SINTESIS UJI KETAHANAN TERHADAP SALIVA D

ARTIKEL ILMIAH

SINTESIS, UJI KETAHANAN TERHADAP SALIVA, DAN UJI
ANTIBAKTERI KITOSAN BERPENGUAT NANOSELULOSA
BATANG TANDAN PISANG AMBON (Musa acuminata
cavendish ) SEBAGAI BAHAN WOUND DRESSING

Oleh:
RIZA YANUAR RENASTYO
G1G013049

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2017

SINTESIS, UJI KETAHANAN TERHADAP SALIVA, DAN UJI
ANTIBAKTERI KITOSAN BERPENGUAT NANOSELULOSA BATANG

TANDAN PISANG AMBON (Musa acuminata cavendish ) SEBAGAI
BAHAN WOUND DRESSING
Riza Yanuar Renastyo¹, Bambang Sunendar Purwasasmita², Helmi Hirawan³
¹Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah
2
Bagian Teknik Material, Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung
3
Bagian Bedah Mulut, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Alamat koresponden: Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia, 53122
Email: rizayanuarr@gmail.com
ABSTRAK
Kitosan merupakan bahan yang sering dimanfaatkan sebagai agen antibakteri
salah satunya pada bahan penyembuhan luka. Kitosan menghasilkan lapisan film
yang rapuh dan kurang kompak sehingga pada aplikasinya, kitosan sering
dikombinasikan dengan polimer lain. Salah satunya yaitu dengan nanoselulosa.
Nanoselulosa mempunyai kemampuan sebagai filler penguat polimer dan
membran, sehingga bahan yang ditambahkan nanoselulosa diharapkan mempunyai
kemampuan fisik yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sintesis, uji ketahanan terhadap saliva dan uji antibakteri kitosan berpenguat

nanoselulosa sebagai bahan wound dressing. Uji ketahanan saliva menggunakan
metode pengamatan dan swelling test. Uji antibakteri menggunakan metode difusi
dan dilusi cair. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok yang terdiri atas
perbandingan 1:1, 2:1, 1:2, kontrol positif, dan kontrol negatif. Hasil yang
diperoleh, kemudian dianalisis menggunakan uji One Way ANOVA dilanjutkan
dengan uji Post Hoc LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji ketahanan
saliva tertinggi ditunjukkan pada perbandingan 1:2 dengan nilai derajat swelling
36,61%. Uji antibakteri Staphylococcus aureus tertinggi ditunjukkan pada
perbandingan 2:1 dengan nilai derajat kekeruhan 0,059. Semakin banyak
nanoselulosa batang tandan pisang pada bahan wound dressing maka semakin baik
bahan tersebut terhadap ketahanan saliva, sedangkan semakin banyak kitosan pada
bahan wound dressing maka semakin baik bahan tersebut sebagai antibakteri.
Kata kunci

: Kitosan, nanoselulosa, wound dressing, swelling test, uji
antibakteri.
Kepustakaan : 21 (1972-2015)

i


SYNTHESIS, SALIVARY RESISTANCE TEST, AND ANTIBACTERIAL
TEST OF CHITOSAN WITH NANOCELLULOSE FROM STEM BUNCH
OF AMBON BANANAS (Musa acuminata cavendish ) AS A WOUND
DRESSING MATERIALS
Riza Yanuar Renastyo¹, Bambang Sunendar Purwasasmita², Helmi Hirawan³
¹1Dental Medicine of Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java
2
Department of Material Engineering, Bandung Technology Institute
3
Department of Oral Surgery, Jenderal Soedirman University

Adress of correspondence: Dental Medicine of Jenderal Soedirman University
Purwokerto, Central Java, Indonesia, 53122
E-mail: rizayanuarr@gmail.com
ABSTRACT

Chitosan is a material often used as an antibacterial agent, one of them on
wound healing material. Chitosan produces a film layer that is fragile and less
compact so in its application, chitosan is often combined with other polymers. One
of them is with nanocellulose. Nanocellulose has the ability as a filler of polymer

and membrane amplifiers, so that nanocellulose added materials are expected to
have better physical ability. This study aims to determine the synthesis, salivation
test and antibacterial test of chitosan with nanocellulose as the ingredient of wound
dressing. Saliva resistance test used observation method and swelling test.
Antibacterial test used diffusion method and liquid dilution This study used 5 groups
consisted of 1: 1, 2: 1, 1: 2 ratio, positive control, and negative control. The results
obtained, then analyze used one way ANOVA test followed by LSD post hoc test.
The results showed that the highest salivary performance test was showed in the 1:2
ratio with the swelling degree of 36.61%. While the highest antibacterial test
against Staphylococcus aureus bacteria was showed in a 2: 1 ratio with optical
density of 0,059. The more nanoselulosa banana stem bunches on the wound
dressing materials the better the ingredients are against saliva resistance, while the
more chitosan in the wound dressing materials the better the material as
antibacterial.
Chitosan, nanocellulose,
antibacterial test.
Bibliography : 21 (1972-2015)

Keywords


:

ii

wound

dressing,

swelling

test,

PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan penyakit periodontal abses rekuren yang terjadi akibat
sisa makanan, plak, dan bakteri yang menginvasi pada poket mahkota ketika gigi
molar erupsi. Perikoronitis akut memiliki gejala sakit yang tajam dan berdenyut,
merah, bengkak, dan bernanah pada gigi molar ketiga yang mengalami inflamasi.1
Infeksi disebabkan karena flora normal dari rongga mulut dan adanya bakteri yang
berlebihan pada jaringan lunak perikoronal. Data prevalensi terjadinya perikoronitis
bervariasi antara 8 - 59%.2 Bakteri yang sering ditemukan pada kasus-kasus

perikoronitis
Pseudomonas,

adalah

bakteri

Streptoccus,

Peptostreptococcus,

dan

Staphylococcus,

Fusobacterium.3

Actinomyces,

Penatalaksanaan


perikoronitis ialah memotong jaringan operkulum yang menutupi gigi erupsi.
Pemotongan ini dapat dilakukan bila kondisi akut sudah teratasi.4 Penyebaran
infeksi pada proses penyembuhan luka akibat pemotongan jaringan tersebut juga
dapat diminimalisir. Setelah jaringan dipotong, dipasang periodontal pack (wound
dressing).5

Prinsip dressing yaitu menciptakan suasana luka dalam keadaan lembab dan
menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga meminimalisasi trauma dan
resiko pasca operasi dengan menggunakan bahan seperti hidrogel. Bahan dressing
harus memiliki sifat biokompatibel yang baik, sifat antibakteri, tidak merangsang
reaksi alergi selama kontak dengan jaringan, secara fisik kuat bahkan saat keadaan
basah, dan dapat dibuat dalam bentuk steril.6 Seseorang yang mengalami luka
sangat rentan terkena infeksi sehingga memerlukan pengobatan yang cepat, tepat,
dan efektif.7

1

Luka merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh terputusnya kontinuitas
jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan

struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan.
Penyembuhan luka dapat dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut
apabila penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu, sedangkan luka dikatakan kronis
apabila luka tidak ada tanda-tanda kesembuhan dalam jangka waktu 4-6 minggu.8
Kondisi luka yang lama sembuh tersebut memerlukan perawatan yang tepat apabila
menunjukkan tanda-tanda adanya infeksi. Pengobatan dan perawatan luka telah
mengalami perkembangan sangat pesat karena ditunjang dengan kemajuan
teknologi kesehatan.9 Pada dasarnya pemilihan produk yang tepat harus
berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), dan keamanan
(safety).10

Bahan penyembuhan luka banyak memanfaatkan keanekaragaman hayati, baik
flora maupun fauna. Salah satunya yaitu kitosan dan nanoselulosa dari batang
tandan pisang. Kitosan merupakan polimer alam yang mempunyai sifat tidak
beracun, dapat didegradasi secara biologis, bioadhesif, non immunogenik, cocok
secara biologis dengan jaringan tubuh, dan mudah dimodifikasi secara kimia.11
Film kitosan dapat digunakan sebagai pembalut luka dan mampu mempercepat
penyembuhan luka serta menghambat pembentukan keloid. Kitosan memiliki
aktivitas antibakteri dan antifungi yang dapat menghambat infeksi, dalam bidang
kedokteran kitosan dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan Staphylococcus

aureus.12 Partikel nanoselulosa adalah material jenis baru yang memiliki banyak

kegunaan

sebagai

filler

penguat

polimer,

2

aditif

untuk

produk-produk


biodegradable, penguat membran, pengental untuk dispersi, dan media pembawa

obat serta implant.13
Serat batang tandan pisang merupakan suatu bahan potensial alternatif yang
dapat digunakan sebagai filler karena mempunyai jenis serat yang berkualitas
baik.14 Nanoselulosa dari limbah batang tandan pisang dapat diperoleh melalui
tahap sintesis dengan tiga metode yang berbeda, yaitu metode mekanik, kimia, dan
biologis. Metode mekanik dapat dilakukan dengan cara ultrasonikasi, metode kimia
terdiri atas metode asam, organosolv, pelarut alkali, oksidasi, dan cairan ionik,
sedangkan metode biologi (enzim) dilakukan dengan metode top down.15
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sintesis dan meneliti
karakterisasi sifat fisik bahan dengan uji ketahanan terhadap saliva dan uji
antibakteri kitosan berpenguat nanoselulosa yang dikombinasikan dengan teknik
casting pada pembuatannya sebagai bahan untuk aplikasi wound dressing.

Karakterisasi sifat fisik untuk melihat keadaaan ketahanan fisik bahan kitosan
berpenguat nanoselulosa terhadap saliva yang diamati dan ditimbang dengan
menggunakan metode swelling test. Uji antibakteri untuk mengetahui bahan kitosan
berpenguat nanoselulosa dapat membunuh bakteri dalam penggunaannya sebagai
bahan wound dressing.


METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan berupa penelitian eksperimental laboratoris dan
rancangan penelitian yang dilakukan berupa pre post test control group design yang
dikaji secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan selama satu minggu yaitu pada

3

bulan Juli 2017. Proses pengumpulan sampel penelitian berupa pembuatan sampel
dilakukan di Laboratorium Advanced Materials Processing, Program Studi Teknik
Fisika, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung. Uji Antibakteri
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Farmasi Institut Teknologi Bandung. Uji
ketahanan saliva dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Farmasi Institut
Teknologi Bandung.
Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan rumus Federer untuk uji
ketahanan saliva dan rumus replikasi rancangan penelitian untuk uji antibakteri.
Jumlah sampel untuk pengujian ketahanan saliva sebanyak 5 sampel pada setiap
kelompok sedangkan jumlah replikasi untuk pengujian antibakteri digunakan 4
replikasi pada setiap setiap kelompok. Penelitian ini menggunakan alat berupa
pisau, blender, gelas bekker, gelas kimia, hot plate stirrer , magnetic stirrer ,
timbangan digital, termometer, kulkas, pelat kaca, bunsen, oven, sentrifugator,
media pertumbuhan agar, inkubator serta bahan yang digunakan pada penelitian ini
berupa kertas saring, plastik wrap, lakban hitam, batang tandan pisang, serbuk
kitosan, akuades, asam nitrit (HNO3), sodium hidroksida (NaOH), sodium sulfit
(H2SO3), sodium hipoklorit (NaOCL), asam asetat (CH3COOH), natrium klorida
(NaCL), polyethylene glycol (PEG), mueller hilton agar (MHA), bakteri
Staphylococcus aureus.

Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan larutan kitosan dengan cara
mencampurkan asam asetat, kitosan, PEG dan akuades. Serat batang tandan pisang
dilarutkan dalam larutan HNO3, NaOH, NaOCl dan H2SO4 untuk mendapatkan
nanoselulosa. Selanjutnya dilakukan pembuatan sampel dengan mencampurkan

4

larutan kitosan dengan nanoselulosa. Sampel dibagi menjadi lima kelompok, yaitu
kelompok perbandingan kitosan dengan nanoselulosa I (1 :1), kitosan dengan
nanoselulosa II (2 : 1), kitosan dengan nanoselulosa III (1 : 2), kontrol positif, dan
kontrol negatif. Sampel dicetak pada kaca cetakan sampel dengan ketebalan 0,4
mm. Sampel yang sudah menjadi film selanjutnya dilakukan pengujian uji
ketahanan saliva dan uji antibakteri.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Metode uji yang
digunakan untuk mengetahui normalitas data sebagai landasan untuk pengujian
lainnya adalah Saphiro wilk, karena sampel kurang dari 50. Uji homogenitas Levene
test digunakan untuk mengetahui bahwa data berasal dari populasi dengan variansi

yang sama. Selanjutkan dilakukan uji One Way ANOVA (Analisys of Varian) untuk
mengetahui perbedaan perbandingan setiap bahan wound dressing dan untuk
mengetahui perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan dilakukan uji
lanjut atau Post Hoc LSD.

HASIL
1. Uji ketahanan saliva
Uji ketahanan saliva dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi 1,5x1,5
cm. Setiap kelompok terdiri dari 5 sampel. Sampel diuji dengan Institut Teknologi
Bandung. Sampel dipotong kecil-kecil dengan ukuran cara dimasukkan ke dalam
tabung yang berisi 10 ml saliva buatan dan diamati selama 30 menit dan 60 menit.
Hasil pengamatan berupa perubahan bentuk, warna, dan keutuhan ditunjukkan
pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Hasil pengamatan bentuk, warna, dan keutuhan
No.`
1.

Sampel
Perbandingan 1:1

Awal
Persegi,
putih
kecoklatan, utuh

2.

Perbandingan 2:1

Persegi,
putih
kecoklatan, utuh

3.

Perbandingan 1:2

4.

Kontrol positif

5.

Kontrol negatif

Persegi,
putih
kecoklatan, utuh
Persegi,
merah
muda, utuh
Persegi, kuning
kecoklatan, utuh

30 menit
Persegi,
putih
kecoklatan, larut
sebagian kecil
Bentuk
tidak
beraturan, putih
kecoklatan, larut
sebagian kecil
Persegi,
putih
kecoklatan, utuh
Persegi,
merah
muda, utuh
Bentuk
tidak
beraturan, kuning
kecoklatan, larut
sebagian kecil

60 menit
Bentuk tidak beraturan,
putih kecoklatan, larut
sebagian kecil
Bentuk tidak beraturan,
putih kecoklatan, larut
sebagian besar
Persegi, putih kecoklatan,
utuh
Persegi, merah muda, utuh
Bentuk
kecil
tidak
beraturan,
kuning
kecoklatan, larut sebagian
besar

Sumber : Data primer terolah, 2017

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji ketahanan saliva selama 30 dan 60 menit
pada kelompok perbandingan 1:2 dan kontrol positif (Periodontal dressing) tidak
larut dalam saliva, sedangkan kelompok perbandingan 1:1 sebagian kecil larut pada
menit ke 30 maupun 60. Kontrol negatif menunjukkan hasil yang sama dengan
kelompok perbandingan 2:1 yaitu larut dalam saliva dengan jumlah kecil pada
menit ke 30, dan larut dalam jumlah besar pada menit ke 60. Selanjutnya dilakukan
uji swelling test untuk melihat derajat swelling. Hasil dapat dilihat pada Gambar 1
berikut.

6

40

36.61

Persentase swelling

35
30
25
20
15

13.22
10.98

9.12

10
5

0.54
0
P1

P2

P3

K+

K-

Nama kelompok
Gambar 1 Diagram batang rerata hasil swelling test; P1) Perbandingan 1:1; P2)
Perbandingan 2:1; P3) Perbandingan 1:2; K+) Kontrol positif; K-) Kontrol
negatif
Sumber : Data primer terolah, 2017

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa rerata hasil swelling test kitosan
dan nanoselulosa pada kelompok perbandingan P3 (1:2) mempunyai nilai paling
tinggi yaitu 36,61% dan pada kontrol negatif mempunyai rerata paling rendah yaitu
0,54%. Sedangkan pada kelompok perbandingan, kelompok perbandingan P2 (2:1)
mempunyai rerata paling rendah yaitu 9,12% dibandingan dengan kelompok
perbandingan P1 (1:1) dan P3 (1:2). Data nilai diuji normalitas menggunakan uji
Saphiro-wilk menunjukkan data terdistribusi normal (p>0,05) dan uji homogenitas

menggunakan uji Levene menunjukkan data yang digunakan homogen (p>0,05).
Selanjutnya dilakukan uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p sebesar 0,00
(p0,05) dan uji homogenitas

menggunakan uji Levene menunjukkan data yang digunakan homogen (p>0,05).
Selanjutnya dilakukan uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p sebesar 0,00
(p