PENATAAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN ANTARA PEM

PENATAAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Muh. Hasrul

Fakultas Hukum Universitas Hasanudin e-mail: luluhukum@gmail.com

ABSTRAK

Penataan hubungan antara Gubernur dengan Bupati/Walikota dalam pelaksanaan tata pemerintahan yang baik dan penataan kelembagaan yang dapat mensinergikan hubungan kewenangan pemerintahan yang efektif antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pola hubungan antara Gubernur dengan Bupati/Walikota dalam kaitannya dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik dalam pelaksanaan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, maka hubungan antara Gubernur dengan Bupati/Walikota bersifat bertingkat di mana Gubernur dapat melakukan peran pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebaliknya Bupati/Walikota harus senantiasa berkoordinasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam hubungan antar kabupaten/ kota dengan provinsi. Kata Kunci: hubungan, pemerintah, provinsi, kabupaten/kota.

ABSTRACT

This Article are trying to find the relationship pattern between the governor and regent/majors, in the field of government management, also to find out managing form that may show a sinergical inter relationship between province and regency government. Based on the research, we found that the relation pattern between governor and regents related to the implementation of good governance in governor enforcement as the representative of the central government is that inter relation between governor and regents/majors are in the gradual level, which governors can do a form of mentoring and supervising. In other hands, regents should always perform coordination in region governance enforcement, including the relationship between regency and province government. Keywords: relationship, government, province, district.

PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sistem pemerintahan daerah di Indonesia 1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik menurut Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan disingkat UUD 1945) secara jelas mengatur adanya daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang pembagian daerah dengan susunan pemerintahannya tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai yang bersifat otonom yang ditetapkan dengan undang- pemerintahan daerah yang diatur dengan undang- undang. Istilah yang bersifat otonom ini, memberikan undang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara keleluasaan kepada daerah untuk mengatur, mengurus Kesatuan dalam penyelenggaraan pemerintahannya serta menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan menganut asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan menurut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Pelaksanaan asas Dekonsentrasi tugas pembantuan atau medebewind. Hal ini diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya ditekankan pada percepatan terwujudnya tingkat sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta dengan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, di daerah.

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi

Muh. Hasrul, Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi Dengan Pemerintah Kabupaten/Kota

dan keanekaragaman daerah dalam bingkai Negara kepentingan masyarakat dan bermakna sebagai Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disingkat upaya mempertahankan dan memperkuat persatuan NKRI).

dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI Pemerintah daerah dapat menyelenggarakan dan meningkatkan pemberdayaan, menumbuhkan urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya, prakarsa, dan kreatifitas masyarakat serta kesadaran kecuali urusan pemerintahan ditentukan menjadi nasional. Oleh sebab itu Gubernur memegang urusan pemerintah. Dalam menyelenggarakan peranan penting sebagai unsur perekat NKRI. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Dalam rangka pelaksanaan prinsip otonomi luas, daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi nyata, dan bertanggungjawab, Pembagian Urusan seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendri Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang mengalami perubahan pola sistem pemerintahan di menjadi urusan pemerintah ialah kewenangan dalam Indonesia dari sentralistik menjadi pola desentralisasi bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, diharapkan dapat memberikan banyak manfaat kepada yustisi, moneter dan fiskal, serta agama yang masih kemajuan daerah yaitu diberikannya keleluasaan dan

merupakan kewenangannya pemerintah pusat. 1 kemandirian kepada daerah untuk mengatur dan Konstruksi perwilayahan yang diatur di dalam mengelola urusan rumah tangganya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang kewenangannya, di samping kewajibannya untuk Pemerintahan Daerah menempatkan provinsi dan menghormati hak-hak dan asal-usul daerah serta kabupaten/kota sebagai daerah otonom sekaligus nilai-nilai budaya daerah sesuai amanat konstitusi. sebagai wilayah administrasi. Pengaturan sedemikian

Kebijakan desentralisasi tersebut dilaksanakan ini berarti bahwa antara provinsi dengan kabupaten dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan dan kota mempunyai keterkaitan dan hubungan bertanggungjawab kepada daerah dengan hirarkis satu sama lain, baik dalam arti status menumbuhkembangkan kualitas demokrasi di kewilayahan maupun dalam sistem dan prosedur daerah, meningkatkan peran serta masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan.

pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan Adanya pemikiran bahwa provinsi dengan potensi dan keanekaragaman daerah. Prinsip otonomi kabupaten/kota terlepas satu sama lain mengingkari luas ini yaitu pemberian kewenangan kepada daerah prinsip-prinsip NKRI dan UUD 1945, yang secara untuk mengurus dan mengatur semua urusan jelas telah mengatur secara sistematik antara masing- pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah masing tingkat pemerintahan. Menyadari hal itu, yang ditetapkan undang-undang. Kewenangan maka dalam rangka prinsip-prinsip NKRI, Gubernur yang dimiliki oleh daerah ini yakni membentuk, sebagai wakil pemerintah menerima pelimpahan menjalankan serta melaksanakan kebijakan daerah wewenang di bidang pemerintahan umum dan dalam rangka memberikan pelayanan, peningkatan pelimpahan wewenang urusan teknis departemen.

peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat Provinsi mempunyai kedudukan sebagai daerah yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan otonom sekaligus adalah wilayah administrasi yaitu rakyat. wilayah kerja Gubernur untuk melaksanakan fungsi-

Dalam UUD 1945 Setelah Amandemen, Undang- fungsi kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Gubernur selain pelaksana asas desentralisasi juga Daerah jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 melaksanakan asas dekonsentrasi. Besaran dan isi tentang Pemerintahan Daerah, kedudukan provinsi dekonsentrasi harus mempunyai sifat dekat dengan tidak ditetapkan secara jelas, padahal keberadaannya

sangat dibutuhkan oleh pemerintah nasional untuk

1 Pemberian otonomi kepada daerah merupakan penjabaran

menjalankan fungsi koordinasi dan pengawasan

dari Pasal 18 UUD 1945, yang diimplementasikan ke dalam

terhadap pelaksanaan fungsi pemerintahan dan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor

pelayanan umum oleh Pemerintah Daerah. Dalam

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Nilai dasar yang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan

terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal

bahwa daerah provinsi selain berstatus sebagai

10 mengenai Pembagian Urusan Pemerintahan

P Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari ERSPEKTIF

daerah juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi.

Provinsi dalam sistem pemerintahan daerah yang berlaku tidak memiliki kewenangan yang jelas atas kabupaten/kota, sebaliknya pemerintah kabupaten/ kota dapat berhubungan langsung dengan Pemerintah Pusat. Akibatnya adalah Daerah Otonom merasa tidak perlu bertanggungjawab kepada provinsi dan kenyataan ini melemahkan fungsi koordinasi dan pengawasan Gubernur.

Selanjutnya pada beberapa daerah muncul permasalahan dalam kerangka hubungan antara Bupati dan Walikota dengan Gubernur. Di satu sisi Bupati dan Walikota menganggap tidak perlu melakukan koordinasi dengan Gubernur karena tidak adanya hubungan hirarki di antara mereka. Sedangkan di pihak Gubernur merasa bahwa Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengurangi kekuasaan mereka terhadap Daerah. Timbulnya permasalahan dan ketegangan hubungan antara Gubernur dengan Bupati dan Walikota pada beberapa daerah lebih disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi terhadap kedudukan dan hubungan di antaranya sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

PERUMUSAN MASALAH

Mendasarkan pada latar belakang, maka penelitian dalam penulisan ini mengkaji tentang pola hubungan kelembagaan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota dalam kaitannya dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

METODE PENELITIAN

Dalam penulisan ini menggunakan tipe penelitian normatif dengan pendekatan masalah statute approach dan conceptual approach. Adapun undang-undang yang dikaji adalah: Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor

28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi. Sedangkan konsep yang digunakan adalah Konsep Negara Hukum, Konsep Otonomi Daerah, dan Konsep Kewenangan.

PEMBAHASAN Konsep Negara Hukum

Dalam kepustakaan Indonesia, istilah negara hukum merupakan terjemahan langsung dari rechtsstaat. Disamping itu dalam wacana akademik digunakan pula istilah rule of law yang juga dimaksudkan sebagai negara hukum. Meskipun ketiga istilah tersebut (negara hukum, rechsstaat, dan rule of law) terdapat pandangan yang menyamakan dan membedakannya namun yang pasti ketiga konsep tersebut mengusung tujuan yang sama yaitu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa secara sewenang-wenang agar hak asasi manusia (yang selanjutnya disebut dengan HAM) tetap terjamin dan terlindungi.

Sejarah perkembangan cita negara hukum berawal dari konsep pemikiran Plato (427-347 SM) yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Plato dalam bukunya yang berjudul Politea memberikan respons terhadap kondisi negara yang memprihatinkan karena saat itu dipimpin oleh orang- orang atas dasar kesewenang-wenangan. Ide Plato dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles. Dalam pandangannya, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Pandangan ini termuat dalam karyanya yang berjudul Politica. Ia juga mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi, yaitu: pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum, kedua, pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasar ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang- wenang yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi, ketiga, pemerintah berkonstitusi, berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan seperti yang dilaksanakan pemerintahan despotis.

Ide mengenai negara hukum ini dalam catatan sejarahnya pernah ditinggalkan orang dan menghilang. Kemudian muncul kembali di “barat”

Muh. Hasrul, Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi Dengan Pemerintah Kabupaten/Kota

pada awal abad XVII. Kemunculan ulang pemikiran Rule of Law yang mencakup separation power, checks tentang negara hukum ini dilatari oleh situasi dan and balances dan equality before the law. kondisi yang sama ketika era Plato dan Aristoteles

Utrecht 6 kemudian mengingatkan bahwa agar mengemukakan idenya tentang negara hukum, yaitu Negara Hukum dapat terwujud sesuai tujuannya, merupakan reaksi terhadap kekuasaan yang absolute maka pada Negara Hukum itu harus didasarkan

dan sewenang-wenang. 2 pada: Pertama, Asas Legliteit, yaitu semua tindakan Menurut Frederich Julius Stahl, 3 ciri dari negara alat-alat negara harus didasarkan atas hukum dan hukum Eropa continental atau rechtsstaat meliputi:

dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang mengakui dan melindungi hak asasi manusia; untuk mempunyai kekuasaan tertinggi dalam negara, yaitu melindungi hak asasi tersebut penyelenggara negara Undang-Undang Dasar yang terdiri atas peraturan- harus berdasarkan pada teori trias politica; dalam peraturan hukum dan asas-asas hukum. Kedua, Asas menjalankan tugasnya, pemerintah berdasar atas perlindungan kebebasan dan hak pokok manusia/ undang-undang atau wetmatig bestuur; apabila semua orang yang ada dalam wilayah negara. dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-

Internasional Commission of Jurists dalam undang pemerintah masih melanggar hak asasi konferensinya di Bangkok Tahun 1965 telah (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi memperluas konsep mengenai Rule of Law, Rule seseorang), maka ada pengadilan administrasi yang of Law in The Modern Age. Disamping hak-hak akan menyelesaikannya.

politik, hak-hak sosial dan ekonomi harus diakui dan Selanjutnya teori negara hukum menurut dipelihara, dalam arti bahwa harus dibentuk standar- Rosenthal 4 menegaskan bahwa: ada desentralisasi standar dasar sosial dan ekonomi. keuangan, ada perimbangan dalam politik, ada

Hirch Ballin 7 mengemukakan pandangannya keterbukaan pemerintahan dan pertimbangan yang tentang ciri-ciri negara hukum, sebagai berikut: cermat tentang kepentingan rakyat dalam setiap Penguasa harus terikat pada hukum, Negara harus keputusan pemerintah.

menghormati hak-hak mengenyam kebebasan, Setiap Sementara itu menurut Albert Venn Dicey kebijakan pemerintah harus berdasarkan undang- ciri dari negara hukum atau rule of law meliputi: undang, Mengupayakan terwujudnya keadilan sosial; supremacy of law, dalam arti tidak boleh ada dan Hukum harus jelas dan stabil. kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya

Jimly Asshiddiqie 8 mengemukakan bahwa ada boleh dihukum jika melanggar hukum; equality sebelas prinsip pokok negara hukum atau rechtsstaat before the law, artinya kedudukan yang sama di yang belaku di zaman sekarang. Kesebelas prinsip depan hukum; human rights, yakni terjaminnya hak pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang asasi manusia oleh undang-undang dan keputusan- menyangga bediri tegaknya negara hukum modern keputusan pengadilan.

yang meliputi: supremasi hukum atau Supremacy Konsep Negara Hukum juga dikemukakan oleh of Law; persamaan dalam hukum atau Equality Berman, 5 The Rule Under Law yaitu mengadakan Before the Law; azas legalitas atau Due Process of pengaturan di bawah kewenangan hukum atau Law; pembatasan kekuasaan; organ-organ eksekutif mengadakan perubahan sebagaimana di atur hukum; independen; peradilan bebas dan tidak memihak;

peradilan tata usaha negara; peradilan tata negara;

2 Pemikiran-pemikiran yang muncul pada abad XVII

perlindungan HAM; bersifat demokratis atau

ini, merupakan embrio konsep negara hukum yang makin berkembang di abad XIX dan mengilhami pemikiran John

Democratische Rechtsstaat; dan berfungsi sebagai

Locke (1632-1704), Charles de Secondat Baron de La Brede

sarana mewujudkan tujuan bernegara atau Welfare

et de Montesquieu (1689-1755), dan Jean Jacques Rousseau

Rechtsstaat.

(1712-1778). 3 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, UII Press,

Yogyakarta, 2002, h. 2. Lihat pula dalam Ni’matul Huda, 2007, 6 E. Utrech, Pengantar Hukum Administrasi Negara Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan

Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1990, h. 132. Pemerintahan Daerah, FH UII Press, Yogyakarta, h. 57.

7 Hamzah Halim, H.S. Muh. Ikhsan Saleh, Persekongkolan 4 M.A.P. Bovens, et.all., Rechts Staaten Sturing, W.E.J.

Rezim Politik Lokal, Study atas Relasi Antara Eksekutif dan Tjeenk Willing, Zwolle, 1987, h. 54.

Legislatif, Pukap Indonesia, Makassar, 2009, h. 22. 5 Ibid., h. 6

8 Ibid., h. 23.

P Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari ERSPEKTIF

Marbun dan Mahfud 9 mengklasifikasikan negara sekelompok penduduk yang berdiam dalam hukum dalam dua bentuk, yaitu: pertama, Legal suatu lingkungan wilayah tertentu. Wewenang State (Negara Hukum yang Statis), yaitu negara penyelenggaraan yang dimaksudkan Gie dalam yang bertindak sebagai wasit, penjaga malam atau otonomi yaitu wewenang untuk mengatur, mengurus, menjamin keamanan yang dapat bertindak apabila mengendalikan, dan mengembangkan berbagai hal terdapat gangguan keamanan; dan kedua, Welfare yang dianggap perlu bagi kehidupan para penduduk. State (Negara Hukum Kesejahteraan/Dinamis)

Menurut Manan bahwa makna kemandirian yaitu negara hukum yang tidak semata-mata menjadi dalam pengertian otonomi daerah adalah kebebasan penjaga malam tetapi juga menjadi penjamin karena tidak akan ada kemandirian tanpa dibarengi kesejahteraan warga masyarakat.

dengan kebebasan untuk mengatur dan mengurus Penegasan Indonesia sebagai negara hukum yang rumah tangganya sendiri. Namun menurut Hatta, selama ini diatur di dalam penjelasan UUD 1945, makna otonomi lebih pada penekanan aspek dalam perubahan ketiga UUD Tahun 1945 Pasal 1 demokrasi, karena menurut Hatta bahwa dengan ayat (3), yang menegaskan bahwa Negara Indonesia memberikan otonomi kepada daerah tidak saja berarti adalah Negara Hukum. Konsekuensi ketentuan ini melaksanakan demokrasi, tetapi juga mendorong adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku berkembangnya auto-aktivitet. Auto-aktivitet artinya alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini mencegah dianggap penting bagi lingkungan sendiri dan dengan terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi berkembangnya auto-aktivitet, akan tercapailah kekuasaan, baik yang diakukan oleh alat negara apa yang dimaksudkan dengan demokrasi yaitu maupun penduduk. Perbedaan yang paling asasi pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk dari Negara hukum Indonesia hanya terletak pada rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya dasar bertumpu yaitu keseimbangan hubungan antara sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki pemerintah dan rakyat.

nasibnya sendiri.

Hal senada juga tertuang dalam Pasal 1 angka 5

Konsep Otonomi Daerah

UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa otonomi daerah Pemahaman tentang istilah otonomi secara adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom etimologi berasal dari bahasa/kata latin autos yang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan bermakna sendiri, dan nomos yang berarti aturan. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat Berdasarkan etimologi tersebut kata otonomi ini sesuai dengan peraturan perundang-udangan. Secara berarti zelwetgeving atau pengundangan sendiri atau normatif otonomi daerah lebih bermakna hak dan mengatur/memerintah sendiri. Pemaknaan otonomi wewenang untuk mengurus kepentingan daerahnya menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sendiri. tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian telah

Operasionalisasi otonomi ini mencakup 2 (dua) digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun komponen utama otonomi. Pertama, komponen 2004 tentang Pemerintahan Daerah terletak pada wewenang menetapkan dan melaksanakan adanya kewenangan untuk mengatur dan mengurus kebijaksanaan sebagai komponen yang mengacu pada sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan konsep pemerintahan yang terdapat dalam pengertian

masyarakat yang menurut Van der Pot 10 makna dari otonomi. Kedua, komponen kemandirian sebagai otonomi yaitu pada aspek pengaturan atau regeling komponen yang mengacu pada kata oleh, dari dan dan pengurusan atau bestuur urusannya sendiri.

untuk rakyat. Kemandirian ini mendorong tumbuhnya Gie berpendapat bahwa otonomi adalah aktivitas yang sebagaimana dikemukakan Moh. Hatta wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan sebagai prakarsa dan aktivitas sendiri. Kaloh menegaskan bahwa otonomi adalah

9 S.F. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum

kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah

Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, h. 43.

tangga daerah yang melekat baik pada lokal kesatuan

10 Lihat dalam Bhenyamin Hoessein, “Kebijakan maupun pada lokal federasi karena kewenangan

Desentralisasi”, Jurnal Administrasi Negara, Vol. 1 No. 02

mengatur dan mengurus rumah tangga daerah berada

Tahun 2002.

Muh. Hasrul, Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi Dengan Pemerintah Kabupaten/Kota

pada pemerintah lokal yang kesatuannya meliputi segolongan orang tertentu maupun terhadap sesuatu segenap kewenangan pemerintah kecuali bebarapa bidang pemerintahan tertentu secara bulat. Sedangkan

urusan tertentu yang masih dipegang oleh pusat. 11 wewenang atau competence, bevoegdheid hanya Dengan diletakkannya mengenai sistem otonomi mengenai bidang tertentu saja. Dengan demikian, di dalam UUD 1945, secara yuridis memberikan kewenangan berarti kumpulan dari wewenang- landasan dan pedoman yang kuat bagi undang-undang wewenang atau rechtsbevoegdheden. Menurutnya, organik di bidang pemerintahan daerah di masa wewenang adalah kemampuan untuk melakukan datang. Pengaturan yang demikian ternyata telah suatu tindakan hukum publik atau kemampuan diakomodir oleh TAP MPR RI No. XV/MPR/1998 bertindak yang diberikan peraturan perundang- dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diubah undangan untuk melakukan hubungan hukum. dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

Secara konseptual, istilah kewenangan tidak bisa disamakan dengan istilah urusan pemerintahan,

Konsep Kewenangan

karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak atau Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang fungsi manajemen yaitu pengaturan, perencanaan, diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, pengorganisasian, pengurusan, pengawasan atas kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan suatu objek tertentu yang ditangani oleh pemerintah. melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan Cheema dan Rondinelli menyatakan bahwa

lain. 12 Menurut Bagir Manan, 13 wewenang dalam kewenangan lebih tepat diartikan dengan authority, bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan. sedangkan Hans Antlov menggunakan istilah Power. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat

Kewenangan merupakan salah satu konsepsi inti atau tidak berbuat. Dalam hukum wewenang berarti dalam Hukum Administrasi Negara. Kewenangan hak dan kewajiban. Wewenang dalam kaitannya adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan dengan otonomi daerah adalah hak yang memiliki yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberikan pengertian kekuasaan mengatur sendiri atau oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif zelfregelen dan mengelola sendiri atau zelfbesturen. administrasi.

Lubis menguraikan pengertian wewenang Di dalam kewenangan terdapat wewenang- dengan membedakan tugas atau functie adalah satuan wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk urusan pemerintahan yang dibebankan kepada organ melakukan suatu tindakan hukum publik, misalnya tertentu untuk dilaksanakan, dan wewenang adalah wewenang menandatangani/menerbitkan surat-

pelaksanaan teknik urusan yang dimaksud. 14 surat izin dari seorang pejabat atas nama menteri, Dikemukan pula oleh Tonnaer 15 bahwa sedangkan kewenangan tetap berada di tangan kewenangan pemerintahan adalah kemampuan menteri. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 tahun untuk melaksanakan hukum positif, sehingga dengan 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah era baru demikian dapat pemerintah dengan warga negara. bagi keberlangsungan pemerintahan di daerah.

Sementara itu, Marbun 16 memberikan pengertian Terkandung makna distribusi kekuasaan atau berbeda antara kewenangan dan wewenang. distribution of power, daerah diberikan keleluasaan Menurutnya kewenangan atau authority/gezag untuk mengatur serta mengurus pemerintahannya adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap sendiri. Humes IV menjelaskan bahwa dasar

pendistribusian kewenangan antara pusat dan

11 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Rineka Cipta,

daerah terdiri atas dua pendekatan yakni: pertama,

Jakarta, 2002, h. 3.

pendistribusian kewenangan atau distribution

Anton Moeliono, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, h. 101.

of power berdasarkan pada basis kewilayahan

13 Ridwan HR., Op.Cit., h. 74.

atau teritorial; dan kedua, berdasarkan pada basis

14 M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Mandar Maju,

fungsional. Pada basis teritorial kewenangan untuk

Bandung, 2002, h. 56.

menyelenggarakan urusan-urusan lokal yang

15 Ridwan HR., Op.Cit., h. 27.

didistribusikan pada satuan wilayah atau state

S.F. Marbun, dkk., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

local government dan pada pemerintahan lokal

Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001, h. 122.

P Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari ERSPEKTIF

atau self local government. Pada basis fungsional, menjalankan otonomi secara optimal. Gubernur juga kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-urusan mempunyai Tutelage Power atau Kekuatan Perwalian/ lokal didistribusikan pada kementerian-kementerian Pengawasan, yaitu menjalankan kewenangan Pusat pusat yang bersifat khusus dan agen-agennya yang untuk membatalkan kebijakan daerah bawahannya berada di luar kantor pusatnya sebagai pelaksana yang bertentangan dengan kepentingan umum atau kebijakannya.

pun peraturan perundangan yang lebih tinggi. Adanya pemberian dan atau pembagian

wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah Pola Hubungan Antara Gubernur Dengan Bupati/ daerah baik dalam bentuk atribusi maupun delegasi, Walikota Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat Tata Pemerintahan Yang Baik

mengurus sendiri urusan rumah tangganya.Termasuk Pembahasan mengenai pola hubungan antara didalamnya wewenang menetapkan peraturan sendiri Gubernur dan Bupati/Walikota dalam rangka di daerah dalam rangka pemyelenggaraan urusan mewujudkan tata pemerintahan yang baik atau rumah tangga daerah yang dikenal dengan Peraturan good governance tidak terlepas pada pembahasan Daerah.

mengenai pola hubungan pusat dengan daerah serta pola hubungan provinsi dengan kabupaten/

Urusan Pemerintah Pusat dan Daerah

kota. Pola hubungan yang dimaksud ini tentunya Dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan tidak dapat dilepaskan dalam kerangka teori bentuk Indonesia, pemerintah daerah merupakan subsistem negara dan sistem pemerintahan Negara Republik dari pemerintahan negara. Berkenaan dengan hal Indonesia. Bentuk Negara Republik Indonesia tersebut, maka terdapat hubungan antar tingkat sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (1) pemerintahan yang saling mempengaruhi sehingga UUD 1945 ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk tercipta satu kesatuan pemerintahan negara. Dengan Republik. Perumusan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD demikian, dalam suatu pemerintahan negara terdapat 1945 dalam mendirikan negara yang kemudian dua subsistem yaitu, pertama, Pemerintahan pusat ditegaskan kembali dalam amandemen UUD 1945 yang terdiri dari Presiden yang dibantu oleh para dalam ketentuan Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan menterinya; dan kedua, subsistem pemerintahan bahwa Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan RI daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD tidak dapat dilakukan perubahan. Sedangkan sistem dengan segenap perangkat daerah yang mendukung pemerintahan RI dalam kaitan dengan hubungan penyelenggaraan pemerintahan daerah, sampai pusat dan daerah adalah sebagaimana ditegaskan di dengan pemerintah desa.

dalam Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945. Urusan yang diserahkan kepada daerah disertai

Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B UUD 1945 dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana tersebut di atas merupakan dasar utama dalam dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan terbentuknya suatu pemerintahan di daerah. Di urusan yang didesentralisasikan.Sedangkan urusan samping itu, penerapan Pasal 18 UUD 1945 ini pun pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur merupakan cerminan demokrasi yang terlaksana disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang dalam proses desentralisasi. Melihat pada bentuk didekonsentrasikan.

Negara Indonesia, yaitu Negara Kesatuan dengan Dalam rangka melaksanakan urusan pusat yang wilayahnya yang luas dan jumlah penduduknya ada di daerah dilaksanakan oleh Kepala Pemerintahan yang banyak, maka tidak memungkinkan pemerintah Provinsi atau Kepala Daerah Provinsi yang disebut pusat dapat secara efektif menjalankan fungsi-fungsi Gubernur sebagai wakil pusat di daerah dan instansi pemerintahan tanpa melibatkan perangkat daerah. vertikal yang menangani urusan pusat yang tidak Oleh karena itu pemerintah pusat menyerahkan diserahkan kepada daerah. Sebagai wakil pusat beberapa kewenangannya kepada daerah otonom di daerah dalam konteks Integrated Prefectoral ataupun kepada alat kelengkapan/organ atau System Gubernur mempunyai kewenangan untuk kepada instansi vertikal di wilayah tertentu melalui mengkoordinir, mengawasi, melakukan supervisi konsep desentralisasi dan dekonsentrasi. Dengan dan memfasislitasi agar daerah bawahannya mampu menjalankan desentralisasi dengan pola pemencaran

Muh. Hasrul, Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi Dengan Pemerintah Kabupaten/Kota

kekuasaan secara vertikal ini, maka tercipta suatu Idealnya, peran Gubernur sebagai wakil hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah pemerintah pusat untuk melaksanakan pembinaan, daerah.

pengawasan, koordinasi dan penyelarasan kegiatan Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa UUD pembangunan di daerah akan dapat mengurangi 1945 menyatakan bahwa NKRI dibagi atas daerah ketegangan yang selama ini sering terjadi pada provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintahan daerah hubungan antara Bupati/Walikota dan Gubernur. provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus Perbedaan dalam memahami pola hubungan antar sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi kedua tingkatan pemerintahan tersebut cenderung dan tugas pembantuan, kecuali urusan pemerintahan mempersulit koordinasi dan sinergi dalam yang oleh undang-undang ditentukan sebagai perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di kabupaten/ urusan pemerintah pusat dilaksanakan melalui asas kota. dekonsentrasi dan tugas-tugas pembantuan. Dalam

Pengaturan peran Gubernur sebagai wakil NKRI, pemerintah memiliki peran yang sangat kuat pemerintah pusat didasarkan pada Peraturan dalam menjaga kepentingan nasional dan pemerintah Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara memiliki kewenangan untuk menjamin bahwa Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan kebijakan nasional dapat dilaksanakan secara efektif Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di di seluruh wilayah Indonesia.

Wilayah Provinsi jo. Peraturan Pemerintah Nomor Penyerahan urusan pemerintahan yang sebagian

23 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan besar diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara menuntut pemerintah untuk memastikan bahwa Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di tersebut sesuai dengan norma, standar, prosedur Wilayah Provinsi. Pendanaan tugas dan wewenang dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Gubernur sebagai wakil Pemerintah dibebankan Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Undang- pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan (APBN) melalui mekanisme dana dekonsentrasi Daerah, menempatkan posisi Gubernur selaku kepala yang dituangkan dalam rencana kerja dan anggaran daerah provinsi sekaligus berkedudukan sebagai Kementerian Dalam Negeri. Dekonsentrasi wakil pemerintah di wilayah provinsi. Dalam hal Kementerian Dalam Negeri merupakan bagian dari ini Gubernur mempunyai fungsi menjembatani dan Program Penguatan Penyelenggaraan Pemerintahan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas Umum dan Kegiatan Penyelenggaraan Hubungan dan fungsi pemerintah dalam penyelenggaraan Pusat dan Daerah serta Kerjasama Daerah. pemerintahan di wilayah provinsi.

Penguatan fungsi Gubernur sebagai wakil Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 32 pemerintah pusat di wilayah provinsi juga Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur dimaksudkan memperkuat hubungan antar tingkatan sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi pemerintahan. Dalam pelaksanaan peran Gubernur mempunyai tugas dan wewenang: Pembinaan sebagai wakil pemerintah pusat, maka hubungan dan pengawasan, koordinasi penyelenggaraan antara Gubernur dengan Bupati/Walikota bersifat pemerintahan daerah kabupaten/kota, Koordinasi bertingkat di mana Gubernur dapat melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas peran pembinaan dan pengawasan terhadap pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebaliknya

Di samping pelaksanaan tugas tersebut, Gubernur Bupati/Walikota dapat melaporkan permasalahan sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai tugas: yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan Menjaga kehidupan berbangsa, bernegara dalam di daerah, termasuk dalam hubungan antar kabupaten/ rangka memelihara keutuhan NKRI; Menjaga dan kota. mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan

Hubungan antara pusat dan daerah dalam demokrasi; Memelihara stabilitas politik; serta penerapan desentralisasi tidak terlepas pada Menjaga etika dan norma penyelenggaraan pembicaraan mengenai konsep dasar otonomi pemerintahan di daerah.

daerah. Sesuai dengan dasar pengertian otonomi

P Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari ERSPEKTIF

bahwa suatu daerah otonom diberikan kemandirian/ pada dasarnya berada di antara atau di tengah- kebebasan dalam mengatur dan mengurus urusan tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang rumah tangganya sendiri, namun kemandirian atau mencakup baik perseorangan maupun kelompok kebebasan itu tidaklah mutlak karena bahwasannya masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, daerah pun masih membutuhkan campur dan ekonomi. 18 tangan pemerintah pusat terutama dalam bidang

Menurut Jimly Asshiddiqie bahwa dalam sistem pengawasan, keuangan, dan kewenangan. Selain negara modern yang berdasar pada supremasi hukum bidang pengawasan, keuangan, dan kewenangan, dan konstitusi, negara, pasar, dan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 madani harus berada dalam kedudukan yang harus tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bidang seimbang, dan berada dalam hubungan sinergis dan lain dalam pola hubungan antara pusat dan daerah, secara fungsional saling menunjang. Akan tetapi, yaitu dalam bidang pelayanan umum dan juga bidang pembedaan di antara ketiganya dianggap penting pemanfaatan sumber daya alam. Campur tangan sehingga ketiganya tidak saling mengintervensi pemerintah pusat terhadap daerah otonom merupakan ke dalam urusan masing-masing. Ketiga wilayah kaitan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

atau domain kekuasaan itu mempunyai logika dan Kepemerintahan adalah suatu institusi, hukum-hukumnya sendiri. Ketiganya diidealkan mekanisme, proses, dan hubungan yang komplek harus berjalan seiring dan sejalan, sama-sama kuat melalui warga negara atau citizens dan kelompok- dan sama-sama saling mengendalikan satu sama kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya, lain, tetapi tidak boleh saling mencampuri atau melaksanakan hak dan kewajibannya dan menengahi dicampuradukkan. 19 atau memfasilitasi perbedaan-perbedaan di antara

Menurut Miftah Thoha 20 bahwa selain dari mereka. Gerald Meier 17 memberikan pengertian good komponen pemerintah, swasta, dan rakyat, satu governance, yaitu Prinsip mengatur pemerintahan komponen yang amat menentukan untuk melahirkan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, tata kepemerintahan yang baik adalah moral. sistem pengadilannya bisa diandalkan, dan Moral menghubungkan dan bertaut erat pada administrasinya bertanggungjawab pada publik, dan ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi dimana mekanisme pasar merupakan pertimbangan menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Moral utama dalam proses pembuatan keputusan mengenai merupakan operasionalisasi dari sikap dan pribadi alokasi sumberdaya.

seseorang yang beragama. Ajaran agama melekat Selanjutnya Sedarmayanti mengelompokkan pada pribadi-pribadi yang berada pada ketiga unsur-unsur kepemerintahan atau governance komponen tersebut. Dengan melaksanakan ajaran stakeholders ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:

agamanya pada masing-masing komponen tersebut, Pertama, Negara/Pemerintahan: konsepsi maka moral masing-masing pelaku akan berperan kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan besar sekali dalam menciptakan tata pemerintahan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula yang baik. Terdapat empat unsur atau prinsip utama sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani

yang dapat memberi gambaran administrasi publik atau Civil Society Organization.

yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu sebagai Kedua, Sektor Swasta: Pelaku sektor swasta berikut: mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam

Pertama, Akuntabilitas: Adanya kewajiban interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku pengolahan atau manufacturing, perdagangan, penanggungjawab dan penanggunggugat atas segala perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya. informal.

18 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang

Ketiga, Masyarakat Madani atau Civil Society: Baik), Bagian Kedua, Mandar Maju, Bandung, 2004, h. 38. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan

19 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press,

17 Kasman Abdullah, “Penyelenggaraan Pemerintahan

Yogyakarta, 2005, h. 43.

Dalam Konsep Good Governance”, Jurnal Meritokrasi, Vol. 1 20 MiftahThoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Raja No. 1, Makassar, 2002, h. 69.

Grafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 72.

Muh. Hasrul, Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi Dengan Pemerintah Kabupaten/Kota

Kedua, Transparansi: Kepemerintahan yang baik NKRI. Soenobo Wirjosoegito memberikan definisi akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di sebagai berikut: Desentralisasi adalah penyerahan tingkat pusat maupun daerah.

wewenang oleh badan-badan umum yang lebih Ketiga, Keterbukaan: Menghendaki terbukanya tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak kepentinga sendiri mengambil keputusan pengaturan transparan.

dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang Keempat, Aturan hukum: Kepemerintahan terjadi dari itu. yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan

DWP. Ruiter mengungkapkan bahwa kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat desentralisasi terjadi dalam 2 (dua) bentuk, yaitu terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.

desentralisasi teritorial dan fungsional, yang Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 dijabarkan sebagai berikut: Pertama, Desentralisasi Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang teritorial adalah memberi kepada kelompok yang Bersih dan Bebas Dari Kolusi, Korupsi, dan mempunyai batas-batas teritorial suatu organisasi Nepotisme menyatakan bahwa Asas-Asas Umum tersendiri, dengan demikian memberi kemungkinan Penyelenggaraan Negara meliputi Asas Kepastian suatu kebijakan sendiri dalam sistem keseluruhan Hukum; Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; pemerintahan. Kedua, Desentralisasi fungsional Asas Kepentingan Umum; Asas Keterbukaan; Asas adalah memberi kepada suatu kelompok yang Proporsionalitas; Asas Profesionalitas; dan Asas terpisah secara fungsional suatu organisasi sendiri, Akuntabilitas.

dengan demikian memberi kemungkinan akan Membicarakan tentang tata pemerintahan suatu kebijakan sendiri dalam rangka sistem Indonesia di daerah adalah sangat penting dalam pemerintahan. 21 rangka mengetahui keseluruhan Tata Pemerintahan

Desentralisasi atau pendesentralisasian NKRI. Selain itu, untuk mengetahui sejarah proses pemerintahan merujuk pada suatu upaya perjalanan pemerintahan daerah yang sudah pernah restrukturisasi atau reorganisasi dari kewenangan diterapkan sejak Indonesia Merdeka hingga sekarang, yang yang menciptakan tanggung jawab bersama apakah mempunyai makna terhadap kemajuan bangsa di antara lembaga-lembaga di dalam pemerintahan, atau malah mempersulit percepatan pembangunan baik di tingkat pusat, regional maupun lokal yang telah direncanakan oleh Pemerintah Pusat/ sesuai dengan prinsip saling menunjang yang Daerah.

diharapkan pada akhirnya adalah suatu kualitas dan Tujuan pemerintah memilih konsep desentralisasi efektifitas keseluruhan dari sistem pemerintahan adalah untuk lebih mempercepat tercapainya tersebut termasuk peningkatan kewenangan dan kesejahteraan masyarakat. Memang, persoalan kemampuan dari pemerintahan di tingkat lokal. otonomi daerah dapat dikatakan cukup kompleks Desentralisasi bukan sekedar memindahkan sistem dan banyak dimensi, karena tidak hanya menyangkut politik dan ekonomi yang lama dari pusat ke daerah, persoalan hukum dan pemerintahan saja, tetapi tetapi pemindahan tersebut harus pula disertai juga terkait aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, oleh perubahan kultural menuju arah yang lebih hankam, dan bidang lainnya. Saat ini, tantangan demokratis dan beradab. Melalui desentralisasi implementasi otonomi daerah cukup menantang. diharapkan akan meningkatkan peluang masyarakat Ke depan, fokus penyelenggaraan otonomi tidak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan hanya menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, kebijakan yang terkait dengan masalah sosial, politik, peningkatan peran serta masyarakat, tetapi juga ekonomi. Hal ini sangatlah dimungkinkan karena menciptakan pemerataan keadilan dan kesejahteraan. karena fokus pengambilan keputusan menjadi lebih

Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor dekat dengan masyarakat. Melalui proses ini maka

32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa Desentralisasi desentralisasi diharapkan akan mampu meningkatkan adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh penegakan hukum, meningkatkan efisiensi dan Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur efektifitas pemerintah, dan sekaligus meningkatkan dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem

21 Ibid.

P Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari ERSPEKTIF

daya tanggap, transparansi dan akuntabilitas adalah reformasi birokrasi di daerah yang belum pemerintah daerah.

berjalan mulus. Kalau mau menciptakan tata Dengan demikian, sistem desentralisasi kelola pemerintahan yang baik, birokrasinya harus mengandung makna pengakuan penentu direformasi terlebih dahulu, mulai dari kelembagaan kebijaksanaan pemerintah terhadap potensi dan yang efisien, tidak perlu membentuk lembaga jika kemampuan daerah dengan melibatkan wakil- tidak ada urgensinya. Sekarang masih terdapat daerah wakil rakyat di daerah dengan menyelenggarakan yang organisasinya gemuk sehingga menyedot tenaga pemerintahan dan pembangunan, dengan melatih diri aparatur dan seenaknya mengangkat aparatur. Imbas menggunakan hak yang seimbang dengan kewajiban dari birokrasi yang gemuk adalah APBD habis untuk masyarakat yang demokratis.

belanja aparatur ketimbang untuk pembangunan/ Robert Reinowmengatakan bahwa ada 2 (dua) belanja publik. alasan pokok dari kebijaksanaan membentuk

Pola hubungan antar tingkat pemerintahan, pemerintahan di daerah. Pertama, membangun khususnya antara provinsi dan kabupaten/kota kebiasaan agar rakyat memutuskan sendiri sebagian dianggap penting karena menyangkut efektifitas kepentingannya yang berkaitan langsung dengan kinerja pemerintahan dalam melayani masyarakatnya. mereka. Kedua, memberi kesempatan kepada masing- Gubernur dituntut untuk mengimplementasikan masing komunitas yang mempunyai tuntutan yang Rencana Pembangunan Jangka Menengah bermacam-macam untuk membuat aturan-aturan dan Daerah (RPJMD), khususnya menyangkut target-

programnya sendiri. 22 target yang telah ditetapkan. Tidak mungkin hal Ada beberapa hal yang hendak dicapai dari tersebut dapat dilakukan tanpa dukungan dan maksud konsep desentralisasi ini, antara lain: kerjasama dari kabupaten/kota. Hal ini tentu saja dapat Dengan otonomi daerah diharapkan kesejahteraan terwujud apabila tercipta suatu kondisi yang harmoni rakyat lebih tercipta dan untuk penguatan demokrasi (seiring-sejalan) antara provinsi dan kabupaten/kota lokal; Dengan otonomi daerah diharapkan dalam hal pelaksanaan pembangunan. Dalam proses pemerintah daerah bisa memberikan pelayanan penyusunan rencana atau perencanaan, maka alur publik yang lebih optimal; Dengan otonomi yang wajar adalah dari bawah ke atas atau bottom daerah diharapkan pemerintah daerah mempunyai up, tetapi kalau dalam hal pelaksanaan pembangunan, program pembangunan dan rencana kerja sesuai prosesnya adalah dari atas ke bawah atau top down. dengan kebutuhan masyarakat; Dengan otonomi Dengan kata lain bahwa harus diciptakan suatu daerah diharapkan dapat menciptakan Tata Kelola mekanisme tersendiri yang mengikat secara hierarki Pemerintah yang Baik.

menyangkut pelaksanaan pembangunan. Konsep di atas mempertegas bahwa konsep

Perspektif Undang-Undang Pemerintah Daerah otonomi daerah adalah untuk menciptakan tata kelola jika kita mencermati Undang-Undang Nomor pemerintahan yang baik. Tata kelola pemerintahan

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang baik itu sejatinya adalah zero corruption. dapat dilihat jelas bahwa hubungan pemerintah, Korupsi itu awal bencana daerah karena membuat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota kinerja pemerintahan daerah menjadi buruk. Tata memang mengalir dari pusat ke daerah. Dalam Pasal kelola keuangan yang baik itu idealnya uang rakyat

2 ayat (4) menjelaskan bahwa pemerintahan daerah jatuh ke rakyat dalam program-program yang dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan pro rakyat. Ini memang menjadi problem dalam memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan desentralisasi. Tetapi, dengan perjalanan waktu dan pemerintahan daerah lainnya. Kemudian dalam ayat pembimbingan mestinya hal itu bisa diatasi.

(7) menjelaskan pula bahwa hubungan wewenang, Saat ini, kepala daerah sudah berpacu bagaimana keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber mengelola daerah dengan prinsip akuntabilitas daya alam, dan sumber daya lainnya menimbulkan dan transparansi sebagai bentuk perwujudan tata hubungan administrasi dan kewilayahan antar pemerintahan yang baik atau good governance. susunan pemerintahan. Satu lagi penghambat penerapan good governance

Selanjutnya dalam Bab III tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan khususnya Pasal 13 dan 14

Ibid.

disebutkan bahwa nyaris tidak ada bedanya antara urusan pemerintahan provinsi dan kabupaten/ kota sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Ini artinya bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan didasarkan pada tingkat pemerintahannya. Pada pasal itu disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota.

Provinsi dan kabupaten/kota itu sudah seharusnya bekerjasama dan saling berkoordinasi. Hal ini diharuskan karena objek pembangunannya sama, wilayah administrasinya juga sama, masyarakat yang diayominya juga sama. Sesuai Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan pemerintah pusat yang ditetapkan memang sedikit tetapi mendasar dan strategis, sedangkan kewenangan daerah ditetapkan lebih besar. Daerah kabupaten/ kota merupakan penerima kewenangan terbesar, sedangkan daerah provinsi menerima kewenangan yang sifatnya koordinasi, pengawasan, dan pembinaan. Dasar pemikirannya adalah bahwa kabupaten/kota merupakan unit pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yakni langsung melayani masyarakat. Oleh karena itu, bobot kewenangan harus dititikberatkan pada unit pemerintahan ini, bukan pada provinsi. Provinsi diberi kewenangan melakukan koordinasi antar kabupaten/kota yang berada di bawah koordinasinya. Di samping itu, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, Gubernur juga diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kabupaten/kota yang berada di lingkup wilayah provinsinya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah provinsi menganut asas dekonsentrasi sekaligus desentralisasi. Berdasarkan asas dekonsentrasi, maka provinsi merupakan wilayah administrasi, sedangkan berdasarkan asas desentralisasi, maka provinsi menjadi daerah otonom. Implikasinya secara struktural adalah menjadikan provinsi sebagai wilayah administrasi sekaligus sebagai wilayah otonom.