Peran Aktor Perdagangan Internasional da

UNIVERSITAS PADJADJARAN

G10B.798
Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
International Trade and the Options for Eradicating Hunger

Peran Aktor Perdagangan Internasional dalam
Mengatasi Isu Kelaparan Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Liberal

Ravio Patra Asri
170210110019

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Tahun Akademik 2011/2012

SUMEDANG
Juni 2012

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 1
BAB I – PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................................2
Identifikasi Masalah ............................................................................................. 4
Tujuan Penulisan .................................................................................................. 4
BAB II – LANDASAN TEORI
Teori Merkantilisme (Merchantilism Theory) ..................................................... 5
Teori Ekonomi Klasik (Classical Economic Theory)........................................... 7
Teori Ekonomi Modern (Modern Economic Theory)..........................................10
BAB III – PEMBAHASAN
Faktor-Faktor Pemicu Kelaparan ......................................................................... 13
1. Faktor Politik (Political Factors) …......................................................... 13
2. Faktor Ekonomi (Economic Factors) …................................................... 14
3. Faktor Lingkungan (Environmental Factors) …....................................... 15
Deklarasi Universal untuk Pemberantasan Kelaparan dan Malnutrisi.................. 15
Kelaparan sebagai Isu Kemanusiaan .................................................................... 17
Korelasi Perdagangan Internasional dan Isu Kelaparan ....................................... 18
Kelaparan sebagai Implikasi dari Kemiskinan ..................................................... 17
Upaya Pemberantasan Kelaparan melalui Perdagangan Internasional ................ 21
Mengatasi Kelaparan melalui Ketahanan Pangan ................................................ 23


BAB IV - PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................... 28

BIBLIOGRAFI ................................................................................................... 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bagi jutaan masyarakat dunia, isu kelaparan adalah isu yang menyangkut
hidup dan mati. Lebih dari 841 juta orang di dunia setiap harinya kekurangan
makanan untuk sekadar menyambung hidup dari hari ke haril termasuk di
antaranya lebih dari 153 juta anak-anak berusia di bawah lima tahun. 1
Menurut data dari organisasi khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang menangani isu pangan dan pertanian, Food and Agriculture Organization
(FAO), sekitar enam juta anak-anak meninggal setiap tahunnya akibat kelaparan
dan malnutrisi. Dengan angka yang begitu besar ini, tidak ada satupun bencana

alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia lainnya yang bisa
dibandingkan dengan dampak yang disebabkan oleh kelaparan secara global.
Dari 841 juta orang yang mengalami kelaparan secara langsung dalam
kehidupan sehari-hari ini, 550 juta di antaranya hidup di wilayah Asia dan 170
juta lainnya di wilayah subsahara Afrika. Apabila ditotal, maka 95% penderita
kelaparan dalam kehidupan sehari-hari adalah mereka yang hidup di negara
berkembang. Meskipun begitu, kelaparan juga mulai muncul dalam beberapa
tahun belakangan di wilayah tertentu dari negara maju—bahkan Amerika
Serikat—akibat jeratan kemiskinan. 2
Sementara menurut Bank Dunia, pada akhir 2010, 89 juta orang lainnya
terjebak dalam kemiskinan ekstrim; dengan rata-rata kemampuan pemenuhan
kebutuhan harian hanya sekitar US$ 1.25 setiap harinya atau setara dengan sekitar
IDR 11,000.3
Permasalahan kelaparan ini sendiri secara sistematik telah mengakibatkan
banyak permasalahan, beberapa di antaranya yaitu:
Natio al “tude t Ca paig Agai st Hu ge & Ho eless, O e ie of Wo ld Hu ge , Students
Against Hunger [http://www.studentsagainsthunger.org/page/hhp/overview-world-hunger] (23
Juni 2012).
2
Ibid.

3
USS adalah penulisan formal dari mata uang Amerika Serikat, United States Dollar dan IDR
adalah penulisan formal dari mata uang Indonesia, Indonesian Rupiahs.
1

2

 40,000 anak-anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap harinya akibat
kelaparan dan wabah penyakit lain yang disebabkan oleh kelaparan; atau 24
anak-anak dalam satu menit; setara dengan perbandingan tiga pesawat tipe
Boeing 747 mengalami kecelakaan dengan kondisi penumpang penuh setiap
jam, setiap hari, dan setiap tahunnya.

 Jumlah korban meninggal akibat kelaparan jauh lebih besar daripada
dibandingkan dengan penjatuhan bom atom dalam sebuah area dengan
populasi padat setiap tiga hari sekali.

 Satu dari setiap lima orang di dunia mengalami masalah kelaparan.

 Jumlah korban meninggal dari masalah kelaparan dalam jangka waktu dua

tahun sudah lebih banyak daripada total jumlah korban nyawa yang
meninggal dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II.

 70% kematian anak-anak di dunia berkaitan dengan permasalahan
malnutrisi dan penyakit yang tidak bisa dicegah.

 70% orang di Asia hidup dalam kondisi kemiskinan yang ekstrim. 4
Sementara itu, pola perilaku perdagangan internasional selama ini juga
sedikit banyak berpengaruh terhadap meningkatnya tingkat kelaparan di dunia
secara global; terutama dengan sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi
sehingga pembagian kesejahteraan secara umum sangatlah timpang antara pihak
pemilik modal dengan para pelaku usaha kecil.
Di samping itu, perusahaan multinasional atau multinational corporations
serta pihak-pihak lain yang memiliki posisi sebagai aktor perdagangan
internasional sebenarnya juga memiliki potensi untuk ikut serta terlibat dalam
pemberantarasan kemiskinan dan kelaparan. Sayangnya, dengan keberadaan
berbagai macam persetujuan perdagangan bebas seperti North American Free
Trade Agreements (NAFTA) dan ASEAN Free Trade Area (AFTA), terbuka jalan

bagi perusahaan-perusahaan multinasional untuk membuka lapangan kerja bagi


4

National Student Campaign Against Hunger & Homeless, loc. cit.

3

para tenaga kerja di negara-negara berkembang dengan upah yang tidak layak dan
jauh di bawah standar kesejahteraan.

Identifikasi Masalah
1. Bagaimana perdagangan internasional memengaruhi isu kelaparan?
2. Peran apa saja yang bisa dilakukan oleh aktor perdagangan internasional
dalam rangka ikut membantu mengatasi masalah kelaparan di dunia?
3. Mengapa perdagangan internasional memiliki potensi yang signifikan
dalam mengatasi masalah kelaparan?

Tujuan Penulisan
1.


Mengetahui bagaimana proses dan praktik perdagangan internasional
dapat memengaruhi isu kelaparan.

2.

Mengidentifikasi peran-peran yang mungkin dilakukan oleh aktor
perdagangan internasional dalam mengatasi isu kelaparan.

3.

Menganalisis alasan di balik potensi perdagangan internasional sebagai
salah satu sumber upaya penyelesaian masalah kelaparan.■

4

BAB II
LANDASAN TEORI

Teori Merkantilisme (Merchantilism Theory)
Merkantilisme pada prinsipnya merupakan suatu paham yang menganggap

bahwa penimbunan uang, atau logam mulia yang akan ditempa menjadi uang
emas ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama kebijakan nasional. Pada saat
merkantilisme lahir, sistem masyarakat pada saat itu berdasarkan feodalisme.
Sistem feodal pada dasarnya menanggapi kebutuhan penduduk akan
perlindungan terhadap gangguan perampok. Jaminan keselamatan tersebut
diberikan oleh para raja terhadap para bangsawan, kerabat, dan bawahannya.
Sistem inilah yang melahirkan konsep tuan tanah, bangsawan, kaum petani, dan
para vassal yaitu raja-raja kecil yang diharuskan untuk membayar upeti terhadap
raja besar.
Ketika merkantilisme mulai berkembang, sistem feodalisme yang usang
sedikit demi sedikit mulai terkikis, hak-hak istimewa yang dimiliki oleh para tuan
tanah dan para bangsawan mulai dihapus, lapisan-lapisan sosial yang melekat
pada sistem feodal mulai dihilangkan, cara produksi dan distribusi gaya
feodalpun mulai ditinggalkan.
Pada saat itu Eropa tumbuh sebagai basis kekuatan industri dan
perdagangan baru di dunia, di mana peran para pedagang sangatlah besar. Hal ini
juga didorong karena ketika itu negara-negara seperti Spanyol, Portugal, Inggris,
Prancis, dan Belanda sedang giat-giatnya melakukan pelayaran internasional guna
mencari daerah-daerah baru yang dapat dijadikan sebagai koloni-koloni mereka;
karena uang adalah bentuk kekayaan yang paling luwes penggunaannya dan dapat

dipercaya; dengan uang pula seseorang dapat membeli apa saja; uang dapat
diterima di seluruh dunia; sehingga penimbunan uang dalam bentuk logam mulia
dirasakan merupakan usaha paling tepat pada saat itu dalam rangka menumpuk
kekayaan suatu negara. Penumpukkan kekayaan dalam bentuk logam mulia juga
jauh lebih efisien karena tidak makan tempat dan juga yang pasti tahan lama,

5

apabila dibandingkan jika penumpukkan kekayaan pada saat itu hanya dalam
bentuk gandum atau hasil pertanian lainnya.
Julukan merkantilisme pada dasarnya diberikan kepada aliran atau paham
ini oleh para kritikus ekonomi khususnya Adam Smith. Sebutan merkantilisme
mengandung makna menyamakan suatu bangsa atau negara dengan kebijakan
seorang pedagang, yang berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar pada waktu
menjual dibandingkan dengan apa yang dikeluarkannya ketika membeli dan
dengan demikian meningkatkan kekayaan perusahaannya. Seperti layaknya
seorang pedagang, bangsa yang merkantilis memandang bangsa dan negara lain
sebagai saingannya dan mencoba untuk merebut pasaran saingannya dengan cara
merebut suatu monopoli atau dengan cara lain-lainnya. Biasanya seorang
pedagang berusaha untuk menekan harga barang yang akan dibelinya, dan

membayar upah serendah mungkin dengan tujuan untuk menekan biaya pada titik
yang paling minimal. Demikian juga negara yang menganut paham merkantilisme
berusaha untuk menumpuk kekayaan dengan jalan memeras dan menguras
sumber-sumber daya yang murah di negara jajahan dan mengupah buruh dengan
upah yang sangat minim di negerinya sendiri.
Oleh karena itulah, situasi dan kondisi tersebutlah maka mengapa peranan
negara harus begitu kuat demi nasionalisme ekonominya. Kekuasaan negara yang
semakin kuat berhasil menciptakan keadaan yang aman dengan mengatasi
konflik-konflik antarwilayah yang sering berkecamuk di antara para bangsawan.
Terciptanya keamanan dan kestabilan dalam negeri ini merupakan prasayarat
untuk memperluas pasar dalam negeri dan perkembangan produksi. Di samping
itu juga negara memberikan kemudahan-kemudahan kepada para pedagang untuk
melakukan perdagangan internasional, dengan demikian maka keuntungan yang
diraih oleh para pedagang dapat memberikan masukan pendapatan bagi
negaranya.
Merkantilisme memang tidak semata mendatangkan keuntungan belaka bagi
negara-negara yang melakukan perdagangan internasional, namun juga kerugian
bahkan penderitaan bagi para buruh, petani, dan rakyat yang tinggal di daerah
koloni sebagai daerah jajahan. Para buruh dipaksa bekerja dengan sekeras-


6

kerasnya dengan upah yang serendah-rendahnya guna mendorong ekspor
sebanyak-banyaknya, bahkan konsumsi untuk dalam negeripun sampai dilupakan.
Jam kerja pada kenyataannya sangat tidak terbatas. Kondisi buruh sangat
memprihatinkan, anak-anak dan para wanita dengan pakaian yang compangcamping dipaksa untuk bekerja di tambang batu bara di Inggris. Pemogokan para
pekerja dianggap sebagai suatu kejahatan dan langsung ditindak tegas.
Nasib para petani tidak lebih baik dibandingkan dengan kaum buruh, pada
saat itu fungsi pertanian hanya dipandang sebagai penyedia bahan pangan yang
semurah mungkin dengan demikian juga upah buruh dapat ditekan rendah, dan
sebagai sumber bahan mentah untuk industri yang semurah-murahnya. Karena itu
mengapa penghasilan para tuan tanah terutama para petani yang bekerja padanya
begitu rendah. Belum lagi jika lahan pertanian dipaksa untuk diubah menjad lahan
industri oleh pemerintah, maka dapatlah dipastikan berapa banyak para petani
yang bakal menganggur.
Pengurasan sumber-sumber daya alam besar-besaran dilakukan di setiap
daerah jajahan dengan tujuan untuk memperoleh sumber daya alam dengan
semurah-murahnya seperti kentang, tembakau, kopi, tebu, teh, cengkeh, dan lainlain untuk dijual lagi dengan harga yang setinggi-tingginya.

Teori Ekonomi Klasik (Classical Economic Theory)
Para pemikir ekonomi liberal percaya bahwa masyarakat mestilah
memberdayakan setiap sumber dayanya untuk memaksimalkan kemakmuran serta
bahwa pasar adalah alat pencapaian tujuan yang paling objektif. Mekanisme harga
pasar adalah sumber utama dari keuntungan bersama. Pemikiran dari ekonomi
liberal terikat pada prinsip pasar bebas dan intervensi negara yang minim ( laissezfaire; to leave it alone); meskipun hubungan antara negara dan pasar berbeda-

beda bagi setiap pemikir liberal.
Namun, bagaimanapun juga, peran negara sebagai pelindung sekaligus
pengawas kinerja pasar tetap berlaku. 5 Selain itu, karena nilai intrinsik dari
Joh Ge a Ruggie, I te atio al Regi es, T a sa tio s, a d Cha ge: E edded Liberalism in
the Post a E o o i O de , International Organization Journal (1982), 36: 2, h. 386.

5

7

liberalisme adalah pemberian kebebasan individual, maka asas-asas pasar bebas
juga dapat diartikan sebagai sebuah struktur politik yang menekankan kebebasan
bagi individual. 6
Sementara itu, teori ekonomi liberal yang dikemukakan oleh Adam Smith
dalam Wealth of Nations dikembangkan oleh David Ricardo melalui Principles of
Political Economy and Taxation. Adam Smith melandaskan teorinya pada konsep

keunggulan absolut (absolute advantage) dengan pendekatan bahwa setiap negara
harus memiliki spesialisasi mengenai produksi apa yang mampu dilakukan
dengan kualitas terbaik untuk dapat menjadi bangsa yang makmur dari sudut
pandang ekonomi melalui penyaluran hasil produksi ke pasar bebas. Dengan
begitu,pertumbuhan ekonomi dilihat dari perbandingan antara jumlah tenaga kerja
keseluruhan dengan kinerja pasar.
Prinsip-prinsip inilah yang kemudian dikembangkan kembali oleh Ricardo
yang mengemukakan adanya pojok baru dari doktrin perdagangan liberal modern;
yang dikenal sebagai hukum keunggulan komparatif atau comparative advantage
sebagai perpanjangan dari adanya spesialisasi produksi setiap negara. Ricardo
mengemukakan pemikiran bahwa perdagangan internasional sangat dipengaruhi
oleh hubungan relatif dengan harga barang dan jasa; yang memberikan implikasi
bahwa setiap negara harus melakukan spesialisasi produksi terhadap produk
barang yang bisa diciptakan dengan harga terendah dibandingkan dengan ongkos
produksi yang harus dikeluarkan oleh negara lain. Dengan begitu, bukan hanya
keunggulan absolut saja yang dibutuhkan negara untuk ikut terlibat langsung
secara aktif dalam perdagangan internasional; melainkan juga harus diiringi
dengan adanya keunggulan komparatif. 7
Sementara pemikiran lain dalam teori ekonomi liberal yang berpengaruh
cukup signifikan adalah teori dari ekonom Swedia, Heckscher dan Ohlin yang
terkenal dengan pemodelan H-O-nya dari dekade 1930an. Pemodelan H-O ini
menunjukkan bahwa keunggulan komparatif dari suatu negara dalam sistem
Roge Tooze, Co eptualizi g the Glo al E o o y, dala A tho y M G e & Paul Le is
(eds.), Global Politics (Cambridge: Polity Press, 1992), h. 235.
7
Robert Gilpin, The Political Economy of International Relations (Brighton: Princeton University
Press, 1987), h. 175—178.
6

8

perdagangan internasional merupakan kombinasi dari setidaknya tiga faktor
produksi; yaitu lahan (land), tenaga kerja (labour ), dan modal (capital).
Keunggulan komparatif, menurut Heckscher dan Olin, ditentukan oleh perbedaan
yang dimiliki setiap negara dalam proses produksi; atau disebut juga sebagai
endownments factor .8

Dalam konteks agricultural, sebagai salah satu bidang produksi yang paling
berhubungan dengan isu kelaparan dan ketersediaan pangan masyarakat,
keberadaan sistem perdagangan internasional yang ada saat ini tidak begitu
menguntungkan bagi negara-negara berkembang yang sebenarnya memiliki
potensi untuk memproduksi barang-barang dengan harga rendah dalam kompetisi
yang tidak ideal; sebagai hasilnya, tingkat kesejahteraan dan sekuritas pangan
masyarakat di negara-negara berkembang tidak mengalami peningkatan. 9
Para pelaku ekonomi kecil dapat dengan mudah disingkirkan dari pasar oleh
produser besar; baik domestik maupun internasional tergantung pada tingkat
ekspor yang dicapai. Bahkan kalaupun pelaku bisnis kecil berhasil bertahan dalam
persaingan yang ada, mereka akan tetap dirugikan oleh produsen besar akibat
fluktuasi harga pasar. Di lain pihak, ekonomi global dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka yang terlibat dalam rantai produksi ekspor, namun juga
dapat merusak unsur-unsur tradisional dari substansi-substansi yang ada dalam
ekonomi local dan kerugian bagi orang-orang yang tidak ikut terlibat malah
menambah tingkat ketidaksetaraan. 10
Pasar internasional telah menciptakan sebuah arena pacuan global bagi
orang-orang yang bekerja lebih sedikit; membuat negara-negara menjadi
berselisih satu sama lainnya; menyebabkan, dalam banyak kasus, kekurangan

8

William Kaempfer, J. Markusen, K. Maskus, dan J. Melvin, International Trade: Theory and
Evidence (Singapura: McGraw-Hill, 1995), h. 99.
9
WEF, Ag i ultu al T ade Task Fo e: Co
u i ue of Re o
e datio s, World Economic
Forum [http://www.weforum.org/site/homepublic.nsf] (23 Juni 2012), h. 2.
10
B ead fo the Wo ld, Hu ge i a Glo al E o o y: Hu ge Repo t, Bread
[http://www.bread.org] (23 Juni 2012).

9

layanan kesehatan atau standar-standar kelayakan lingkungan yang tidak bisa
diterima.11

Teori Ekonomi Modern (Modern Economic Theory)
Setelah Perang Dunia II, secara garis besar di dunia terbagi dua jenis negara
yang sangat berbeda dari segi karakteristik perekonomian. Jenis yang pertama
adalah negara maju. Negara-negara maju pada umumnya adalah bekas negaranegara penjajah pada zaman imperialisme dan kolonialisme dulu. Sementara jenis
yang kedua adalah negara sedang berkembang atau sering disebut sebagai negara
yang terbelakang dari segi kemampuan perekonomiannya. Negara-negara ini pada
umumya adalah bekas negara-negara jajahan di masa lampau, walaupun sebagian
dari mereka sekarang sudah dapat menjadi negara-negara maju namun jumlahnya
masih sangat sedikit.
Karena kondisi-kondisi di ataslah menjadi alasan mengapa adalah sangat
sulit bagi negara-negara yang sedang berkembang untuk mengembangkan
perekonomiannya, juga seringkali dalam perdagangan internasionalnya negaranegara sedang berkembang tidak dapat memperoleh keuntungan yang benar-benar
maksimal jika dibandingkan dengan negara-negara industri atau negara-negara
maju. Atau secara singkat, dalam perdagangan internasional negara-negara maju
memiliki posisi yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan negaranegara yang sedang berkembang.
Dalam praktik perdagangan internasional modern, terdapat dua jenis teori
utama. Teori yang pertama adalah backwash effects theory; sebuah teori yang
dikembangkan oleh Gunnar Myrdal. Teori ini mengkritik pandangan dari ekonomi
klasik yang menganggap bahwa pembangunan ekonomi suatu wilayah dunia akan
menyebar ke wilayah lainnya karena adanya perdagangan internasional. Pada
kenyataannya, menurut Myrdal di pasar internasional negara-negara sedang
berkembang kalah dalam bersaing karena adanya disparitas teknologi yang sangat
mencolok. Hal ini disebut sebagai backwash effects dari perdagangan
Food Fi st,
Myths a out Hu ge , Institute for Food and Development
[www.foodfirst.org/pubs/backgrdrs/1998/s98v5n3.html] (23 Juni 2012), h. 2.
11

10

internasional bagi negara sedang berkembang. Kedua, ekspor dari negara sedang
berkembang mengandalkan produk primer dan unskilled labor sehingga hasil
produknya menghadapi elastisitas permintaan yang rendah. Arus modal
internasional juga tidak dapat diandalkan, karena pada kenyataannya modal lebih
banyak yang beralih dari negara sedang berkembang ke negara-negara maju.
Hal ini bisa terjadi kaarena pertama, faktor keamanan dan kestabilan dalam
politik di negara-negara maju memancing para kapitalis di negara-negara sedang
berkembang untuk mengalihkan modalnya ke negara-negara maju karena alasan
keamanan. Kedua, karena negara-negara maju memiliki instrumen pasar uang dan
pasar modal yang lebih banyak variasinya dan lebih mapan dibandingkan dengan
pasar uang dan pasar modal yang ada di negara sedang berkembang. Kelemahan
dari teori ini seperti yang kita lihat sekarang adalah bahwa secara empiris negaranegara yang termasuk Asian New Industrial Countries seperti Korea Selatan,
Singapura, dan Taiwan justru berhasil menciptakan kemajuan dari perdagangan
internasional.
Teori yang kedua adalah dependency theory. Teori ini berpendapat bahwa
pada dasarnya, di dunia ada dua jenis negara; yang pertama adalah negara pusat
(core) terdiri atas negara-negara maju, yang kedua adalah negara-negara pinggiran
(periphery) yakni negara-negara sedang berkembang. Negara-negara pinggiran
sangat bergantung kepada negara pusat. Negara pusat melakukan penghisapan
kepada negara-negara pinggiran (surplusnya dihisap) yang mengakibatkan adanya
pertukaran yang tidak adil. Foreign investment membuat pertumbuhan ekonomi
negara sedang berkembang semakin tergantung pada negara maju demi
kepentingan pasar dan modal. Hal ini terjadi karena adanya inequal exchange
antara negara sedang berkembang dan negara maju. Teori ini mengajukan solusi
bahwa sebaiknya negara-negara pinggiran harus melepaskan pengaruhnya sama
sekali dari negara pusat dan melakukan pakta perdagangan dengan negara-negara
pinggiran lainnya. Namun pada kenyataanya hal ini sangat sulit dilakukan karena
jika hanya dilakukan pakta perdagangan antara dua negara yang sama-sama
pinggiran, maka pertukaran mungkin tidak terjadi sama sekali karena barang yang
ditawarkan dari masing-masing negara pinggiran adalah sama yakni barang-

11

barang hasil pertanian, sedangkan syarat terjadinya pertukaran atau perdagangan
internasional adalah karena adanya perbedaan hasil produksi antara satu negara
dengan negara lain. Sekali lagi teori ini mempunyai kelemahan, karena secara
empiris negara-negara yang termasuk New Industrial Countries justru berhasil
memenangkan persaingan dagang bahkan dengan negara-negara maju sekalipun.
Menutup diri dari pedagangan internasional ataupun menutup diri dari
pengaruh negara-negara barat bukan salah satu jalan keluar. Terbukti bahwa
negara-negara yang menutup diri dari pengaruh negara barat akan mengalami
kesulitan dalam pembangunan perekonomiannya, kenyataan pahit inilah yang
dialami oleh negara-negara yang mengisolasi dari negara barat seperti Korea
Utara, Kuba, dan Afganistan.■

12

BAB III
PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Pemicu Bencana Kelaparan

1. Faktor Politik (Political Factors)
Salah satu dampak terburuk dari instabilitas politik adalah terjadinya perang
atau konflik—baik internal maupun eksternal. Sementara perang itu sendiri adalah
salah satu penyebab utama dari munculnya bencana kelaparan. Hal ini dapat
terlihat dari fakta dan data perang dalam beberapa tahun terakhir di beberapa
negara berkembang—termasuk Irak dan Afghanistan—yang menghadapi isu
malnutrisi baik secara parsial maupun keseluruhan.
Konflik yang terjadi menghancurkan lahan pertanian dan menghambat
setiap proses produksi untuk dapat berjalan dengan lancar; terutama karena
fungsi-fungsi produksi mulai dari tenaga kerja, sumber daya, dan modal yang
menjadi tidak tentu dalam kondisi berkonflik. Di samping itu, dengan kondisi
seperti ini, terbuka kemungkinan bahwa pihak yang berkonflik memanfaatkan
keterbatasan sumber dan faktor produksi sebagai senajata politis untuk memeroleh
kendali atas pihak lain.
Atas dasar pemikiran ini, maka wajarlah rasanya apabila mayoritas
pemerintahan di dunia memosisikan isu keamanan dan penguatan kekuatan militer
sebagai salah satu prioritas utama dalam mencegah munculnya masalah kelaparan;
terutama apabila dibandingkan dengan anggaran negara untuk hal-hal seperti
agrikultur, pendidikan, perikanan, dan penjagaan sumber daya alam. Terlebih lagi,
banyak negara yang mendasarkan setiap keputusannya pada pertimbangan politik;
lebih-lebih di negara-negara yang kuat secara politis. Contohnya saja, lebih dari
separuh dari anggaran luar negeri Amerika Serikat ditujukan untuk kepentingan
bantuan keamanan (security aids) dalam bentuk bantuan militer terutama bagi
sekutu politiknya.12

12

Ibid.

13

2. Faktor Ekonomi (Economic Factors)
Banyak negara berkembang menghadapai hutang pinjaman luar negeri
dalam jumlah yang besar untuk tujuan pembangunan yang kemudian membawa
potensi krisis kelaparan. Hutang luar negeri ini seringkali muncul sebagai akibat
dari adanya ketidakseimbangan dalam proses perdagangan internasional—
terutama bagi sebagian besar negara di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Hal ini
membuat

pemerintah

mesti

membuat

keputusan dilematis

antara

opsi

menyediakan makanan bagi rakyatnya atau menggunakan anggaran yang ada
untuk keperluan pelunasan hutang luar negeri; dengan keberadaan tekanan dan
ancaman dari negara kreditor di satu sisi serta kebutuhan mendesak akan
kebutuhan pangan negara di sisi lain.
Permasalahan juga muncul dari level mikro; adanya ketidakproporsionalan
kompetisi antara pelaku bisnis kecil dengan pelaku bisnis yang besar—terutama
dalam bidang agribisnis. Banyak petani di negara-negara berkembang
mendapatkan penghasilan melalui hasil pertanian berupa kopi, kokoa, gula, dan
bahan tekstil untuk kemudian dieskpor namun tingkat produksi para petani kecil
ini dapat dengan mudah dinegasikan oleh pelaku bisnis agribisnis yang besar
dengan cara melakukan pengambilalihan lahan dari petani kecil yang tidak
memiliki pilihan lain. Di samping itu, pelaku bisnis besar juga memiliki koneksi
untuk memungkinkan mereka melakukan perjanjian tak resmi dengan pemerintah
atau perusahaan lain dalam rangka mengendalikan pasar. Hal ini banyak terjadi di
negara-negara berkembang di wilayah Amerika Latin, Asia, dan Afrika; di mana
lebih dari 25 juta petani harus berjuang menghadapi krisis ekonomi akibat harga
produk pertanian yang dikendalikan oleh para pemilik usaha besar.
Di samping itu, perusahaan multinasional juga kerap kali mendapat
perlakuan khusus dari pemerintah di negara berkembang karena perannya yang
cukup signifikan dalam mengatrol tingkat ekonomi negara dalam skala makro.
Lebih lanjut, perlakuan khusus dari pemerintah suatu negara secara tidak langsung
merugikan masyarakat setempat di mana suatu kegiatan ekonomi dilakukan.
Contohnya, banyak di negara berkembang saat ini di mana proyek pembangunan
diserahkan pada perusahaan luar negeri yang melakukan pengerjaan dengan aliran

14

dana dari para pemegang saham (shareholders) yang kemudian keuntungannya
pun akan kembali dibagi sebagai dividen untuk para pemegang saham. Dengan
begini, maka masyarakat atau komunitas local di mana pembangunan tersebut
dilaksanakan

sama

sekali

tidak

mendapatkan

keuntungan

dari

proses

pembangunan. Hal-hal seperti inilah yang sedikit banyak ikut mereduksi tingkat
kesejahteraan masyarakat di negara berkembang. 13

3. Faktor Lingkungan (Environmental Factors)
Dalam pelaksanaan proses produksi—terutama oleh perusahaan besar—
seringkali terjadi perusakan lingkungan seperti penebangan hutan, penggusuran
lahan, dan semacamnya. Setelah lahan dibebaskan, lahan-lahan ini ditinggalkan
begitu saja tanpa perlindungan dari ancaman kerusakan seperti erosi sampai
benar-benar dimanfaatkan. Di samping itu, tekanan ekonomi juga memaksa
banyak petani untuk mengambil jalan pintas yang merusak lingkungan demi
mendapat hasil yang praktik. Hal ini terjadi akibat praktik pertanian yang tidak
berkelanjutan (unsustainable) sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan.
Akhirnya, lahan pun menjadi rusak dan sulit untuk digunakan sebagai area
pertanian.14

Deklarasi Universal untuk Pemberantasan Kelaparan dan Malnutrisi
(Universal Declaration on the Eradication of Hunger and Malnutrition )
Dalam rangka menetapkan batas-batas dari upaya pemberantasan kelaparan
dan malnutrisi, diadopsilah sebuah deklarasi yang dinamakan Universal
Declaration on the Eradication of Hunger and Malnutrition pada 16 November

1974 yang disetujui oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi 3180 (XXVIII)
Tanggal 17 Desember 1973 dan kemudian ditetapkan oleh Majelis Umum PBB
pada 17 Desember 1974.15

13

Ibid.
Ibid.
15
U ited Natio s, U i e sal De la atio o the E adi atio of Hu ge a d Mal ut itio , Office
of the United Nations High Commissioner for Human Rights [http://www2.ohchr.org/english/law/
malnutrition.htm] (23 Juni 2012).
14

15

Deklarasi ini sendiri memiliki beberapa poin penting yang dikandungnya,
yaitu:

 Bahwa krisis makanan yang menyulitkan banyak orang kebanyakan berada
di negara-negara berkembang; di mana manusia hidup dalam kelaparan dan
kehidupan yang tidak layak; di mana dua pertiga dari populasi dunia
memproduksi

sepertiga

dari

persediaan

pangan

dunia—sebuah

ketidakseimbangan yang berpotensi untuk semakin meningkat di masa
mendatang di dunia yang bukan hanya penuh dengan kesulitan ekonomi dan
implikasi sosial; namun juga melanggar prinsip-prinsip dan nilai-nilai
fundamental dari hak manusia untuk hidup dengan layak sebagaimana
dinyatakan dalam Deklarasi Universal untuk Hak Asasi Manusia ( Universal
Declaration of Human Rights);

 Pemberantasan kelaparan dan malnutrisi adalah salah satu tujuan utama dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa;

 Kesulitan yang dialami oleh banyak orang muncul sebagai akibat dari isuisu historis; terutama ketidaksetaraan sosial, pendudukan, diskriminasi
rasial, dan lainnya;

 Situasi ini diperparah oleh timbulnya berbagai krisis di dalam konteks
ekonomi global;

 Fenomena kelaparan termasuk ke dalam tanggung jawab dari kewenangan
PBB melalui Charter of Economic Rights and Duties of States;

 Setiap negara, kecil ataupun besar, kaya ataupun miskin, adalah setara.
Setiap negara memiliki hak untuk ikut berpartisipasi dalam membuat
keputusan dalam isu pangan;

 Kebaikan manusia sangat bergantung pada ketersediaan produksi dan
distribusi makanan yang cukup dan disertai dengan sistem sekuritas pangan
yang memadai;

 Perdamaian dan keadilan berada di dalam dimensi ekonomi yang membantu
proses pencarian solusi dari permasalahan ekonomi dunia dan likuiditas dari
ketertinggalan pembangunan;

16

 Untuk menemukan solusi jangka panjang dari setiap permasalahan
wkonomi dunia, diperlukan adanya upaya nyata untuk menghilangkan jarak
(gap) antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang;

 Negara-negara

berkembang

harus

melakukan

upaya

nyata

dalam

menyelesaikan masalahnya sendiri;

 Apabila suatu negara berkembang gagal memenuhi kebutuhan pangannya,
maka komunitas internasional mesti mengambil tindakan yang cepat dan
efektif untuk memberikan bantuan tanpa adanya tekanan politis. 16

Kelaparan sebagai Isu Kemanusiaan
Kelaparan disebabkan oleh berbagai faktor yang berbeda-beda. Selain faktor
ekonomi dan sosial, faktor lingkungan juga memiliki peran yang signifikan;
terutama cuaca. Cuaca memiliki peran utama dalam mengelevasi prevalensi
kelaparan. Wilayah dengan cuaca yang dominan panas dan beriklim kemarau
sepanjang tahun seperti subsahara Afrika menjadi rentan akan masalah kelaparan
karena lahannya hamper tidak bisa digunakan sebagai media pertanian sama
sekali.
Di samping itu, konflik militer—baik internal maupun eksternal—juga
berpotensi besar memicu munculnya bencana kelaparan. Konflik-konflik ini,
selain merusak keadaan lingkungan, juga menyedot anggaran negara yang besar;
anggaran yang sebenarnya bisa diberdayakan untuk tujuan kesejahteraan
masyarakat.
Kombinasi dari setiap faktor ini memicu suatu keadaan yang dapat
dikategorikan sebagai bencana kelaparan dalam skala besar. Sebuah kasus di
wilayah Somalia, Afrika, telah membuktikan bahwa kekeringan sepanjang tahun
disertai dengan konflik internal berupa perang sipil dapat memicu bencana
kelaparan yang sangat mengkhawatirkan.17

16

Ibid.
BBC, 5 Tahu Keke i ga , “o alia Kelapa a , BBC Indonesia
[http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/07/110720_somaliafamine.shtml] (23 Juni 2012).
17

17

Anak-anak mendapat perhatian serius dari bencana kelaparan ini. Mereka
harus sudah hidup didalam situasi yang sulit ketika seharusnya mereka
mendapatkan pelajaran disekolah dan tempat untuk bermain. Tubuh mereka yang
kurus disebabkan oleh kekurangan pasokan makanan yang membuat mereka sulit
untuk beraktifitas sebagaimana anak-anak pada normalnya.
Wilayah Afrika sendiri juga adalah daerah yang menderita gizi buruk dan
malnutrisi terburuk di dunia. Masalah utama dalam penyelesaian atau
penanggulangannya sendiri adalah karena banyak negara-negara maju tidak
memahami secara mendalam mengenai bencana kelaparan yang dialami oleh
negara-negara berkembang atau bahkan tertinggal. Oleh karena itu, diperlukan
adanya suatu sinergi antara negara berkembang dengan negara maju dalam
memberantas kelaparan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia.

Korelasi Perdagangan Internasional dan Isu Kelaparan
Salah satu korelasi utama antara perdagangan internasional dan isu
kelaparan adalah hubungan saling menegasikan di antara keduanya. Dengan
sistem perdagangan inernasional yang cenderung bersifat kapitalis, banyak negara
berkembang yang mesti berjuang demi ikut meraup keuntungan dari praktik
perdagangan internasional.
Monopoli—ataupun bentuk dominatif lain—yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan multinasional tertentu di bidangnya masing-masing ikut memengaruhi
rantai produksi makanan secara umum; dari produk berupa bibit-bibit dan pupukpupuk pertanian hingga proses pemasaran dan distribusi dari apa yang dikonsumsi
oleh masyarakat.
Banyak ekonom yang menganggap bahwa sistem perdagangan internasional
saat ini bersifat tidak adil, tidak layak, dan tidak loyal. Tidak adil karena sistem
yang ada berkembang melalui pengeluaran dari pelaku ekonomi lokal sembari di
satu sisi lainnya malah memerkaya para elite nasional dan transnasional saja.
Tidak layak karena perdagangan internasional di pasar bebas tidak benar-benar
memedulikan kebutuhan yang sebenarnya dari masyarakat; hanya kepentingan
dan keuntungan dari para elite. Tidak loyak karena sistem pertanian dilindungi

18

dengan subsidi yang besar di negara-negara berkembang serta karena para
produsen ekonomi dalam skala kecil ketakutan akan beban fiskal yang besar. 18
Kelaparan merupakan sebuah isu yang begitu kompleks; namun ada
beberapa hal tertentu yang menciptakan korelasi tersendiri antara isu kelaparan
sebagai sebuah kepedulian terhadap prinsip dari Hak Asasi Manusia dengan
praktik perdagangan internasional. Kelaparan, sudah pasti, memiliki hubungan
yang sangat erat dengan kemiskinan; yang berarti bahwa untuk mengatasinya,
dibutuhkan solusi yang juga sekaligus dapat bekerja sebagai solusi untuk
permasalahan kemiskinan global. Oleh karena itulah, ketika membahas masalah
kelaparan, bagaimanapun masalah kemiskinan harus ikut dibahas karena saling
memengaruhi satu sama lainnya.
Pun halnya dengan bencana kelaparan, biasanya ditandai dengan
ketertinggalan masyarakat dari segi budaya; seperti makanan yang tidak bergizi
dan bernutrisi, tanah yang tidak subur, lingkungan yang tidak layak ditempati, dan
semacamnya. Oeh karena hal inilah, Afrika menjadi wilayah endemic masalah
kelaparan dan kemiskinan global.
Di samping itu, kelaparan juga terkait dengan globalisasi sistem produksi
pangan yang merupakan bagian dari sistem perdagangan global modern. Banyak
negara berkembang yang melakukan ekspor besar-besaran terhadap produk
pertaniannya sementara di sisi lain, gagal memenuhi kebutuhan pangan
masyarakatnya sendiri. Hal ini menjadi semakin diperparah oleh banyaknya
wabah penyakit yang membuat tingkat kesejahteraan masyarakat menurun;
sejalan dengan angka harapan hidup dan ketercukupan kebutuhan yang rendah.
Ketidaktersediaan data dan faktor-faktor lainnya menyebabkan tidak mudah
untuk memperkirakan seberapa besar dampak dari gelombang ekspor terhadap
petani-petani kecil. Namun, dalam banyak hal, terbukti bahwa serbuan impor telah
mengakibatkan tersingkirnya banyak produsen beras dari pasar domestik.
FAO, sebagai regulator masalah pangan internasional, menyatakan bahwa
hal seperti ini terjadi di Honduras pada tahun 1991 yang kemudian berakibat pada
CETIM, Ag i ultu al F ee T ade I posed o the “outh th ough WTO Ag ee e ts a d Its
Co se ue es, Human Rights Sub-Commission [E/CN.4/Sub.2] (23 Juni 2012), h. 4.
18

19

semakin berkurangnya padi atau produk lokal sehingga mengakibatkan petani
menjadi tertekan. FAO menambahkan, bahwa di negara-negara lain, gelombang
impor mengakibatkan turunnya harga dalam negeri yang memukul produsen beras
lokal. Contohnya, di Tanzania, FAO menemukan hubungan berbanding terbalik
antara besarnya volume impor dan harga pasar dalam negeri.
Namun, sungguh mengejutkan, karena kenyataannya, informasi yang
komprehensif dan akurat tentang dampak serbuan impor atau kenaikan impor
pada umumnya terhadap pendapatan dan penghidupanpetani kecil masih sangat
sedikit. Lembaga internasional seperti World Bank sejauh ini mengabaikan
kemungkinan dampak tersebut terhadap permasalahan kemiskinan.

Kelaparan sebagai Implikasi dari Kemiskinan
Berdasarkan fakta, sebagian besar penduduk afrika adalah produsen
makanan, seperti petani, dan nelayan. Hal ini tentunya sangat jauh berbeda dengan
apa yang tadi kita asumsikan. Ternyata dengan kondisi tersebut, Afrika termasuk
benua yang subur dan dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri bahkan
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia.
Jika fakta di atas memang benar, lantas pertanyaan yang muncul adalah
apakah yang menjadi permasalahan yang memicu meningkatnya kemiskinan di
kawasan tersebut?
Ada banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis pangan dan
kelaparan di Afrika. Pengurangan anggaran di bidang pertanian menjadi salah satu
permasalahan kemiskinan di daerah subur tersebut. Pengurangan anggaran
tersebut mengakibatkan terbengkalainya aspek penelitian dan pengembangan di
sektor pertanian.
Kondisi mereka diperparah dengan kondisi alam yang walaupun subur
namun kurang bersahabat serta kesenjangan sosial yang amat nyata. Dengan
wilayah Afrika yang amat luas, dan relatif kering sangat menakjubkan bahwa
hanya 7 persen dari total sawah dan ladang di negeri ini yang memiliki irigasi,
sementara sisanya, 93 persen mengandalkan curah hujan untuk pengairannya.

20

Jumlah sawah yang diirigasi hanya merupakan sawah-sawah milik tuan tanah
besar.
Peran lembaga internasional, seperti Bank Dunia, WTO, dan IMF, juga
memperparah keadaan di kawasan ini. Lembaga ini telah menjadi bagian kekuatan
globalisasi yang justru menghancurkan sistem ketahanan pangan negara-negara
berkembang termasuk kawasan afrika. Lembaga ini membuat suatu system
dimana memaksa negara-negara untuk memangkas dana di beberapa sektor yang
di anggap penting untuk bisa mendapatkan kucuran dana dari lembaga ini.
Selain itu, memaksa para petani untuk menanam tanaman yang sifatnya
komersial di pasaran internasional, lalu menciptakan sebuah system agar Negara
tersebut hanya mampu untuk membuat hasil tersebut dalam bentuk bahan baku
dan yang paling tinggi hanya sebatas bahan mentah, agar barang tersebut di
ekspor keluar untuk dijadikan barang jadi di Negara maju.
Setelah itu, barang tersebut diolah dengan sedikit sentuhan di Negara maju
lalu dikirim kembali masuk ke Negara asalnya sebagai barang jadi. Negara di
Afrika saat ini dibanjiri oleh produk luar, sehingga sudah tentu mematikan
produksi dalam negeri. Dengan matinya produksi dalam negeri tentunya
menimbulkan kemiskinan di kawasan tersebut, dan kemiskinan tersebut
melahirkan situasi kelaparan yang sangat luar biasa di daerah Afrika.

Upaya Pemberantasan Kelaparan melalui Perdagangan Internasional
Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih membutuhkan
makanan, biasanya saat perut telah kosong baik dengan sengaja maupun tidak
sengaja untuk waktu yang cukup lama. Pangan adalah hal yang sangat penting
bagi kehidupan kita. Supaya sehat dan cukup gizi, kita harus memperoleh pangan
yang cukup beragam, berkualitas serta aman. Untuk mendapatkan pangan yang
cukup dan beragam manusia harus berusaha untuk mendapatkan nya. Pangan
memberi kita energi yang kita butuhkan untuk pertumbuhan, kegiataan fisik dan
fungsi dasar tubuh. Pangan juga menyediakan untuk kita bahan-bahan yang di
perlukan untuk membangun dan memelihara dan meningkatkan kemampuan

21

tubuh melawan penyakit. kinipun manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan
pangan yang baik untuk tubuh.
Kini, di setiap benua di dunia mulai dari benua asia hingga benua afrika
sebagian besat masyarakat nya mengalami kelaparan yang sangat hebat.
Kelaparan itu terjadi karena krisis ekonomi yang sedang mengelanda dunia saat
ini. Menurut Badan pangan PBB memperkirakan jumlah penduduk dunia yang
menderita kelaparan tahun ini mencapai 963 juta jiwa, atau meningkat sekitar 40
juta jiwa dibandingkan tahun lalu. Asia Pasifik mempunyai penduduk yang
mengalami kelaparan hingga mencapai 642 juta jiwa di susul kawasan sub afrika
sebanyak 265 juta jiwa. Apakah situasi seperti ini kah yang di inginkan oleh
masyarakat dunia? oleh karena itu pemerintah dan masyarakat harus bertindak
menghadapi kelaparan.
Sebab terjadi nya kelaparan dii sebabkan berbagai faktor seperti faktor
ekonomi dan faktor politik. Faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan kelaparan
adalah krisis ekonomi yang menyebabkan kemsiskinan dan kemundian terjadi nya
kelaparan. Faktor-faktor politik nya adalah seperti kurang nya lapangan kerja yang
di sediakan oleh pemerintah yang menyebabkan banyak masyarakat di negara
tersebut yang tidak memiliki pekerjaan untuk menafkahi kelurarga.
Banyak sekali dampak-dampak negatif yang di sebabkan oleh kelaparan itu
sendiri. Salah satu dampak negatif yang di sebabkan oleh kelaparan adalah
dampak kesehatan. Banyak sekali dampak buruk bagi kesehatan masyarakat yang
mengalami kelaparan. Seperti kurangnya gizi yang akan menyebabkan berbagai
penyakit seperti busung lapar, diare dan lain-lain. Penyakit-penyakit seperti ini
bisa menyebabkan kematian. Kematian yang di karenakan kelaparan akan
berdampak kepada politik dan ekonomi sebuah negara. Dampak politiknya adalah
Negara

tersebut

akan

mengalami

kekurangan

populasi

manusia

yang

menyebabkan kurang nya produktifitas pada Negara tersebut yang menyebabkan
ekonomi negara tersebut turun dan menyebabkan negara tersebut mengalami
krisis ekonomi. Krisis ekonomi ini yang menyebabkan harga pangan naik dan
banyak masyarakat kesusahan untuk membeli kebutuhan pada pangan. Oleh
karena itu pemerintah harus tau cara mencegah naik nya harga pangan.

22

Contoh salah satu negara yang mengalami kelaparan yang sangat dashyat
adalah Bolivia. Badan Pangan PBB mengatakan kalau dari 10 juta penduduk
Bolivia, sedikitnya 2,9 juta orang di antaranya menderita kelaparan hebat. Ini
disebabkan oleh krisis ekonomi di Bolivia. Pemerintah Bolivia sedang berusaha
untuk melawan kelaparan yang telah terjadi di Negara nya sendiri. Tetapi cara
yang diterapkan oleh pemerintah Bolivia kurang efeketif untuk melawan
kelaparan. Oleh karena itu Badan Pangan PBB ikut membantu Bolivia untuk
melawan kelaparan yang sedang di alami Bolivia. Untuk mencegah kelaparan
pemerintah dapat melakukan berbagai cara. Cara yang paling tepat adalah Negaranegara dari seluruh dunia berkumpul dengan Badan Pangan PBB dan
mendiskusikan tentang masalah kelaparan ini.

Mengatasi Kelaparan melalui Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan adalah topic yang sangat faktual, mengingat sebagaimana
dilaporkan World Disaster Report pada tahun 2011, dari 925 juta penduduk dunia
yang menderita kelaparan, sekitar 62% atau sekitar 578 juta diantaranya tinggal di
kawasan Asia Pasifik.
Berdasarkan laporan Foresight Project (2011), mayoritas penduduk dunia
yang menderita kelaparan adalah para petani pangan skala kecil yang hidup dalam
kemiskinan ekstrim. Karenanya, jalan keluar untuk keluar dari ancaman kelaparan
dunia adalah melindungi para petani pangan skala kecil dengan cara
menghentikan perampasan atas lahan garapan mereka.
Meskipun produksi pangan global sesungguhnya cukup untuk memberi
makan setiap penduduk dunia, namun pada tahun 2011 ini setidaknya terdapat 1
milyar anak-anak, perempuan, dan laki-laki yang terpaksa tidur dengan perut
keroncongan. Meski, pandangan mata dunia saat ini memang tertuju pada krisis
yang terjadi di kawasan tanduk Afrika, Somalia.
Kekeringan panjang yang dipadu dengan kegagalan politik dan buruknya
situasi keamanan tengah mengancam setidaknya 12 juta penduduk di kawasan
Sub-Sahara tersebut. Namun, menurut laporan World Disaster Report 2011, dari
925 juta penduduk dunia yang menderita kelaparan, sekitar 62% atau sekitar 578

23

juta diantaranya tinggal di kawasan Asia Pasifik yang saat ini menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi dunia. Jumlah penderita kelaparan di Asia Pasifik dua kali
lebih besar dari jumlah penderita di kawasan Sub-Sahara.
Mayoritas penderita kelaparan adalah penduduk pedesaan yang semestinya
menjadi pusat produksi pangan. Berdasarkan laporan Foresight Project (2011),
setengah dari populasi rawan pangan dunia, tiga perempat dari anak-anak yang
menderita gizi buruk di Afrika, dan mayoritas penduduk yang hidup dalam
kemiskinan ekstrem adalah petani pangan skala kecil.
Angka kelaparan di perkotaan juga dilaporkan mengalami peningkatan.
Dalam World Disaster Report 2010 dilaporkan sekitar 4.1 juta kaum miskin kota
di Kenya tergolong ―highly food insecure‖. Meroketnya harga pangan dunia,
khususnya sejak 2008 sampai sekarang, diperkirakan meningkatkan angka
kelaparan di perkotaan di berbagai penjuru dunia.
Kasus kelaparan tidak hanya didominasi negara-negara miskin dan
berkembang. Dalam WDR 2011 dinyatakan sekitar 19 juta penduduk di negaranegara berpendapatan tinggi juga mengalami masalah dengan kelaparan. Pada
tahun 2010 misalnya, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA)
mengeluarkan dana sebesar $68 juta melalui program ‗food stamp‘ untuk
menjangkau 40 juta penduduk yang terindikasi kelaparan.
Jumlah penderita malnutrisi diperkirakan jauh lebih besar lagi. Pada saat ini,
diperkirakan satu milyar penduduk dunia menderita kekurangan gizi, kekurangan
vitamin, dan mineral. Selain itu, 1,5 juta diantaranya menderita kelebihan gizi dan
obesitas yang dalam jangka panjang akan mengalami masalah kesehatan, seperti
jantung, berbagai jenis kanker, sampai diabetes. Kini, risiko obesitas tidak hanya
terjadi di negara-negara berpendapatan tinggi atau menengah, tapi mulai juga
dialami negara-negara miskin.
Salah satu faktor yang memperburuk kerentanan dunia dalam hal pangan
adalah intensifnya perampasan tanah dalam skala global. Oxfam melaporkan,
sejak 2001 sampai sekarang, 227 juta hektar lahan—satu setengah kali luas
Alaska—telah dijual-paksa atau sewa-paksa dengan kata lain ―dirampas‖ oleh
para investor industry pangan besar dunia. Angka ini belum ditambah dengan luas

24

lahan yang dirampas untuk kepentingan pembangunan infrastruktur fisik.
Uniknya, faktor pendorong terjadinya perampasan tanah di berbagai belahan
dunia adalah adanya prediksi tentang meningkatnya permintaan komoditi pangan
skala besar, yang disinyalir menjadi penyebab krisis harga pangan pada tahun
2008 lalu. Analisis tersebut menyebutkan harga pangan global mengalami
kenaikan 26% pada tahun lalu. Para analis juga memperkirakan komoditi pangan
akan terus meroket. Penyebabnya, adanya kebutuhan untuk melipatgandakan
produksi pangan sampai 70 persen untuk mengantisipasi lonjakan jumlah
penduduk yang diperkirakan akan mencapai 9,3 milyar di tahun 2050, dari
perkiraan 6.9 milyar pada 2010.
Cina, Korea Selatan, dan Arab Saudi menjadi negara-negara yang paling
getol menanamkan modalnya untuk menguasai lahan pertanian subur di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia. Salah-satu proyek investasi pertanian pangan
skala besar adalah Merauke Integrated Food Farm Estate yang awalnya hendak
didanai perusahaan milik keluarga Bin Laden.
Salah satu implikasi dari meningkatnya investasi di sektor pertanian skala
besar, yang mana mayoritas ditempuh melalui perampasan tanah, bisa dilihat dari
kondisi yang dilanda Ethiopia, salah-satu negara di tanduk afrika yang saat ini
mengalami kelaparan.
Antara tahun 2006 sampai 2009, investor Saudi dilaporkan memberikan
dana sebesar $100 juta ke Pemerintah Ethiopia untuk menyewa lahan yang akan
ditanami gandum, jelai, dan padi yang kemudian harus diekspor ke Saudi dengan
bebas bea. Bagi Saudi, menginvestasikan dana sebesar $100 juta untuk
mendapatkan konsesi lahan yang subur dengan pengairan yang cukup di Ethiopia
jauh lebih efisien ketimbang mengubah gurun pasir gersang miliknya menjadi
areal pertanian yang produktif.
Lantas bagaimana dengan Ethiopia? Sementara, World Food Program
(WPF) pada tahun 2009 saja telah mengeluarkan dana sebesar $300 juta untuk
membawa 460 ribu metric ton bahan pangan untuk membantu 5,7 juta rakyat
negara tersebut yang membutuhkan bantuan pangan. Dengan data ini, secara

25

logika, Ethiopia justru mengalami kerugian tiga kali lipat dari jumlah investasi
yang mereka terima.
Mengapa investasi industri pertanian skala besar justru memperburuk
kerentanan akses terhadap pangan? Jawabnya, pertama, sasaran perampasan
adalah lahan subur yang dekat dengan sumber air yang mana sesungguhnya
sebagian besar telah diusahakan oleh petani tradisional skala kecil. Perampasan
tersebut tidak hanya menyingkirkan para petani tradisional skala kecil dari lahan
garapannya, melainkan turut menyingkirkan sumber pangan utama mereka dan
keluarganya.
Kedua, perampasan tanah telah merusak sistem produksi pangan lokal.
Seperti banyak kasus yang bisa ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia,
ekspansi perkebunan kelapa sawit

atau industry pangan skala

besar,

mempersempit areal garapan bagi petani peladang-berpindah. Mereka dipaksa
m