Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

(1)

BAB II

KAJIAN PUSATAKA

2.1Kajian Pustaka 2.1.1 Komunikasi

2.1.1.1Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.

Berbicara mengenai defenisi komunikasi, tidak ada defenisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefenisikan dan mengevaluasinya. Beberapa defenisi mungkin terlalu sempit, misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.”

Berdasarkan penjelasan diatas, tentu saja tak dapat dipungkiri bahwa komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individual). (Effendy,2007 : 10).

Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari


(2)

pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction).

Perlu diketahui bahwa istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa, seperti surat, poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dan pada komunikan yang dijadikan sasaran. Intinya bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan, maupun tak langsung melalui media.

2.1.1.2Tujuan Komunikasi

Menurut Effendi (2007: 55), fungsi komunikasi adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Sikap

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat dapat mengubah sikapnya.

2. Mengubah Opini

Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mau mengubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi uang disampaikan.

3. Mengubah Perilaku

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan mengubah perilakunya.


(3)

Memberikan berbagai informasi kepada massyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

Komunikasi sebagai ilmu dan seni, sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam terjadinya komunikasi tidak lepas dari bentuk dan fungsi komunikasi , dimana komunikasi yang baik tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi – fungsi dari komunikasi (Effendi, 2007:55) adalah sebagai beikut:

1. Menyampaikan informasi (to inform)

Komunikasi berfungsi menyampaikan informasi, tidak hanya informasi tetapi juga pesan, ide, gagasan, opini maupun komentar. Sehingga masyarakat dapat mengetahui keadaan yang terjadi dimanapun.

2. Mendidik (to educate)

Komunikasi sebagai sarana informasi yang mendidik, menyebarluaskan kreativitas, tidak hanya sekedar memebri hiburan, tetapi juga memberi pendidikan untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh penididikan secara luas, baik untuk pendidikan formal disekolah maupun untuk diluar sekolah, serta memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat lebih maju, lebih baik, dan lebih berkembang.

3. Menghibur (to entertain)

Komunikasi juga memeberikan warna dalam kehidupan, tidak hanya informasi tetapi juga hiburan. Semua golongan menikmatinya sebagai alat hiburan dan bersosialisasi. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi maupun gambar dan bahasa

4. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi motivasi, medorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca dan didengar. Serta memperkenalkan


(4)

nilai nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku ke arah yang baik dan modernisasi.

2.1.2 Komunikasi persuasif

Komunikasi persuasif adalah bentuk komunikasi yang mempunyai tujuan khusus dan terarah untuk mengubah perilaku komunikan sebagai sasaran komunikasi. Pengetahuan ini memberikan dasar-dasar untuk pengetahuan lebih lanjut di bidang ilmu komunikasi yang memiliki tujuan tertentu, lebih mendalam untuk mengubah perilaku komunikan dan lebih terarah dibandingkan dengan komunikasi umum. Salah satu bentuk komunikasi paling mendasar adalah persuasi. Persuasi didefinisikan sebagai “perubahan sikap akibat paparan informasi dari orang lain”, (Serverin, 2011 : 177). Pada banyak hal persuasi di gunakan untuk perubahan sikap, mempengaruhi pendapat dan tingkah laku seseorang atau orang banyak.

Menurut Azwar (2013: 61) Persuasi merupakan usaha mengubah sikap individu dengan memasukkan ide, pikiran, pendapat dan bahkan fakta baru lewat pesan – pesan komunikatif. Pesan yang disampaikan dengan sengaja dimaksudkan untuk menimbulkan kontradiksi dan inkonsistensi diantara komponen sikap individu dan diantara sikap pelakunya sehingga mengganggu kestabilan sikap membuka peluang terjadinya perubahan yang dinginkan.

Teknik Khusus perubahan sikap, diantaranya: • Kredibilitas sumber

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007 : 257-266), Kredibilitas terdapat pada pemikiran orang atau dimata lawan bicara. Kita tidak akan dipandang sebagai orang yang bisa dipercaya kalau kita tidak memenuhi standar orang yang memandang kita. Kredibilats bekenaan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya disebut dengan komponen-komponen kredibilitas. Komponen-komponen kredibilitas terdiri dari 2 hal yang paling penting, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli dan berpengalaman. Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang


(5)

berkaitan dengan wataknya, apakah komunikator dinilai jujur , tulus,bermoral, adil, etis, atau bahkan sebaliknya.

Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, maka kredibilitas dapat berubah-ubah tergantung pada pelaku persepsi atau komunikan, topik yang dibahas dan disituasi pada penyampaian pesan. Kredibilitas seorang komunikator dapat berubah bila terjadi perubahan khalayak, topik, dan waktu. Koehler, dan Applbaum (1978:144-147) menambahkan 4 komponen kredibilitas yaitu, (Jalaluddin Rakhmat,2007 : 260).

1. Dinamisme, komunikator memiliki dinamisme bila dipandang sebagai bergairah,bersemangat, aktif, tegas dan berani.

2. Sosialbilitas, kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul.

3. Koorientasi, merupakan kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang disenangi dan mewakili nilai-nilai. 4. Karisma, digunakan untuk menunjukkan suatu sifat yang luar biasa dimiliki

oleh komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik bendabenda sekitarnya.

Fear appeals

Taktik umum dalam komunikasi masa adalah mengancam atau membangkitkan rasa takut pada pemirsa, teknik tersebut adalah fear appeals (seruan rasa takut). Film-film yang dipertontonkan pada 16 remaja untuk mempromosikan cara mengemudi yang aman kadang - kadang menampilkan kecelakaan lalu-lintas yang mengerikan. Hovland, Janis, dan Kelly (1953) menjelaskan sebuah eksperimen klasik oleh Janis dan Freshbach yang ditujukan untuk menginvestasi efektivitas Fear appeals dalam menghasilkan perubahan sikap . berdasarkan teori pembelajaran, sebuah elemen kenci dalam pendekatan Hovland, dapat di prediksikan bahwa seruan rasa takut atau fear appeal yang kuat akan mengakibatkan peningkatan perubahan sikap karena ia akan meningkatkan ketertarikan dan menghasilkan perhatian dan pemahaman yang lebih besar. Janis dan Feshbach (Hovland, Janis, dan Kelly, 1953), merancang sebuah eksperimen yang didasarkan pada tiga pesan berbeda pada tingkatan fear appeal yang berbeda


(6)

yaitu fear appeal kuat, fear appeal tengah dan fear appeal minimal (Severin, 2011: 187-192).

2.1.2.1Model Proses Persuasi

Model proses persuasi terbaru berakar pada model respons kognitif Greenwald (Greenwald, 1968). Model greenwald menyebutkan bahwa respons kognitif terhadap sebuah pesan persuasif itu merupakan sebuah bagian penting proses persusasi yang seharusnya tidak diabaikan. Model – model utama proses persuasi adalah teori pemrosesan informasi (information processing theory) McGuire (1968) dan dua model proses ganda – model kemungkinan elaborasi (elaboration likelihood model) Petty dan Cacioppo (1986) dan model sistematik heurstik (heuristic systemathic model) Chiken, Liberman dan Eagly (severin, 2005 : 203). Dari beberapa jenis model Proses Persuasi yang ada, model yang di anggap relevan adalah model kemungkinan elaborasi.

• Model kemungkinan elaborasi

Model kemungkinan elaborasi menyebutkan bahwa terdapat dua rute menuju perubahan sikap rute sentral dan rute eksternal (Petty dan Caciopo,1986). Rute sentral di pakai ketika penerima secara aktif memproses informasi dan terbujuk oleh rasionalitas argument. Rute eksternal dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energy kognitif untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi didalam pesan dan lebih di bimbing oleh isyarat – isyarat eksternal, diantaranya kredibilitas sumber, gaya dan format pesan, suasana hati penerima dan sebagainya.

Ketika rute sentral menuju persuasi adalah aktif , maka penerima dikatakan terlibat dalam elaborasi tinggi. Apabila yang aktif adalah rute eksternal, berarti penerima terlibat dalam elaborasi rendah. Elaborasi merujuk pada kognitif yang terjadi dalam pemrosesan sebuah pesan persuasif. Petty dan Cacioppo mengatakan bahwa elaborasi merujuk pada keberadaan yang dipikirkan oleh seseorang secara cermat mengenai informasi yang relevan dengan masalah yang ada. Elaborasi meliputi perhatian secara hati – hati terhadap paparan, usaha mengakses informasi yang relevan , pengamatan dan pengambilan keputusan tentang argumen,


(7)

penarikan kesimpulan tentang argument – argument yang baik, dan pencapaian evaluasi meyeluruh terhadap posisi yang di rekomendasi

2.1.2.2 Komponen perubahan sikap

Pada umumnya sikap seorang individu atau kelompok dipengaruhi oleh beberapa komponen. Menurut Azwar S (2011: 23) sikap terdiri atas 3 komponen yaitu:

a. Komponen kognitif

Berisi kepercayan yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial. Pada komponen kognitif hanya sampai pada tahap tahu tanpa mengambil tindakan.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap yang merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang. Kompenen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Komponen afektif merupakan sikap suka atau tidak suka terhadap suatu objek.

c. Komponen konatif

Merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara cara tertentu. Komponen konatif membuat individu mencapai tahap pengambilan keputusan atau melakukan sesuatu terhadap suatu objek.

2.1.2.3Hambatan – hambatan terhadap persuasi

Menurut Roekomy (1992: 6-10), Suatu kekeliruan yang besar sekali, jika kita menduga bahwa persuasi yang kita usahakan dengan komunikasi itu akan diterima oleh komunikan tepat atau sesuai dengan yang kita maksudkan. Sering kali kita menyaksikan bahwa pesan – pesan (messages) yang kita komunikasikan itu diterima secara keliru, meleset, bahkan bertentangan sama sekali dengan apa


(8)

yang kita harapkan. Hambatan dalam persuasi banyak jenisnya, hambatan tersebut antara lain: noise factor, semantic factor, kepentingan, motivasi dan prasangka.

Noise factor adalah hambatan berupa suara – suara yang mengganggu komunikasi sehingga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Semantic factor adalah hambatan berupa pemakaian kata atau istilah – istilah yang menimbulkan salah paham atau salah pengertian. Hambatan berupa semantic factor tidak jarang mengakibatkan kesalahan – kesalahan yang fatal.

Kepentingan kepentingan akan membuat seseorang atau banyak orang secara selektif memberikan penghayatan atau tanggapannya. Orang orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya.

Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan dan kekurangan seseorang akan berbeda dengan orang lainnya dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lain, sehingga motivasi berbeda dalam intensitasnya. Demikian pula intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.

Prasangka merupakan salah satu hambatan berat terhadap sesuatu kegiatan komunikasi, oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa apa sudah bersikap was was dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar kecurigaan tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Emosi sering kali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata.

2.1.3 Mediasi

2.1.3.1Pengertian mediasi

Menurut Kovach “facilitated negotiation. It process but whish a neutral third party, the mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction solution”

Mediasi mengandung unsur – unsur sebagai berikut:

1. Sebuah proses penyelesaian sengketa yang berdasarkan perundingan. 2. Mediator terlibat dan diterima oleh pihak yang bersengketa didalam


(9)

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.

5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak – pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

2.1.3.2Peran dan Fungsi Mediator

Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah garis rentang, yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran terkuat. Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanakan perannya yakni :

• Penyelenggara pertemuan • Pemimpin diskusi netral

• Pemelihara dan penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradap.

• Pengendali emosi para pihak

• Pendorong pihak perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pendapatnya.

Sisi peran kuat oleh mediator bila perundingan mengerjakan / melakukan hal – hal diantaranya:

• Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan • Merumuskan titik temu / kesepakatan para pihak

• Membantu para pihak agar menyadari, bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk di menangkan tapi di selesaikan.

• Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah. • Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah. • Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah


(10)

Fuller dalam (Riskin dan Westbrook) menyebutka 7 fungsi mediator, yaitu: 1. Sebagai Kansalisator, bahwa kehadiran mediator dalam proses

perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.

2. Sebagai pendidik, seorang berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara para pihak.

3. Sebagai penerjemah, mediator berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lain melalui bahsa dan ungkapan yang enak di dengar oleh pihak lainnya, tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul.

4. Sebagai narasumber, seorang mediator harus mendayagunakan sumber – sumber informasi yang tersedia.

5. Sebagai penyandang berita jelek, seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional maka mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak – pihak untuk menampung berbagai usulan.

6. Sebagai agen realitas, mediator harus berusaha member pengertian secara terang kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/ tidak msuk akal untuk dicapai melalui perundingan.

7. Sebagai kambing hitam, mediator harus siap disalahkan misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian yang sedang dilakukan. Dengan melihat kajian terdahulu dan melihat beberapa hasil penelitian yang dianggap relevan dan memiliki hubungan serta kata kunci yang sama. Berikut beberapa penelitian yang terdahulu yang memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini.

Eko Budi Purnomo (2012). Pada jurnalnya yang berjudul “Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Gunung Kidul Dalam Memediasi


(11)

Masalah Perceraian.” Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk bagaimana cara komunikasi hakim dalam memediasi masalah perceraian yang dilakukan oleh mediator UH dan Mediator MD terhadap pasangan S-N dan pasangan M-S dan kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam melakukan mediasi di pengadilan agama gunung kidul.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, di peroleh hasil bahwa komunikasi persuasif yang dilakukan oleh mediator UH terhadap pasangan yang ingin bercerai yakni S-N dan mediator MD kepada pasangan M-S adalah bentuk dari persuasi yang dilakukan agar pasangan kembali berdamai. Hal ini dilakukan agar merealisasikan tujuan akhir dari mediasi di pengadilan agama gunung kidul yaitu mendamaikan permasalahan yang terjadi pada pasangan yang ingin bercerai sehingga dapat rujuk kembali. Efektivitas mediasi yang dilakukan oleh mediator UH dan Mediator MD itu sendiri terlihat dari keinginan pasangan yang tergugah ataupun terbuka hatinya setelah mediator mempersuasif sehingga tujuan akhir dari mediasi dapat tercapai.

Berikut penelitian yang telah dilakukan Prasiwi Feria Maharani (2009) dengan judul “Peran Komunikasi Persuasi dan Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Peran Komunikasi Persuasi Oleh Hakim Pengadilan Agama Surakarta Dalam Mengurangi Angka Perceraian). Informan dalam penelitian ini adalah Bapak Raharjo, M.Hum selaku mediator di pengadilan agama Surakarta dan tiga pasangan suami istri yanag pernah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Surakarta namun di cabut kembali. Ketiga pasutri tersebut adalah Slamet – Wiji, Robert – Afi, dan Ardiansyah – Nur. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diwajibkannya mediasi pada setiap penanganan kasus di pengadilan, khususnya dalam hal ini adalah kasus perceraian terbukti mediasi mampu mengurangi perceraian meskipun prosentasenya masih sangat kecil. Peran komunikasi persuasi Pengadilan Agama dalam mengurangi perceraian terletak pada saat mediasi karena disitulah Pengadilan Agama memiliki andil yang sangat penting untuk mendamaikan kedua belah pihak yang ingin bercerai dengan melakukan pendekatan – pendekatan untuk menciptakan komunikasi yang sifatnya interpersonal yang mengarah pada


(12)

ajakan kepada pihak yang bertikai untuk mencari jalan keluar, penyelesaian masalah dengan cara damai.

Berikut penelitian yang telah dilakukan oleh Jinggasari Rinovita Mayangkusuma dengan judul “Problematik dan Upaya Penyelesaian Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang” tahun2013.

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa Problematik mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang utamanya adalah pertama, sebagian besar mereka berperkara di Pengadilan Agama mengalami masalah rumah tangga yang telah memuncak sehingga mediasi lebih banyak gagal, kedua, para pihak umumnya sudah sepakat untuk cerai. Ketiga, Perceraian adalah masalah hati, sehingga apabila tersakiti, tidak mudah untuk didamaikan. Keempat, para pihak yang berperkara juga sebenarnya datang ke Pengadilan hanya untuk mendapatkan surat resmi cerai. Kelima, Citra Pengadilan Agama adalah perceraian, sehingga para pihak tidak mau berdamai. Keenam, penyuluhan hukum yang dilakukan oleh hakim memakai bahasa yang formal, sehingga masyarakat tidak tertarik mengikutinya. Upaya yang digunakan mediator supaya mencegah kegagalan mediasi adalah dengan menggunakan pendekatan secara persuasif bergantung masalah perkara yang dihadapi para pihak. Umumnya mediator menggunakan pendekatan agama, sosial dan kekeluargaan. Selain itu, proses mediasi dapat diperpanjang apabila mediator menilai para pihak mempunyai kesempatan besar untuk didamaikan. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh hakim dalam melakukan penyuluhan hukum adalah memakai bahasa yang sederhana.

Penelitian lain yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu penelitian Hasan Fuadi (2013) dengan judul “Persepsi Mediator Tentang Keberhasilan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”. Pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami: (1) kriteria keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian, (2) persepsi mediator tentang keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Semarang, dan (3) implikasi persepsi mediator terhadap keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi terkait kriteria keberhasilan mediasi perkara perceraian karena kriteria keberhasilan


(13)

mediasi perkara perceraian yang selama ini digunakan oleh Pengadilan Agama Semarang bahwa mediasi dikatakan berhasil ketika tidak jadi bercerai atau gugatan dicabut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut adalah:(1) latar belakang kepribadian, (2) pendidikan, dan (3) keadaan konkrit yang dihadapi. Persepsi-persepsi tersebut berimplikasi pada keseriusan praktik mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Semarang yang masih jauh dari harapan. Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat dan jarangnya mediator non hakim yang berpraktik di Pengadilan Agama Semarang dalam memediasi perkara perceraian, serta semakin bertambahnya beban kerja hakim untuk melakukan mediasi berpengaruh kuat terhadap kualitas dan hasil dari mediasi-mediasi perkara perceraian yang selama ini diselenggarakan.

2.2 Model Teoritik

Gambar 2.1 Model Teoritik


(1)

yang kita harapkan. Hambatan dalam persuasi banyak jenisnya, hambatan tersebut antara lain: noise factor, semantic factor, kepentingan, motivasi dan prasangka.

Noise factor adalah hambatan berupa suara – suara yang mengganggu

komunikasi sehingga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Semantic factor adalah hambatan berupa pemakaian kata atau istilah –

istilah yang menimbulkan salah paham atau salah pengertian. Hambatan berupa

semantic factor tidak jarang mengakibatkan kesalahan – kesalahan yang fatal.

Kepentingan kepentingan akan membuat seseorang atau banyak orang secara selektif memberikan penghayatan atau tanggapannya. Orang orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya.

Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan dan kekurangan seseorang akan berbeda dengan orang lainnya dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lain, sehingga motivasi berbeda dalam intensitasnya. Demikian pula intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.

Prasangka merupakan salah satu hambatan berat terhadap sesuatu kegiatan komunikasi, oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa apa sudah bersikap was was dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar kecurigaan tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Emosi sering kali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata.

2.1.3 Mediasi

2.1.3.1Pengertian mediasi

Menurut Kovach “facilitated negotiation. It process but whish a neutral

third party, the mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction solution”

Mediasi mengandung unsur – unsur sebagai berikut:

1. Sebuah proses penyelesaian sengketa yang berdasarkan perundingan. 2. Mediator terlibat dan diterima oleh pihak yang bersengketa didalam


(2)

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.

5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak – pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

2.1.3.2Peran dan Fungsi Mediator

Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah garis rentang, yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran terkuat. Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanakan perannya yakni :

• Penyelenggara pertemuan

• Pemimpin diskusi netral

• Pemelihara dan penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradap.

• Pengendali emosi para pihak

• Pendorong pihak perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pendapatnya.

Sisi peran kuat oleh mediator bila perundingan mengerjakan / melakukan hal – hal diantaranya:

• Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan

• Merumuskan titik temu / kesepakatan para pihak

• Membantu para pihak agar menyadari, bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk di menangkan tapi di selesaikan.

• Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah.

• Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.

• Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah itu.


(3)

Fuller dalam (Riskin dan Westbrook) menyebutka 7 fungsi mediator, yaitu: 1. Sebagai Kansalisator, bahwa kehadiran mediator dalam proses

perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.

2. Sebagai pendidik, seorang berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara para pihak.

3. Sebagai penerjemah, mediator berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lain melalui bahsa dan ungkapan yang enak di dengar oleh pihak lainnya, tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul.

4. Sebagai narasumber, seorang mediator harus mendayagunakan sumber – sumber informasi yang tersedia.

5. Sebagai penyandang berita jelek, seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional maka mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak – pihak untuk menampung berbagai usulan.

6. Sebagai agen realitas, mediator harus berusaha member pengertian secara terang kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/ tidak msuk akal untuk dicapai melalui perundingan.

7. Sebagai kambing hitam, mediator harus siap disalahkan misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian yang sedang dilakukan. Dengan melihat kajian terdahulu dan melihat beberapa hasil penelitian yang dianggap relevan dan memiliki hubungan serta kata kunci yang sama. Berikut beberapa penelitian yang terdahulu yang memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini.

Eko Budi Purnomo (2012). Pada jurnalnya yang berjudul “Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Gunung Kidul Dalam Memediasi


(4)

Masalah Perceraian.” Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk bagaimana cara komunikasi hakim dalam memediasi masalah perceraian yang dilakukan oleh mediator UH dan Mediator MD terhadap pasangan S-N dan pasangan M-S dan kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam melakukan mediasi di pengadilan agama gunung kidul.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, di peroleh hasil bahwa komunikasi persuasif yang dilakukan oleh mediator UH terhadap pasangan yang ingin bercerai yakni S-N dan mediator MD kepada pasangan M-S adalah bentuk dari persuasi yang dilakukan agar pasangan kembali berdamai. Hal ini dilakukan agar merealisasikan tujuan akhir dari mediasi di pengadilan agama gunung kidul yaitu mendamaikan permasalahan yang terjadi pada pasangan yang ingin bercerai sehingga dapat rujuk kembali. Efektivitas mediasi yang dilakukan oleh mediator UH dan Mediator MD itu sendiri terlihat dari keinginan pasangan yang tergugah ataupun terbuka hatinya setelah mediator mempersuasif sehingga tujuan akhir dari mediasi dapat tercapai.

Berikut penelitian yang telah dilakukan Prasiwi Feria Maharani (2009) dengan judul “Peran Komunikasi Persuasi dan Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Peran Komunikasi Persuasi Oleh Hakim Pengadilan Agama Surakarta Dalam Mengurangi Angka Perceraian). Informan dalam penelitian ini adalah Bapak Raharjo, M.Hum selaku mediator di pengadilan agama Surakarta dan tiga pasangan suami istri yanag pernah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Surakarta namun di cabut kembali. Ketiga pasutri tersebut adalah Slamet – Wiji, Robert – Afi, dan Ardiansyah – Nur. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diwajibkannya mediasi pada setiap penanganan kasus di pengadilan, khususnya dalam hal ini adalah kasus perceraian terbukti mediasi mampu mengurangi perceraian meskipun prosentasenya masih sangat kecil. Peran komunikasi persuasi Pengadilan Agama dalam mengurangi perceraian terletak pada saat mediasi karena disitulah Pengadilan Agama memiliki andil yang sangat penting untuk mendamaikan kedua belah pihak yang ingin bercerai dengan melakukan pendekatan – pendekatan untuk menciptakan komunikasi yang sifatnya interpersonal yang mengarah pada


(5)

ajakan kepada pihak yang bertikai untuk mencari jalan keluar, penyelesaian masalah dengan cara damai.

Berikut penelitian yang telah dilakukan oleh Jinggasari Rinovita Mayangkusuma dengan judul “Problematik dan Upaya Penyelesaian Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang” tahun2013.

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa Problematik mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang utamanya adalah pertama, sebagian besar mereka berperkara di Pengadilan Agama mengalami masalah rumah tangga yang telah memuncak sehingga mediasi lebih banyak gagal, kedua, para pihak umumnya sudah sepakat untuk cerai. Ketiga, Perceraian adalah masalah hati, sehingga apabila tersakiti, tidak mudah untuk didamaikan. Keempat, para pihak yang berperkara juga sebenarnya datang ke Pengadilan hanya untuk mendapatkan surat resmi cerai. Kelima, Citra Pengadilan Agama adalah perceraian, sehingga para pihak tidak mau berdamai. Keenam, penyuluhan hukum yang dilakukan oleh hakim memakai bahasa yang formal, sehingga masyarakat tidak tertarik mengikutinya. Upaya yang digunakan mediator supaya mencegah kegagalan mediasi adalah dengan menggunakan pendekatan secara persuasif bergantung masalah perkara yang dihadapi para pihak. Umumnya mediator menggunakan pendekatan agama, sosial dan kekeluargaan. Selain itu, proses mediasi dapat diperpanjang apabila mediator menilai para pihak mempunyai kesempatan besar untuk didamaikan. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh hakim dalam melakukan penyuluhan hukum adalah memakai bahasa yang sederhana.

Penelitian lain yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu penelitian Hasan Fuadi (2013) dengan judul “Persepsi Mediator Tentang Keberhasilan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”. Pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami: (1) kriteria keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian, (2) persepsi mediator tentang keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Semarang, dan (3) implikasi persepsi mediator terhadap keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi terkait kriteria keberhasilan mediasi perkara perceraian karena kriteria keberhasilan


(6)

mediasi perkara perceraian yang selama ini digunakan oleh Pengadilan Agama Semarang bahwa mediasi dikatakan berhasil ketika tidak jadi bercerai atau gugatan dicabut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut adalah:(1) latar belakang kepribadian, (2) pendidikan, dan (3) keadaan konkrit yang dihadapi. Persepsi-persepsi tersebut berimplikasi pada keseriusan praktik mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Semarang yang masih jauh dari harapan. Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat dan jarangnya mediator non hakim yang berpraktik di Pengadilan Agama Semarang dalam memediasi perkara perceraian, serta semakin bertambahnya beban kerja hakim untuk melakukan mediasi berpengaruh kuat terhadap kualitas dan hasil dari mediasi-mediasi perkara perceraian yang selama ini diselenggarakan.

2.2 Model Teoritik

Gambar 2.1 Model Teoritik


Dokumen yang terkait

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

5 53 167

TINJAUAN YURIDIS EMPIRIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PERCERAIAN Tinjauan Yuridis Empiris Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perceraian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Semarang).

0 2 16

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN.

0 0 14

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 16

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 8

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 39

TUJUAN KOMUNIKASI PERSUASIF hakim pengadilan

0 0 6

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN

0 2 14