereka dengar dari pedagang

dengan pedagang karena jumlahnya yang

pengumpul, namun untuk saat ini petani

lebih sedikit dan kemampuan modal yang

belum

mereka miliki lebih kuat dibandingkan

mengakses secara langsung pasar modern

dengan petani mangga secara langsung.

karena

memiliki

berbagai

keinginan

keterbatasan

untuk

yang

dihadapi oleh petani. Untuk kegiatan
ekspor, umumnya petani tidak melakukan
langsung, namun melalui pedagang dan
50

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

eksportir. Secara umum petani tidak

agar nilai jual atau posisi tawar petani

menyiapkan produksi mangga secara

juga meningkat atau lebih baik.

khusus untuk diekspor, namun biasanya
buah yang diekspor “tidak sengaja”

4. Inovatif dan Kolaboratif

terpilih untuk dijual ke pasar ekspor.

Perubahan adalah sesuatu yang

Petani responden menilai bahwa untuk

pasti terjadi, perubahan adalah suatu

saat ini belum perlu mengakses pasar

keniscayaan yang harus dihadapi oleh

yang lebih jauh, karena selama ini hasil

setiap manusia. Dalam aktivitas bisnis,

panen mereka selalu terjual habis karena

perubahan sudah tentu pasti terjadi,

kebutuhan dalam negeri yang masih

termasuk

besar. Petani umumnya memiliki saluran

Perubahan

pemasaran lebih dari satu, dimana petani

perubahan pasar, perubahan teknologi,

ada yang menjual ke Bandar (51%),

perubahan iklim dan lain sebagainya.

pedagang pengumpul (44%) dan sisanya

Adaptasi harus dilakukan agar mereka

(5%)

dapat menghadapi perubahan tersebut

menjual

langsung

ke

pasar

dan

tradisional dan juga ke pasar modern.

dalam
dalam

menjadikan

usahatani
bisnis

mangga.

diantaranya

perubahan

tersebut

Harga jual ekspor yang tidak selalu

sebagai peluang untuk mengembangkan

lebih baik dibandingkan dengan harga

usaha petani. Perubahan yang dirasakan

lokal

lebih

saat ini terasa sangat cepat apabila

memilih menjual buahnya di pasar lokal.

dibandingkan dengan 5-10 tahun yang

Jika acuan orientasi pasar petani adalah

lalu. Kemudahan akses informasi menjadi

pasar modern atau pasar terstruktur, maka

salah satu penyebab perubahan dalam

petani mangga Kabupaten Majalengka

dunia usaha sangat cepat. Konsumen

bisa

belum

modern sebagai seorang manusia tentu

berorientasi pasar, namun apabila melihat

akan selalu membutuhkan pangan, namun

pada kenyataan bahwa pasar lokal masih

preferensi atau pengetahuan konsumen

belum

tentang

juga

mendorong

disebut

petani

terpenuhi

petani

yang

seluruhnya

oleh

pangan

yang

aman

dan

produksi lokal, maka sebenarnya perilaku

berkualitas terus berkembang. Konsumen

kewirausahaan

dibilang

mudah mengakses informasi mengenai

positif. Namun demikian, petani tetap

pangan yang aman dan ini menjadi

harus mempersiapkan pasar alternatif,

kebutuhan

petani

bisa

konsumen
51

sekaligus
saat

ini.

gaya
Petani

hidup
mangga

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

Pemasangan

sebagai pengusaha dalam produk mangga

perangkap

hama

tentunya harus mampu menyesuaikan diri

belum dapat dilakukan serentak, karena

dengan

yang

pemahaman

terjadi. Kemampuan untuk beradaptasi ini

menganggap

tentunya harus didukung oleh perilaku

perangkap hama ini hanya menjadi beban

kewirausahaan yang adaptif terhadap

produksi. Perangkap hama akan efektif

perubahan.

apabila dilakukan oleh petani secara

perubahan-perubahan

petani

yang

bahwa

masih

penggunaan

dan

serentak, namun saat ini pemasangan

pasca panen serta pemasaran petani

perangkap hama baru dilakukan oleh

mangga saat ini masih dilakukan secara

beberapa petani saja, dan hal tersebut

konvensional. Petani umumnya telah

malah merugikan petani tersebut karena

mengetahui

hama menjadi terkonsentrasi di kebun

Aktivitas

produksi,

Standard

panen

Operasional

nya.

Procedure (SOP), teknik panen yang
benar,

pembungkusan

buah

Fontana

untuk

(2009),

menjelaskan

melindungi buah dari serangan OPT.

bahwa inovasi adalah kesuksesan dalam

Namun petani belum menerapkan SOP

bidang ekonomi karena diperkenalkannya

sepenuhnya,

panen

masih

secara

cara baru atau kombinasi baru dari cara –

konvensional,

karena

apabila

harus

cara lama untuk merubah input menjadi

melaksanakan seluruhnya sesuai dengan

output

anjuran, maka biaya produksi akan

perubahan besar dalam hubungan antara

meningkat. Kondisi ini memperlihatkan

nilai guna dan harga yang ditawarkan

bahwa petani mangga belum memiliki

kepada konsumen. Inovasi petani mangga

perilaku wirausaha, karena mereka masih

dalam aktivitas produksi dan pasca panen

melakukan

masih terbatas karena keterbatasan modal

usahatani

kebiasaan,

atas

dasar

bukan karena permintaan

dan

yang

juga

mampu

menciptakan

pengetahuan

mengenai

pasar. Penggunaan pestisida dilakukan

penerapan teknologi baru. Petani juga

karena

oleh

merasa hal tersebut belum diperlukan

pemerintah, sehingga apabila mereka

karena selama ini penerapan teknologi

tidak menggunakannya, mereka khawatir

baru

tidak akan diberi bantuan lagi oleh

dampak yang signifikan terhadap hasil

pemerintah.

produksi.

diberikan

bantuan

dirasakan

belum

Pengolahan

memberikan

buah

mangga

menjadi produk olahan juga belum dapat
52

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

dilakukan oleh petani karena dianggap

yang mereka peroleh dapat lebih stabil

tidak menguntungkan. Anggapan ini

dan pasti.

muncul karena untuk pengolahan buah,
diperlukan investasi yang cukup besar,

PENUTUP
Tuntutan akan kualitas dan juga

sehingga dianggap memberatkan (Tidak

kontinuitas produk tentunya menjadi

menguntungkan).
Petani

menyadari

peluang sekaligus tantangan bagi petani

bahwa

sumberdaya yang mereka miliki terbatas,

mangga

terutama dalam hal modal, lahan dan juga

tersebut. Pasar menjadi acuan utama bagi

pasar. Kolaborasi antar petani tentunya

seorang wirausaha dalam menjalankan

menjadi sesuatu yang harus dilakukan,

usaha.

agar petani memiliki daya tawar yang

berwirausaha tentunya untuk memperoleh

lebih baik. Kelompok sebagai wadah bagi

keuntungan

petani berkumpul harus lebih aktif. Untuk

berkembang sehingga dapat memberikan

saat ini, petani belum dapat berkolaborasi

kepastian

dalam hal pemasaran produk. Petani

wirausaha tersebut. Dalam perjalanannya,

saling tukar informasi mengenai teknik

seorang wirausaha tentu tidak lepas dari

budidaya,

tantangan dan hambatan dalam aktivitas

pengendalian

hama

dan

untuk

memenuhi

Tujuan

seseorang

dan

masa

depan

bagi

dapat

pelaku

usaha

hasil panen, petani belum memiliki

kewirausahaan petani mangga dalam

komitmen bersama dalam hal pemasaran

menghadapi tantangan dan hambatan

produk mereka. Hal ini disebabkan

yang

karena akses mereka ke pasar yang masih

sebaliknya.

terbatas, hubungan yang kuat dengan

petani dilihat dari tingkat pendidikan

pedagang

ada

petani, manajemen usaha dilihat dari

hubungan keluarga). Kolaborasi usaha

aspek sistem agribisnis, orientasi pasar,

tentunya

yang

inovasi dan kolaborasi usaha. Secara

penting bagi petani dengan skala usaha

umum petani mangga di Kabupaten

kecil, karena untuk menghadapi pasar

Majalengka

yang

komersial, mereka masih menjalankan

menjadi

besar,

(masih

sesuatu

diperlukan

hal

komitmen

ada

dilakukannya.

untuk

kegiatan panen, namun untuk pemasaran

pengumpul

yang

usahanya

tuntutan

dapat
Perilaku

adalah

positif

Perilaku

ataupun

kewirausahaan

petani

semi

bersama yang kuat, sehingga posisi tawar

usahataninya

secara

konvensional,

menawar petani juga lebih baik dan harga

berorientasi

pada

pendapatan,

53

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

menjalankan kegiatan produksi sesuai

anggota kelompok tani dapat menjadi

dengan sumberdaya yang dimiliki, belum

suatu modal social yang kuat agar usaha

menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.

petani dapat berkembang secara bersama

Petani melakukan kolaborasi dengan

– sama. Peran akademisi dalam hal ini

petani mangga lainnya dalam aspek

tentunya sebagai pendamping bagi petani

produksi, namun belum dilakukan dalam

dan secara bersama – sama saling

hal pasar. Keterbatasan petani dalam

memperkuat satu sama lain. Penguatan

aspek

kelembagaan

modal,

pengetahuan
hambatan

akses

pasar

nampaknya

bagi

petani

dan

usaha

mangga

sebagai satu kesatuan rantai pasok juga

menjadi

untuk

pelaku

perlu

dapat

dibangun,

sehingga

ada

mengembangkan usahanya. Penggunaan

keterbukaan diantara petani, pedagang

teknologi yang dapat meningkatkan hasil

pengumpul, Bandar dan juga pasar

produksi belum dapat diterapkan karena

modern. Perilaku kewirausahaan yang

petani belum berani untuk berinvestasi

psoitif tersebut tentunya perlu dibangun

untuk pengembangan usahanya. Petani

secara bersama – sama sehingga petani

lebih memilih untuk mengurangi risiko

mangga dapat terus mengembangkan

usaha walaupun hasilnya pun sebanding

usahanya

dengan pengorbanannya tersebut. Inovasi

petani mangga dapat meningkat.

agar

tingkat

kesejahteraan

kelembagaan dan peran serta akademisi
serta

pemerintah

tampaknya

DAFTAR PUSTAKA

sangat

Arikunto, S. (2002). Prosedur Suatu
Penelitian: Pendekatan Praktek.
Edisi Revisi Kelima. Jakarta:
Rineka Cipta.
Baharsjah,
Sjarifuddin.
1993.
Hortikultura Sebagai Sumber
Pertumbuhan
Baru
Sektor
Pertanian.
Jakarta:
Penerbit
Bangkit.
Carland, J.W., Hoy, F., Bouton, W.R. and
Carland
J.C.
(1994).
Differentiating Entrepreneurs from
Small Business Owners’. Academy
of Management Review 9:354-369.
Carter, S. (1999). Multiple business
ownership in the farm sector:
assessing the enterprise and
employment
contributions
of

dibutuhkan oleh petani mangga dalam hal
pengembangan

usaha.

Tidak

hanya

memberikan bantuan fasilitas dan juga
modal, namun yang lebih penting adalah
memberikan pemahaman kepada petani
bahwa segala keterbatasan tersebut dapat
ditanggulangi dengan secara bersamasama dalam suatu ekosistem usaha yang
kondusif.

Petani

yang

senantiasa

berkolaborasi satu sama lain, memiliki
komitmen yang kuat dalam pemasaran
dan harga serta keterbukaan antara
54

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI MANGGA DALAM SISTEM AGRIBISNIS
DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT
Gema Wibawa Mukti, Elly Rasmikayati, Rani Andriani Budi Kusumo, Sri Fatimah

Developmental
Entrepreneurship,
11(3), 187-206.
McElwee, G. (2008) A Taxonomy of
Entrepreneurial
Farmers.
International
Journal
of
Entrepreneurship
and
Small
Business 6(3): 465-478.
McElwee, G. and Robson, A., 2005.
Diversifying the farm: opportunities
and barriers. Finnish Journal of
Rural Research and Policy 4, pp. 8496
Mehta. B.M and Sonawane Madhuri.
Entrepreneurial Behaviour of Mango
Growers of Valsad District of
Gujarat State. Indian Res. J. Ext.
Edu. 12 (1), January, 2012
Pusdatin (Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian). 2014. Outlook
Komoditi
Mangga.
Melalui:http://pusdatin.setjen.deptan.
go.id/ (diakses pada tanggal 20
Oktober 2017).
Salamon, S. (1992). Prairie Patrimony:
Family, Farming, and Community in
the Midwest The University of North
Carolina Press, Chapel Hill, NC.
Saragih, Bungaran. 2004. Pembangunan
Pertanian dengan Paradigma Sistem
dan Usaha Agribisnis. Melalui:
http://pse.litbang.pertanian.go.id
(diakses pada tanggal 20 Oktober
2017).
Solanki, K. D., (2002). Entrepreneurial
behaviour of potato growers of
North Gujarat Agro Climate Zone of
Guajarat state. Ph.D. Thesis
(unpub.), GAU, S.K. Nagar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sulistyowati,L.,
Natawidjaja,R.S.,
Saidah.Z.,.2013.
Faktor-Faktor
Sosial
Ekonomi
Yang
Memengaruhi Keputusan Petani
Mangga Terlibat Dalam Sistem
Informal
Dengan
Pedagang

farmers
in
Cambridgeshire.
Journal of Rural Studies 15(4),
417-429.
Carter, S. (2001). Multiple business
ownership in the farm sector:
Differentiating
monoactive,
diversified
and
portfolio
enterprises. International Journal
of Entrepreneurial Behaviour and
Research 7(2), 43-59.
Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura
Provinsi Jawa Barat. 2016.
Produksi Buah Mangga. Jawa
Barat.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan
Kimia Departemen Perindustrian.
2009. Roadmap Industri Pengolahan
Buah. Departemen Perindustrian.
Eryani, Yeyen. 2009. Analisis Pemasaran
Mangga
Gedong
Gincu
di
Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Skripsi diterbitkan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Fontana, A. 2009. Innovate We Can!.
How to create Value Through
Innovation in Your Organization and
Society. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Gede Mekse Korri Arisena (2016).
Konsep Kewirausahaan Pada Petani
Melalui
Pendekatan
Structural
Equation Model (SEM). Jurnal
Agribisnis dan Agrowisata, 5(1),
Januari Tahun 2016.
Geoffrey, G. Meredith, et. Al. (1996).
Kewirausahaan Teori Dan Praktek .
Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Presindo
Hasyim, Hasman. 2003. Analisis
Hubungan Faktor Sosial Ekonomi
Petani
Terhadap
Program
Penyuluhan Pertanian. Laporan
Hasil
Penelitian.
Universitas
Sumatera Utara, Medan.
McElwee, G. (2006). Farmers as
entrepreneurs:
developing
competitive skills. Journal of
55

MIMBAR AGRIBISNIS
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 40-56

Pengumpul. Sosiohumaniora, 15(
3): 285-293.
Supriatna,
Ade.
2010.
Analisis
Pemasaran
Mangga
Gedong
Gincu (Studi kasus di Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat). Agrin
14(2), 2010 Bogor: Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian.
Stanworth, M.J.K. and Curran, J. (1973)
Management Motivation in the
Smaller Business. Gower Press,
London.
Stevenson, H.H. and Jarillo, J.C. (1991).
A New Entrepreneurial Paradigm in
Etzioni, A and Lawrence PR (eds.),
Socio-Economics: Toward a New
Synthesis, M.E. Sharpe, Armonk,
New York, 185-208.
Vesala, K.M. (1996) Yrittäjyys ja
individualismi.
Relationistinen
linjaus
[Entrepreneurship
and
Individualism
A
Relational
Perspective]. Helsingin yliopiston
sosiaalipsykologian
laitoksen
tutkimuksia 2/1996, Helsinki.

56