Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan negara dimanapun di dunia ini, baik di negara yang sudah maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya agar terwujud manusia Indonesia yang bermutu, sehat,dan produktif. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Kedua upaya adalah pelayanan berkesinambungan atau continuum care. Upaya kesehatan masyarakat dilaksanakan pada sisi hulu untuk mempertahankan agar masyarakat tetap sehat dan tidak jatuh sakit, sedangkan upaya kesehatan perorangan dilaksanakan pada sisi hilir (Notoatmodjo,2005).

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemudian pembukaan tersebut dijabarkan dalam


(2)

pasal-pasal UUD 1945 yang mencakup banyak aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Secara umum kondisi kesehatan rakyat Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini dapat digambarkan dengan beberapa indikator seperti Angka Kematian Ibu (AKI) yang semakin meningkat 359/100.000 kelahiran hidup (KH) serta Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih tinggi 32/1.000 KH. Besarnya AKI dan AKB menggambarkan masih rendahnya tingkat kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat, status gizi, status kesehatan ibu, cakupan dan kualitas pelayanan serta kondisi kesehatan lingkungan (SDKI, 2012).

Situasi kesehatan rakyat Indonesia tidak terlepas dari kemampuan ekonomi sebahagian besar rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakmampuan finansial akan sangat berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan pokok, pakaian, tempat tinggal yang layak serta kemampuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak apabila mengalami kondisi sakit. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menunjukkan angka kesenjangan ekonomi di Indonesia sebesar 0,413. Artinya, hanya 40% dari pendapatan negara yang menyebar di masyarakat, selebihnya yakni 60% dikuasai oleh perorangan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya di masyarakat.

Oleh sebab itu beberapa aspek yang diatur pemerintah adalah hak warga negara untuk mendapatkan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Hal ini terdapat dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup


(3)

sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 34 ayat 3 juga menegaskan hal serupa bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai negara berusaha untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau jaminan kesehatan semesta (universal health coverage) upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif., bermutu, dan merata bagi seluruh penduduk. Indonesia bersama negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO) lainnya telah menyepakati

strategi pencapaian jaminan kesehatan semesta yang mencakup langkah :1) menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai pusat jaminan kesehatan

semesta,2) meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui perlindungan sosial, 3) meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, dan 4) memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan untuk mencapai jaminan kesehatan semesta (Kemkokesra, 2012).

Sejarah dimulainya sistem jaminan kesehatan di Indonesia berlaku sejak tahun 1968. Pada tahun tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan jaminan kesehatan dan masih terbatas kepada pegawai negeri yang dikelola oleh PT.Askes. Sedangkan untuk masyarakat luas yang kurang mampu, pemerintah telah mengadakan program dana sehat di puskesmas sejak tahun 1970an. Kemudian pada tahun 1992 secara resmi dikeluarkan jaminan kesehatan bagi tenaga kerja yang dikelola oleh PT.


(4)

Jamsostek. Pada tahun yang sama pemerintah juga menerapkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Pada tahun-tahun berikutnya jaminan kesehatan untuk masyarakat mengalami perkembangan. Munculnya Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di banyak propinsi dan kabupaten, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) serta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), keseluruhan ini adalah upaya-upaya pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau untuk masyarakat. Hingga muncul sistem penjaminan kesehatan terbaru yaitu Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (Thabrany, 2011).

Menurut Kasim,dkk (2009) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Jamkesda di pelayanan dasar di Puskesmas Banjar menyatakan bahwa manfaat program jamkesda masih kurang dirasakan oleh masyarakat karena secara khusus program ini lebih terasa di rumah sakit.. Penelitian Ginting (2011) menunjukkan pasien rawat inap peserta jamkesmas hanya 60,4% saja yang ingin dirawat inap kembali di Rumah Sakit Sembiring, Deli tua dimana mutu pelayanan berupa daya tanggap, perhatian dan kepedulian petugas terhadap pasien jamkesmas masih rendah. Adanya berbagai kelemahan dengan sistem jaminan kesehatan yang sudah pernah ada diharapkan dapat diatasi dengan sistem jaminan kesehatan nasional

Terkait dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, pada tahap awal JKN mengintegrasikan jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta jamkesmas, askes, jamsostek, dan anggota TNI/Polri yang selama ini dikelola secara terfragmentasi ke dalam suatu wadah yang dikelola oleh Badan Penyelenggara


(5)

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Proses pentahapan ini direncanakan akan dilaksanakan sampai tahun 2019 di mana seluruh warga negara akan tercakup dalam sistem jaminan sosial ini (BPJS, 2012).

Hal penting lainnya yang menjadikan mengapa sistem jaminan sosial nasional begitu dibutuhkan adalah, pertama memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial nasional menerapkan kendali mutu dan biaya.Sehingga peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu dan memadai dengan biaya yang wajar.Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. (Kemenkes, 2013).

Jaminan kesehatan nasional yang berlaku saat ini adalah bagian terintegrasi dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dan merupakan bagian yang terintegrasi dari sub sistem pendanaan kesehatan. Sub sistem pendanaan kesehatan merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Oleh karena itu, pengembangan dari yang sudah ada tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan di Indonesia secara keseluruhan yang bertujuan akhir untuk mencapai derajat kesehatan penduduk Indonesia yang memungkinkan penduduk untuk hidup produktif serta berdaya saing (Kemenkes RI,2013).

Berdasarkan data Rifaskes tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah puskesmas di Indonesia telah mencapai 9.188 puskesmas. Namun hanya 7,4% yang


(6)

memiliki dokter untuk menangani pasien. Sistem jaminan ini menghendaki penyedia pelayanan tingkat pertama mampu menjadi gatekeeper yang akan melayani pasien JKN. Untuk itu BPJS menggandeng klinik swasta dan praktek dokter/dokter gigi sebagai bagian dari provider pratama dalam pelayanan kesehatan ini.

Untuk menangani seluruh pasien BPJS diperkirakan membutuhkan sekitar 41.000 fasilitas pelayanan kesehatan primer agar JKN bisa berjalan. Sementara saat ini jumlah fasilitas pelayanan primer yaitu klinik swasta dan puskesmas yang ada di Indonesia masih sekitar 15.100 unit. Artinya fasilitas yang tersedia sebagai pelaksana pelayanan kesehatan primer masih kurang sekitar 25.900 unit untuk melayani sekitar 123 juta peserta BPJS (Pusat KPMAK UGM, 2013).

Untuk menjadi penyedia pelayanan pratama dalam sistem jaminan ini tentu tidak mudah. Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi oleh klinik swasta atau praktek dokter sehingga dianggap layak untuk bekerja sama dengan BPJS, prosedur tersebut disebut dengan sistem kredensialing. Sistem kredensialing akan mempertimbangkan banyak hal sebagai persyaratan, antara lain : sumber daya manusia, sarana dan prasarana, peralatan medis dan obat-obatan medis, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.(Kemenkes RI, 2013).

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang telah melakukan uji kelayanan adalah PT. Jamsostek Persero dan PT.Askes. Berdasarkan data PT. Jamsostek (2013) jumlah PPK pratama yang selama ini telah melayani seluruh peserta Jamsostek ada sekitar 4.896 unit yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pemerintah dalam hal ini dapat mempertimbangkan klinik swasta yang pernah


(7)

bekerjasama dengan PT.Jamsostek dan PT. Askes untuk menjadi PPK pratama dalam BPJS kesehatan.

Kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) akan sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Ada berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap mutu pelayanan klinik swasta terhadap kepuasan pasien. Menurut Wahyu (2011), mutu pelayanan, harga dan fasilitas klinik Asy Syifa di Kota Bekasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien. Kesiapan klinik swasta dan praktek dokter dalam penerapan sistem JKN ini adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.

Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, Kota Medan diharapkan menjadi salah satu pusat penyedia pelayanan kesehatan yang lengkap dan baik. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan (2012) jumlah klinik swasta, balai pengobatan dan praktek dokter/dokter gigi yang ada di Kota Medan berjumlah 1.345 unit. Jumlah klinik swasta yang pernah menjadi PPK I dalam program Jamsostek ada sekitar 68 unit. Sedangkan jumlah klinik yang sudah layak atau lulus proses kredensialing untuk menjadi penyedia fasilitas pelayanan pratama bagi masyarakat dan mau melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS kesehatan adalah sebanyak 52 unit. Artinya yang sudah dinyatakan lulus kredensialing BPJS dan telah operasional dalam JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik pratama yang ada. Jumlah tersebut apabila ditambah dengan puskesmas yang ada di Kota Medan dianggap sangat kurang memadai untuk menampung seluruh peserta JKN yang akan ditangani di Kota Medan.


(8)

Proses kredensialing yang menjadi prasyarat untuk menjadi PPK I dalam JKN menjadi dilema bagi seribu lebih klinik swasta. Mereka dianggap tidak layak menjadi PPK dalam JKN sebelum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh BPJS. Di lain pihak, implementasi JKN yang telah berlangsung sejak Januari 2014 menuntut PPK I yang cukup sehingga pasien JKN tidak menumpuk di beberapa PPK yang telah menjalin kerjasama dengan BPJS. Sementara itu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BPJS bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan bahwa penyakit-penyakit yang dapat ditangani di PPK I harus dirujuk kembali Ke PPK I oleh rumah sakit yang menerima pasien dengan kondisi penyakit yang masuk ke dalam daftar pelayanan PPK I.

Berdasarkan survei peneliti di lapangan, sejak BPJS mulai berlaku per 1 Januari 2014, jumlah masyarakat yang mendaftar untuk menjadi peserta dalam program JKN mencapai ratusan orang per hari, bahkan hingga pertengahan bulan Maret antrian masih mencapai 300 orang dalam sehari. Hal ini menggambarkan antusiasme masyarakat yang besar untuk bisa memperoleh jaminan terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Peningkatan peserta JKN yang tidak diiringi dengan penambahan PPK dalam jumlah yang memadai tentu menjadi dilema dalam penerapan JKN ini. Hal tersebut di atas tentu harus dapat diakomodir oleh pemerintah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan yang cukup dan memadai dalam segi jumlah dan kualitas pelayanan. Bagaimanapun hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah mengingat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia harus terdaftar sebagai peserta BPJS.


(9)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu pemilik klinik swasta di Kota Medan bahwa pemilik swasta ini sangat ingin untuk menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan pratama untuk JKN. Namun, kurangnyanya sosialisasi tentang JKN oleh pemerintah dan BPJS membuat pemilik klinik tersebut tidak paham hal apa yang harus diperbuat agar dapat menjadi salah satu PPK dalam penyelenggaraan JKN. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.


(10)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan JKN

2. Memberikan masukan kepada BPJS dalam bekerja sama dan menjalin kemitraan dengan klinik swasta dalam implementasi JKN di lapangan

3. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka membina klinik swasta dalam implementasi JKN


(1)

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Proses pentahapan ini direncanakan akan dilaksanakan sampai tahun 2019 di mana seluruh warga negara akan tercakup dalam sistem jaminan sosial ini (BPJS, 2012).

Hal penting lainnya yang menjadikan mengapa sistem jaminan sosial nasional begitu dibutuhkan adalah, pertama memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial nasional menerapkan kendali mutu dan biaya.Sehingga peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu dan memadai dengan biaya yang wajar.Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. (Kemenkes, 2013).

Jaminan kesehatan nasional yang berlaku saat ini adalah bagian terintegrasi dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dan merupakan bagian yang terintegrasi dari sub sistem pendanaan kesehatan. Sub sistem pendanaan kesehatan merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Oleh karena itu, pengembangan dari yang sudah ada tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan di Indonesia secara keseluruhan yang bertujuan akhir untuk mencapai derajat kesehatan penduduk Indonesia yang memungkinkan penduduk untuk hidup produktif serta berdaya saing (Kemenkes RI,2013).

Berdasarkan data Rifaskes tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah puskesmas di Indonesia telah mencapai 9.188 puskesmas. Namun hanya 7,4% yang


(2)

memiliki dokter untuk menangani pasien. Sistem jaminan ini menghendaki penyedia pelayanan tingkat pertama mampu menjadi gatekeeper yang akan melayani pasien JKN. Untuk itu BPJS menggandeng klinik swasta dan praktek dokter/dokter gigi sebagai bagian dari provider pratama dalam pelayanan kesehatan ini.

Untuk menangani seluruh pasien BPJS diperkirakan membutuhkan sekitar 41.000 fasilitas pelayanan kesehatan primer agar JKN bisa berjalan. Sementara saat ini jumlah fasilitas pelayanan primer yaitu klinik swasta dan puskesmas yang ada di Indonesia masih sekitar 15.100 unit. Artinya fasilitas yang tersedia sebagai pelaksana pelayanan kesehatan primer masih kurang sekitar 25.900 unit untuk melayani sekitar 123 juta peserta BPJS (Pusat KPMAK UGM, 2013).

Untuk menjadi penyedia pelayanan pratama dalam sistem jaminan ini tentu tidak mudah. Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi oleh klinik swasta atau praktek dokter sehingga dianggap layak untuk bekerja sama dengan BPJS, prosedur tersebut disebut dengan sistem kredensialing. Sistem kredensialing akan mempertimbangkan banyak hal sebagai persyaratan, antara lain : sumber daya manusia, sarana dan prasarana, peralatan medis dan obat-obatan medis, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.(Kemenkes RI, 2013).

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang telah melakukan uji kelayanan adalah PT. Jamsostek Persero dan PT.Askes. Berdasarkan data PT. Jamsostek (2013) jumlah PPK pratama yang selama ini telah melayani seluruh peserta Jamsostek ada sekitar 4.896 unit yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pemerintah dalam hal ini dapat mempertimbangkan klinik swasta yang pernah


(3)

bekerjasama dengan PT.Jamsostek dan PT. Askes untuk menjadi PPK pratama dalam BPJS kesehatan.

Kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) akan sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Ada berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap mutu pelayanan klinik swasta terhadap kepuasan pasien. Menurut Wahyu (2011), mutu pelayanan, harga dan fasilitas klinik Asy Syifa di Kota Bekasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien. Kesiapan klinik swasta dan praktek dokter dalam penerapan sistem JKN ini adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.

Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, Kota Medan diharapkan menjadi salah satu pusat penyedia pelayanan kesehatan yang lengkap dan baik. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan (2012) jumlah klinik swasta, balai pengobatan dan praktek dokter/dokter gigi yang ada di Kota Medan berjumlah 1.345 unit. Jumlah klinik swasta yang pernah menjadi PPK I dalam program Jamsostek ada sekitar 68 unit. Sedangkan jumlah klinik yang sudah layak atau lulus proses kredensialing untuk menjadi penyedia fasilitas pelayanan pratama bagi masyarakat dan mau melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS kesehatan adalah sebanyak 52 unit. Artinya yang sudah dinyatakan lulus kredensialing BPJS dan telah operasional dalam JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik pratama yang ada. Jumlah tersebut apabila ditambah dengan puskesmas yang ada di Kota Medan dianggap sangat kurang memadai untuk menampung seluruh peserta JKN yang akan ditangani di Kota Medan.


(4)

Proses kredensialing yang menjadi prasyarat untuk menjadi PPK I dalam JKN menjadi dilema bagi seribu lebih klinik swasta. Mereka dianggap tidak layak menjadi PPK dalam JKN sebelum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh BPJS. Di lain pihak, implementasi JKN yang telah berlangsung sejak Januari 2014 menuntut PPK I yang cukup sehingga pasien JKN tidak menumpuk di beberapa PPK yang telah menjalin kerjasama dengan BPJS. Sementara itu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BPJS bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan bahwa penyakit-penyakit yang dapat ditangani di PPK I harus dirujuk kembali Ke PPK I oleh rumah sakit yang menerima pasien dengan kondisi penyakit yang masuk ke dalam daftar pelayanan PPK I.

Berdasarkan survei peneliti di lapangan, sejak BPJS mulai berlaku per 1 Januari 2014, jumlah masyarakat yang mendaftar untuk menjadi peserta dalam program JKN mencapai ratusan orang per hari, bahkan hingga pertengahan bulan Maret antrian masih mencapai 300 orang dalam sehari. Hal ini menggambarkan antusiasme masyarakat yang besar untuk bisa memperoleh jaminan terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Peningkatan peserta JKN yang tidak diiringi dengan penambahan PPK dalam jumlah yang memadai tentu menjadi dilema dalam penerapan JKN ini. Hal tersebut di atas tentu harus dapat diakomodir oleh pemerintah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan yang cukup dan memadai dalam segi jumlah dan kualitas pelayanan. Bagaimanapun hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah mengingat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia harus terdaftar sebagai peserta BPJS.


(5)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu pemilik klinik swasta di Kota Medan bahwa pemilik swasta ini sangat ingin untuk menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan pratama untuk JKN. Namun, kurangnyanya sosialisasi tentang JKN oleh pemerintah dan BPJS membuat pemilik klinik tersebut tidak paham hal apa yang harus diperbuat agar dapat menjadi salah satu PPK dalam penyelenggaraan JKN. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.


(6)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan JKN

2. Memberikan masukan kepada BPJS dalam bekerja sama dan menjalin kemitraan dengan klinik swasta dalam implementasi JKN di lapangan

3. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka membina klinik swasta dalam implementasi JKN


Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

9 125 141

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 19

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 48

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 3

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 23

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 18

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 7

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 31