KUAT LEKAT TULANGAN BAMBU WULUNG DAN PET

Struktur

KUAT LEKAT TULANGAN BAMBU WULUNG DAN PETUNG TAKIKAN PADA
BETON NORMAL
(208S)
Agus Setiya Budi1, Sugiyarto2
1

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta
Email: setya_budi_99@yahoo.co.id
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta
Email: sugiyarto_11mart@uns.ac.id

ABSTRAK
Penggunaan tulangan baja pada beton bertulang semakin meningkat yang berakibat tulangan baja
menjadi langka dan harganya semakin mahal. Bambu dipilih sebagai alternatif pengganti karena
merupakan hasil alam yang murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek
global warming serta memiliki kuat tarik sangat tinggi pada sisi kulit. Pendekatan model tulangan
bambu dilakukan dengan membuat takikan pada bagian sisi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai kuat lekat tulangan bambu takikan pada beton normal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen laboratorium. Benda uji
yang digunakan dalam penelitian ini beton silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Bambu yang digunakan adalah jenis bambu Petung dan Wulung yang didatangkan dari daerah
Jatipuro, Karanganyar dalam kondisi kering udara hingga kadar air 15%. Tulangan bambu takikan
dengan dimensi lebar 15 mm dan tebal 5,2 mm. Sebagai pembanding tulangan baja polos dengan
diameter 10 mm. Tulangan ditaman pada pusat beton silinder sedalam 150 mm.
Dari hasil pengujian diperoleh nilai kuat lekat rata-rata beton dengan tulangan baja polos adalah
0,127 MPa. Kuat lekat rata-rata beton dengan tulangan bambu Petung takikan sejajar sebesar 0,0048
MPa dan tidak sejajar sebesar 0.0078 MPa. Kuat lekat rata-rata beton dengan tulangan bambu
Wulung takikan sejajar sebesar 0,0024 MPa dan tidak sejajar sebesar 0,0071 MPa.
Kata Kunci: beton, kuat lekat, tulangan bambu, takikan.

1.

PENDAHULUAN

Penggunaan beton bertulang dalam pembangunan perumahan akan semakin meningkat seiring dengan semakin
pesatnya pertumbuhan penduduk. Kenaikan kebutuhan tulangan baja akan memicu kenaikan harga sehingga
menjadi mahal dan langka. Selain itu, persediaan bahan dasar pembuatan baja (bijih besi) juga semakin terbatas dan
tidak mungkin diupayakan peningkatan produksinya karena termasuk sumber daya alam yang tidak dapat

diperbaharui. Para ahli struktur telah meneliti kemungkinan penggunaan bahan lain, seperti yang dilakukan oleh
Morisco (1996) yaitu dengan memanfaatkan bambu sebagai tulangan beton.
Bambu dipilih sebagai tulanganal ternatif beton karena merupakan produk hasil alam yang renewable, murah,
mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek global warming serta memiliki kuat tarik sangat tinggi
yang dapat dipersaingkan dengan baja (Setiya Budi, 2010). Bambu mempunyai kekuatan tarik yang cukup tinggi,
antara 100-400 Mpa, setara dengan ½ sampai ¼ dari tegangan ultimate besi (Widjaja, 2001). Penelitian Morisco
(1996) menunjukkan bahwa kuat tarik bambu dapat mencapai 1280 kg/cm2.
Menurut Jansen (1980), kekuatan tarik bambu sejajar serat antara 200-300 Mpa beberapa jenis bambu melampaui
kuat tarik baja mutu sedang. Bambu mempunyai serat yang sejajar, sehingga kekuatan terhadap gaya normal cukup
baik, bambu berbentuk pipa sehingga momen lembamnya cukup tinggi oleh karena itu bambu cukup baik untuk
memikul momen lentur dan berat bambu sekitar 1/9 dari berat besi (Surjokusumo dan Nugroho, 1993).
Salah satu persyaratan dalam struktur beton bertulang adalah adanya lekatan antara tulangan dengan beton sehingga
apabila pada struktur beton tersebut diberikan beban tidak akan terjadi selip antara tulangan dan beton, asalkan
tersedia panjang penyaluran (development length) yang cukup. Hilangnya lekatan antara beton dengan tulangan pada
struktur mengakibatkan keruntuhan total pada balok. Untuk menghindari hal tersebut perlu ditinjau nilai kuat lekat
beton dan nilai kuat leleh tulangan agar diperoleh keseimbangan gaya antara tulangan dan beton. Keseimbangan
yang dimaksud adalah gaya-gaya yang mampu ditahan oleh lekatan antara tulangan dan beton sama dengan gaya
yang mampu ditahan oleh tulangan pada batas leleh.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013


S - 253

Struktur

Pada pengujian kuat lekat yang pernah dilakukan belum mengkaji mengenai model tulangan bambu dengan takikan.
Oleh karena hal tersebut penelitian ini akan meninjau kuat lekat tulangan bambu takikan untuk jenis bambu Petung
dan Wulung pada beton.
2.

TINJAUAN PUSTAKA

Bambu merupakan salah satu material konstruksi yang tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis. Sepanjang
tradisi, penggunaan bambu secara luas telah banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi (Shupe et al, 2002).
Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting
sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan
bambu Duri (Frick, 2004).
Beton mempunyai kekuatan tekan yang cukup besar, namun sangat lemah terhadap tarik. Karena itu penggunaan
beton selalu dipadukan dengan bahan yang mempunyai kuat tarik tinggi yaitu baja. Beton dengan tulangan baja
adalah perpaduan yang sangat kuat, sehingga beton bertulang banyak digunakan sebagai bahan bangunan

(Pathurahman, 2003).
Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting
sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan
bambu Duri (Frick, 2004).
Seperti diketahui bahwa Indonesia termasuk sebagai daerah rawan gempa sehingga penggunaan bambu sebagai
material bangunan lebih baik karena strukturnya yang ringan menyebabkan ketahanan yang lebih tinggi terhadap
getaran gempa. Meski ringan bambu memiliki kekuatan yang cukup baik, sifat mekanika berdasarkan penelitian
yang dilakukan Morisco (1994) menunjukan bahwa kekuatan tarik bambu lebih tinggi dari tegangan luluh baja.
Kekuatan struktur beton dengan bambu sebagai tulangan, yang terpenting adalah lekatan atau interaksi antara
tulangan bambu dengan beton. Kelemahan utama penggunaan bambu sebagai tulangan beton adalah kuat lekat
antara bambu dan beton yang rendah. Setelah pasta beton mengeras bambu tidak dapat menyerap air sehingga
mengalami penyusutan. Akibat dari bambu yang menyusut menimbulkan rongga udara disekeliling tulangan bambu
yang akan berpengaruh terhadap daya lekat antara bambu dan beton (Suseno, 2001).
Penelitian telah dilakukan terhadap berbagai macam model tulangan bambu antara lain dengan bentuk bilah, pilinan
dari bagian lapisan kulit, pemberian paku, takikan melingkar, atau laminasi bambu. Perlakuan untuk mengatasi
permasalahan penyusutan dilakukan dengan memberi lapisan anti air (water proofing) menggunakan bahan vernis,
cat, injeksi bahan minyak resin maupun memakai bahan koloid seperti getah, perekat cair, lem dan sebagainya
(Janssen, 1995).
Sifat fisik bambu dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kuat lekat tulangan bambu (petung) yang dilapisi cat
dapat mencapai 1,0 MPa, sedangkan yang dilapisi aspal banyak terjadi slip (penggelinciran). Dalam satu batang

bambu sifat mekaniknya berbeda-beda maka disarankan bahan tulangan diambilkan hanya bagian luar (kira-kira
30% tebal dari bambu bagian pangkal dan 50% tebal dari bambu bagian tengah atau ujung). Dari berbagai jenis
bambu yang telah diteliti kuat lekatnya ternyata bambu petung mempunyai kuat lekat yang paling tinggi, yaitu
sekitar 1,1 MPa (dipilin). Kuat lekat bambu apus, ori dan wulung hampir sama, yaitu sekitar 0,6 MPa. Kalau dilihat
keterkaitan antara kuat lekat ini dan sifat kembang susut bambu, ternyata kembang susut bambu petung paling
rendah dibandingkan dengan tiga jenis bambu tersebut (Triwiyono,2000).
Percobaan pull out memberikan perbedaan yang baik antara efisiensi lekatan berbagai jenis permukaan tulangan dan
panjang penanamannya (embedment length). Namun hasilnya belum memberikan tegangan lekat sesungguhnya
pada struktur rangka. Pada percobaan ini beton mengalami tekan dan baja mengalami tarik, dimana bidang lekat
antara beton dan tulangan mengalami tegangan yang sama (Nawy, 1990)
Bambu mempunyai afinitas terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kayu atau bambu mempunyai
kemampuan mengabsorpsi atau desorpsi yang tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekelilingnya. Hal itu
tergantung dari umur, waktu penebangan dan jenis bambu.
Penelitian oleh Morisco (1994-1999) membandingkan kuat tarik bambu Ori dan Petung dengan baja struktur
bertegangan leleh 2400 kg/cm2 mewakili baja beton yang banyak terdapat dipasaran, dilaporkan kuat tarik bambu
Petung mencapai 3100 kg/cm2.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

S - 254


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Struktur

Sumber: Morisco, 1999.
Gambar
bar 1. Diagram Tegangan-Regangan Bambu dan Baja..
Penelitian yang dilakukan oleh Roch
ochman (2007), menunjukkan bahwa terdapat perbaikan
an kuat-lekat tulangan (bond
strength bar) yang cukup signifikan
an setelah bambu diberi perlakuan divernis terlebih lagi
gi ddipilin. Hasil tersebut juga
membuktikan bahwa akibat divernis
rnis, kadar air bambu dapat dijaga dan penyusutan dap
apat dicegah sehingga gaya
gesek permukaan antara tulangan ddengan beton dapat dipertahankan. Dengan dipilin,, tterbentuk lekukan-lekukan
antara untaian tulangan bambu yang
ng terisi oleh spesi beton ketika dilakukan pengecoran (R

(Rochman, 2007).
Pendekatan model tulangan bambuu dilakukan dengan membuat takikan pada bagian sisi. Hal ini diharapkan akan
meningkatkan kuat lekat antara ba
bambu dan beton seperti penggunaan tulangan bajaa uulir (steel deformed bar).
Tulangan bambu bertakikan dapat
at mengurangi pengaruh penyusutan atau pengembang
ngan karena kandungan air
dengan adanya bagian saling mengun
gunci antara permukaan tulangan dan beton (Azadeh, 201
2013).

Sumber : Azadeh, 2013
Gambarr 22. (1) Tipikal bentuk Tulangan Baja Deformasi dan
(2) Bambu takikan.
Penelitian Kawai et al (2000) yangg ddikemukakan dalam Jung (2006), meninjau kuat lekat
kat tulangan bambu pada soil
cement dengan variasi panjang takika
ikan (notch). Hasil pengujian terbesar 1,4 N/mm2 denga
gan panjang takikan 30 mm.
Hasil pengujian terkecil 0,9 N/mm

mengalami patah atas pada
m2 dengan panjang takikan 40 mm. Tulangan bambuu m
panjang takikan 10 dan 20 mm.

3.

METODOLOGI PENELIT
LITIAN

Tahapan penelitian secara skematis
tis ddalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoN
oNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta,, 2
24-26 Oktober 2013

S - 255

Struktur


Gambar 3. Bagan Alir Penelitian.
Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini beton silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Tulangan
bambu takikan dengan dimensi panjang 50 cm, lebar 1,5 cm dan tebal 0,52 cm ditanam pada pusat beton silinder
sedalam 15 cm. Sebagai pembanding tulangan baja polos dengan diameter 10 mm ditanam pada pusat beton silinder
sedalam 15 cm. Berikut dalam Tabel 1 disajikan jumlah benda uji berdasarkan variasi tulangan.
Tabel 1. Jumlah Benda Uji untuk Uji Kuat Lekat.
No

Jenis Tulangan

Kode

1
2
3
4
5

Baja polos

Bambu Petung Takikan Sejajar
Bambu Petung Takikan Tidak Sejajar
Bambu Wulung Takikan Sejajar
Bambu Wulung Takikan Tidak Sejajar

BNB
BNBPS
BNBPT
BNBWS
BNBWT

Jumlah
Sampel
3
3
3
3
3

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


S - 256

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Struktur

Tulangan
bambu
takikan

15
30
Ukuran takikan pada sisi
tulangan bambu

Silinder
Beton

15
eton.
Gambar 4. Ilustrasi tulangan bambu takikan di tanam dalam beto

4.

HASIL PENELITIAN DAN
N PEMBAHASAN