Pengaruh Insentif Finansial dan Non Finansial Terhadap Kepuasan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Pengertian
Sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat para ahli tentang definisi
kepuasaan kerja, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan diantara
mereka. Kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya
(Berry, 1998). Menurut Wexley & Yukl (1992) yang disebut kepuasan kerja ialah “is
the way an employee feels about his her job”. Ini berarti kepuasan kerja sebagai
perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Setelah melakukan penelitian terhadap 309
karyawan suatu perusahaan di New Hope Pennsylvania Amerika Serikat, Hoppeck
menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu
seberapa jauh pekerjaan-pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya
(As’ad, 2004).
Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (1995), kepuasan kerja penting
untuk aktualisasi diri, kepuasan kerja mempunyai arti penting dalam menciptakan
keadaan yang positif di dalam lingkungan kerja perusahaan. Kepuasan kerja adalah
suatu kondisi yang amat subjektif yang masing-masing merasakan sebagai suatu hal
yang menguntungkan atau tidak baginya, sehingga kepuasan kerja bersifat individual
(Fraser, 1992).


11
Universitas Sumatera Utara

12

Kepuasan kerja merupakan suatu keadaan yang tidak dapat bertahan lama.
Adanya perubahan pada kebutuhan dan tujuan hidup menyebabkan kondisi kepuasan
kerja tidak dapat bertahan lama (Winardi, 1992), sehingga hal ini menyebabkan
kondisi kepuasan kerja harus diperhatikan dan pengukuran kepuasan kerja harus
dilakukan secara berkesinambungan.
Kepuasan kerja sebagai suatu sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan
prestasi kerja. Tolok ukur tingkat kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara
individu berbeda standar kepuasannya (Hasibuan, 1996).
Kepuasan kerja ternyata merupakan topik yang sangat menarik dan populer di
kalangan para ahli psikologi industri dan manajemen. Hal ini terbukti dari banyaknya
penelitian yang dilakukan pada para pekerja di industri besar selama 20 tahun
terakhir. Menurut Nord dalam As’ad (1998) bahwa pada tahun 1972 diperkirakan ada
3350 artikel atau disertasi mengenai masalah ini karena memang sangat besar

manfaat pemahaman kepuasan kerja baik bagi kepentingan individu, industri maupun
masyarakat.
2.1.2

Teori-teori Motivasi yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja
Motivasi dipandang sebagai bagian integral dari administrasi kepegawaian

dalam rangka proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan tenaga kerja dalam
suatu organisasi karena manusia merupakan unsur terpenting dan paling menentukan
bagi kelamcaran jalannya administrasi dan manajemen sehingga hal-hal yang
berhubungan dengan konsep motivasi perlu mendapat perhatian yang serius dari

Universitas Sumatera Utara

13

setiap orang yang berkepentingan dengan keberhasilan organisasi dalam mewujudkan
usaha kerjasama manusia (Zainun, 1994).
a. Teori-teori kepuasan (content theories)
Teori tentang kepuasan atau kebutuhan menemukan bahwa kebutuhan dan

motif yang ada dalam diri seseorang dapat menggerakkan, mengarahkan, melanjutkan
dan memberhentikan perilaku orang tersebut. Teori kepuasan atau kebutuhan yang
populer adalah :
a.1. Teori hierarki kebutuhan Maslow
Teori ini beranggapan bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang
bertingkat-tingkat yaitu : (1). Faal (fisiologis) antara lain rasa lapar, haus,
perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lainnya. (2).
Keamanan antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional. (3). Sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima dengan baik
dan persahabatan. (4). Penghargaan mencakup faktor rasa hormat internal seperti
harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor rasa hormat eksternal seperti status,
pengakuan dan perhatian. (5). Aktualisasi diri yaitu dorongan untuk menjadi apa yang
ia mampu menjadi, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan
diri.
a.2. Teori kebutuhan Mc Clelland
Teori ini fokus pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan merasa berhasil,
kebutuhan untuk bergaul dan kebutuhan untuk berkuasa. Sekalipun semua orang
mempunyai kebutuhan namun kekuatan pengaruh kebutuhan itu tidak sama bagi

Universitas Sumatera Utara


14

setiap orang, bahkan untuk satu orang yang sama tidak sama kuatnya pada setiap saat
atau saat yang berbeda. Namun Mc Clelland sudah menggunakan teori ini untuk
meningkatkan kinerja suatu pekerjaan dengan jalan menyesuaikan kondisi
sedemikian rupa sehingga dapat menggerakkan orang ke arah pencapaian hasil yang
diinginkan.
a.3. Teori dua faktor Herzberg
Teori kebutuhan atau kepuasan ini paling dikenal dari Herzberg membagi
situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua
kelompok yaitu : (1). Faktor satisfier (motivator), bersifat intrinsik merupakan faktor
yang dianggap sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi yang diraih,
penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan promosi. Semua faktor ini
mempengaruhi kepuasan kerja dan membimbing ke arah motivasi kerja yang lebih
tinggi. (2). Faktor dissatisfier, bersifat ekstrinsik merupakan faktor yang terbukti
menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari kebijakan dan administrasi
perusahaan, pengawasan, gaji, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, keamanan dan
status. Berkurangnya faktor ini akan menimbulkan rasa tidak puas terhadap
pekerjaan.

Jadi menurut Herzberg yang dapat memacu orang untuk bekerja dengan baik
dan bergairah hanyalah kelompok satisfier. Longest dalam Rakich (1985)
mendapatkan bahwa urutan faktor-faktor untuk memotivasi perawat di sebuah rumah
sakit berdasarkan teori ini sebagai berikut : prestasi yang diraih, hubungan antar

Universitas Sumatera Utara

15

perawat, pekerjaan itu sendiri, kebijakan dan administrasi, tanggung jawab, supervisi,
gaji, kondisi tempat kerja, pengakuan dan kesempatan maju.
b. Teori-teori proses (teori kognitif)
Teori proses menunjukkan cara untuk mengerahkan orang lebih giat mencapai
tujuan yang diinginkan. Teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana
seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Termasuk dalam teori ini
adalah :
b.1. Teori keadilan (equity theory)
Menurut teori yang dikemukakan oleh Adams (1965) dalam Robbins (1996),
ini yang paling menentukan kinerja seorang karyawan adalah rasa adil atau tidaknya
keadaan di lingkungan kerja karyawan itu. Tingkat keadilan itu dapat diukur dengan

rasio antara kerja dan upah yang diterima seorang karyawan lain dalam satu
lingkungan kerja yang sama. Komponen utama teori ini terdiri dari : (1). Masukan
(input), sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaannya seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang
diberikan, jumlah jam kerja dan peralatan pribadi yang digunakan untuk
pekerjaannya. (2). Hasil (outcomes), sesuatu yang dianggap bernilai oleh pekerja
yang diperoleh dari pekerjaannya seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol status,
fasilitas, penghargaan serta kesempatan untuk berhasil. (3). Perbandingan antara
masukan dan hasil (outcomes/input ratio), seseorang akan membandingkan O/I
rationya dengan O/I ratio orang lain. Jika perbandingan itu dianggap cukup adil maka

Universitas Sumatera Utara

16

ia akan merasa puas, sedangkan jika perbandingan itu tidak seimbang akan
menimbulkan ketidakpuasan.
b.2. Teori harapan (expectancy theory)
Teori harapan ini menyatakan bahwa kuatnya kecenderungan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa

tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari
keluaran tersebut bagi individu itu. Dalam istilah yang lebih praktis, teori
pengharapan menyatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat
upaya yang lebih tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian
kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran organisasi
seperti bonus, kenaikan gaji atau suatu promosi dan ganjaran itu akan memuaskan
tujuan pribadi karyawan itu. Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak
sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaannya dan hanya melakukan yang
minimum yang diperlukan untuk menyelamatkan diri. Oleh karena itu teori harapan
memfokuskan pada tiga hubungan yaitu (1). Hubungan upaya – kinerja yaitu
probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya
tertentu itu akan mendorong kinerja. (2). Hubungan kinerja – ganjaran yaitu derajat
sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan
mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan. (3). Hubungan ganjaran –
tujuan pribadi yaitu derajat sejauh mana ganjaran organisasi memenuhi tujuan atau
kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran potensial tersebut untuk
individu itu.

Universitas Sumatera Utara


17

Kunci dari teori harapan adalah pemahaman dari tujuan seorang individu dan
tautan antara upaya dan kinerja, antara kinerja dan ganjaran serta antara ganjaran dan
tujuan pribadi. Selain itu, hanya karena kita memahami kebutuhan apakah yang dicari
oleh seseorang untuk dipenuhi tidaklah memastikan bahwa individu itu sendiri
mempersepsikan kinerja tinggi sebagai penghantar ke pemenuhan kebutuhan itu.
2.1.3

Teori-teori Lain tentang Kepuasan Kerja
a. Teori ketidaksesuaian nilai (value discrepancy theory)
Locke (1976) dalam Berry (1998), menerangkan bahwa kepuasan kerja

seseorang bergantung pada selisih antara keinginan (ekspektasi) dengan apa yang
menurut persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang
akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan
persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Jika yang didapatkan lebih besar daripada yang diinginkan maka disebut discrepancy
positif, dan sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar
minimum sehingga menjadi discrepancy negatif maka makin besar pula

ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya.
Penelitian Wanous dan Lawler menemukan bahwa para pekerja memberikan
tanggapan yang berbeda menurut bagaimana selisih itu didefinisikan. Mereka
menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap
pekerjaannya dan tidak ada cara terbaik yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja
melainkan ditentukan oleh tujuan pengukurannya.
b. Teori aspek kerja (facet theory)

Universitas Sumatera Utara

18

Tujuan utama dari teori ini adalah untuk memprediksi besarnya kepuasan
kerja dari berbagai aspek kerja yang berbeda. Lawler (1973) dalam Berry (1998),
menggunakan hipotesis ketidaksesuaian dan teori keadilan dari Adams untuk
menjelaskan teori ini. Dikatakan bahwa tingkat kepuasan terhadap suatu aspek kerja
ditentukan oleh perbandingan antara harapan dari apa yang seharusnya diterima dari
suatu aspek kerja dengan persepsi terhadap apa yang diterima. Harapan dari apa yang
seharusnya diterima ditentukan oleh persepsi dari upaya yang diberikan pada suatu
pekerjaan, permintaan terhadap pekerjaan tersebut serta upaya dan hasil yang

diterima pekerja. Bila jumlah yang diterima adalah sama dengan jumlah yang
diharapkan maka kepuasan terjadi, sebaliknya bila tidak sama akan terjadi
ketidakpuasan.
2.1.4

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor-faktor tersebut

dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan tergantung pada pribadi
masing-masing karyawan. Berikut adalah pendapat beberapa ahli tentang faktorfaktor yang memberikan kepuasan kerja :
Faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum dalam As’ad (2004)
sebagai berikut : (1) Faktor individual, meliputi umur, jenis kelamin, kesehatan,
watak meliputi kemampuan dn keterampilan, pengalaman serta harapan; (2) Faktor
sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan
kemasyarakatan; (3) Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan,

Universitas Sumatera Utara

19


ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga
penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan
dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang
menyangkut pribadi maupun tugas.
Menurut pendapat Gilmer dalam As’ad (2004) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut : (1) Kesempatan untuk maju, dalam
hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan
kemampuan selama kerja; (2) Keamanan kerja, merupakan faktor yang sering disebut
sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan
yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja; (3) Gaji, lebih
banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan tidak jarang orang mengekspresikan
kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya; (4) Perusahaan dan
manajemen, yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja
yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan; (5) Pengawasan
(supervisi), dimana supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya
bagi karyawan. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over; (6)
Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan
keterampilantertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan; (7) Kondisi kerja, termasuk di sini adalah
kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir; (8) Aspek sosial
dalam pekerjaan,

merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi

dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja; (9)

Universitas Sumatera Utara

20

Komunikasi, dimana komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak
manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya
kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat
ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas
terhadap kerja; (10) Fasilitas, termasuk pelayanan rumah sakit, cuti, dana pensiun,
atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas.
Harold Burt dalam As’ad (1998)mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu 1) Faktor hubungan antar karyawan, antara lain
hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisis dan kondisi kerja, hubungan
sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja;
2) Faktor individu, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap
pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja dan jenis kelamin; 3) Faktor luar
(eksternal), yang berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi dan
pendidikan (training, up grading dan sebagainya).
Robbins (2003) mengajukan empat variabel yang mampu mempengaruhi
kepuasan kerja seseorang yaitu: (1) Pekerjaan menantang secara mental; (2) Reward
memadai; (3) Kondisi kerja mendukung; dan (4) Kolega mendukung.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown dalam As’ad(1998),
bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu:
1) Kedudukan (posisi)

Universitas Sumatera Utara

21

Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja padapekerjaan
yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang pekerjaannya lebih
rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan
dalam tingkat pekerjaannyalah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
2) Golongan
Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji,
wewenang, dan kedudukan yang lebih dibandingkan yang lain sehingga
menimbulkan perilaku dan perasaan yang puas terhadap pekerjaannya.
3) Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja, dimana
umur antara 25-34 tahun dan umur 40–45 tahun adalah merupakan umur yang
bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan
4) Jaminan finansial dan jaminan sosial
Pemberian jaminan finansial dan jaminan sosial umumnya berpengaruh terhadap
kepuasan kerja.
5) Mutu pengawasan
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang
baik dari pimpinan dengan bawahan sehingga karyawan akan merasa
bahwadirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.
Dari berbagai pendapat di atas dapat dirangkum mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu (As’ad, 1998) :

Universitas Sumatera Utara

22

1.

Kepuasan psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadapkerja,
bakat, dan ketrampilan.

2.

Kepuasan sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosialbaik antar sesama karyawan, dengan atasannya, maupun dengan karyawan
yang berbeda jenis pekerjaannya.

3.

Kepuasan fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan meliputi jenis pekerjaan,pengaturan
waktu kerja, dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu,
penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan,umur dan sebagainya.

4.

Kepuasan finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminansosial,
macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dansebagainya.
Dalam suatu organisasi dimana sebagian besar pegawai memperoleh kepuasan

kerja,

tetapi

tidak

tertutup

kemungkinan

sebagian

kecil

diantaranya

merasakanketidakpuasan. Menurut Robbins (2003), ketidakpuasan pegawai dapat
ditunjukkan dalam empat cara, yaitu :
a.

Exit
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku yang diarahkan pada meninggalkan
organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

b.

Voice

Universitas Sumatera Utara

23

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk
memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan
masalah dengan atasan dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.
c.

Loyalty
Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu
kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi di
hadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan
hal yang benar.

d.

Neglect
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi
semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis,
mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat kesalahan.

2.1.5

Mengukur Kepuasan Kerja
Penilaian tentang apakah seseorang pegawai menemukan kepuasan atau

ketidakpuasan dengan pekerjaan yang dihadapinya merupakan sesuatu hal yang
paling kompleks dari sejumlah unsur pekerjaan. Menurut Sofyandi dan Garniwa
(2007) terdapat dua metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kepuasan
pegawai atas pekerjaannya yaitu :
a.

Single Global Rating Method
Metode ini dilakukan dengan cara meminta para pegawai untuk memberikan
tanggapan

atau

jawaban

atas

suatu

pertanyaan.

Contohnya,

setelah

mempertimbangkan segala sesuatu, sejauh manakah kepuasan anda dengan

Universitas Sumatera Utara

24

pekerjaan anda? Kemudian para pegawai menjawab pertanyaan dengan
melingkari salah satu angka dari satu sampai lima, yang sesuai dengan jawaban
mulai dari “sangat merasa puas” sampai dengan “sangat tidak puas”. Metode ini
dianggap lebih sederhana dan mudah untuk dilakukan sehingga metode ini sangat
sering digunakan oleh perusahaan dalam mengevaluasi kepuasan kerja pegawai.
b.

Summation Score Method
Menurut metode ini elemen-elemen yang ada di dalam suatu pekerjaan
diidentifikasi, kemudian ditanyakan kepada para pegawai bagaimana perasaan
mereka terhadap masing-masing elemen pekerjaan tersebut. Faktor-faktor khusus
yang turut dilibatkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, upah, kesempatan
promosi, serta hubungan-hubungan dengan rekan kerja. Faktor-faktor tersebut
diberi nilai berdasarkan skala yang sudah distandarisasi, kemudian dijumlahkan
untuk memperoleh angka secara keseluruhan.
Sementara itu Greenberg dan Baron (2003) menunjukkan adanya tiga cara

untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
a.

Rating scales dan kuisioner
Rating scales dan kuisioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja
yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuisioner dimana rating
scalessecara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang
menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka
pada pekerjaan mereka.

Universitas Sumatera Utara

25

b.

Critical incidents
Di sini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka
dengan yang mereka rasakan, terutama memuaskan atau tidak memuaskan.
Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkapkan tema yang mendasari. Sebagai
contoh, apabila banyak pekerja menyebutkan situasi di pekerjaan dimana mereka
diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila pekerja memuji supervisor atas
sensitivitas yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya pengawasan
memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka.

c.

Interviews
Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan
wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung
tentang sikap mereka, hal itu sering mungkin mengembangkan lebih mendalam
dengan menggunakan kuisioner yang sangat terstruktur. Dengan mengajukan
pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan mencatat jawabannya secara
sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat dipelajari.

2.1.6.Komponen Kepuasan Kerja
Terdapat tiga komponen kepuasan kerja yaitu terhadap materi pekerjaan,
kompensasi dan pengawasan.
a.

Kepuasan terhadap kerja itu sendiri
Menurut Robbins (2003), pekerja cenderung memiliki pekerjaan yang

memberikan kesempatan mereka menggunakan keahlian dan kemampuan serta
menawarkan variasi tugas, kebebasan, dan umpan balik seputar sebaik mana

Universitas Sumatera Utara

26

pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang kurang menantang cenderung
membosankan, sementara pekerjaan yang terlalu menantang cenderung membuat
frustasi dan rasa gagal. Di bawah kondisi antara moderat dan menantang, sebagian
besar pekerja akan mengalami kepuasan.
b.

Kepuasan dengan kompensasi
Dari beberapa studi ditemukan bahwa upah merupakan karakteristik pekerjaan

yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap ketidakpuasan kerja (Berry, 1998).
Pekerja cenderung menginginkan sistem penghasilan adil dan sejalan dengan
harapannya. Saat pekerja menganggap bahwa penghasilan yang diterima setimpal
dengan tuntutan pekerjaan, maka kepuasan akan muncul.
Goodman (1974) dalam Wexley dan Yulk (1992) menyatakan jika upah
pekerja cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya, ia akan lebih puas
dibandingkan jika ia menerima upah lebih rendah dari yang diperlukan untuk
memenuhi standar hidup yang memadai. Lawler (1967) dalam Wexley dan Yulk
(1992) menyatakan upah juga mencerminkan seberapa jauh para pekerja
melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Jika upah tidak didasarkan atas pelaksanaan
kerja, pekerja yang rajin bekerja akan tidak puas dengan pendapatan yang sama dari
pekerja yang malas.
c.

Kepuasan dengan pengawasan
Kepuasan seorang karyawan juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan

atasannya. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila
atasan langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk

Universitas Sumatera Utara

27

kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan suatu minat
pribadi pada mereka (Robbins, 1996).
Menurut Byars dan Rue (2005) bahwa sistem reward organisasi sering
mempunyai dampak signifikan pada tingkat kepuasan kerja karyawan. Menurutnya
ada lima komponen utama kepuasan kerja yaitu sikap terhadap kelompok kerja,
kondisi umum pekerjaan, sikap terhadap perusahaan, keuntungan secara ekonomi dan
sikap terhadap manajemen.
Menurut pendapat dari Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima komponen
kepuasan kerja yaitu :
1.

Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa
kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2.

Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan
suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan
antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila
harapan lebih besar daripada yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya
diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas
harapannya.

3.

Value attainment (pencapaian nilai). Gagasan ini adalah bahwa kepuasan
merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja
individual yang penting.

Universitas Sumatera Utara

28

4.

Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan
fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan
merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan
inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara
keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5.

Dispositional/ genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan kerja
atau teman kerja tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan yang
lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa
kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk
menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

2.2. Insentif
2.2.1. Pengertian Insentif
Insentif merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan
upah yang merupakan kompensasi tetap yang disebut sistem kompensasi berdasarkan
kinerja. Insentif berupa uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan
dasar, tetapi juga merupakan alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada
tingkat yang lebih tinggi (Luthans, 2005).
Insentif merupakan sesuatu yang merangsang minat untuk bekerja. Insentif
adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar
produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu (Suwatno dan

Universitas Sumatera Utara

29

Priansa, 2011). Menurut World Health Organization (2008) dalam Hadiyanto (2012),
insentif adalah suatu faktor atau kondisi yang dapat membuat tenaga kesehatan untuk
tetap bekerja dan bertahan di posisi mereka dan bekerja di dalam negara mereka
sendiri.
Menurut hasil penelitian Herman (2012) menyatakan bahwa kurangnya minat
dokter bertahan lebih lama bekerja di daerah terpencil karena pendapatan yang
diterima mereka masih kurang memuaskan, termasuk insentif daerah yang kecil.
Pendapatan total yang diterima tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di daerah
terpencil. Hal ini mengakibatkan bahwa ketidakpuasan dokter juga terlihat melalui
perilaku para dokter yang banyak mengajukan pindah untuk mencari posisi baru ke
luar kabupaten atau kota lain.
2.2.2. Bentuk-Bentuk Insentif
Bentuk-bentuk insentif dalam suatu perusahaan harus dituangkan secara jelas
sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan
kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang
bersangkutan.
Menurut Siagian (2002), terdapat beberapa bentuk insentif yang umumnya
dijumpai yaitu :
1. Piece work (upah per output)
Piece work adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja pegawai
berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit
produksi.

Universitas Sumatera Utara

30

2. Bonus
Bonus adalah insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja
sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.
3. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan
sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.
4. Executives incentives (insentif bagi eksekutif)
Insentif bagi eksekutif adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya
manajer atau pegawai yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan,
misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor atau biaya
pendidikan anak.
5. Maturity curve (kurva kematangan)
Kurva kematangan adalah insentif yang diberikan kepada tenaga kerja yang
karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat
dan penghasilan yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk penelitian ilmiah atau
dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
Menurut World Health Professions Alliance (2008) dalam Hadiyanto (2012),
pemberian insentif untuk tenaga kesehatan secara garis besar terbagi menjadi dua
yaitu insentif finansial dan insentif non finansial, dimana dalam pemberian insentif
ini juga dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya faktor petugas kesehatannya sendiri
seperti umur dari petugas kesehatan, lokasi pekerjaan, pendidikan, perkembangan
karir petugas kesehatan serta dipengaruhi oleh faktor di luar petugas kesehatan seperti

Universitas Sumatera Utara

31

kondisi ekonomi, keadaan tempat bekerja dan kondisi pasar tenaga kerja untuk tenaga
kesehatan.
2.2.3. Sistem Pemberian Insentif
Sistem insentif dapat berhasil dengan baik apabila perusahaan mampu
melaksanakan sifat dasar dari insentif yaitu (Mangkunegara, 2002) :
1.

Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dapat dihitung
oleh karyawan itu sendiri

2.

Penghasilan yang diterima karyawan hendaknya langsung menaikkan output dan
efisiensi

3.

Pembayaran hendaknya dilakukan secepat mungkin

4.

Standar kerja hendaknya ditentukan dengan hati-hati karena standar kerja yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah sama tidak baiknya

5.

Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup
merangsang karyawan untuk bekerja lebih giat
Menurut Simamora (2004), perancangan program insentif yang tepat

sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.

Sederhana, yaitu aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas dan dapat
dimengerti.

2.

Spesifik, yaitu para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang harus
mereka kerjakan agar memperoleh insentif

3.

Dapat dicapai, yaitu setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk
akal untuk memperoleh sesuatu (insentif)

Universitas Sumatera Utara

32

4.

Dapat diukur, yaitu tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana
insentif dibangun dengan menggunakan indikator yang jelas
Menurut World Health Professions Alliance (2008) dalam Hadiyanto (2012),

agar pemberian insentif lebih efektif dan dapat bertahan lama, maka harus memiliki
beberapa karakteristik di antaranya :
1.

Harus ada sistem imbal jasa kepada karyawan dalam bentuk finansial dan non
finansial

2.

Pemberian insentif harus transparan, adil dan konsisten

3.

Harus ada pemberian motivasi secara terus menerus agar karyawan mencapai
target yang ditetapkan

4.

Selalu memberikan evaluasi terhadap tenaga kerja mengenai hasil pencapaian
kinerja mereka

5.

Melibatkan tenaga kerja dalam setiap perencanaan sehingga mereka mengetahui
apa yang harus dikerjakan
Menurut Chester Bernard, beberapa macam insentif yang dapat diberikan

kepada karyawan antara lain (Suwatno dan Priansa, 2011) :
a.

Dorongan material uang atau barang

b.

Kesempatan untuk mendapatkan kehormatan, prestise (wibawa) dan kekuasaan
perseorangan

c.

Syarat-syarat pekerjaan yang diinginkan bersih, lingkungan yang tenang atau
ruangan kantor yang tersendiri

Universitas Sumatera Utara

33

d.

Kebanggaan akan pekerjaannya, jasa untuk keluarga dan patriotisme atau
perasaan keagamaan

e.

Kesenangan perseorangan dan kepuasan dalam hubungan-hubungan sosial dan
organisasi

f.

Persesuaian dengan kebiasaan praktek dan sikap serta dapat menerima aturanaturan dan pola tingkah laku dari perusahaan

g.

Perasaan turut serta dalam kejadian atau peristiwa yang penting dalam
perusahaan

2.2.4. Tujuan Pemberian Insentif
Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan
dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan
usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian
insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok
(Panggabean, 2002).
Secara lebih spesifik tujuan pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu (Hadiyanto, 2012) :
a.

Bagi perusahaan
Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan
produksi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan
mendorong atau merangsang agar karyawan bekerja lebih semangat dan cepat,
lebih disiplin serta lebih kreatif.

Universitas Sumatera Utara

34

b.

Bagi karyawan
Dengan adanya pemberian insentif, karyawan akan mendapat keuntungan :
1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif
2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa
yang diukur dalam bentuk uang
3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar

2.3. Insentif Finansial
Insentif finansial adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan
berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang atau barang (materi). Insentif finansial
ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta
keluarganya (Hasibuan, 2011).
Insentif finansial adalah suatu imbalan atas perngorbanan yang telah
dilakukan oleh pekerja atau karyawan yang dapat berupa gaji, bonus, komisi, profit
sharing serta fasilitas-fasilitas yang bisa dirasakan langsung oleh para karyawan itu
sendiri. Elemen dari insentif finansial didominasi secara mayoritas dengan uang.
Uang memiliki peran yang sangat penting bagi manusia yang harus dipenuhi oleh
individu. Dalam hal ini uang bukan hanya digunakan untuk membeli sesuatu, tetapi
uang juga bisa digunakan sebagai cara mengungkapkan penghargaan secara nyata
atas prestasi seseorang sehingga dapat meningkatkan rasa kebanggaan diri dan juga
mendapatkan kebangggaan dari orang lain. Dalam prakteknya insentif finansial

Universitas Sumatera Utara

35

digolongkan dalam dua kategori yaitu insentif finansial langsung dan insentif
finansial tidak langsung (Sarwoto, 2001).
Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas
hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi,
pembagian laba (profit sharing) dan kompensasi yang ditangguhkan (deffed
compensation) serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas,
tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya (Hadiyanto,
2012).
2.3.1. Insentif Finansial Langsung
Insentif finansial langsung adalah hak yang diterima oleh para pekerja atau
karyawan yang diberikan langsung oleh perusahaan sebagai balas jasa atas pekerjaan
dan pencapaian yang telah dilakukan. Insentif finansial langsung ini terdiri dari
(Suwatno dan Priansa, 2011) :
1.

Tunjangan tetap
Suatu pembayaran yang diatur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara
tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang
sama dengan pembayaran upah pokok tanpa dikaitkan dengan kehadiran atau
prestasi/ produktivitas tertentu.

2.

Bonus
Merupakan pembayaran ekstra di luar upah gaji dasar yang bersifat hadiah atas
prestasi yang telah dicapai. Uang yang dibayar sebagai balas jasa atas hasil
pekerjaan yang telah dilaksanakan dan diberikan secara selektif dan khusus

Universitas Sumatera Utara

36

kepada pekerja yang menghasilkan produksi melebihi standar yang ditetapkan
perusahaan.
3.

Tunjangan struktural
Sejumlah uang yang diberikan kepada karyawan tertentu yang memiliki jabatan
khusus di suatu perusahaan dan memiliki tanggung jawab lebih dari karyawan
atau pekerja biasa dan bersifat rutin.

4.

Profit sharing
Merupakan pembagian keuntungan kepada karyawan dari laba perusahaan
sebesar prestasi yang ditentukan dan pembayaran preminya bisa dibayar tunai
pada akhir tahun atau bisa juga ditunda sampai dengan waktu pensiun seorang
karyawan.

5.

Pembayaran kontraktual
Program balas jasa yang mencakup pembayaran di kemudian hari. Pembayaran
kontraktual adalah pelaksanaan perjanjian antara perusahaan dan karyawan
dimana karyawan setelah selesai masa kerja akan dibayarkan sejumlah uang
tertentu selama periode waktu tertentu seperti tunjangan lembur, tunjangan
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur oleh peraturan pemerintah dan
disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.

2.3.2. Insentif Finansial tidak Langsung
Insentif finansial tidak langsung adalah balas jasa yang diberikan perusahaan
kepada para karyawan berdasarkan kebijakan perusahaan dalam usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan biasanya insentif finansial tidak langsung

Universitas Sumatera Utara

37

memiliki variasi yang lebih luas daripada insentif finansial langsung (Handoko,
2001). Insentif finansial tidak langsung merupakan elemen-elemen penambah atau
stimulus yang diberikan kepada karyawan guna menunjang kebutuhan kerja, imbalan
kerja ataupun hal-hal yang berkaitan di luar pekerjaan yang semata-mata diberikan
untuk mempertahankan sumber daya manusia sekaligus meningkatkan nilai atau
value perusahaan bagi internal dan eksternal perusahaan.
Insentif finansial tidak langsung memiliki banyak jenis, beberapa di antaranya
adalah (Suwatno dan Priansa, 2011) :
1.

Asuransi kesehatan
Merupakan jaminan sosial dalam bentuk jaminan kesehatan yang disediakan
perusahaan bagi karyawan atau pekerja yang bertujuan memberikan keringanan
biaya kesehatan yang diberikan kepada karyawan dan keluarganya yang
menderita sakit, sekaligus dapat membantu perusahaan dalam melindungi biayabiaya tak terduga yang dikeluarkan untuk biaya kecelakaan kerja yang dialami
karyawan.

2.

Jaminan pensiun
Jaminan sosial ini diberikan kepada karyawan di hari tuanya dengan sejumlah
uang yang diberikan kepada karyawan karena sudah mencapai batas umur
bekerja atas pengabdian yang telah diberikan kepada perusahaan, misalnya di
atas usia 70 tahun.

Universitas Sumatera Utara

38

3.

Tunjangan hari raya
Pemberian sejumlah uang kepada karyawan sebagai penghargaan atas perayaan
nilai keagamaan yang dibagikan satu tahun sekali.

4.

Fasilitas
Umumnya diberikan kepada karyawan baik yang berkaitan langsung dengan
pekerjaan seperti pemberian mobil dinas, rumah dinas, pelatihan untuk
pengembangan keterampilan serta alat-alat untuk mendukung mobilitas
karyawan.

5.

Cuti
Merupakan kompensasi yang berbentuk hari libur kepada karyawan dan biasanya
diberikan secara acak dalam rentang satu tahun. Adapun cuti itu banyak
macamnya, seperti cuti hamil atau melahirkan, cuti karena sakit, cuti tahunan,
dan lain sebagainya.

2.4. Insentif Non Finansial
Insentif non finansial adalah daya perangsang yang diberikan kepada
karyawan berbentuk penghargaan atau pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya
seperti piagam, piala atau medali (Hasibuan, 2011).
Menurut Mondy (2008), insentif non finansial meliputi kepuasan yang
diterima individu dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau
lingkungan fisik tempat individu tersebut bekerja.Insentif non finansial dikategorikan
dalam dua lingkup besar yakni kompensasi pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.Di

Universitas Sumatera Utara

39

dalam kompensasi pekerjaan terdapat beberapa unsur, di antaranya adalah : (1)
Penghargaan yaitu sesuatu yang diberikan kepada karyawan karena melakukan
pekerjaan maksimal atau prestasi tertentu yang sangat bermanfaat bagi nilai
perusahaan. Penghargaan umumnya diberikan oleh perusahaan langsung maupun
melalui peran manajer atau supervisi. (2) Tanggung jawab pekerjaan yaitu pemberian
tanggung jawab sama artinya dengan pemberian kepercayaan melakukan keleluasaan
penuh dalam satu tugas penting kepada karyawan dari atasan dan efeknya adalah
meningkatkan kepercayaan diri serta motivasi pegawai dalam mengasah keterampilan
dan intuisi karyawan itu sendiri. (3) Tantangan pekerjaan yaitu pemberian jenis
pekerjaan yang berbeda dan unik kepada karyawan yang bertujuan untuk
menghilangkan sifat jenuh dalam rutinitas pekerjaan. (4) Pemberian promosi yaitu
kenaikan jabatan atau pangkat bagi karyawan yang diberikan atas dasar kinerja yang
baik, sikap yang mengesankan serta konsistensi yang cakap dan dinilai dengan asas
adil oleh perusahaan. (5) Pelatihan dan training yaitu peningkatan kompetensi dan
keterampilan karyawan melalui pemberian pendidikan serta pelatihan yang diadakan
oleh pihak internal perusahaan maupun pihak ketiga yang didasarkan kepada
kurangnya penilaian dari kinerja maupun bentuk penghargaan dalam rangka kenaikan
pangkat atau jabatan baru.
Di dalam lingkup lingkungan pekerjaan di antaranya : (1) Kepemimpinan
yang baikadalah proses mempengaruhi serta mengarahkan bawahan untuk bekerja
dengan lebih baik dan efektif. Dalam hal ini pemilihan pemimpin harus dipilih
dengan cermat oleh pihak manajemen karena dengan pemilihan sosok kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

40

yang baik akan lebih mudah mencapai tujuan perusahaan dan menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif bagi pekerja. (2) Sistem kerja yang fleksibeladalah
serangkaian tugas yang ditetapkan dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk
memproduksi suatu hasil. Sistem kerja yang fleksibel memiliki maksud keseluruhan
metode dan alur kerja yang berorientasi kepada karyawan dengan mempertimbangkan
layout pabrik yang efektif dan sistem shifting yang berotasi dengan baik dan atau
bahkan pada beberapa waktu perusahaan mengizinkan karyawan untuk memilih jam
kerja mereka sendiri agar memberikan waktu untuk kehidupan pribadi karyawan. (3)
Rekan kerjaadalah sekumpulan orang yang bekerja dalam suatu divisi yang sama atau
perusahaan yang sama dalam lingkup yang lebih luas (Mondy, 2008).

2.5 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori yang ada
khususnya mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam organisasi
termasuk puskesmas. Berikut ini kerangka teori yang mendasari penelitian ini :

Universitas Sumatera Utara

41

Faktor psikologi :

Faktor sosial :

Faktor fisik :

Faktor finansial :

- Kemampuan
- Kenyamanan
kerja
- Sikap terhadap
kerja
- Pengalaman
- Keterampilan

- Rekan kerja
- Pimpinan
- Organisasi
profesi

- Waktu kerja
- Peralatan kerja
- Kondisi
ruangan
- Kesehatan
- Umur
- Jenis kelamin

-

Gaji
Tunjangan
Jaminan sosial
Fasilitas
Promosi

Perilaku Individu

Kepuasan Kerja

Gambar 2.1 KerangkaTeori
Sumber : As’ad, 1998; Luthans, 2005.
2.6 Landasan Teori
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima komponen kepuasan kerja
yaitu : (1). Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa
kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. (2). Discrepancies
(perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil
memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar

Universitas Sumatera Utara

42

daripada yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan
puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapannya.

(3). Value

attainment(pencapaian nilai). Gagasan ini adalah bahwa kepuasan merupakan hasil
dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
(4). Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan
fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan
hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif
lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan
masukan pekerjaan lainnya. (5). Dispositional/ genetic components (komponen
genetik). Beberapa rekan kerja atau teman kerja tampak puas terhadap variasi
lingkungan kerja, sedangkan yang lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan
pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan
faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti
penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan
pekerjaan.
Menurut Suwatno dan Priansa (2011) terdapat beberapa variabel dalam
insentif finansial yaitu : (1).Pembayaran kontraktual yang merupakan program balas
jasa yang mencakup pembayaran di kemudian hari. Pelaksanaan sesuai peraturan
antara perusahaan dan karyawan dimana karyawan setelah selesai masa kerja akan
dibayarkan sejumlah uang tertentu selama periode waktu tertentu seperti tunjangan
tambahan, tunjangan lembur, jasa medis yang diatur oleh peraturan pemerintah dan
disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. (2).Profit

sharing

merupakan

Universitas Sumatera Utara

43

pembagian keuntungan kepada karyawan dari laba perusahaan sebesar prestasi yang
ditentukan dan pembayarannya bisa dibayarkan dalam jangka waktu tertentu. (3).
Jaminan sosial dalam bentuk asuransi kesehatan merupakan jaminan sosial dalam
bentuk jaminan kesehatan yang disediakan perusahaan bagi karyawan atau pekerja
yang bertujuan memberikan keringanan biaya kesehatan yang diberikan kepada
karyawan dan keluarganya yang menderita sakit, sekaligus dapat membantu
perusahaan dalam melindungi biaya-biaya tak terduga yang dikeluarkan untuk biaya
kecelakaan kerja yang dialami karyawan, jaminan sosial dalam bentuk jaminan
pensiundiberikan kepada karyawan di hari tuanya dengan sejumlah uang yang
diberikan kepada karyawan karena sudah mencapai batas umur bekerja atas
pengabdian yang telah diberikan kepada perusahaan, misalnya di atas usia 70 tahun.
(4). Fasilitas yang umumnya diberikan kepada karyawan baik berkaitan langsung
dengan pekerjaan seperti pemberian mobil dinas, rumah dinas, danperalatan/
perlengkapan untuk mendukung pekerjaan karyawan. (5). Cuti merupakan
kompensasi yang berbentuk hari libur kepada karyawan dan biasanya diberikan
secara acak dalam rentang satu tahun. Adapun cuti itu banyak macamnya, seperti cuti
hamil atau melahirkan, cuti karena sakit, cuti tahunan, cuti pergantian shift jaga dan
lain sebagainya.
Menurut Mondy (2008), variabel dalam insentif non finansial meliputi : (1).
Penghargaan yaitu sesuatu yang diberikan kepada karyawan karena melakukan
pekerjaan maksimal atau prestasi tertentu yang sangat bermanfaat bagi nilai
perusahaan. Penghargaan umumnya diberikan oleh perusahaan langsung maupun

Universitas Sumatera Utara

44

melalui peran manajer atau supervisi. (2). Tanggung jawab pekerjaan dimana
pemberian tanggung jawab sama artinya dengan pemberian kepercayaan melakukan
keleluasaan penuh dalam satu tugas penting kepada karyawan dari atasan dan efeknya
adalah meningkatkan kepercayaan diri serta motivasi pegawai dalam mengasah
keterampilan dan intuisi karyawan itu sendiri. (4). Pemberian promosi berupa
kenaikan jabatan atau pangkat bagi karyawan yang diberikan atas dasar kinerja yang
baik, sikap yang mengesankan serta konsistensi yang cakap dan dinilai dengan asas
adil oleh perusahaan. (5). Pelatihan dan training yaitu peningkatan kompetensi dan
keterampilan karyawan melalui pemberian pendidikan serta pelatihan yang diadakan
oleh pihak internal perusahaan maupun pihak ketiga yang didasarkan kepada
kurangnya penilaian dari kinerja maupun bentuk penghargaan dalam rangka kenaikan
pangkat atau jabatan baru.

2.7

Kerangka Konsep
Variabel Independen

Variabel Dependen

Insentif Finansial
Kepuasan kerja dokter puskesmas
Insentif Non Finansial
Gambar 2.2 KerangkaKonsep

Universitas Sumatera Utara