STRUKTUR DASAR BISNIS RITEL DAN PERILAKU

STRUKTUR DASAR BISNIS RITEL DAN
PERILAKU KONSUMEN DALAM BISNIS RITEL
I.

STRUKTUR DASAR BISNIS RITEL
I.1 STRUKTUR DASAR
Berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya rata-rata pendapatan
yang biasanya dibelanjakan memperbesarkan permintaan akan toko eceran yang lebih
khusus dan spesifik. Bisa diperkirakan bahwa berbagai masalah akan menjadi lebih
parah dengan makin meningkatnya perbedaan yang diminta oleh sektor yang
berlainan dalam masyarakat.
Pemasaran adalah kegiatan memasarkan barang atau jasa secara umum kepada
masyarakat dan secara khusus kepada pemebli potensial. Peningkatan segmentasi
dunia industri tersebut memperjelas arti bahwa rumusan pedagangan eceran lama
tidak akan mungkin terus berhasil dan generalisasi harus menyingkir untuk kemudian
diganti dengan spesifikasi atau diferensiasi untuk kelompok pelanggan tertentu.
I.2 RITEL; TUMBUH DAN BERKEMBANG UNTYUK MELAYANI
Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai
dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri
menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru.
Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel untuk mengubah

paradigma lama pengelolaan ritel tradisional menuju paradigma pengelolaan ritel
modern.
Perkembangan ritel atau pasar eceran yang begitu pesat,
berdampak semakin tingginya persaingan memperebutkan pangsa
pasar pada dunia usaha saat ini. Perusahaan yang ingin berhasil dalam
persaingan pada era milenium harus memiliki strategi perusahaan
yang dapat memahami perilaku konsumen. Perusahaan yang baik
adalah yang memahami betul siapa konsumennya dan bagaimana
mereka berperilaku. Pemahaman mengenai siapa konsumennya akan
menuntun para pengusaha kepada keberhasilan memenangkan
persaingan dunia usaha yang telah melampaui batas negara.

Pasar eceran atau pasar ritel di Indonesia merupakan pasar
besar dengan jumlah penduduk Indonesia pada awal tahun 2010

sekitar 237.556 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, total
belanja rumah tangga akhir 2010 mencapai 115 triliun rupiah
(http://us.detikfinance.com). Belanja tersebut mencakup seluruh
kebutuhan rumah tangga, mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti
gula, sabun mandi, pakaian, hingga kebutuhan barang tahan lama

(durable) seperti kulkas, emas dan mobil.
Pasar ritel dapat terus tumbuh sebagai akibat dari
perkembangan berbagai bidang. Pasar ritel yang tumbuh secara
nasional tidak saja menguntungkan peritel besar atau produsen barang
ritel, melainkan juga para peritel kecil yang melayani masyarakat
setempat. Bidang pertama yang mempengaruhi pertumbuhan pasar
ritel adalah perkembangan demografi. Jumlah penduduk yang
bertambah menyebabkan semua barang dan jasa meningkat.
Komposisi penduduk menurut usia yang berubah, misalnya karena
tahapan hidup meningkat, membuat ragam produk pun mengikuti, baik
dalam jumlah maupun jenis.
Pertumbuhan ekonomi secara umum, dan sektor-sektor ekonomi
secara khusus, mempunyai dampak langsung yang segera.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat membuka lapangan kerja baru
yang cukup besar. Banyaknya karyawan baru diikuti dengan
meningkatnya pasar ritel akibat munculnya permintaan-permintaan
baru akan barang dan jasa.
Bidang sosial budaya masyarakat turut menjadi faktor
pertumbuhan pasar ritel. Masyarakat yang semakin aktif dalam
kehidupan sosial akan meningkatkan aktivitas pengadaan barang dan

jasa guna memfasilitasi kegiatan mereka. Kebiasaan “dugem” atau
“dunia gemerlap” sebagai contoh pola kehidupan sosial yang menuntut
untuk selalu tampil fashionable melahirkan tumbuhnya deparment
store.
Kemajuan teknologi memberi kesempatan kepada produsen
untuk menawarkan produk baru yang lebih memikat dengan cepat.
Peritel mempunyai kesempatan menawarkan produk baru sehingga
produk yang baru berusia/berumur 1 tahun atau 6 bulan setelah
diluncurkan ke masyarakat kini menjadi kalah daya pikatnya sehingga
harganya perlu diturunkan. Produk baru menciptakan permintaan baru,

sementara penurunan harga produk model yang kalah bersaing
meningkatkan permintaan.
Globalisasi juga merupakan faktor utama terciptanya permintaan
atau meningkatnya permintaan barang dan jasa ritel. Karena itu,
banyak peritel besar mengamati perkembangan globalisasi khususnya
perkembangan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Infrastruktur yang berkembang akan memperbesar kesempatan
tumbuhnya pasar ritel.
Bidang terakhir adalah bidang hukum dan peraturan yang

mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel, baik dalam arti mendorong
maupun dalam arti menghambat. Dalam arti mendorong, misalnya
peraturan tentang pembuatan atau pembangunan usaha baru yang
semakin mudah. Dalam arti menghambat, misalnya peraturan
besarnya pajak yang semakin meningkat.
Perkembangan dan peluang usaha di bisnis ritel yang sangat
besar membuat banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan
usaha ritel dan hal ini mengakibatkan pesaingan antar ritel yang terjadi
di semua tingkat, mulai dari tingkat perusahaan ritel besar bersaing
dengan perusahaan ritel besar lainnya, peritel skala menegah bersaing
dengan peritel yang sekelas dengannya, hingga pada tingkat mikro
antara sebuah warung dan warung lainnya. Bukan hanya itu saja,
peritel dari suatu kelas tidak hanya bersaing dengan peritel sesama
kelasnya tapi juga dengan peritel dari kelas yang berbeda, misalnya
suatu supermarket tidak cuma bersaing terhadap supermarket yang
lain, tetapi juga terhadap hypermarket atau minimarket yang kebetulan
lokasinya tidak berjauhan.
Hanya saja, pelaku bisnis di sektor ini masih belum banyak
jumlahnya. Di skala nasional, masih bisa dihitung dengan jari pemainpemain di sektor ritel ini. Pebisnis ritel skala raksasa masih bisa
disebutkan dalam hitungan jari. Meadow Asia Company Limited.

dengan kepemilikan Matahari Department Store (MDS), disebut-sebut
sebagai pemain ritel yang terus merangsek ke kota-kota di daerah.
Menurut Company Profile Matahari Group, tercatat pada tahun 2010,
MDS telah berkembang menjadi 90 outlet yang tersebar di 50 kota
(http://majalah.tempointeraktif.com). Tidak hanya Matahari saja yang
terus melebarkan sayapnya, sejumlah pebisnis ritel baik lokal maupun

asing pun berlomba- lomba untuk menjangkau pasar Indonesia yang
sangat besar ini. Pemain lokal seperti Alfa Retailindo, Hero
Supermarket, hingga pebisnis asing seperti Giant, Carrefour hingga
sejumlah nama asing lain yang berencana masuk ke Indonesia,
memang menganggap Indonesia masih sangat potensial untuk dibidik
bagi pengembangan usaha di bidang ritel ini.
Pertumbuhan pusat perbelanjaan semacam ini tentunya akan
menimbulkan persaingan usaha yang semakin ketat. Consumer Goods
atau produk-produk konsumsi harus berlomba untuk memantapkan
mereknya sekaligus memperoleh

I.3 PENTINGNYA RETAILING
Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, p7) penjualan eceran disebut

dengan istilah“ retailing”. Semula, retailing berarti memotong kembali menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. “retailing may be defined as the activities incident to
selling goods and service to ultimate consumers. Retailing is the final link in the chain
of distribution of most product from initial producers to ultimate consumers”. Artinya,
perdagangan eceran bisa didefinisikan sebagai suatu kegiatan menjual barang dan jasa
kepada konsumen akhir. Perdagangan eceran adalah mata rantai terakhir dalam
penyaluran barang dari produsen sampai kepada konsumen. Sementara itu, pedagang
eceran adalah orang-orang atau toko yang pekerjaan utamanya adalah mengecerkan
barang.
Perdagangan eceran memegang peranan yang sangat penting, bik ditinjau dari
sudut konsumen maupun dari sudut produsen. Dari sudut produsen, pedagang eceran
dipandang sebagai seorang atau pihak yang ahli dalam bidang penjualan produk
perusahaannya. Dialah ujung tombak perusahaan yang akan sangat menentukan laku
atau tidaknya produk perusahaan. Sementara jika dipandang dari sudut konsumen,
pedagang eceran juga memiliki peranan yang sangat penting. Pedagang eceran
bertindak sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan pihak konsumen.
I.4 PENGERTIAN PERDAGANGAN RITEL
Bisnis ritel merupakan istilah yang kini lebih populer dibanding kata dengan
pengertian yang sama yaitu perdagangan eceran, usaha eceran, atau perdagangan ritel.

Dengan demikian pemakaian kata-kata tersebut dapat saling menggantikan satu

dengan yang lain. Menurut pandangan dari berbagai ahli, ritel dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berati memotong atau
memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua
kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.
Kotler (1997:170) mendefinisikan usaha eceran (retailing) meliputi semua
kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung ke
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Yang dimaksud pribadi
disini bukan hanya satu orang pembeli itu saja, tetapi juga mencakup orang-orang
terdekatnya yang ikut menikmati sesuatu yang dibelinya.
Sebagaimana Berman & Evans (1992, dalam Asep ST Sujana, 2005:11-12)
mendefinisikan kata retail dalam kaitannya dengan retail management sebagai
”those business activities involved in the sale of goods and services to consumers for
their personal, family, or household use” atau keseluruhan aktivitas bisnis yang
menyangkut penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk digunakan oleh
mereka sendiri, keluarga, atau rumah tangganya. Pelaku perdagangan eceran atau
perusahaan perdagangan eceran disebut pengecer atau peritel. Seperti dinyatakan

Kotler (1997:140) bahwa pengecer (retailer) adalah perusahaan bisnis yang menjual
barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi, bukan
usaha, konsumen itu. Pembeli ritel atau eceran dalam kenyataannya tidak selalu
hanya konsumen akhir, tetapi juga dari pasar bisnis yang melakukan pembelian
untuk diolah atau dipasarkan kembali.
Sesuai pendapat Basu Swastha (2002:205), perdagangan eceran ini meliputi
semua kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan penjualan barang atau
jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (bukan untuk keperluan bisnis).
Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya penjualan secara langsung
dengan para pemakai industri karena tidak semua barang industri selalu dibeli dalam
jumlah besar. Namun, batasan untuk dapat disebut sebagai pengecer tentu saja porsi
terbesar usahanya tetap pada penjualan kepada konsumen akhir, bukan bisnis. Kotler
walaupun mendefinisikan usaha eceran meliputi penjualan ke konsumen akhir untuk
penggunaan pribadi dan bukan bisnis, tetapi masih memberi peluang pembelian dari
pasar bisnis. Hal ini nampak pada definisi Kotler (1997:170) bahwa Pengecer atau
Toko Eceran adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari
penjualan eceran. Kata ’terutama’ menunjukkan volume penjualannya bisa berasal

dari selain penjualan eceran, dengan kata lain bisa berasal dari pembelian bisnis.
Batasan volume penjualan kepada pasar bisnis agar perusahaan tetap dapat disebut

peritel tidak ada ketentuan yang baku.
Tetapi tidak lebih dari separoh total penjualan bila mengacu pada Davidson
(1988, dalam Asep ST Sujana, 2005:12) yang memberikan gambaran tentang bisnis
retail sebagai ”business establishment that derives over 50% of its total sales volume
to ultimate consumers whose motive of purchase is for personal or family use” atau
suatu institusi atau kegiatan bisnis yang lebih dari 50% dari total penjualannya
merupakan penjualan kepada konsumen akhir yang motivasi berbelanjanya adalah
untuk kepentingan pribadi atau keluarganya.
Dengan demikian dari berbagai definisi dan pengertian diatas dapat disarikan
bahwadefinisi bisnis ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut
penjualan barang atau jasa, atau barang dan jasa, yang dilakukan oleh perusahaan
atau institusi bisnis secara langsung kepada konsumen akhir yang digunakan untuk
keperluan pribadi, keluarga, atau rumah tangganya, dengan volume penjualan
terutama atau lebih dari 50% dari konsumen akhir ini dan sebagian kecil dari pasar
bisnis.
I.5 FUNGSI BISNIS RITEL
Fungsi Ritel Dalam buku Whidya (2006, pp8-10) ritel memiliki beberapa
fungsi penting yang dapat meningkatkan produk dan jasa yang dijual konsumen dan
memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi perusahaan
yangmemproduksinya. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa
Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan
jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel,mereka berusaha menyediakan
beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen, seperti
supermarket yang menyediakan produk-produk makanan, kesehatan dan
perawatan kecantikan, serta produk rumah tangga, sedangkan department
storemenyediakan berbagai jenis pakaian dan aksesoris.
2) Memecah
Memecah (breaking bulk) disini berarti memecah beberapa ukuran produk
menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen.
Jika produsen memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga
barang atau jasa tersebut menjadi tinggi. Sementara konsumen juga
membutuhkan barang atau jasa tersebut dalam ukuran yang lebih kecil dan
harga yang lebih rendah. Kemudian peritel menawarkan produk-produk

tersebutdalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola konsumsi para
konsumen secara individual dan rumah tangga. Bagi produsen, hal ini efektif
dalam hal biaya. Dalam hal inilah peran ritel menjadi sangat penting.
3) Penyimpan persediaan
Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan

dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan
karena terdapat jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan peritel.
Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga
produk akan selalu tersedia saat konsumen menginginkannya. Jadi para
konsumen bisa mempertahankan persediaan produk di rumah dalam jumlah
sedikit karena mereka tahu ritel akan menyediakan produk-produk tersebut bila
mereka menginginkannya.
4) Penyedia jasa
Dalam adanya ritel, maka konsumenakan mendapat kemudahan dalam
mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga
dapat mengantar produk hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan jasa
yang memudahkan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk,
maupun menawarkan kredit sehingga konsumen dapat memiliki produk dengan
segera dan membawa belakangan. Ritel juga memajang produk sehingga
konsumen bisa melihat dan memilih produk yang akan dibeli.
5) Meningkatkan nilai produk dan jasa
Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas
pelanggan mungkin memerlukan beberapa pesaing. Pelanggan membutuhkan
ritel karena tidak semua barang dijual dalam keadaan lengkap. Sebagai contoh,
pemutar CD (CD player) mungkin dibeli di toko ritel alat elektronik, sementara
baterai remote control-nya dibeli di supermarket. Pembelian salah satu barang
ke ritel tersebut akan menambah nilai barang tersebutterhadap kebutuhan
konsumen.
Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, peritel dapat berinteraksi dengan
konsumen akhir dengan memberikan nilai tambahbagi produk atau barang
dagangan dan memberikan layanan lainnya seperti pengantaran, pemasangan
dan sebagainya.
I.6 KARAKTER BISNIS RITEL
Dalam buku Whidya (2006, pp10-19) karakteristik dasar ritel dapat digunakan
sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis ritel. Terdapat tiga karakteristik, yaitu:

1) Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk
memuaskan kebutuhan konsumen Pengelompokan untuk memuaskan
kebutuhan konsumen ini adalah bauran berbagai unsur yang digunakan oleh
ritel untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen. Terdapat empat unsur
yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang
berguna untuk menggolongkan ritel, yaitu :
a. Jenis barang yang dijual
Ritel dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya. Sebagai
contoh, ritel yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan
olahraga. Jenis ritel ini selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi toko
peralatan olahraga untuk anak-anak, wanita maupun pria. Selain itu juga
dapat dibagi menurut jenis olahraga itu sendiri, seperti basket, golf,
sepakbola dan lain-lain. Sedangkan jenis ritel lainnya adalah toko
makanan, toko busana dan toko buku yang berbeda-beda karena
perbedaan produk yang dijualnya.
b. Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual
Perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang
ditawarkan ritel. Sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah
jumlah/item barang yang berbeda dalam satu kategori barang. Tiap barang
yang berbeda disebut dengan istilah unit penyimpanan persediaan (stock
keepingunit-SKU). Contohnya grosir (wholesale store), toko diskon dan
toko mainanyang menjual mainan. Namun, grosir dan toko diskon
menjual berbagai jenis barang lainnya selain mainan. Toko-toko yang
mengkhususkan pada mainan memiliki lebih banyak ragam mainan (lebih
banyak SKU-nya). Pada ritel jenis ini, produk-produk yang dijual meliputi
beragam jenis dan tidak terbatas pada satu jenis saja.
c. Tingkat layanan konsumen
Ritel juga berbeda dalam hal jasa yang mereka tawarkan kepada
konsumen yang diukur dari kepuasaan pelanggan. Contohnya, toko sepeda
menawarkan bantuan dalam memilihkan sepeda, menyesuaikan spesifikasi
sesuai keinginan pembeli dan memperbaiki sepeda. Beberapa ritel
meminta imbalan atau tambahanbiaya untuk layanan-layanan lain, seperti
pengiriman ke rumah dan pembungkusan kado. Namun sebaliknya, peritel
yang melayani pelanggan dengan berbasis layanan konsumen
menyediakan layanan tanpa bayaran atau tambahan biaya.
d. Harga barang

Para peritel dapat dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk yang
dikenakannya. Sebagai contoh, department storeatau toko diskon. Toko
diskon memiliki perbedaan dalam menetapkan harga produk-produk yang
dijual. Department store menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi
karena menanggung biaya yang lebih tinggi dalam persediaan beberapa
produk fashionable. Pemotongan harga pada produk-produk yang dijual
dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan. Selain itu, pada
department store terdapat penggunaan layanan penjualan perorangan
(personal sales) dan memiliki lokasi toko yang bagus. Sedangkan toko
diskon biasanya menyediakan berbagai produk dengan tingkat harga yang
lebih rendah serta layanan yang lebih terbatas, bahkan produk-produk
yang dijual seringkali memiliki keterbatasan dalam hal ukuran dan warna.
Berdasarkan unsur-unsur diatas, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Supermarket tradisional
Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta
produk-produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan
terhadap produk-produk nonmakanan, seperti produkkesehatan,
kecantikan dan produk-produk umum lainnya. Sedangkan
supermarketkonvensional yang lebih luas yang juga menyediakan layanan
antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah, serta
produk nonmakanan disebut sebagai superstore.
b) Big-box retailer
Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan
semakin memperluas ukuran dan mulai menjual berbagai produk luar
negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa
jenis supermarket, yaitu supercenter, hypermarket dan ware house club.
 Supercenter adalah supermarketyang mempunyai luas lantai 3.000
hingga 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual,
untuk makanan sebanyak 30-40% dan produk-produk nonmakanan
sebanyak 60-70%. Persediaan yang dimiliki berkisar antara 12.00020.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai
tempat belanja dalam satu atap (one stop shopping) sehingga banyak


pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh.
Hypermarket merupakan supermarketyang memiliki luas antara
lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan

60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Hypermarket
merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan
yang lebih sedikit dibanding supercenter, yaitu lebih dari 25.000
item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan
olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik
dan sebagainya. Dengan demikian, hypermarketadalah toko eceran
yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon lini


penuh.
Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang
jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yang
minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan
bisnis kecil. Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan
lokasinya biasanya diluar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang
digunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan

dan produk umum biasa lainnya.
c) Convenience store
Convenience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas
lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan biasanya
didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas
dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi.
Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan
pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam
mencari produk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual
biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada di minimarket.
d) General merchandise retail
Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, department
store, off-price retailing dan value retailing.
 Toko diskon
Toko diskon (discount store) merupakan jenis ritel yang menjual
sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang
terbatas dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan
label atau merek milik toko itu sendiri (private label) maupun


merek-merek lain yang sudah dikenal luas.
Toko khusus
Toko khusus (specialty store)berkonsentrasi pada sejumlah terbatas
kategori produk-produk komplementer dan memiliki level layanan

yang tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 meter persegi. Format
toko khusus memungkinkan ritel memperhalus strategi segmentasi
yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target


pasar yang lebih spesifik.
Toko kategori
Toko kategori (category specialist) merupakan toko diskon dengan
variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki
jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko
diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan
pendekatan layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan



asisten untuk melayani konsumen.
Department store
Merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan
berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti
layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter.
Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada
suatu area belanja. Masing-masing bagian diperlakukan sebagai
pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan

dan pengawasan yang terpisah pula.
 Off-price retailing
Ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek
berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat


harga produk yang lebih murah pada umumnya.
Value retailing
Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk
dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi di daerahdaerah padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari

toko diskon tradisional.
Dan menurut Hendri (2005, p71) gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua
macam, yaitu gerai tradisional dan gerai modern:
a) Gerai tradisional
Gerai yang telah lama beroperasi di negeri ini berupa : warung, toko, dan
pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen
(tembok penuh) semi permanen (tembok setinggi 1 meter disambung papan
sebagai dinding), atau dinding kayu seutuhnya. Menurut penelitian AC
Nielsen, selama 10 tahun sampai 2002, telah tumbuh 1 juta warung yang
kebanyakan di luar kota dengan omset rata-rata Rp 100.000 per hari.

b) Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta , arti modern disini
adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di
bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli,
penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional.
Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an. Supermarket
mulai di perkenalkan pada dasawarsa ini , konsep one stop shopping mulai
dikenal pada dasawarsa 1980-an yang kemudian menjadi popular awal
1990-an. Istilah pusat belanja mulai popular di gunakan untuk mengganti
kata one stop shopping . Banyak orang mulai beralih 10 (sepuluh) gerai
modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja. Macam-macam gerai
modern diantaranya :
 Minimarket
terjadi pertumbuhan sebanyak 1800 buah selama 10 tahun sampai
2002. Luas ruang minimarket adalah antar 50 m2 sampai 200 m2
 Convenience store : gerai ini mirip minimarket dalam hal produk
yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas
ruangan,dan lokasi. Convenience store ada yang dengan luas
ruangan antara 20 m2 hingga 450 m2 dan berlokasi di tempat yang


strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket.
Special store : merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap
sehingga konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli
sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang





mahal.
Factory outlet
Distro
Supermarket : mempunyai luas 300-1100 m2 yang kecil sedang yang




besar 1100-2300 m2
Perkulakan atau gudang rabat
Super store : adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang

lebih lengkap dan luas yang lebih besar dari supermarket
 Pusat belanja yang terdiri dua macam yaitu mall dan tradecenter.
 Hypermarket : luas ruangan di atas 5000 m2
2) Pengelompokan berdasarkan sarana yang digunakan
Pada bisnis ritel, terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau
media yang digunakan. Dua bentuk utama bisnis ritel tersebut adalah
a) Penjualan melalui toko
Pada ritel yang menggunakan toko untuk pemasaran produk, jelas bahwa
terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen

melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler). Konsumen dapat
mendatangi ritel seperti layaknya dalam aktivitas jual beli nyata, dalam
rangka mendapatkan produk-produk yang diinginkannya.
b) Penjualan tidak melalui toko
Jenis-jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko antara lain :
 Ritel elektronik.
 Katalog dan pemasaran surat langsung
 Penjualan langsung
 Television home shopping
 Vending machine retailing
3) Pengelompokan berdasarkan kepemilikan
Ritel dapat diklasifikasikan pula secara luas menurut bentuk kepemilikan.
Berikut adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel :
 Pendirian toko tunggal atau mandiri
Ritel tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki seseorang atau
kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang


lebih besar
Jaringan perusahaan
Ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah
organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administratif
ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai. Kantor pusat biasanya
memusatkan pembelian barang-barang dagangan yang akan didistribusikan



untuk dijual pada toko-tokonya.
Waralaba
Waralaba (franchising) adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh
individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih
besar. Waralaba menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi
jaringan toko. Waralaba merupakan suatu hubungan yang sifatnya terusmenerus dimana seorang pemilik waralaba memberikan kepada seorang
penyewa waralaba hasil bisnis untuk mengoperasikan atau menjual produk.
Pemilik waralaba (franchisor) tersebut menciptakan merek dagang, produk,
maupun metode operasi. Sedangkan agen waralaba (franchise) sebaliknya
membayar pada pemilik waralaba atas haknya menggunakan nama, produk,
atau metode bisnisnya. Sebuah perjanjian waralaba antara kedua belah pihak
biasanya berlaku 5 hingga 10 tahun yang dapat diperbaharui dengan
kesepakatan kedua belah pihak.

I.7 KONDISI INDUSTRI DAN PERSAINGAN RITEL DI INDONESIA
Di Indonesia, terutama di Jakarta, ada majalah harian yang memiliki rubric
khusus tentang dunia ritel. Cobalah mengikuti perkembangan teknologi yang
terkait, misalnya call centre, jaringan distribsi, format-format toko yang baru,
impulsive, dan pelayanan pelanggan. Begitu juga tentang teknologi-teknologi yabg
terkait dengan penggunaan internet, sistem keamanan took, praktik-praktik sistem
penyerahan barang (delivery), penggunaan mailing list dan lain sebagainya.
Pengelolaan bisnis ritel di Indonesia di satu sisi memang memiliki prospek
yang baik karena potensi pasarnya yang sangat besar. Namun dalam bisnis apapun
ada ungkapan “ada gula ada semut” selalu terjadi. Kalau ada satu bisnis yang
banyak mendatangkan keuntungan, maka dengan cepat akan muncul banyak
pelaku baru yang juga ingin menikmati keuntungan tersebut.
Mengenai persaingan bisnis ritel ini, harus juga dibicarakan mengenai semakin
banyaknya pelaku-pelaku baru dengan format toko yang baru sehingga semakin
memperbanyak kerja sama yang terjadi antar pelaku bisnis. Ada peritel dengan
perbankan, peritel dengan pemasok barang, dan peritel dengan jasa asuransi.
Bahkan ada kerja sama antara peritel dengan pompa bensin, dengan pusat
perbelanjaan dan lain-lain. Apalagi lingkungan bisnis ritel di Indonesia kini juga
telah dimasuki oleh para pelaku dari mancanegara, yang datang dengan berbagai
keunggulan. Semuanya semakin meningkatkan intensitas persaingan.
Tinggi rendahnya intensitas persaingan, akan mempegaruhi mulus tidaknya
bisnis ritel yang sedang dijalankan oleh setiap peritel. Semakin banyak yang ikut
menjadi pelaku, semakin kecil kue-kue bisnisnya. Dapat diamati pesaing-pesaing
baru maupun lama, gerak-geriknya dalam strategi promosi hingga pilihan barang
yang dijual bahwa semuanya akan membantu peritel mengevaluasi strategi
bisnisnya. Bila perlu dapatkan informasi melalui pihak-pihak terkait dengan
pesaing, seperti pemasok atau pengembang property outlet ritel. Mereka yang
memiliki informasi ialah mereka yang pada akhirnya bisa memenangkan
persaingan. Setidaknya, semua hal itu akan membuat bisnis tetap survive.
I.8 BAGAIMANA MENJADI PERITEL YANG BERHASIL
Peritel yang berhasil adalah yang paling bisa menyesuaikan barang dan
jasanya dengan permintaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perdagangan
eceran adalah masalah 7 ,,T”, yaitu :

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
II.

Tersedianya barang yang tepat
Pada saat yang tepat
Ditempat yang tepat
Dalam kuantitas yang tepat
Dengan harga yang tepat
Penjualan dengan cara yang tepat
Dalam kualitas yang tepat

PERILAKU KONSUMEN DALAM BISNIS RITEL
II.1TREN BELANJA DALAM MASYARAKAT

Apakah pelanggan kini lebih memperhatikan hal-hal khusus dalam berbelanja?
Apakah mereka lebih menghargai mutu? Cobalah mendapatkan masukan mengenai
hal-hal tersebut dengan mengamati melalui majalah bisnis, perilaku pelanggan
toko, atau menganalisis laporan penjualan toko. Bagaimana kecenderungan
berbelanja keluarga yang kedua orang tuanya bekerja? Apakah ibi-ibu lebih suka
belanja barang terentu dibandingkan para bapak? Berapa kali dalam seminggu
seorang ibu belanja? Kapan kebiasaan mereka berbelanja barang –barang tertentu?
Apa yang selalu mereka beli sekaligus dalam jumlah besar? Apa yang sering
mereka beli untuk relasi, sahabat, rekan bisnis? Apa yang kini sedang menjadi
perbincangan public? Apa bacaan yang sekarang sedang digandrungi anak-anak?
Musik seperti apa yang senang didengar? Bagaimana pola belanja mereka?
Langsung pulang atau keluyuran di pertokoan sesuai sekolah?
Begitulah ada banyak sekali pertanyaan yang akan membimbing setiap paritel
untuk menemukan berbagai pola dan gaya belanja. Semuanya layak untuk
diketahui, dipahami, dan diantisipasi oleh setiap orang yang bergerak dalam bisnis
ritel. Pada dasarnya setiap manusia berbeda, perilakunya pun berbeda walaupun
perilaku tersebut relative sama. Pola pola perilaku tersebut digambarkan sebagai
berikut :
Consumption Stage

Type of Behaviour

Example of Behaviour
Membaca Koran, majalah,
Mendengarkan siaran radio,

Pre-purchase

Information Contact

Mengdengarkan dan melihat
TV
Mendengarkan dari sales,

Funds Access

teman
Mengambil uang dari bank
atau ATM

Menggunakan credit card
Menggunakan pinjaman dari
bank ataupun kartu
keanggotaan belnaja
Mencari lokasi belanja
Pergi menuju lokasi
Store Contact

Masuk ke lokasi belanja
Mencari produk di dalam
toko
Menemukan produk yang

Product Contact

dicari
Membawa produk ke kasir
Pembayaran dengan uang

Purchase

Transaction

yang tersedia
Membawa produk ke lokasi
pemakaian
Menggunakan produk

Consumption

Membuang sisa produk
Pembelian ulang
Memberi informasi kepada
orang lain mengenai produk

Communication

Mengisi kartu garansi
Memberikan informasi
lainnya kepada retailer

Bahasan akan dilanjutkan dengan elemen-elemen lingkungan toko. Toko
memiliki tiga elemen lingkungan (store environment) yang penting, yaitu (1) citra
toko (store image); (2) atmosfer toko (store atmospherics); dan (3) teater toko
(store theatrict).
1) Citra Toko
Citra toko bisa dianalisis dari dua sudut pandang, yaitu internal impression
dan external impression.
a. Internal impression meliputi citra toko secara fisik; wujud fisik
gedungnya, layout, interior, eksterior, etalase, toilet, penempatan
barang, kinerja karyawan, pelayanan, dan tempat parker. Sementara itu,
wujud nonfisik berupa reputasi pemilik toko, kinerja manajemen toko,
dan kinerjaa karyawan.

b. External impression meliputi reputasi pemilik toko, kinerja manajemen
dan karyawan.
2) Atmosfer Toko
Atmosfer toko bisa dibangun melalui lima alat indera manusia, yaitu mata,
telinga, hidung, alat untuk menyentuh (tangan/kulit), dan lidah (untuk
rasa).
3) Teater Toko
Teater toko bisa dianalisis dari dua sisi, yaitu tema dekor (décor theme) dan event toko
(store event).
II.2KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN BISNIS TITEL
II.2.1 KEUNTUNGAN BISNIS RITEL
Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, pp17-18) beberapa
keuntungan dari bisnis atau usaha ritel adalah:
1) Modal yang diperlukan cukup kecil dengan rentabilitas besar
2) Pedagang-pedagang eceran kecil menganggap bahwa
pendapatannya dari usaha tersebut merupakan pendapatan
tambahan atua kadang-kadang hanya iseng atau mengisi waktu
luang.

3) Tempat pedagang-pedagang eceran kecil biasanya paling strategis.
Biasanya mendekatkan usaha dengan tempat berkumpul konsumen
(the center of consumers).
4) Hubungan antara pedagang eceran kecil dan konsumen cukup kuat
misalnya, bisa dilihat dari para pembeli di warung kopi yang
mengobrol dengan sangat dekat dengan pemiliknya.

II.2.2 KELEMAHAN BISNIS RITEL
Bisnis ritel memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
1) Kurangnya keahlian
2) Administrasi dalam arti pembukuan kurang bahkan tidak diperhatikan
sehingga kadang-kadang uangnya habis tak terlacak.
3) Pedagang kecil tidak mampu mengadakan promosi dengan baik
sehingga adakalanya keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen.

II.2.3 FAKTOR YANG MENDORONG MAJUNYA TOKO ECERAN
Ada tiga factor yang dapat mendorang usaha ritel untuk berhasil, antara
lain sebagai berikut.
1) Lokasi Usaha
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam memulai ataupun
mengembangkan usaha ritel adalah factor lokasi. Panduan dalam
pemilihan lokasi usaha ritel yang baik menurut guswai (2009) adalah
sebagai berikut.
a. Terlihat (visible)

Lokasi usaha ritel yang baik adalah harus terlihat oleh banyak
orang yang lalu lalang di lokasi tersebut.
b. Lalu lintas yang padat (heavy traffic)
semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang, maka semakin
banyak yang tahu mengenai usaha ritel tersebut.
c. arah pulang ke rumah (direction to home)
pada umumnya, pelanggan berbelanja di suatu toko ritel pada
saat pulang ke rumah. Sangat jarang orang berbelanja pada saat
d.

akan berangkat kerja.
fasilitas umum (public facilities)
Lokasi pada usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas
umum seperti terminal angkutan umum, pasar, ataupun stasiun
kereta. Fasilitas umum tersebut bias menjadi pendorong bagi
sumber lalu lalang calon pembeli/pelanggan untuk kemudian
belanja di toko ritel. Hal ini disebut dengan impulsive buying

atau pembeli yang tidak direncanakan.
e. biaya akusisi (acquisition cost)
Biaya merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam
berbagai jenis usaha. Peritel harus memutuskan apakah akan
membeli suatu lahan atau menyewa suatu lokasi tertentu. Peritel
hendaknya melakukan study kelayakan dari sisi keuangan untuk
f.

memutuskan suatu lokasi usaha ritel tetentu.
peraturan / perizinan (regulation)
Dalam menentukan suatu lokasi usaha ritel harus juga
mempertimbangkan peraturan yang berlaku. Hendaknya peritel
tidak menempatkan usahanya pada lokasi yang memang tidak
diperuntukkan untuk usaha, sepeti taman kota dan bantaran

sungai.
g. akses ( acces)
Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses
yang baik haruslah memudahkan calon pembeli/pelanggan untuk
sampai ke suatu usaha ritel. Jenis-jenis hambatan akses biasanya
berupa perubahan arus lalu lintas atau halangan langsung ke
lokasi toko, seperti pembatas jalan.
h. Infrastuktur (infrastructure)
Infrastuktur yang dapat menunjang keberadaan suatu usaha ritel,
antara lain lahan parkir yang memadai, toilet, dan lampu
penerangan. Hal tersebut dapat menunjang kenyamanan
i.

pelanggan dalam mengujungi suatu toko ritel.
Potensi pasar yang tersedia ( captive market)

Pelanggan biasanya akan memilih lokasi belanja yang dekat
dengan kediamannya. Menetapkan lokasi usaha ritel yang dekat
dengan pelanggan akan meringankan usaha peritel dalam
j.

mencari pelanggan.
Legalitas (legality)
Untuk memutuskan apakah akan membeli atau menyewa sebuah
lokasi untuk menempatkan usaha, peritel harus memastikan
bahwa lokasi tersebut tidak sedang memiliki masalah hukum
(sengketa). Segala perjanjian jual beli maupun sewa menyewa
hendaknya dilakukan dihadapan notaries. Pihak notaries akan
memeriksa kelengkapan dokumen sebelum melakukan
pengesahan jual beli ataupun sewa menyewa.

Kesalahan dalam menentukan lokasi usaha ritel dapat memiliki dampak
jangka panjang. Peritel harus mempertimbangkan biaya yang sudah
dikeluarkan ketika menjalankan usaha ritel seperti pemasangan listrik,
jaringan system computer, dan dekorasi bangunan. Memindahkan bisnis
ke lokasi yang baru yang dinilai akan lebih menguntungkan juga bukan
hal yang mudah karena harus mempertimbangkan berbagai hal, seperti
luas ruangan yang dibutuhkan, dekorasi ruangan, perizinan, dan lain
sebagainya.
2) Harga Yang Tepat
Usaha ritel biasanya menjual produk – produk yang biasa
dibeli/dikonsumsi pelangga sehari-hari. Oleh karena itu, pelanggan bisa
mengontrol harag dengan baik. Jika suatu toko menjual produk dengan
harga tinggi, maka pelanggan akan pindah ke toko lain yang
menawarkan harga yang lebih rendah, sehingga toko menjadi sepi
pelanggan. Sebaliknya penetapan harga yang terlalu murah
mengakibatkan minimnya keuntungan yang akan di peroleh, sehingga
peritel belum tentu mampu menutup biaya – biaya yang timbul dalam
menjalankan usahanya.
3) Suasana Toko
Suasana toko yang sesuai bisa mendorong pelanggan untuk dating dan
berlama-lama di dalam toko, seperti memasang alunan musik ataupun
mengatur tata cara toko. Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk
menciptakan suasana toko yang menyenangkan, yaitu eksterior toko dan
interior toko.
a. Eksterior toko, meliputi keseluruhan bangunan fisik yang bisa dilihat
dari bentuk bangunan, pintu masuk, tangga, dinding, jendela dan
sebagainya. Eksterior toko berperan dalam mengomunikasikan

informasi tentang apa yang ada di dalam gedung, serta dapat
membentuk citra terhadap keseluruhan tampilan toko.
b. Interior toko, meliputi ekstetika toko, desain ruangan, dan tata letak
toko, seperti penempatan barang, kasir, serta perlengkapan lainnya.
Jika pelanggan menangkap eksterior toko dengan baik, maka ia akan
termotivasi untuk memasuki toko. Ketika pelanggan sudah memasuki
toko, ia akan memperhatikan interior toko dengan cermat. Jika pelanggan
memiliki persepsi/anggapan yang baik tentang suatu toko, maka ia akan
senang dan betah lama-lama di depan toko.
Selain eksterior dan interior toko, factor penting lainnya yang
memengaruhi keberhasilan toko adalah pramuniaga. Pramuniaga
menentukan puas tidaknya pelanggan setelah berkunjung sehingga
terjadi transaksi jual beli di toko tersebut. Pramuniaga yang berkualitas
sangat menunjang kemajuan toko. Pramuniaga sebaiknya mampu
menarik simpati pelanggan dengan segala keramahannya, tegur sapanya,
informasi yang diberikan, cara bicara, dan suasana yang bersahabat.
II.3MENGAPA MEMPELAJARI PERILAKU KONSUMEN

Alasan mempelajari perilaku konsumen dapat diiktisarkan sebagai berikut:
1) Analisis konsumen menjadi dasar bagi manager pemasaran. Hal ini

2)
3)
4)
5)

membantu menajer dalam:
a. menyusun bauran pemasaran.
b. Segmentasi
c. defferensiasi dan product positioning.
d. menyediakan dasar analisisi lingkungan
e. mengembangkan riset pemasaran.
Analisis konsumen memainkan peranan kritis dalam pengembangan
kebijakan publik.
Pengetahuan mengenai perilakuk konsumen mengembangkan
kemampuan konsumen untuk menjadi konsumen yang lebih efektif.
Analisis konsumen memberikan pengetahuan tentang perilaku
manusia.
Studi perilaku konsumen memberikan 3 jenis informasi, yaitu:
a. Orientasi konsumen.
b. Fakta mengenai perilaku pembelian.
c. Teori yang membimbing dalam proses berfikir.

2.7PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSUMEN
2.7.1 TEORI PEMBELAJARAN PERILAKU
Pandangan tersebut menurunkan dua mahzab :
1) Classical conditioning
Mahzab ini mengacu pada pembelajaran dimana stimulus yang
mengakibatkan respons

tertentu dipasangkan dengan

stimulus lain yang pada mulanya tidak menghasilkan
respons bila berdiri sendiri.
2) Instrumental conditioning (operant conditioning)
Mahzab ini mengutamakan kepuasan dalam menggunakan
atau mengkonsumsi produk.
2.7.2 TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF
Pendekatan teori ini menekankan kegiatan mental dalam
pembelajaran, yakni bagaimana informasi yang
diterimaseseorang diproses dan disimpan dalam memorinya
dalam waktu yang relative lama. Pembelajaran terjadai karena
adanya empat unsure yang disebut dalam hamper dalam
semua teori pembelajaran. Empat unsur tersebut adalah:
1) Motivasi
Motivasi berakar pada kebutuhan dan tujuan, jadi motivasi
mendorong pembelajaran.
2) Cues
Cues adalah stimulus yang mengarahkan motif. Cues
mengarahkan dorongan kepada

konsumen bila cue itu

konsisten dengan ekspektasi konsumen.jadi, pemasar perlu
berhati-hati dalam memberikan cue supaya tidak
mengecewakan ekspektasi konsumen.
3) Response
Response adalah bagaimana seseorang berperilaku sebagai
reaksi dari dorongan atau

cue. Respons tidak terikat

pada kebutuhan. Kebutuhan atau notif dapat menimbulkan
berbagai macam respons.
4) Reinforcement
Reinforcement meningkatkan kemungkinan suatu
respons spesifik akan muncul dimasa

yang akan

dating sebagai hasil dari cue atau stimulus tertentu.
2.7.3 TEORI PEMBELAJARAN MENGHAFAL IKON
Teori ini mengatakan bahwa pembelajaran dapat terjadai tanpa
conditioning.
2.7.4 TEORI PEMBELAJARAN VICARIOUS
Teori mengatakan bahwa orang belajar tanpa harus menerima
ganjaran gataupun hukuman, seperti yang diyakini oleh
pengikut teori instrumental conditioning. Bila seseorang
melihat atau mengetahui bahwa orang lain mengalami

kepuasan dalam menggunakan suatu produk, karena seolaholah ia mengalami sendiri.