Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

(1)

1

1

Universitas Sumatera Utara

KOMUNIKASI PERSUASIF HAKIM PENGADILAN AGAMA

DALAM MEDIASI MASALAH PERCERAIAN

SKRIPSI

ANITA WULANDARI

110904098

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

KOMUNIKASI PERSUASIF HAKIM PENGADILAN AGAMA

DALAM MEDIASI MASALAH PERCERAIAN

(Studi Kasus Tentang Peranan Komunikasi Persuasif Hakim

Pengadilan Agama Kisaran dalam Memediasi Masalah Perceraian)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Depatemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

ANITA WULANDARI

110904098

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Universitas Sumatera Utara

2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Anita Wulandari NIM : 110904098 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian

(Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

Medan, Oktober 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Humaizi, MA Dra. Fatma Wardy Lubis, MA NIP. 195908091986011002 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(4)

(5)

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Anita Wulandari Nim : 110904098 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : KOMUNIKASI PERSUASIF HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MEDIASI MASALAH PERCERAIAN

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( ) NIP.

Penguji : ( ) NIP

Penguji Utama : ( ) NIP

Ditetapkan di : Medan Tanggal :


(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang di kutip maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Anita Wulandari NIM : 110904098 Tanda Tangan :


(7)

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada kedua orangtua, Nuryadi dan Sukarseh terimakasih atas segala doa serta dukungan yang terus diberikan tanpa henti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan teruntuk abangda dan istri, Ahmad Dani Ardianto dan Rika Widiyanti atas dukungan dan semangatnya. Serta dukungan dari teman-teman tercinta yang telah memberikan masukan, semangat dan dukungan tanpa henti.

Dalam kesempatan ini, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan FISIP USU Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

2. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Dra. Fatma Wardy Lubis, MA

3. Dosen Pembimbing, Drs. Humaizi, MA. Terimakasih banyak atas saran dan masukan yang terus diberikan setiap bimbingan dalam menyelesaikan skripsi

4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan berlangsung.

5. Hakim di Pengadilan Agama Kisaran yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi informan peneliti.

6. Sahabat Komunikasi 2011, Meliyani Sembiring, Debi Faraditha Yahma, Fachrunisa Suparman, Sebrina Mentari, Gita Fiolanda, Putri Megasari, Anna Mira Dipta dan teman-teman Komunikasi 2011 lainnya yang telah menemani dari awal perkuliahan sampai penulisan skripsi.


(8)

7. Adeliana yang telah membantu selama proses penelitian di Pengadilan Agama Kisaran

8. Teman – teman di Kisaran, Neni, Patmita Sari, dan Yuni. Terima kasih selalu memberikan semangat dan mengingatkan deadline

9. Staf Pengadilan Agama Kisaran yang telah membantu peneliti mengurus berkas – berkas yang dibutuhkan.

10.Seluruh teman-teman (senior ataupun junior) yang selalu memberikan semangat.

Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu peneliti. Semoga Skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan pembaca.

Medan, Oktober 2015


(9)

Universitas Sumatera Utara HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Anita Wulandari NIM : 110904098 Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty – Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian). Dengan Hak Bebas Royalty Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Oktober 2015


(10)

(Anita Wulandari) ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran Dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran Dalam Memediasi Masalah Perceraian). Komunikasi persuasif adalah bentuk komunikasi yang mempunyai tujuan khusus dan terarah untuk mengubah perilaku komunikan sebagai sasaran komunikasi. Pada banyak hal persuasi di gunakan untuk perubahan sikap, mempengaruhi pendapat dan tingkah laku seseorang atau orang banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses mediasi yang berlangsung di Pengadilan Agama Kisaran, mengetahui peranan komunikasi persuasif hakim dalam memediasi masalah perceraian, perubahan sikap pasangan suami istri setelah melakukan proses mediasi. dan hambatan – hambatan yang dihadapi hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam melakukan mediasi. Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Komunikasi, Komunikasi Persuasif dam Mediasi. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Data yang diperoleh dari lapangan diambil melalui penelitian kepustakaan dan wawancara mendalam terhadap informan. Penelitian dilakukan dalam jangka waktu. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Miles dan Huberman yaitu peneliti melakukan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Hasil penelitian yang diperoleh ialah selama proses mediasi berlangsung mediator membaca berkas untuku mengetahui latar belakang pasangan yang di mediasi untuk menentukan teknik pendekatannya. Komunikasi persuasif yang dilakukan dengan cara mediator berbagi cerita mengenai rumah tangganya dan menggunakan anak sebagai pembangkit fear appeals pihak yang dimediasi. Perubahan sikap yang terjadi yaitu berubahnya sikap pihak yang dimediasi baik itu terhadap keputusan akhir yang akan dia buat maupun sikap terhadap pasangannya. Hambatan yang dialami mediator selama memediasi masalah perceraian yaitu pasangan yang dimediasi tidak bisa mengendalikan emosi diri sendiri, sehingga sering terjadi perdebatan.


(11)

Universitas Sumatera Utara ABSTRACK

This paper entitled “ Persuasive Communication Role of Judges at Kisaran Religious Court in Mediating Divorce Issues ( A Case Study of Persuasive Communication Role of Judges at Religious Court of Kisaran in Mediating Divorce Issues). Persuasive communication is a form of communication that has a special purpose and direction to change the behavior of the communicant as communication targets. In many cases, persuasion is used to change attitudes influencing someone or some people opinion and behavior. This paper aims to determine the mediation process that took place in Religious Court of Kisaran, to determine the role of Judges’ persuasive communication mediating divorce problem, the change of married couples’ attitude after the mediation process and the obstacles that judge of religious court facing when doing mediation. In this research theory that used are Communication, Persuasive Communication and Mediation. This study used a case study method. The data obtained from the field were taken through literature research and in-depth interviews of informants. The study was conducted within term one month start from until. The data analysis technique used in this study is Miles and Huberman that researchers did data reduction, data presentation, conclusion and verification of data. The results obtained are before the mediation process underway, mediator read the file to find out the background of a couple who mediated to determine the technical approach. Persuasive communication is done by the mediator to share stories about their households and use children to bring up fear appeals of mediated couples. Change of attitude that happens is that the attitude of the couple,both against the final decision that will be decided and a change of attitude towards their partner. Obstacles experienced of mediator for mediating divorce is that mediated couples could not control the emotions themselves, so it is often a debate.


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... Kon teks Masalah ... 1

1.2. ... Fok us Masalah ... 5

1.3. ... Pe mbatasan Masalah ... 5

1.4. ... Tuj uan Penelitian ... 6

1.5. ... Ma nfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Kajian Pustaka ... 8

2.1.1. Komunikasi ... 8

2.1.1.1. Pengertian Komunikasi... 8

2.1.1.2. Tujuan Komunikasi ... 9

2.1.2. Komunikasi Persuasif ... 11

2.1.2.1. Model Persuasif ... 13

2.1.2.2. Komponen Perubahan Sikap ... 14

2.1.3. Mediasi ... 15

2.1.3.1. Pengertian Mediasi ... 15


(13)

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Penelitian Terdahulu ... 17

2.2. Model Teoritik ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian ... 21

3.2. Objek Penelitian ... 22

3.3. Subjek Penelitian ... 22

3.4. Kerangka Analisis ... 22

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.5.1. Penentuan Informan ... 23

3.5.2. Keabsahan Data ... 23

3.6. Teknik Analisis Data ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 26

4.1.1. Lokasi Penelitian ... 26

4.1.1.1. Profil Pengadilan Agama Kisaran ... 29

4.1.2. Struktur Organisasi ... 30

4.1.3. Proses Pelaksanaan Penelitian ... 31

4.1.4. Karakteristik Informan ... 34

4.1.5. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Kisaran ... 40

4.1.6. Peranan Komunikasi Persuasif Hakim di Pengadilan Agama Kisaran dalam Memediasi Masalah Perceraian ... 52

4.1.7. Perubahan Sikap Pasangan Suami Istri Setelah Melakukan Proses Mediasi ... 62

4.1.8. Hambatan – Hambatan yang Dihadapi Hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam Melakukan Mediasi ... 71

4.2. Pembahasan ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 102

5.2. Saran ... 104

DAFTAR REFRENSI ... 105


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Karakteristik Hakim di Pengadilan Agama Kisaran ... 38 4.2 Klasifikasi Proses Mediasi Terhadap Pasangan yang Akan Bercerai

di Pengadilan Agama Kisaran ... 50 4.3 Kasifikasi Peranan Komunikasi Persuasif Hakim di Pengadilan

Agama Kisaran dalam Memediasi Masalah Perceraian ... 61 4.4 Klasifikasi Perubahan Sikap Pasangan Suami Istri Setelah

Melakukan Proses Mediasi ... 70 4.5 Klasifikasi Hambatan – Hambatan yang Dihadapi Hakim di


(15)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Model Teoritik ... 20 4.1. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kisaran ... 30


(16)

LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Pengadilan Agama Kisaran 3. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi

4. Pedoman Wawancara 5. Transkrip Wawancara 6. Dokumentasi


(17)

Universitas Sumatera Utara (Anita Wulandari)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran Dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran Dalam Memediasi Masalah Perceraian). Komunikasi persuasif adalah bentuk komunikasi yang mempunyai tujuan khusus dan terarah untuk mengubah perilaku komunikan sebagai sasaran komunikasi. Pada banyak hal persuasi di gunakan untuk perubahan sikap, mempengaruhi pendapat dan tingkah laku seseorang atau orang banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses mediasi yang berlangsung di Pengadilan Agama Kisaran, mengetahui peranan komunikasi persuasif hakim dalam memediasi masalah perceraian, perubahan sikap pasangan suami istri setelah melakukan proses mediasi. dan hambatan – hambatan yang dihadapi hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam melakukan mediasi. Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Komunikasi, Komunikasi Persuasif dam Mediasi. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Data yang diperoleh dari lapangan diambil melalui penelitian kepustakaan dan wawancara mendalam terhadap informan. Penelitian dilakukan dalam jangka waktu. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Miles dan Huberman yaitu peneliti melakukan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Hasil penelitian yang diperoleh ialah selama proses mediasi berlangsung mediator membaca berkas untuku mengetahui latar belakang pasangan yang di mediasi untuk menentukan teknik pendekatannya. Komunikasi persuasif yang dilakukan dengan cara mediator berbagi cerita mengenai rumah tangganya dan menggunakan anak sebagai pembangkit fear appeals pihak yang dimediasi. Perubahan sikap yang terjadi yaitu berubahnya sikap pihak yang dimediasi baik itu terhadap keputusan akhir yang akan dia buat maupun sikap terhadap pasangannya. Hambatan yang dialami mediator selama memediasi masalah perceraian yaitu pasangan yang dimediasi tidak bisa mengendalikan emosi diri sendiri, sehingga sering terjadi perdebatan.


(18)

ABSTRACK

This paper entitled “ Persuasive Communication Role of Judges at Kisaran Religious Court in Mediating Divorce Issues ( A Case Study of Persuasive Communication Role of Judges at Religious Court of Kisaran in Mediating Divorce Issues). Persuasive communication is a form of communication that has a special purpose and direction to change the behavior of the communicant as communication targets. In many cases, persuasion is used to change attitudes influencing someone or some people opinion and behavior. This paper aims to determine the mediation process that took place in Religious Court of Kisaran, to determine the role of Judges’ persuasive communication mediating divorce problem, the change of married couples’ attitude after the mediation process and the obstacles that judge of religious court facing when doing mediation. In this research theory that used are Communication, Persuasive Communication and Mediation. This study used a case study method. The data obtained from the field were taken through literature research and in-depth interviews of informants. The study was conducted within term one month start from until. The data analysis technique used in this study is Miles and Huberman that researchers did data reduction, data presentation, conclusion and verification of data. The results obtained are before the mediation process underway, mediator read the file to find out the background of a couple who mediated to determine the technical approach. Persuasive communication is done by the mediator to share stories about their households and use children to bring up fear appeals of mediated couples. Change of attitude that happens is that the attitude of the couple,both against the final decision that will be decided and a change of attitude towards their partner. Obstacles experienced of mediator for mediating divorce is that mediated couples could not control the emotions themselves, so it is often a debate.


(19)

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1Konteks masalah

Pernikahan merupakan salah satu bentuk hubungan yang dijalani manusia sebagai makhluk sosial, pernikahan dijalani untuk dapat memiliki teman hidup bersama, berbagi kebahagiaan, kasih sayang, memiliki keturunan, memiliki tujuan hidup yang sama. Namun pada kenyataannya menjalani pernikahan tidaklah semudah yang terlihat, banyak hal baru yang sebelumnya tidak pernah kita ketahui.

Menyatukan dua orang dengan perbedaan karakter, sikap dan sifat bukanlah hal yang mudah, namun bukan berarti itu tidak dapat dilkukan. Pernikahan bagi setiap pasangan merupakan proses belajar setiap hari untuk mengenal bagaimana pasangan yang sesungguhnya, Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah pernihakan menuntut kedewasaan pasangan suami istri agar dapat menjalani kehidupan pernikahannya dengan baik. Toleransi serta pengertian terhadap hal – hal yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga sangat menentukan keadaan rumah tangga selanjutnya. Saling terbuka, menahan ego, serta berusaha lebih mengerti keinginan pasangan serta perasaannya. Bagaimana cara kita meredam setiap masalah yang timbul dalam keluarga.

Namun, dari semua perbedaan dan masalah yang muncul dalam kehidupan pernikahan tak banyak orang yang mampu menyelesaikannya dengan baik. Sehingga mengganggu keharmonisan rumah tangga yang menimbulkan rasa tidak nyaman satu sama lain dan jika dibiarkan berlarut larut maka akan susah di tanggulangi dan berkibat fatal.

Setiap pasangan yang menikah menginginkan untuk menjaga rumah tangganya namun tidak sedikit pernikahan yang gagal di perjuangkan untuk tetap rukun dan harmonis. Hingga akhirnya perceraian dianggap sebagai jalan keluar terbaik yang dipilih keduanya. Begitu banyak alasan perceraian itu dilakukan oleh pasangan suami istri seperti konflik yang berkepanjangan, masalah ekonomi,


(20)

kurangnya kasih sayang, salah satu pihak tidak bertanggung jawab, masalah orang ketiga atau bahkan masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinannya. Putusnya perkawinan karena perceraian dapat dikarenakan dua hal yaitu talak dan gugatan perceraian (Salim,2001 : 77). Perceraian merupakan indikasi adanya ketidakpuasaan terhadap sebuah pernikahan. Tidak dapat di pungkiri bahwa perceraian memberi dampak sosial maupun psikologis, selain bagi pasangan suami istri juga bagi anak yang menjadi korban dari masalah orang tuanya.

Perceraian di atur dalam Undang – Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, diharapkan dengan adanya undang undang ini maka prosedur perceraian di perketat dan mengharuskan perceraian dilakukan di meja pengadilan. Dengan adanya sistem perceraian di pengadilan maka dapat memberi tenggang waktu kepada para pasangan suami istri untuk berfikir ulang selama proses perceraian. Mengenai tenggang waktu, Pengadilan Agama dalam menjatuhkan putusan, memproses perkara lebih lama dengan mengharuskan penggugat untuk mengisi berbagai kelengkapan administrasi, seperti pendaftaran di kepaniteraan, panggilan sidang pertama, kedua, dan selanjutnya yang praktis memakan waktu cukup panjang. Adanya tengang waktu ini memiliki tujuan memberikan kesempatan bagi pihak yang berperkara untuk berfikir jernih agar dalam pengambilan inisiatif cerai tidak dikuasai oleh emosi yang merugikan. Sehingga, kemungkinan damai bisa terjadi.

Pengadilan Agama memberlakukan sistem mediasi kepada setiap pasangan yang ingin bercerai. Mediasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA No 1/2008), berisi tentang prosedur mediasi di pengadilan untuk mengurangi angka perceraian di Indonesia dengan upaya damai sehingga mengurangi penumpukan perkara di pengadilan. Mediasi dilakukan kepada setiap pasangan yang mengajukan gugatan perceraian di pengadilan. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan di bantu oleh mediator. Proses mediasi tertutup dimana pertemuan mediasi hanya di hadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang


(21)

Universitas Sumatera Utara terjadi dalam pertemuan tidak boleh di sampaikan kepada publik terkecuali atas ijin para pihak.

Hakim sebagai mediator dalam proses mediasi harus bersikat netral. Mediator hanya mendorong dan memfasilitasi dialog pasangan suami istri untuk berkomunikasi, menasehati pasangan suami istri, memberi pandangan tentang akibat dari perceraian, membantu meluruskan perbedaan pandangan, membantu mengklarifikasi kebutuhan pasangan serta memberikan penawaran jalan keluar masalah mereka selain perceraian dan mampu berkomunikasi dengan baik sehingga timbul keinginan pasangan untuk kembali rujuk.

Mediator wajib mendorong pasangan suami istri untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi mereka. Selain itu, proses mediasi dapat diperpanjang apabila mediator menilai para pihak mempunyai kesempatan besar untuk didamaikan. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh hakim dalam melakukan penyuluhan hukum adalah memakai bahasa yang sederhana (Mayangkusuma).

Masalah dan hambatan yang paling sering dihadapi oleh para hakim dalam sebelum melakukan proses mediasi ketika salah satu pihak (pasangan suami istri) tidak hadir pada saat yang sudah ditentukan untuk melakukan mediasi sehingga mediasi tidak dapat dilakukan. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian maka pasangan suami istri menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah di tentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian dan di kuatkan dalam bentuk akta perdamaian serta pencabutan perkara yang menyatakan perkara telah selesai. Namun jika mediasi gagal maka perkara perceraian dilanjutkan ke sidang selanjutnya.

Salah satu bentuk komunikasi yang dapat digunakan oleh para hakim dalam proses mediasi yaitu komunikasi persuasi. hakim juga harus menggunakan komunikasi persuasi yang baik dalam melakukan mediasi. Komunikasi persuasi yang digunakan oleh para hakim untuk mengubah keputusan dan sikap para pasangan yang ingin bercerai dengan cara mebujuk secara halus sehingga mereka dapat rujuk kembali. Upaya yang digunakan mediator supaya mencegah kegagalan mediasi adalah dengan menggunakan pendekatan secara persuasif bergantung masalah perkara yang dihadapi para pihak.


(22)

Umumnya mediator menggunakan pendekatan agama, sosial dan kekeluargaan. Serta mencari celah dari masalah mereka yang masih dapat di perbaiki. Walaupun tujuan akhir dari proses mediasi dengan pencabutan gugatan cerai dan rujuk kembali tidak tercapai, minimal hubungan dari kedua belah pihak membaik dan kesalah pahaman serta prasangka sudah tidak ada lagi. Sehingga perceraian pasangan suami istri dapat dilakukan secara baik – baik. Bukti hubungan suami istri membaik dan bercerai secara baik – baik yakni mereka masih saling berbicara satu sama lain meskipun keputusannya tidak berubah.

Angka perceraian di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, berdasarkan data tahun 2009 angka perceraian sebanyak 10% pernikahan sebanyak 2.162.268 dan perceraian sebanyak 216.286 kasus, sementara tahun 2010 pernikahan sebanyak 2.207.364 dan perceraian sebanyak 285.184, pada tahun 2011 pernikahan seabanyak 2.319.821 dan perceraian sebanyak 158.119, tahun 2012 pernikahan sebanyak 2.291.265 dan angka perceraian 372.577, terakhir pada tahun 2013 pernikahan sebanyak 2.218.130 dan angka perceraian

sebanyak 324. 527.

(http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/14/nf0ij7-tingkat-perceraian-indonesia-meningkat-setiap-tahun-ini-datanya)

Pengadilan Tinggi Agama Medan (PTA Medan) saat ini membawahi 20 Pengadilan Agama yang ada di Sumatera Utara dengan angka perceraian tahun2014 masing – masing di daerah sebagai berikut: Medan 1.958 perkara perceraian, Lubuk Pakam 1.438 perkara perceraian, Stabat 1.098 perkara perceraian, Kisaran 917 perkara perceraian , Rantau Prapat 1.004 perkara perceraian , Tanjung Balai 700 perkara perceraian, Tebing Tinggi 658 perkara perceraian, Simalungun 556 perkara perceraian , Penyabungan 368 perkara perceraian , Binjai 363 perkara perceraian, Padang Sidempuan 268 perkara perceraian , Pematang Siantar 241 perkara perceraian , Kota Padang Sidempuan 217 perkara perceraian, Pandan 133 perkara perceraian , Sibolga 91 perkara perceraian , Kabanjahe 73 perkara perceraian , Sidikalang 54 perkara perceraian, Gunung Sitoli 25 perkara perceraian, Tarutung 14 perkara perceraian , dan Balige 2 perkara perceraian . (Badilag.net)


(23)

Universitas Sumatera Utara Kabupaten Asahan dengan Pengadilan Agama kisaran merupakan salah satu daerah dengan angka perceraian yang cukup tinggi sepanjang tahun 2014 sebanyak 917 perkara perceraian di ajukan ke Pengadilan Agama Kisaran. Dengan rincian data perkara Pengadilan Agama Kisaran

sebagai berikut: Januari 98 perkara perceraian, Februari 87 perkara perceraian, Maret 72 perkara perceraian, Apri, 89 perkara perceraian, Mei 56 perkara perceraian, Juni 75 Perkara perceraian, Juli 16 perkara perceraian, Agustus 101 perkara perceraian, September 85 perkara Perceraian, Okbober 91 perkara perceraian, November 74 perkara perceraian, Desember 73 Perkara Perceraian

Dari mediasi yang telah dilakukan, banyak kasus perceraian yang gagal dimediasi dan beberapa diantaranya kembali rujuk, dari keberhasilan mediasi yang ada akan dilihat komunikasi persuasifnya dan evaluasi terhadap mediasi yang dilakukan sehingga akan mendapat hasil yang lebih baik.

Pengadilan Agama Kisaran merupakan Pengadilan Agama dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi dan keberhasilan mediasi yang cukup rendah di bawah 5% pertahun. Penelitian tentang komunikasi persuasif hakim dalam proses mediasi ini belum pernah dilakukan di Pengadilan Agama Kisaran sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini maka mediasi yang dilakukan di pengadilan akan lebih baik dan mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Serta dapat memberi pandangan tentang komunikasi persuaif yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama Kisaran. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Peranan komunikasi persuasif hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam memediasi masalah perceraian.

1.2Fokus Masalah

Pernikahan merupakan hal yang sakral bagi setiap pasangan,ketika banyak masalah, konflik dan perbedaan yang harus di hadapi selama masa pernikahan tidak semua pasangan mampu mempertahan rumah tangganya. Sehingga perceraian dia anggap jalan keluar terbaik. Melihat tingginya angka perceraian di Indonesia maka Mahkamah Agung mengeluarkan pertaturan dimana setiap pasangan di haruskan mengikuti mediasi sebelum proses perceraian, diharapkan


(24)

dengan adanya mediasi maka dapat mengurangi angka perceraian. Komunikasi yang dilakukan hakim sebagai mediator merupakan bagian penting dalam proses mediasi.

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin mengetahui “Bagaimana peranan komunikasi persuasif hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam memediasi masalah perceraian?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses mediasi yang berlangsung di Pengadilan Agama Kisaran

2. Untuk mengetahui peranan komunikasi persuasif hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam memediasi masalah perceraian.

3. Untuk mengetahui perubahan sikap pasangan suami istri setelah melakukan proses mediasi.

4. Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang dihadapi hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam melakukan mediasi.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun yang manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mampu memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan penelitian komunikasi

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fisip USU serta diharapkan mampu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai komunikasi persuasif hakim dalam memediasi masalah perceraian.


(25)

Universitas Sumatera Utara Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang cara mengatasi masalah perceraian agar lebih baik dan mengevaluasi cara mediasi yang telah dilakukan.


(26)

(27)

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSATAKA

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Komunikasi

2.1.1.1Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.

Berbicara mengenai defenisi komunikasi, tidak ada defenisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefenisikan dan mengevaluasinya. Beberapa defenisi mungkin terlalu sempit, misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.”

Berdasarkan penjelasan diatas, tentu saja tak dapat dipungkiri bahwa komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individual). (Effendy,2007 : 10).

Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari


(28)

pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction).

Perlu diketahui bahwa istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa, seperti surat, poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dan pada komunikan yang dijadikan sasaran. Intinya bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan, maupun tak langsung melalui media.

2.1.1.2Tujuan Komunikasi

Menurut Effendi (2007: 55), fungsi komunikasi adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Sikap

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat dapat mengubah sikapnya.

2. Mengubah Opini

Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mau mengubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi uang disampaikan.

3. Mengubah Perilaku

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan mengubah perilakunya.


(29)

Universitas Sumatera Utara Memberikan berbagai informasi kepada massyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

Komunikasi sebagai ilmu dan seni, sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam terjadinya komunikasi tidak lepas dari bentuk dan fungsi komunikasi , dimana komunikasi yang baik tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi – fungsi dari komunikasi (Effendi, 2007:55) adalah sebagai beikut:

1. Menyampaikan informasi (to inform)

Komunikasi berfungsi menyampaikan informasi, tidak hanya informasi tetapi juga pesan, ide, gagasan, opini maupun komentar. Sehingga masyarakat dapat mengetahui keadaan yang terjadi dimanapun.

2. Mendidik (to educate)

Komunikasi sebagai sarana informasi yang mendidik, menyebarluaskan kreativitas, tidak hanya sekedar memebri hiburan, tetapi juga memberi pendidikan untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh penididikan secara luas, baik untuk pendidikan formal disekolah maupun untuk diluar sekolah, serta memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat lebih maju, lebih baik, dan lebih berkembang.

3. Menghibur (to entertain)

Komunikasi juga memeberikan warna dalam kehidupan, tidak hanya informasi tetapi juga hiburan. Semua golongan menikmatinya sebagai alat hiburan dan bersosialisasi. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi maupun gambar dan bahasa

4. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi motivasi, medorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca dan didengar. Serta memperkenalkan


(30)

nilai nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku ke arah yang baik dan modernisasi.

2.1.2 Komunikasi persuasif

Komunikasi persuasif adalah bentuk komunikasi yang mempunyai tujuan khusus dan terarah untuk mengubah perilaku komunikan sebagai sasaran komunikasi. Pengetahuan ini memberikan dasar-dasar untuk pengetahuan lebih lanjut di bidang ilmu komunikasi yang memiliki tujuan tertentu, lebih mendalam untuk mengubah perilaku komunikan dan lebih terarah dibandingkan dengan komunikasi umum. Salah satu bentuk komunikasi paling mendasar adalah persuasi. Persuasi didefinisikan sebagai “perubahan sikap akibat paparan informasi dari orang lain”, (Serverin, 2011 : 177). Pada banyak hal persuasi di gunakan untuk perubahan sikap, mempengaruhi pendapat dan tingkah laku seseorang atau orang banyak.

Menurut Azwar (2013: 61) Persuasi merupakan usaha mengubah sikap individu dengan memasukkan ide, pikiran, pendapat dan bahkan fakta baru lewat pesan – pesan komunikatif. Pesan yang disampaikan dengan sengaja dimaksudkan untuk menimbulkan kontradiksi dan inkonsistensi diantara komponen sikap individu dan diantara sikap pelakunya sehingga mengganggu kestabilan sikap membuka peluang terjadinya perubahan yang dinginkan.

Teknik Khusus perubahan sikap, diantaranya:

• Kredibilitas sumber

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007 : 257-266), Kredibilitas terdapat pada pemikiran orang atau dimata lawan bicara. Kita tidak akan dipandang sebagai orang yang bisa dipercaya kalau kita tidak memenuhi standar orang yang memandang kita. Kredibilats bekenaan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya disebut dengan komponen-komponen kredibilitas. Komponen-komponen kredibilitas terdiri dari 2 hal yang paling penting, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli dan berpengalaman. Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang


(31)

Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan wataknya, apakah komunikator dinilai jujur , tulus,bermoral, adil, etis, atau bahkan sebaliknya.

Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, maka kredibilitas dapat berubah-ubah tergantung pada pelaku persepsi atau komunikan, topik yang dibahas dan disituasi pada penyampaian pesan. Kredibilitas seorang komunikator dapat berubah bila terjadi perubahan khalayak, topik, dan waktu. Koehler, dan Applbaum (1978:144-147) menambahkan 4 komponen kredibilitas yaitu, (Jalaluddin Rakhmat,2007 : 260).

1. Dinamisme, komunikator memiliki dinamisme bila dipandang sebagai bergairah,bersemangat, aktif, tegas dan berani.

2. Sosialbilitas, kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul.

3. Koorientasi, merupakan kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang disenangi dan mewakili nilai-nilai. 4. Karisma, digunakan untuk menunjukkan suatu sifat yang luar biasa dimiliki

oleh komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik bendabenda sekitarnya.

Fear appeals

Taktik umum dalam komunikasi masa adalah mengancam atau membangkitkan rasa takut pada pemirsa, teknik tersebut adalah fear appeals (seruan rasa takut). Film-film yang dipertontonkan pada 16 remaja untuk mempromosikan cara mengemudi yang aman kadang - kadang menampilkan kecelakaan lalu-lintas yang mengerikan. Hovland, Janis, dan Kelly (1953) menjelaskan sebuah eksperimen klasik oleh Janis dan Freshbach yang ditujukan untuk menginvestasi efektivitas Fear appeals dalam menghasilkan perubahan sikap . berdasarkan teori pembelajaran, sebuah elemen kenci dalam pendekatan Hovland, dapat di prediksikan bahwa seruan rasa takut atau fear appeal yang kuat akan mengakibatkan peningkatan perubahan sikap karena ia akan meningkatkan ketertarikan dan menghasilkan perhatian dan pemahaman yang lebih besar. Janis dan Feshbach (Hovland, Janis, dan Kelly, 1953), merancang sebuah eksperimen yang didasarkan pada tiga pesan berbeda pada tingkatan fear appeal yang berbeda


(32)

yaitu fear appeal kuat, fear appeal tengah dan fear appeal minimal (Severin, 2011: 187-192).

2.1.2.1Model Proses Persuasi

Model proses persuasi terbaru berakar pada model respons kognitif Greenwald (Greenwald, 1968). Model greenwald menyebutkan bahwa respons kognitif terhadap sebuah pesan persuasif itu merupakan sebuah bagian penting proses persusasi yang seharusnya tidak diabaikan. Model – model utama proses persuasi adalah teori pemrosesan informasi (information processing theory) McGuire (1968) dan dua model proses ganda – model kemungkinan elaborasi (elaboration likelihood model) Petty dan Cacioppo (1986) dan model sistematik heurstik (heuristic systemathic model) Chiken, Liberman dan Eagly (severin, 2005 : 203). Dari beberapa jenis model Proses Persuasi yang ada, model yang di anggap relevan adalah model kemungkinan elaborasi.

• Model kemungkinan elaborasi

Model kemungkinan elaborasi menyebutkan bahwa terdapat dua rute menuju perubahan sikap rute sentral dan rute eksternal (Petty dan Caciopo,1986). Rute sentral di pakai ketika penerima secara aktif memproses informasi dan terbujuk oleh rasionalitas argument. Rute eksternal dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energy kognitif untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi didalam pesan dan lebih di bimbing oleh isyarat – isyarat eksternal, diantaranya kredibilitas sumber, gaya dan format pesan, suasana hati penerima dan sebagainya.

Ketika rute sentral menuju persuasi adalah aktif , maka penerima dikatakan terlibat dalam elaborasi tinggi. Apabila yang aktif adalah rute eksternal, berarti penerima terlibat dalam elaborasi rendah. Elaborasi merujuk pada kognitif yang terjadi dalam pemrosesan sebuah pesan persuasif. Petty dan Cacioppo mengatakan bahwa elaborasi merujuk pada keberadaan yang dipikirkan oleh seseorang secara cermat mengenai informasi yang relevan dengan masalah yang ada. Elaborasi meliputi perhatian secara hati – hati terhadap paparan, usaha mengakses informasi yang relevan , pengamatan dan pengambilan keputusan tentang argumen,


(33)

Universitas Sumatera Utara penarikan kesimpulan tentang argument – argument yang baik, dan pencapaian evaluasi meyeluruh terhadap posisi yang di rekomendasi

2.1.2.2 Komponen perubahan sikap

Pada umumnya sikap seorang individu atau kelompok dipengaruhi oleh beberapa komponen. Menurut Azwar S (2011: 23) sikap terdiri atas 3 komponen yaitu:

a. Komponen kognitif

Berisi kepercayan yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial. Pada komponen kognitif hanya sampai pada tahap tahu tanpa mengambil tindakan.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap yang merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang. Kompenen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Komponen afektif merupakan sikap suka atau tidak suka terhadap suatu objek.

c. Komponen konatif

Merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara cara tertentu. Komponen konatif membuat individu mencapai tahap pengambilan keputusan atau melakukan sesuatu terhadap suatu objek.

2.1.2.3Hambatan – hambatan terhadap persuasi

Menurut Roekomy (1992: 6-10), Suatu kekeliruan yang besar sekali, jika kita menduga bahwa persuasi yang kita usahakan dengan komunikasi itu akan diterima oleh komunikan tepat atau sesuai dengan yang kita maksudkan. Sering kali kita menyaksikan bahwa pesan – pesan (messages) yang kita komunikasikan itu diterima secara keliru, meleset, bahkan bertentangan sama sekali dengan apa


(34)

yang kita harapkan. Hambatan dalam persuasi banyak jenisnya, hambatan tersebut antara lain: noise factor, semantic factor, kepentingan, motivasi dan prasangka.

Noise factor adalah hambatan berupa suara – suara yang mengganggu komunikasi sehingga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Semantic factor adalah hambatan berupa pemakaian kata atau istilah – istilah yang menimbulkan salah paham atau salah pengertian. Hambatan berupa semantic factor tidak jarang mengakibatkan kesalahan – kesalahan yang fatal.

Kepentingan kepentingan akan membuat seseorang atau banyak orang secara selektif memberikan penghayatan atau tanggapannya. Orang orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya.

Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan dan kekurangan seseorang akan berbeda dengan orang lainnya dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lain, sehingga motivasi berbeda dalam intensitasnya. Demikian pula intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.

Prasangka merupakan salah satu hambatan berat terhadap sesuatu kegiatan komunikasi, oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa apa sudah bersikap was was dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar kecurigaan tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Emosi sering kali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata.

2.1.3 Mediasi

2.1.3.1Pengertian mediasi

Menurut Kovach “facilitated negotiation. It process but whish a neutral third party, the mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction solution”

Mediasi mengandung unsur – unsur sebagai berikut:

1. Sebuah proses penyelesaian sengketa yang berdasarkan perundingan. 2. Mediator terlibat dan diterima oleh pihak yang bersengketa didalam


(35)

Universitas Sumatera Utara 3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk

mencari penyelesaian.

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.

5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak – pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

2.1.3.2Peran dan Fungsi Mediator

Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah garis rentang, yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran terkuat. Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanakan perannya yakni :

• Penyelenggara pertemuan

• Pemimpin diskusi netral

• Pemelihara dan penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradap.

• Pengendali emosi para pihak

• Pendorong pihak perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pendapatnya.

Sisi peran kuat oleh mediator bila perundingan mengerjakan / melakukan hal – hal diantaranya:

• Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan

• Merumuskan titik temu / kesepakatan para pihak

• Membantu para pihak agar menyadari, bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk di menangkan tapi di selesaikan.

• Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah.

• Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.

• Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah itu.


(36)

Fuller dalam (Riskin dan Westbrook) menyebutka 7 fungsi mediator, yaitu: 1. Sebagai Kansalisator, bahwa kehadiran mediator dalam proses

perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.

2. Sebagai pendidik, seorang berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara para pihak.

3. Sebagai penerjemah, mediator berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lain melalui bahsa dan ungkapan yang enak di dengar oleh pihak lainnya, tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul.

4. Sebagai narasumber, seorang mediator harus mendayagunakan sumber – sumber informasi yang tersedia.

5. Sebagai penyandang berita jelek, seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional maka mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak – pihak untuk menampung berbagai usulan.

6. Sebagai agen realitas, mediator harus berusaha member pengertian secara terang kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/ tidak msuk akal untuk dicapai melalui perundingan.

7. Sebagai kambing hitam, mediator harus siap disalahkan misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian yang sedang dilakukan. Dengan melihat kajian terdahulu dan melihat beberapa hasil penelitian yang dianggap relevan dan memiliki hubungan serta kata kunci yang sama. Berikut beberapa penelitian yang terdahulu yang memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini.

Eko Budi Purnomo (2012). Pada jurnalnya yang berjudul “Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Gunung Kidul Dalam Memediasi


(37)

Universitas Sumatera Utara Masalah Perceraian.” Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk bagaimana cara komunikasi hakim dalam memediasi masalah perceraian yang dilakukan oleh mediator UH dan Mediator MD terhadap pasangan S-N dan pasangan M-S dan kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam melakukan mediasi di pengadilan agama gunung kidul.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, di peroleh hasil bahwa komunikasi persuasif yang dilakukan oleh mediator UH terhadap pasangan yang ingin bercerai yakni S-N dan mediator MD kepada pasangan M-S adalah bentuk dari persuasi yang dilakukan agar pasangan kembali berdamai. Hal ini dilakukan agar merealisasikan tujuan akhir dari mediasi di pengadilan agama gunung kidul yaitu mendamaikan permasalahan yang terjadi pada pasangan yang ingin bercerai sehingga dapat rujuk kembali. Efektivitas mediasi yang dilakukan oleh mediator UH dan Mediator MD itu sendiri terlihat dari keinginan pasangan yang tergugah ataupun terbuka hatinya setelah mediator mempersuasif sehingga tujuan akhir dari mediasi dapat tercapai.

Berikut penelitian yang telah dilakukan Prasiwi Feria Maharani (2009) dengan judul “Peran Komunikasi Persuasi dan Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Peran Komunikasi Persuasi Oleh Hakim Pengadilan Agama Surakarta Dalam Mengurangi Angka Perceraian). Informan dalam penelitian ini adalah Bapak Raharjo, M.Hum selaku mediator di pengadilan agama Surakarta dan tiga pasangan suami istri yanag pernah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Surakarta namun di cabut kembali. Ketiga pasutri tersebut adalah Slamet – Wiji, Robert – Afi, dan Ardiansyah – Nur. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diwajibkannya mediasi pada setiap penanganan kasus di pengadilan, khususnya dalam hal ini adalah kasus perceraian terbukti mediasi mampu mengurangi perceraian meskipun prosentasenya masih sangat kecil. Peran komunikasi persuasi Pengadilan Agama dalam mengurangi perceraian terletak pada saat mediasi karena disitulah Pengadilan Agama memiliki andil yang sangat penting untuk mendamaikan kedua belah pihak yang ingin bercerai dengan melakukan pendekatan – pendekatan untuk menciptakan komunikasi yang sifatnya interpersonal yang mengarah pada


(38)

ajakan kepada pihak yang bertikai untuk mencari jalan keluar, penyelesaian masalah dengan cara damai.

Berikut penelitian yang telah dilakukan oleh Jinggasari Rinovita Mayangkusuma dengan judul “Problematik dan Upaya Penyelesaian Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang” tahun2013.

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa Problematik mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang utamanya adalah pertama, sebagian besar mereka berperkara di Pengadilan Agama mengalami masalah rumah tangga yang telah memuncak sehingga mediasi lebih banyak gagal, kedua, para pihak umumnya sudah sepakat untuk cerai. Ketiga, Perceraian adalah masalah hati, sehingga apabila tersakiti, tidak mudah untuk didamaikan. Keempat, para pihak yang berperkara juga sebenarnya datang ke Pengadilan hanya untuk mendapatkan surat resmi cerai. Kelima, Citra Pengadilan Agama adalah perceraian, sehingga para pihak tidak mau berdamai. Keenam, penyuluhan hukum yang dilakukan oleh hakim memakai bahasa yang formal, sehingga masyarakat tidak tertarik mengikutinya. Upaya yang digunakan mediator supaya mencegah kegagalan mediasi adalah dengan menggunakan pendekatan secara persuasif bergantung masalah perkara yang dihadapi para pihak. Umumnya mediator menggunakan pendekatan agama, sosial dan kekeluargaan. Selain itu, proses mediasi dapat diperpanjang apabila mediator menilai para pihak mempunyai kesempatan besar untuk didamaikan. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh hakim dalam melakukan penyuluhan hukum adalah memakai bahasa yang sederhana.

Penelitian lain yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu penelitian Hasan Fuadi (2013) dengan judul “Persepsi Mediator Tentang Keberhasilan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”. Pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami: (1) kriteria keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian, (2) persepsi mediator tentang keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Semarang, dan (3) implikasi persepsi mediator terhadap keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi terkait kriteria keberhasilan mediasi perkara perceraian karena kriteria keberhasilan


(39)

Universitas Sumatera Utara mediasi perkara perceraian yang selama ini digunakan oleh Pengadilan Agama Semarang bahwa mediasi dikatakan berhasil ketika tidak jadi bercerai atau gugatan dicabut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut adalah:(1) latar belakang kepribadian, (2) pendidikan, dan (3) keadaan konkrit yang dihadapi. Persepsi-persepsi tersebut berimplikasi pada keseriusan praktik mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Semarang yang masih jauh dari harapan. Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat dan jarangnya mediator non hakim yang berpraktik di Pengadilan Agama Semarang dalam memediasi perkara perceraian, serta semakin bertambahnya beban kerja hakim untuk melakukan mediasi berpengaruh kuat terhadap kualitas dan hasil dari mediasi-mediasi perkara perceraian yang selama ini diselenggarakan.

2.2 Model Teoritik

Gambar 2.1 Model Teoritik


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metodelogi Penelitiian

Metode penelitian adalah teknik atau cara yang digunakan untuk riset. Metode ngatur langkah – langkah dalam melakukan riset. Sedangkan penentuan metode riset, periset memilih metode apa yang akan dipakai dalam mendekati dan mencari data (Kriyantono, 2006:84).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi serta fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi penelitian dan berupaya menarik realita itu ke permukaaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda atau gambaran tentang kondisi dan fenomena tertentu (Bungin 2006:68).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi atau komunitas, suatu program, atau suatu situasi sosial. Penelitian menggunakan studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti (Mulyana, 2002:201).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Penelirtian ini tidak mengutamakan banyaknya populasi, jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bias menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampel lainnya.


(41)

Universitas Sumatera Utara 3.2Objek Penelitian

Objek penelitian ini merujuk pada masalah yang diteliti. Objek penelitian ini adalah peranan komunikasi persuasif hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam memediasi masalah perceraian

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan yang diminta informasi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan . adapun subjek penelitan ini adalah hakim Pengadilan Agama Kisaran yang melakukan proses mediasi kepada pasangan suami istri yang ingin bercerai.

3.4Kerangka Analisis

Pada penelitian ini, data dari informan yang di kumpulkan di lapangan akan di kumpulkan terus menerus hingga data jenuh atau tidak di jumpai variasi informasi dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman.

Langkah – langkah analisis data adalah sebagai berikut:

Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan yang sangak banyak, sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal – hal apa saja yang pokok dan berfokus pada hal hal yang penting saja. Data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila di perlukan (Sugyono, 2005:92)

3.5Teknik pengumpulan data

1. Data primer

a. Metode Wawancara Mendalam

Tipe wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan atau informasi untuk tujuan penelitaian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan yang di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara,


(42)

dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian keabsahan wawancara adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin,2007: 108).

b. Obserasi

Observasi merupakan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini di dapat dengan cara melakukan studi ke perpustakaan dengan mengumpulkan sumber bacaan yang dianggap relevan dengan penelitian ini seperti jurnal, situs – situs dan buku yang mendukung selama proses penelitian.

3.5.1 Penentuan Informan

Penentuan informan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposif sampling. Purposif sampling adalah cara penentuan sejumlah informan sebelum penelitian dilaksanakan dengan menyebutkan secara jelas siapa yang dijadikan informan serta informasi apa yang di inginkan dari masing – masing informan (Bungin, 2007: 135)

Karakteristik responden dalam penenlitian ini adalah: 1. Masa jabatan sebagai hakim minimal 3 tahun.

2. Pernah melakukan mediasi kepada pasangan suami istri yang ingin bercerai.

3. Pernah berhasil memediasi pasangan suami istri.

3.5.2 Keabsahan data

Keabsahan data adalah setiap keadaan harus mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu dapat di terapkan dan memperbolehkan keputusan luar yang dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan – keputusannya (Moleong 2005)

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu yang untuk keperluan pengecekan atau pembanding


(43)

Universitas Sumatera Utara terhadap data tersebut. Ada empat jenis triagulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber , metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode triagulasi sumber, yaitu membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda (Moleong 2005: 320 - 322)

3.6Teknik Analisis Data

Menurut bonglan dan biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilih – milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang menjadi penting dan apa yang di pelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005: 248)

Berdasarkan teknik analisis data di lapangan model miles dan huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah – langkah sebagai berikut (Sugyono, 2005:92):

1. Melakukan reduksi data, data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dalam hal ini, mereduksi data artinya merangkum, memilih hal hal yang pokok, memfokuskan pada hal hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian, data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila di perlukan.

2. Penyajian data, dalam melakukan penyajian data selain dengan teks yang naratif juga dapat grafik, matriks, network(jaringan), dan chart(grafik).

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak di temukan bukti – bukti yang kaut yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal di dukung oleh bukti – bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan


(44)

data, maka kesimpulan yang di kemukakan adalah kesimpulan yang kredibilitas.


(45)

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

Pada tahun 1968, Ibu Kota Kabupaten Asahan di pindahkan dari Tanjungbalai ke Kisaran. Pada tahun 1979 dibangunlah Kantor atau Balai Sidang Pengadilan Agama Tanjungbalai di Kisaran. Setelah selesai pembangunannya, lalu diresmikan pemakaiannya yaitu tepat 27 Juni 1979. Pembangunan ini dilakukan sehubungan dengan adanya proyek dari Departemen Agama, karena sulitnya untuk mendapatkan lahan atau lokasi di Tanjungbalai. Dengan pendekatan Pimpinan kepada Bupati Kabupaten Asahan lalu diberikanlah pertapakan untuk pembangunan Kantor atau Balai Sidang Pengadilan Agama Tanjungbalai di Jalan Flamboyan, Kisaran. Sebelumnya di Tanjungbalai Pengadilan Agama masih menyewa untuk kegiatan sehari – hari. selanjutnya pada tahun 1987 dibentuk pulalah Pengadilan Agama Kisaran sehubungan pada tahun 1983 telah ada Pengadilan Negeri. Maka, sesuai dengan ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957, mengharuskan pula adanya Pengadilan Agama Kisaran dengan pemisahan Pengadilan Agama Tanjungbalai. Keadaan ini membawa pengaruh pula pada wilayah yuridiksi, yaitu pembagian wilayah hukum dengan mengeluarkan wilayah hukum Pengadilan Agama Kisaran dari wilayah hukum Pengadilan Agama Tanjungbalai. Mengikuti pemisahan wilayah hukum seperti yang dialami Pengadilan Negeri Kisaran dan Pengadilan Negeri Tanjungbalai.

Lalu Kantor Pengadilan Agama Kisaran belum ada dan Kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai berada pada wilayah Pengadilan Agama Kisaran, maka untuk kegiatan administrasi perkantoran dari kedua Pengadilan Agama ini menjadi satu kantor. Keadaan tersebut berlangsung dari tahun 1987 sampai dengan tahun 1989 karena pada tahun 1989 baru dimulai pembangunan Kantor Pengadilan Agama Kisaran di Simpang Empat. Setelah pembangunan selesai, lalu dilakukanlah serah terima antara Pengadilan Agama Kisaran dengan Pengadilan Agama Tanjungbalai, yaitu kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai yang telah


(47)

Universitas Sumatera Utara terbangun di Kisaran diserahkan menjadi milik Kantor Pengadilan Agama Kisaran.

Pengadilan Agama Kisaran (PA Kisaran) di bentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : 207 Tahun 1967 tanggal 22 Juli 1986 atas persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : B-306/MENPAN/7/1986 dan berkedudukan di kota kisaran.

Sedangkan pengangkatan pejabat structural dengan surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor : Kep/E/Kp.07.6/1987 tanggal 7 Februari 1987 yang dilantik pada tanggal 28 Februari 1987 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara, serta pengangkatan Ketua Pengadilan Agama kisaran dengan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor ; B.II/4998/1987 tanggal 20 Mei 1987 yang dilantik pada tanggal 10 Agustus 1987 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara, sekaligus peresmian operasionalnya oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Asahan.

Wilayah hukum PA Kisaran mencakup 2 Kabupaten dan terdiri atas 18 Kecamatan. Kabupaten Asahan terdiri dari 11 kecamatan yaitu :

1. Kecamatan Air Batu 2. Kecamatan Sei Dadap 3. Kecamatan Buntu Pane 4. Kecamatan Tinggi Raja 5. Kecamatan Setia Janji

6. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge 7. Kecamatan Kota Kisaran Barat 8. Kecamatan Kota Kisaran Timur 9. Kecamatan Meranti

10.Kecamatan Pulo Bandring dan 11.Kecamatan Rawang Panca Arga.

Sedangkan wilayah hukum di Kabupaten Batu Bara terdiri dari 7 kecamatan yaitu :

1. Kecamatan Medang Deras 2. Kecamatan Talawi


(48)

3. Kecamatan Tanjung Tiram 4. Kecamatan Sei Suka 5. Kecamatan Sei Balai 6. Kecamatan Air Putih 7. Kecamatan Lima Puluh.

Kantor Pengadilan Agama Kisaran terdiri dari 2 lantai dengan luas tanah 3000 m2 dan luas bangunan 1000 m2 . Ruangan didalam kantor tersebut terdiri dari:

Lantai 1 Lantai 2

Ruang Kerja Wakil Sekertaris Ruang Kerja Ketua Ruang Kerja Kesekrektariatan Ruang Tamu Ketua Ruang Kerja Kepaniteraan Ruang Kerja Wakil Ketua Ruang Kerja Kasir Ruang Panitera / Sekretaris Ruang Sidang Utama Ruang Perpustakaan Ruang Sidang I Ruang Hakim

Ruang Sidang II Ruang Panitera Pengganti Ruang Mediasi Ruang Arsip

Ruang Tunggu Pengacara / Wartawan Aula

Ruang Dapur Ruang Dapur Ruang Jaga Ruang Penjaga Kamar Mandi Ruang Komputer

Kamar Mandi

Sedangkan di bagian luar gedung Pengadilan terdapat lokasi parkir, mushola dan ruang tunggu untuk kerabat dan pasangan yang akan disidangkan. Pengadilan Agama Kisaran memiliki 1 ruangan untuk mediasi. Ruangan tersebut seperti ruangan kantor pada umumnya yang terdiri dari 3 kursi dan 1 meja. Terdapat lukisan besar yang tertempel pada dinding ruangan. Foto dan profil mediator pun terpajang di dinding dekat pintu ruang mediasi, serta jadwal mediasi yang bisa di


(49)

Universitas Sumatera Utara lakukan para mediator. Hal ini berfungsi sebagai informasi untuk pasangan yang akan di mediasi mengenai Hakim yang akan memidiasi mereka.

Pengadilan Agama Kisaran memiliki 12 Hakim, 7 Panitera, Kepala Keuangan, Kepala Urusan Umum, dan 2 Juru Sita serta 11 tenaga honorer.

4.1.1.1Profil Pengadilan Agama Kisaran

Pengadilan Agama Kisaran Jl. Jend. Ahmad Yani No. 73 Kec. Kota Kisaran Barat

Kisaran – Sumatera Utara 21200 Telp (0623) 41890, Fax (0623) 44665

Websit

e-mail : admin@pa-kisaran,net Visi

“Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung” Misi

1. Menjaga kemandirian badan peradilan

2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan 3. Meningkatkan kredibilitas dan transparnsi badan peradilan

Motto


(50)

4.1.2 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kisaran Gambar 4.1


(51)

Universitas Sumatera Utara

Sumber:

4.1.3 Proses Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dengan judul komunikasi persuasif hakim pengadailan agama kisaran dalam memediasi masalah perceraian, penilitian ini dilakukan berdasarkan teknik maupun metode yang telah di jelaskan pada Bab II.Untuk mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, semua data di kumpulkan dari informan yang telah dipilih. Informan utama dalam penelitian ini adalah Hakim PA Kisaran yang telah memediasi masalah perceraian minimal selama 3 tahun. Penelitian ini juga memiliki informan tambahan untuk memperkuat data yang telah di kumpulkan, informan tambahan dalam penelitian ini adalah suami / istri yang telah di mediasi dalam perkara perceraian di PA Kisaran.

Selain melakukan wawancara kepada setiap informan terpilih, peneliti juga melakukan observasi di PA Kisaran untuk melihat setiap kegiatan dan aktivitas baik aktivitas pegawai PA Kisaran maupun kegiatan setiap orang yang mengajukan gugatan ke pengadilan. Dilakukannya wawancara juga observasi di PA Kisaran untuk menjawab semua tujuan penelitian ini.

Ketika peneliti datang ke PA Kisaran untuk menyerahkan Surat Ijin Penelitian, peneliti datang ke receptionist yaitu kak nur. Setelah menyerahkan surat penelitian kak nur menjelaskan bahwa Ketua Pengadilan Agama Kisaran Dsr. H. Munir, SH, M.Ag sedang dinas ke Jakarta. Sehingga peneliti harus menunggu selama 1 minggu hingga pak Munir kembali dari dinas luar kota nya dan menunggu perijinan penelitian di PA Kisaran.

7 April 2015, peneliti di hubungi oleh kak nur dan memberi tahu bahwa izin penelitiannya telah di setujui dan peneliti di perbolehkan untuk mengambil data yang di perlukan dalam penelitian ini. Jam 09.00 WIB peneliti tiba di PA Kisaran dengan cuaca yang cukup cerah, lalu peneliti menemui ka knur dan di beri daftar nama hakim yang bersedia di wawancara untuk penelitian ini.

4 hakim yang bersedia untuk wawancara yaitu Bapak Said Safnizar, Bapak Armansyah, Ibu Wafa’, dan Ibu Wardiah. Informan pertama yang peneliti wawancara yaitu Ibu Wafa’, wawancara dilakukan di sela – sela jam sidang. Sebelum memulai wawancara peneliti berkenalan dan berbincang dengan bu wafa’ dan bu wafa’ banyak menceritakan pengalamannya selama menjadi hakim


(52)

hingga kasus calo perkara yang ada di PA Kisaran hingga suasana kota yang cukup berbeda dari kota sebelum bu wafa’ di mutasi.

Selama proses wawancara menyambut baik peneliti dan menjawab semua pertanyaan secara jelas.para hakim juga menceritakan pengalamannya selama menjadi mediator. Menangani masalah rumah tangga yang berbeda – beda dengan watak yang berbeda – beda pula. Selain mediasi teknik kaukus juga banyak digunakan dalam proses mediasi, hal ini di anggap sangat membantu untuk meredam konflik yang ada di ruang mediasi atau untuk mencegah konflik yang akan terjadi.

Setiap hari datang ke pengadilan peneliti bertemu dengan banyak orang disana, terlebih ketika peneliti melakukan observasi untuk mendapatkan informasi tambahan.Peneliti datang ke pengadilan dan duduk di ruang tunggu sidang.Tempat yang setiap harinya ramai karena banyak orang duduk disana menunggu sidangnya, baik sidang perceraian ataupun sidang hak waris.Dengan duduk dan berkumpul dengan duduk daan berkumpul dengan mereka peneliti mendapatkan banyak cerita tentang masalah rumah tangga mereka.

Salah satu orang yang membuat peneliti cukup miris melihatnya yaitu S, umurnya masih 19 tahun, saat itu ia menunggu untuk sidang keduanya di pengadilan, ia datang bersama teamnnya dan anaknya, ia duduk dengan anaknya yang masih berusia 1 tahun 8 bulan dan pada saat itu ia sedang hamil 3 bulan. Ia bercerita kepada peneliti kenapa ia mengajukan gugatan ke pengadilan dan menceraikan suaminya. Dia menikah diusia muda karena hamil sebelum menikah. Namun setelah pernikahan suaminya masih suka keluar dan jarang pulang terkadang suaminya pulang kerumah orang tuanya. Sekalipun memiliki anak namun suaminya tidak menafkahi S walaupun hanya sekedar untuk membeli susu anaknya. Akhir – akhir ini juga banyak yang memberitahunya kalau suaminya punya wanita lain, awalnya S tidak percaya sampai akhirnya dia melihat sendiri. Itu yang membulatkan tekadnya untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.Ia bercerita kepada peneliti bahkan meskipun sudah mengajukan gugatan seperti ini suaminya tidak peduli. Sekarang yang S pikirkan hanya bagaimana membesarkan anaknya dan bekerja agar ia bisa mencukupi kebutuhan anaknya. Sudah tidak mungkin jika ia mengaharapkan suaminya.


(53)

Universitas Sumatera Utara Suasana berbeda terlihat setiap harinya, bertemu dengan banyak orang baru dan dengan masalah yang berbeda. Berkumpul sekedar untuk menunggu sidang dan berbagi cerita. Ada yang berbicara bersama dan tertawa sekedar untuk mengurangi kegugupan karena menunggu sidang. Bahkan tidak jarang mereka menertawai nasib mereka sendiri karena sama sama berakhir di pengadilan. Ada yang saling bercerita sambil menangis.Ada yang datang sendiri, bersama teman atau bersama orang tuanya.

Peneliti juga mendapatkan sedikit kendala untuk mendapatkan informan tambahan, karena jarang sekali pasangan suami istri datang di persidangan sehingga tidak bisa dilakukan mediasi. Bahkan tidak jarang peneliti mendengar mereka berkata “ Bagusan gak datang suami kakak dek, biar cepat putus perkaranya. Kalau dia datang terus jadi lama, mau berapa kali sidang. Abis waktu kesini aja”. Beberapa pasangan yang telah di mediasi juga peneliti temui untuk meminta bantuan sebagai informan peneliti namun mereka tidak bersedia.

Setelah menunggu selama dua minggu maka akhirnya peneliti mendapatkan informan yang bersedia di wawancarai, informan pertama yang peneliti temui yaitu Nina. Ia datang sendiri pada hari itu Nina duduk di barisan paling depan ruang tunggu sidang. Awalnya peneliti tidak tahu kalau suaminya Nina datang, karena suaminya duduk di Mushollah sambil menunggu panggilan sidang. Setelah keluar ruang mediasi peneliti menemuni Nina di parkir belakang PA kisaran, saat itu Nina sudah mau pulang karena harus bekerja.Peneliti tidak lupa untuk meminta kontak Blackberry Messanger Nina agar memudahkan peneliti ketika hendak menghubungi Nina kembali, agar dapat membuat janji kapan sekiranya peniliti dan Nina dapat bertemu untuk melakukan wawancara.

Kemudian peneliti bertemu informan kedua, bernama Epi. Peneliti di kenalkan kepada Epi oleh seorang pegawai PA Kisaran. Kemudian peneliti membuat janji untuk bertemu dengan Epi pada hari dilaksanakannya jadwal sidang ketiga Epi. Sebelum persidangan dimulai, peneliti berbincang – bincang dengan Epi, disitulah Epi bercerita kepada peneliti mengenai kehidupan rumah tangganya. Epi juga mengenalkan peneliti dengan temannya bernama Ibu Suryani yang pada hari itu juga sedang menunggu sidang pertamanya.


(54)

Ibu Suryani menjadi informan tambahan ketiga peneliti, ia bercerai karena suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Melalui mereka, peneliti mendapatkan informasi tambahan seputar mediasi yang mereka lakukan di PA Kisaran.

4.1.4 Karakteristik Informan

Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada 4 informan utama yaitu Hakim Pengadilan Agama Kisaran dan 3 orang informan tambahan yaitu suami/ istri yang telah di mediasi mengenai masalah perceraian di Pengadilan Agama Kisaran. Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Informan 1:

Nama : Wafa’, S.Hi

Tempat/ tanggal lahir : Mekkah, 23 September 1984 Usia : 31 tahun

Nip : 198409232007042001 Tanggal wawancara : 7 April 2015

Tempat : Ruang Hakim Wanita PA Kisaran

Ibu Wafa’ merupakan Hakim pertama yang peneliti wawancarai. Ibu Wafa’ merupakan perempuan dengan ciri – ciri berjilbab, tinggi kira – kira 166 cm, berkulit putih, berparas Aceh – Melayu, serta tengah mengandung anak ke – 2. Pada saat itu, Ibu Wafa’ masih menggunakan jubah hakim karena wawancara dilaksanakan di sela – sela jam sidang. Walaupun sedang mengandung, Ibu Wafa’ masih terlihat bersemangat melakukan semua kegiatannya.

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mengetahui biodata Ibu Wafa’ dan mengetahui bahwa Ibu Wafa’ berstatus Pegawai Negeri Sipil dan merupakan salah satu Hakim yang menjadi mediator dalam memediasi masalah perceraian. Ibu Wafa’ mulai bertugas di Pengadilan Agama Kisaran sejak tanggal 20 Januari 2014. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dia sudah satu tahun bekerja di Pengadilan tersebut. Akan tetapi, Ibu Wafa’ telah menjadi Hakim sejak September 2010. Sebelumnya, Ibu Wafa’ ditugaskan di Pengadilan Agama Kota Mobangu di


(55)

Universitas Sumatera Utara Sulawesi Utara. Hal tersebut dikarenakan, pada saat itu Ibu Wafa’ masih menjadi Hakim muda dan dia ditempatkan berdasarkan SK yang telah ditetapkan. Jadi Ibu Wafa’ terhitung sudah 5 tahun menjadi mediator dalam menangani kasus perceraian.

“Setiap hakim yang sudah di angkat menjadi hakim, sejak saat itulah dia menjadi mediator. Kalau saya sendiri sudah sejak tahun 2010 sudah menjadi hakim, menerima SK Hakim maka sejak saat itu saya menjadi mediator. Untuk perkara perceraian sudah sejak 2010 saya memediasi maslah perceraian, sekarang kurang lebih sudah 5 tahun.”

Informan II

Nama : Hj. Wardiyah, S.Ag.

Tempat, Tanggal Lahir : Lubuk Pakam, 19 Agustus 1952 Usia : 63 tahun

NIP : 195208191981032001 Tangal Wawancara : 7 April 2015

Tempat : Ruang Hakim Wanita PA Kisaran

Ibu Wardiyah merupakan salah satu Hakim yang tergolong senior di PA Kisaran. Ibu beranak tiga ini merupakan sesosok wanita yang berkulit sawo matang, tinggi kira – kira 160 cm dan sudah terlihat berumur. Ibu Wardiyah menamatkan pendidikan S1 nya di Institut Agama Islam Daar Al-Uluum pada tahun 1995

Ibu Wardiyah sudah bekerja di PA Kisaran semenjak tahun 1987, pada saat PA Kisaran masih bergabung dengan PA Tanjungbalai. Namun baru menjadi Hakim pada tahun 2001. Sebelumnya, Ibu Wardiyah di tempatkan di PA Tanjungbalai. Setelah itu, Ibu Wardiyah di mutasi ke PA Kisaran. Saat itu, Ibu Wardiyah harus kembali di mutasi ke PA Lubuk Pakam agar dapat naik pangkat menjadi golongan IV B. Hal ini dikarenakan Ibu Wardiyah harus pindah ke Pengadilan kelas 1 agar dapat memenuhi syarat kenaikan pangkat tersebut. Sementara itu, Pengadilan Agama di Kisaran dan Tanjungbalai masi tergolong


(56)

kelas II. Namun, baru satu setengah tahun bekerja disana, Ibu Wardiyah meminta untuk dipindahkan kembali ke PA Kisaran. Sebab, keluarga Ibu Wardiyah tinggal di daerah Kisaran.

“Saya pertama tugas di Pengadilan Agama Tanjung Balai, tetapi dulu kantornya dikisaran, di Jl. Akasia lalu ada pemekaran Pengadilan Agama Tanjung Balai dan Pengadilan Agama Kisaran jadi kantornya pindah ke SimpangEmpat di Jl. Perintis Kemerdekaan tapi sekarang udah pindah ke Tanjung Balai. Jadi saya di tajung terus mutasi ke sini, ya masih begitu saja mutasinya. jadi terakhir karena mutasi begitu tidak di perbolehkan lagi kalau saya tidak di mutasikan saya tidak bisa naik pangkatkarena golongan 4B saya harus pindah ke kelas 1 yaitu di lubu pakam kelas 1B karena kisaran dan tanjung balai ini masih kelas II. Tapi 1,5 tahun saya disana saya minta pindah lagi ke kisaran. Jadi ya mutasi nya Cuma disini sini saja. Jadi selama itulah saya menjadi mediator”

Informan III

Nama : H. Armansyah, Lc. MH

Tempat, Tanggal Lahir : Pulau Gadang Kampar, 04 Januari 1981 Usia : 34 tahun

NIP : 198101042006041002 Tanggal Wawancara : 10 April 2015

Tempat : Ruang Mediasi PA Kisaran

Bapak Armansyah atau biasa di panggil Pak Arman juga merupakan salah satu Hakim di PA Kisaran. Bapak satu ini adalah lulusan S1 Universitas Al Azhar Kairo, Mesir pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Islam Negeri Suska, Riau. Beliau aktif menjadi Hakim sejak tahun 2009. Pak Arman adalah seorang laki – laki yang memiliki ciri – ciri berkulit putih, mengenakan kacamata, berambut hitam lebat dan tinggi kira – kira 170 cm.


(57)

Universitas Sumatera Utara Pertama kali bekerja di Pengadilan Agama, Pak Arman ditugaskan di PA Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, sebagai Calon Hakim (Cakim) pada tahun 2007. Pada tahun 2009, beliau diangkat menjadi Hakim dan di tempatkan di PA Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Sejak saat itulah Pak Armam mulai menangani kasus perceraian dan menjadi mediator dalam kasus tersebut. Pada tahun 2013, Pak Arman di mutasikan ke PA Kisaran.

Informan IV

Nama : Drs. Said Safnizar, MH. Tempat, Tanggal Lahir : Meulaboh, 22 Oktober 1968 Usia : 47 tahun

NIP : 196810221994031001 Tanggal Wawancara : 10 April 2015

Tempat : Ruang Wakil Ketua Pengadilan Agama Kisaran

Bapak Said merupakan Wakil Ketua di PA Kisaran. Bapak tiga anak ini merupakan lulusan S1 Universitas Ar – Raniry Darussalam dan S2 Universitas Syah Kuala, Banda Aceh. Bapak Said memiliki ciri – ciri berperawakan gemuk, berkulit putih, berambut ikal, mengenakan kacamata dan tinggi kira – kira 172 cm. Saat Bapak Said berbicara, logat Aceh sangat kental terdengar dari tutur kata Beliau. Beliauu begitu ramah dan antusias dalam menjawab setiap pertanyaan dari peneliti yang selalu diselingi dengan humor, sehingga suasana lebih santai.

Bapak Said memulai karirnya di Mahkamah Syar’iah (Ms) sebagai Kepala Urusan Kepegawaian pada tahun 1981. Beliau menjadi Hakim pada tahun 2006 dan ditugaskan di Ms. Calang, Aceh dan pada tahun 2010 di tempatkan di Ms. Sigli, Aceh. Barulah pada tahun 2014, beliau diangkat menjadi Wakil Ketua di PA Kisaran. Selama ditempatkan di PA Kisaran, Bapak Said mengaku tidak pernah menjadi meditor. Hal ini dikarenakan beliau merupakan salah satu pimpinan di PA Kisaran. Namun, Bapak Said pernah menjadi mediator selama bertugas di Ms Calang dan Ms Sigli. Sehingga, Beliau dinilai cukup memiliki pengalaman dalam mediasi masalah perceraian.


(58)

“Kalau di Kisaran ini saya tidak mediasi karena pimpinan, tapi kalau dulunya saya di Aceh yaitu di Mahkamah di Sigli dan sebelum itu juga saya di Calang. Jadi kalau kira – kira, 8 tahun saya menjadi mediator.”

Tabel 4.1. Karakteristik Hakim di Pengadilan Agama Kisaran

NO Nama

Hakim

Karakteristik Hakim di Pengadilan Agama Kisaran

1. Wafa’, S.Hi • Menjadi seorang Hakim sejak September 2010.

• Bekerja sebagai Hakim di Pengadilan Agama Kisaran sejak 20 Januari 2014

• Usia 31 Tahun

• Asal: Lhoksemawe, Aceh.

• Agama : Islam

• Status : Menikah

Ciri-ciri : ciri-ciri mengenakan jilbab, tinggi kira – kira 166 cm, berkulit putih, berparas Aceh – Melayu.

2 Hj. Wardiyah, S.Ag

• Berpendidikan Terakhir S1

• Bekerja di Pengadilan Agama Kisaran sejak tahun 1987

• Sempat di mutasi ke PA Lubuk Pakam 1,5 tahun dan kembali ke PA Kisaran

• Menjadi seorang Hakim sejak tahun 2001


(59)

Universitas Sumatera Utara

• Asal : Lubuk Pakam

• Agama : Islam

• Status : Menikah.

• Jumlah anak : 3 orang

• Ciri-ciri : mengenakan jilbab, berkulit sawo matang, tinggi kira – kira 160 cm dan sudah terlihat berumur

3 H. Armansyah, Lc. MH

• Berpendidikan Terakhir S2

• Aktif menjadi Hakim semenjak tahun 2009

• Bekerja di Pengadilan Agama Kisaran sejak tahun 2014

• Usia : 34 Tahun

• Agama : Islam

• Asal : Riau

• Status : Menikah

• Ciri-ciri : berkulit putih, mengenakan kacamata, berambut hitam lebat dan tinggi kira – kira 170 cm

4 Drs. Said Safnizar, MH

• Berpendidikan terakhir S2

• Menjadi Hakim sejak tahun 2006

• Ditugaskan di Pengadilan Agama Kisaran sejak tahun 2014

• Usia : 47 Tahun


(1)

mulangkan kakak baik – baik. Kayak gitu apanya baik – bauk coba, kakak gak tau apa apa malah langsug d pulangkan gitu aja.

Emosi kali kan kayak gitu, ya kami berantem lah jadinya, mamak kakak nangis aja. Cuma di bilang yaudah kalau gak bias di pertahan kan lagi. Ku terima lah anakkku kau pulangkan, Cuma itulah kata mmak kakak.

A : apakah ada perubahan perasaan setelah mediasi?

B :ya gak lah. Makin benci yang ada aku sama dia. Tadi ku tengok mukanya kok bangga kali kayaknya dia mau cerai sama ku. Senyum – senyum gitu. Aku pun udah jadi jijik nengoknya.

A : apakah anda memutuskan untuk mencabut gugatan?

B : gak dek, kakak mau cerai aja, Cuma kakak mau hak anak kakak itu lah di penuhi dia, kan dia bapaknya.


(2)

Wawancara Informan Tambahan III

A : Apakah anda nyaman selama proses mediasi?

B : Gak nyaman dek, kan ada suami kakak juga disitu. Sebenarnya sih suasana nya santai ya walaupun serius juga kan, hakimnya juga baik yang mediasi kakak itu tapi kan karena hatinya udah gak nyaman ya jadinya gak nyaman juga lah.

A : Apakah hakim mampu berkomunikasi dengan baik?

B : Ya, hakimnya mampu berkomunikasi dengan baik dek. Nyambung lah gitu kan kalau ngomong. Dia pun tau caranya biar kakak sama suami kakak mau cerita masalah kami.

A : Apakah hakim membantu anda menemukan jalan keluar dari masalah rumah tangga yang anda ?

B : Ya membantu ngasih solusi, jadi penengah pas mediasi itu kami ada salah paham. Cuma cerai ini kan udah jadi keputusan terakhir kakak dek.

A : Apakah hakim memberi nasehat sesuai yang anda harapkan?

B : Ya gak dek, kan kalau mediasi di minta sama hakimnya untuk rujuk, di pertahankan lagi rumah tangganya, sayangkan pernikahannya juga baru sebentar, anaknya juga masih kecil, sementara kan sebelum ini udah nyoba untuk di pertahanin tapi kakak udah gak bisa. Makanya kakak ngajukan gugatan ke sini.

A : Apakah anda mendapatkan informasi tentang dampak perceraian dari hakim?

B :Ya ada dek. Tapi kan ini udah keputusan kakak, kayak mana pun nantinya kakak tanggung sendiri. Mau kesini juga butuh pemikiran panjang loh dek, tarik ulurnya itu lama. Makanya kayak manapun akhirnya nanti ya bakal kakak hadapi.


(3)

A : Bagaimana cara hakim menenangkan anda ketika terjadi kesalah pahaman saat mediasi?

B : Kalau kayak tadi kan dek, suami kakak gak mau kalau kami cerai jadi ya kayak gitu dia minta maaf sama kakak. Cuma ya kakak udah kecewa juga udah ini keputusan kakak, hakimnya minta kkak mikir lagi. Ya Cuma kakak bilang gak mau.

Dia sempat marah juga, emosi. Cuma di tenangkan bapak itu lah dek. Di nasehatin suami kakak sama bapak itu. Kan di bilang kawan kakak kalau di mediasi itu kakak udah malas tinggal bilang aja ke hakimnya kkak gak mau rjuk lagi. Yaudah tadi kakak bilang kalau kakak gak mau rujuk jadi kata bapak itu mediasinya gagal. Terus bapak itu ngisi ntah apa tadi ya kami di suruh keluar.

Makanya tadikan kakak takut adek nanya – nanya di pengadilan sama kakak kan kakak bilang di telpon aja. Dia tadi masih emosi itu dek. Takut kakak. Orang tadi kakak pulang aja masih di ikuti sampai tempat kakak kerja.

A : Apakah hakim menawarkan jalan keluar lain selain bercerai?

B : Ya di tawarkan jalan keluar dek, Cuma kakak udah gak mau.

A : Apakah hubungan anda membaik setelah mediasi?

B : Ya gak membaik dek. Kalau kayak gini dia telp atau datang Cuma nanya anaknya aja. Kalau ke kakak ya udah gak, atau karena kakak juga yang malas.

A : Apakah ada perubahan perasaan setelah mediasi?

B : Ya jadi lebih lega dek, udah kakak bilang semua yang kakak kesal selama ini. Cuma kalau perasaan kakak ke suami kakak ya masi gitu – gitu aja. Mungkin karena kakak udah terlanjur kecewa.

A : Apakah anda memutuskan untuk mencabut gugatan?


(4)

DOKUMENTASI


(5)

Foto bersama Bapak Armansyah

Foto Ruang Mediasi

BIODATA Identitas Diri


(6)

Nama : Anita Wulandari

Tempat, tanggal lahir : Rawang, 18 Oktober 1993

NIM : 110904097

Fakultas/Jurusan : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Komunikasi

Alamat :Desa Rawang Pasar V, Dusun III, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan.

Anak ke : Kedua dari Dua bersaudara Nama saudara : Ahmad Dani Ardianto

Jenjang Pendidikan

SD : SD Negeri 014687 2005

SMP : MTs Negeri Meranti 2008

SMA : SMK Negeri 1 Kisaran 2011

Identitas Orang Tua Ayah

Nama : Nuryadi

Tempat, tanggal lahir : Karang Anyar, 27 Juni 1965 Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Rawang Pasar V, Dusun III, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan.

Ibu

Nama : Sukarseh

Tempat, tanggal lahir : Rawang, 01 Juni 1965 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Dokumen yang terkait

TINJAUAN YURIDIS EMPIRIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PERCERAIAN Tinjauan Yuridis Empiris Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perceraian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Semarang).

0 2 16

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN.

0 0 14

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 16

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 8

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 13

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 39

TUJUAN KOMUNIKASI PERSUASIF hakim pengadilan

0 0 6

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN

0 2 14