PERADABAN DAN PEMIKIRAN ISLAM MASA TIGA

PERADABAN DAN PEMIKIRAN ISLAM MASA TIGA KERAJAAN
BESAR (TURKI UTSMANI, SAFAWI DI PERSIA DAN MUGHAL DI
INDIA)

Oleh:
Siti Sa’adah (NR.C)
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

I.

PENDAHULUAN
Sejarah Islam sekarang telah berjalan lebih dari empat belas abad
lamanya. Sebagaimana halnya sejarah setiap umat, sejarah Islam pun
mengalami pasang surut. Pada periode tertentu Islam mengalami pertumbuhan
dan perkembangan, pada periode selanjutnya Islam mengalami kemajuan dan
kejayaan dan pada periode lain Islam mengalami kemunduran bahkan
kehancuran.
Satu di antara beberapa sejarah peradaban Islam yang cukup menarik

untuk bahan kajian ilmiah, yaitu masa pertengahan khususnya pada abad ke17, karena pada abad tersebut terdapat tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan
Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India,
setelah sekian lama Islam mengalami kemunduran.
Menurut Harun Nasution, ada tiga kerajaan besar yang muncul di
permukaan dalam kurun waktu 1500-1800 M. Tiga kerajaan yang dimaksud
adalah kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Syafawi di Persia dan kerajaan
Mughal di India. Di masa kemajuan ketiga kerajaan besar ini mempunyai
1

kejayaan masing-masing, terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjidmasjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih terlihat di
Istambul, Tibriz dan Isfahan serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan
umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan di masa
periode klasik. Perhatian pada ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila
dibanding kemajuan yang dicapai pada Dinasti Abbasiyah, khususnya di
bidang ilmu pengetahuan. Namun menarik untuk di kaji karena kemajuan
pada masa ini terwujud setelah dunia Islam mengalami kemunduran beberapa
abad lamanya. (Thohir, 2004: 166)
Oleh karena itulah, penulis akan membahas masalah tiga kerajaan besar
tersebut dengan membatasi masalah sebagai berikut proses terbentuknya,
peradaban yang dicapai, faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan dan

faktor-faktor penyebab kemunduran kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan
Syafawi di Iran dan kerajaan Mughal di India.
II.

PEMBAHASAN

A.

KERAJAAN UTSMANI DI TURKI
A.1. Proses Terbentuknya Kerajaan Utsmani di Turki
Kerajaan Turki Utsmani berdiri tahun 1281. Pendiri kerajaan ini
adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah mongol
dan daerah utara negeri Cina, yaitu Utsman bin Erthogril (Yatim:
2010:129)
Nama Utsmani diambil dari kakek mereka yang pertama dan
pendiri kerajaan ini yaitu Utsman bin Erthogril bin Sulaiman Syah dari
suku Qayigh, salah satu cabang keturunan Oghus Turki. (Thohir, 2004:
182)
Sebelum berdirinya kerajaan Turki Utsmani, diawali dengan
pengembaraan Sulaiaman Syah ke Anatolia tetapi sebelum mencapai

tujuan meninggal di Azerbaijan kemudian kedudukannya digantikan
putranya yang bernama Erthogril, dan akhirnya sampailah ke Anatolia dan
diterima penguasa Seljuk, Sultan Alaudin yang sedang berperang dengan
2

Bizantium. Berkat bantuan dari Erthogril, pasukan Sultan Alaudin
mendapatkan kemenangan, sehingga Erthogril mendapat hadiah sebidang
wilayah di perbatasan Bizantium serta memberi wewenang mengadakan
ekspansi.
Sepeninggal Erthogril, atas persetujuan sultan Alaudin, digantikan
putranya yang bernama Utsman yang memerintah Turki Utsmani antara
tahun 1281-1324 M. Akibat serangan Mongol terhadap Bagdad termasuk
Seljuk yang terjadi pada tahun 1300 M menyebabkan terbunuhnya Sultan
Alaudin dan akibatnya dinasti ini terpecah-pecah menjadi sejumlah
kerajaan kecil. Dalam kondisi kehancuran Seljuk inilah Utsman
mengklaim kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang didudukinya
sekaligus memproklamirkan berdirinya kerajaan Turki Utsmani. (Thohir,
2004: 182) Dengan Utsman sebagai raja pertama yang sering disebut
Utsman I ( Yatim, 2010: 130).
Jika kita menapaki sejarah, kerajaan Turki Utsmani merupakan

kerajaan terbesar dan paling lama berkuasa, selama enam abad lebih
(1281-1924 M), Pada masa pemerintahan Turki Utsmani para sultan bukan
hanya merebut negeri-negeri arab, tetapi juga seluruh wilayah antara
Kaukasus dan kota Wina, bahkan sampai ke Balkan. Dengan demikian
tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace, Macedonia, Thessaly, Bosnia,
Herzegovina, Bulgaria, Albania, dan sekitarnya (Thohir, 2004:180).
Bahkan raja-raja Islam di Indonesia (abad XVII), seperti raja Aceh dan
Banten pernah mengutus para utusan dengan kerajaan Turki Utsmani dan
pernah meminta pengakuan memakai gelar sultan dari Istambul. (Hamka,
1981: 203)
Dengan adanya berbagai ekspansi, menyebabkan ibukota Dinasti
Utsmani berpindah-pindah. Sebagai contoh, sebelum Utsman I memimpin
Dinasti Utsmani, ia mengambil kota Sogud sebagai ibukotanya. Kemudian
setelah penguasa Dinasti Utsmani dapat menaklukkan Broessa pada tahun
1317, maka pada tahun 1326 Broessa dijadikan ibukota pemerintahan. Hal
ini berlangsung sampai pemerintahan Murad I. ternyata, di masa Murad I
3

kota Adrianopel yang ditaklukkannya itu dijadikan sebagai ibukota
pemerintahan. Sampai ditaklukkanya Konstantinopel pada tahun 1453 oleh

Muhammad II, yang kemudian diganti namanya menjadi Istambul sebagai
ibukota pemerintahan yang terakhir.

A.2. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Turki
Utsmani
a. Bidang Militer dan Perluasan Wilayah
Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al
Utsman (raja besar keluarga utsman) tahun 699 H (1300 M), setapak demi
setapak mengadakan perluasan wilayah dengan mmperkuat kekuatan
militernya.
Program ini diteruskan para penggantinya seperti putranya Orkhan
mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan militer sehingga terbentuklah
sebuah kesatuan militer yang disebut Yeniseri atau Inkisariyah (arab),
kemudian diteruskan oleh anaknya yang bernama Murad, dengan
membentuk cabang yeniseri sehingga dapat mengubah kerajaan Utsmani
yang baru lahir menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan
dorongan sangat besar bagi penaklukan negeri-negeri non muslim seperti
menaklukan Andriannopel, Macedonia, Bulgaria, dan Serbia.
Dari para penguasa yang memimpin Turki Utsmani, Sultan
Muhammad II yang layak


menyandang gelar al Fatih (sang penakluk)

karena keberhasilannya menaklukkan Romawi Timur yang berpusat di
kota Konstantinopel pada tahun 1453, dilanjutkan dengan menaklukkan ke
semenanjung Maura, Serbia, Albania sampai ke perbatasan Bundukia.
Salah satu peninggalan terpenting adalah mengubah gereja St. Sophia
menjadi masjid dengan nama Aya Sophia sebagai lambang kemenangan
orang Islam di kota Konstantinopel. (Thohir, 2004: 184-185). Oleh Sultan
Muhammad II, kota Konstantinopel diganti namanya menjadi Istanbul.
Dengan keberhasilan penaklukan Konstantinopel ini, seluruh ambisi umat
Islam untuk menundukkan imperium Romawi Timur tercapai sudah.
4

Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Utsmani
dalam perluasan wilayah Islam. (1) kemampuan orang-orang Turki dalam
strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghanimah
(harta rampasan perang). (2) sifat dan karakter orang Turki yang selalu
ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana,
sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan. (3) semangat jihad dan

ingin mengembangkan Islam. (4) letak Istambul yang sangat strategis
sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan
wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan dua
selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat
kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani
maupun kebudayaan Romawi Timur. (5) kondisi kerajaan-kerajaan di
sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya. (
Van Hoeve: 1990: 60)

b. Bidang Pemerintahan
Raja-raja Turki Utsmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus.
Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang
agama atau spiritual/ukhrawi. Mereka mendapatkan kekuasaan secara
turun temurun. Tetapi tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti
sultan terdahulu, bahkan dalam perkembangannya pergantian kekuasaan
itu juga diseerahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya.
(Mughni,1997: 53)

Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi
dibantu oleh shadr al a’zham (perdana menteri) yang membawahi pasya

(gubernur) , dan gubernur mengepalai daerah tingkat I. dibawahnya
terdapat beberapa orang al zanaziq atau al ‘alawiyah (bupati). Untuk
mengatur pemerintahan negara , di masa sultan Sulaiman I disusun
undang-undang (qanun) yang bernama Multaqa al Abhur, yang menjadi
pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya

5

reformasi pada abad ke 19.

Karena jasa Sultan Sulaiman I, diujung

namanya diberi gelar al Qanuni. ( Yatim, 2010: 135)

c.

Bidang Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Agama
Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaan Turki Usmani tidak

menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa

Daulah Abbasiyah. Karena mereka lebih mengutamakan dalam bidang
militer dan perluasan wilayah, sehingga kita tidak dapati ilmuwan yang
terkenal dari Turki Utsmani.
Sedangkan dalam bidang kebudayaan, kebudayaan Turki Utsmani
merupakan perpaduan antara kebudayaan Bizantium, Persia dan Arab.
Karena bangsa Turki sangat mudah berasimilasi dengan budaya asing.
Bahkan bahasa arab banyak dipakai di Asia Kecil yang mayoritas
daerahnya dikuasai Turki.
Seperti seni arsitektur, Turki Usmani banyak meninggalkan
karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Mesjid Jami’
Muhammad al-Fatih, mesjid agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub alAnshary dan masjid Aya Sophia yang dulu asalnya dari gereja St.
Sophia, merupakan peninggalan arsitektur yang dikagumi sampai saat
ini. (Thohir, 2004:187) Hoja Sinan (1490-1578 M) adalah tokoh terbesar
dalam bidang arsitektur ini. (Lapidus, 1999: 499),
Untuk

kehidupan keagamaan, agama merupakan bagian dari

sistem sosial politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan
tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat

tinggi agama , tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak
dapat berjalan. Pada masa ini tarekat berkembang pesat. Al Bektasi dan
Al Maulawi merupakan dua tarekat yang paling besar. Al Bektasi
berpengaruh terhadap tentara Yenisari, sedangkan Al Maulawi
berpengaruh besar terhadap kelompok penguasa sebagai imbangan dari
kelompok Yenisari Bektasi. ( Yatim, 2010: 136) .
6

Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir
dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang
berarti.Para penguasa cenderung untuk menegakkan satu paham
(madzab) keagamaan dan menekan madzab lainnya. Sultan Abd al
Hamid II, misalnya fanatik terhadap aliran asy’ariyah. Untuk
mempertahankan madzabnya, ia memerintahkan Syaikh Husein Al Jisri
menulis kitab Al Hushun Al Hamidiyah (Benteng pertahanan Abdul
Hamid).Akibat fanatik yang berlebihan inilah, ijtihad menjadi tidak
berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah
(penjelasan), dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik
yang telah ada. (Yatim, 2010: 137)
Demikianlah kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kerajaan

Utsmani terutama di bidang militer, karena tidak terlepas dari tabiat
orang Turki yang terbiasa hidup nomaden, jiwa militer, tangguh dan
patuh terhadap pimpinan.
A.3.

faktor-Faktor Kemajuan Dan kemunduran Turki Utsmani
Pada abad XVI merupakan masa keemasan kerajaan Turki

Utsmani. Pada tahun 1517 Sultan Salim merebut Mesir dari pemerintahan
Mamalik yang sudah lemah. Setelah kemenangan Mohaec tahun 1526 M,
sultan Sulaiman Yang Agung menundukkan sebagian besar Hungaria
selama satu setengah abad lebih. Di perbatasan timur, Syafawiyah yang
syiah, saingan berat kerajaan Turki Utsmani yang sunni, dapat ditaklukkan
di Chaldiran pada tahun 1514 M.

3.1.

Fakktor – faktor kemajuan Turki Utsmani, dipengaruhi antara
lain:
1. Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara
yang berjasa sehingga mereka hidup berkecukupan dan
mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat.

7

2. Tidak adanya diskriminasi dari penguasa, semua pihak berhak
mendapat kedudukan yang tinggi, tidak terbatas pada kelompok
tertentu saja.
3. Menggunakan tenaga profesional dan terampil khususnya di
bidang administrasi pemerintahan serta kepengurusan organisasi
yang cakap
4. Turki memperlakukan para pendatang dan penduduk baru secara
baik dalam kehidupan beragama maupun bermasyarakat,
sehingga mereka banyak yang tertarik memeluk agama Islam.
5. Rakyat yang memeluk agama kristen hanya dibebani biaya
perlindungan (jizyah) yang murah dibanding di zaman
Bizantium.
6. Turki membebaskan rakyatnya untuk menjalankan ibadah sesuai
dengan agamanya masing-masing, bahkan kepada penduduk
pendatang seperti waktu hari besar kristen para tentara yeniseri
menjaga gereja. (Thohir, 2004:190)

3.2.

Faktor-Faktor Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani
Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Usmani

berada ditengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan
kerajaan Safawi di Asia. Melemahnya kerajaan Utsmani setelah
wafatnya Sulaiman I dan digantikan oleh Salim II. Pengganti
kepemimpinan ini ternyata tidak mampu menghadapi kondisi tersebut.
Pada awal abad ke-19 para Sultan tidak mampu mengontol daerahdaerah kekuasaannya. Dan melemahnya militer Turki Usmani berakibat
munculnya

pemberontakan-pemberontakan.

Beberapa

daerah

berangsur-angsur mulai memisahkan diri dan mendirikan pemerintah
otonom.
Di Mesir, kelemahan-kelemahan kerajaan Turki Usmani membuat
Mesir bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun

8

1770 M., Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya
Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798 M. (Hasan, 1967: 342)
Demikian pula pemberontakan-pemberontakan terjadi di Libanon
dan Syiria, sehingga kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduran,
bukan saja daerah-daaerah yang tidak beragama Islam, tetapi juga di
daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
Sehingga

dapat

disimpulkan

bahwa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki utsmani ada dua bagian
faktor internal dan faktor eksternal, seperti pendapat Ajib Thohir : .
A. Faktor internal
1. luasnya

wilayah

kekuasaan

dan

buruknya

sistem

pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang penerusnya
yang kurang profesional, kurangnya keadilan serta korupsi
yang merajalela.
2. Heterogenitas penduduk dan agama. Menurut Philip K
Hitti, dalam Tarikh al Daulah al Islamiyah menyatakan bahwa
suatu negara yang landasan berdirinya untuk kepentingan
militer, bukan untuk kemashlahatan bangsa, tidak akan mampu
menyatukan keberagaman penduduk dan agama.
3. Kehidupan para penguasa yang suka bermewah-mewahan
mengikuti gaya hidup orang barat dan meninggalkan nilai-nilai
Islam.
4. Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang
berlangsung berabad-abad lamanya

B. Faktor Eksternal
1. Timbulnya gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa
yang tunduk pada kerajaan Turki Utsmani
2. Kemajuan teknologi di dunia barat, khususnya di bidang
persenjataan, sedangkan Turki mengalami stagnasi dalam
bidang teknologi senjata, sehingga selalu mengalami kekalahan
9

dalam setiap kontak senjata dengan bangsa Eropa.(Thohir.
2004: 191-192)
Sampai pada akhirnya pada tanggal 3 maret 1924, dengan tokoh reformisnya
Mustafa Kemal Attaturk, secara resmi menghapus lembaga kesultanan dan
khilafah dari bumi Turki dan memproklamsikan negara Republik Turki,
sebagai negara sekuler dalam konstitusi. (Mughni. 1997: 161)
Di bawah ini adalah daftar sultan yang memerintah di Kesultanan
Utsmaniyah sampai berdirinya Turki sekuler.
• Mehmed IV (1648-1687)
• Osman I (1281-1326 )
• Suleiman II (1687-1691)
• Orhan I (1326-1359 )
• Ahmed II (1691-1695)
• Murad I (1359-1389; sultan sejak
• Mustafa II (1695-1703)
1383)
• Ahmed III (1703-1730)
• Bayezid I (1389-1402)
• Mahmud I (1730-1754)
• Interregnum (1402-1413)
• Osman III (1754-1757)
• Mehmed I (1413-1421)
• Mustafa III (1757-1774)
• Murad II (1421-1444) (1445-1451)
• Abd-ul-Hamid
I (1774• Mehmed II (sang Penguasa) (14441789)
1445) (1451-1481)
• Selim III (1789 -1807)
• Bayezid II (1481-1512)
• Mustafa IV (1807-1808)
• Selim I (1512-1520)
• Mahmud II (1808-1839)
• Suleiman I (yang Agung) (1520• Abd-ul-Mejid I (1839-1861)
1566)
• Abd-ul-Aziz (1861-1876)
• Selim II (1566-1574)
• Murad V (1876)
• Murad III (1574-1595)
• Abd-ul-Hamid II (1876• Mehmed III (1595-1603)
1909)
• Ahmed I (1603-1617)
• Mehmed V (Re ad) (1909• Mustafa I (1617-1618)
1918)
• Osman II (1618-1622)
• Mehmed VI (Vahideddin)
• Mustafa I (1622-1623)
(1918-1922)
• Murad IV (1623-1640)
• Abd-ul-Mejid II, (1922• Ibrahim I (1640-1648)
1924)
B. KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA

B.1. Proses Terbentuknya Kerajaan Safawi di Iran
Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,
Sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah, yang
berasal dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama Safawi terus
dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. (Yatim, 2010: 138).
10

Safi al Din Al Ardabily adalah

keturunan dari Imam Syi’ah yang

ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah
dari garis puterinya Siti fatimah.
Kerajaan Safawi

secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907,

tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di
Tabriz, demikian pendapat CE Bosworth

dan menjadikan Syiah Itsna

Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini
tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua
abad. (Thohir, 2004: 167) Sejak Safi Al Din mulai memimpin tarekat
safawiyah sampai kepada Syah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan
safawi pada tahun 1501, tarekat safawi mengalami dua fase dalam
perjuangannya :
1) Pada masa 1301-1447 M (700-850 H), gerakan safawi masih murni
gerakan keagamaan (kultural) dengan tarekat safawiyah sebagai
sarana. Pengikutnya menyebar dari Persia, Syiria dan Anatolia.
2) Pada masa 1447-1501 M tarekat safawi berubah menjadi gerakan
politik (struktural), dengan pemimpinnya Junaid bin Ali. Perubahan
terjadi dikarenakan ambisi politik pada diri Junaid. Karena Junaid
seorang pemimpin tarekat, maka pengikutnya pun dijadikan pasukan
yang diberi nama Qizilbas ( surban merah yang berumbai dua belas
sebagai simbol Syiah Imamah Dua Belas).
Tapi usaha Junaid masih mengalami kegagalan dalam

meraih

ambisinya karena selalu gagal dalam menaklukkan beberapa daerah
seperti Ardabil dan Chircasia, bahkan dalam tahun 1460 M mati
terbunuh. Kemudian digantikan anaknya yang bernama Haidar, tapi
belum berhasil juga. Sebelum meninggal, Haidar menunjuk adiknya
yang paling kecil bernama Ismail. Setelah berhasil menaklukkan kota
Tabriz, Ismail kenudian memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawi,
dengan Syiah Itsna asyariah sebagai ideologi negara pada tahun 1501
M . (Thohir, 2004: 172-173)
11

Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
1. Isma'il I (1501-1524 M)
2. Tahmasp I (1524-1576 M)
3. Isma'il II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
5. Abbas I (1587-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9 . Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)

B.2. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Safawi
Perkembangan dan kemajuan kerajaan safawi tidak serta merta dapat
diraih ketika Syah Ismail I memimpin (1501-1524 M), tapi kejayaan kerajaan
Safawi baru terwujud pada masa pemerintahan Syaikh Abbas yang Agung
(1587-1628 M) raja yang kelima. Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi
meliputi beberapa bidang, antara lain:
2.1. Kemajuan di bidang Politik
Kerajaan Safawi dan Turki Utsmani sebelum abad ke-17 sudah saling
bermusuhan dan Safawi banyak mengalami kekalahan, namun setelah Abbas
I naik tahta kerajaan Safawi dalam merebut wilayah kekuasaan Turki
Utsmani banyak mengalami kemenangan.
Permusuhan antara dua Kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak
pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke
wilayah Kerajaan Turki Utsmani pada tahun 1602 M. Disaat itu Turki
Utsmani berada di bawah Sultan Muhammad III. Pasukan Abbas I
menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan
Nakh Chivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M.
Selanjutnya pada tahun 1622 M., Pasukan Abbas I berhasil merebut
12

kepulauan Hurmus dan mengubah pelabuhan Gumurun menjadi pelabuhan
bandar Abbas (Yatim, 2010: 143).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan politik kerajaan Safawi mulai
bangkit kembali setelah Abbas I naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia
menata administrasi negara dengan cara yang lebih baik.

Langkah-langkah

yang ditempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik Kerajaan Safawi
adalah:
a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan
pengontrolan dari pusat
b. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas
Kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang
anggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang
bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja
Tamh I
c. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
d. Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jumat
(Yatim, 2010: 142 )
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi.
Secara politik dia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang
mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah
yang pernah direbut oleh kerajaan lain di masa raja-raja sebelumnya, dengan
reformasi politiknya.

2.2. Kemajuan di bidang keagamaan
Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa
khafilah-khafilah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah
menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi.
Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan beliau Abbas tanamkam
paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham Syi’ah tidak lagi
menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan
ibadahnya, Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan
13

mengembangkan ajaran agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa
Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan (Hamka, 1981:
70).

2.3.

Kemajuan di Bidang Ekonomi
Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah

memacu perkembangan perekonomian Safawi, terlebih setelah kepulauan
Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumurun diubah menjadi Bandar Abbas.
Dengan dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan
barat yang bisa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Prancis sepenuhnya
menjadi milik kerajaan Safawi (Yatim, 2010: 144)
Di samping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami
kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur (fortile
crescent) (Yatim, 2010: 144).

2.4

Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia terkenal sebagai bangsa yang

berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa Kerajaan Syafawi,
khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang.
Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Syafawi tidak lepas dari
suatu doktrin mendasar bahwa kaum Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu
ijtihad selamanya terbuka. Kaum Syi’ah tidak seperti kaum Sunni yang
mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum
Syi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya
(Hamka, 1981: 70).Pada masa ini muncullah beberapa filosof antara lain;
Ilmuwan yang melestarikan pemikiran-pemikiran Aristoteles, Al-Farabi
adalah Mir Damad alias Muhammad Bagir Damad (w 1631 M) dengan
menulis buku filsafat dalam dua bahasa yaitu Arab dan persia, diantaranya
14

yang terkenal qabasat dan taqdisat. (Thohir, 2004: 177) Selain itu ada filosof
yang terkenal yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, yang selalu hadir di majlis
istana , begitu juga dengan Syah Abbas I yang sangat mendukung kegiatan
tersebut.
Adapun di bidang seni, kemajuan

dalam bidang seni arsitektur

ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah
Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit,
jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota
Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas
I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802
penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk
kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya. Serta ada
peninggalan masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh
Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. (Yatim, 2010 : 145)

B.3. Sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi
Seiring dengan perjalanan waktu, kerajaan Safawi, lama kelamaan
mengalami masa- masa kemunduran, yang disebabkan antara lain:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani.
Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi'ah merupakan
ancaman bagi kerajaan Utsmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian
antara dua kerajaan besar ini.
2.

Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin

kerajaaan Safawi. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan
menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah
sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula
dengan sultan Husein.
3.

Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata

tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat
Qizilbash . Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan
mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki
15

bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar
pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan
Safawi.
4.

Sering terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan

dikalangan keluarga istana.( Yatim, 2010: 158-159)
Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran
pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang
berakhir dengan Intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan
pembentukan beberapa rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi
ekonomi dan pengaruh politik bangsa Eropa telah didahului dengan
kehancuran

Inperium

Safawiyah

dan

dengan

liberalisasi

ulama.

Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran
modern berupa tradisi Persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni
sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur
unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan
keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri. (Lapidus, 1999:
467)

C. KERAJAAN MUGHAL (INDIA)

C.I. Proses Terbentuknya Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan
Safawi. Jadi, di antara tiga keajaan besar Islam tersebut kerajaan inilah yang
termuda. Kerjaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak Benua
India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah AlWalid, dari dinasti Bani Umayah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh
tentara Bani Umayah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qosim (Yatim,
2010: 145)
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibukota didirikan oleh
Zaharuddin Babur (1482-1530 M) , salah satu dari cucu Timur Lenk.
Ayahnya bernama Umar Mirza penguasa Ferghana.
16

Babur mewarisi

Ferghana dari ayahnya ketika berumur 11 Tahun. Pada tahun 1494 M, dia
berhasil menduduki Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah
dengan bantuan dari Raja Safawi, Ismail I. Kemudian di tahun 1504 M, Kota
Kabul di Afghanistan berhasil diduduki.
Setelah

Kabul

berhasil

ditaklukkan,

Raja

Babur

melanjutkan

ekspansinya ke India untuk melawan raja Ibrahim Lodi sebagai penguasa
India. Karena terjadi krisis pemerintahan di India, hal ini menguntungkan
pihak Babur. Dengan mengerahkan militernya akhirnya pada tahun 1525 M,
berhasil menaklukkan Punjab dengan ibukotanya Lahore, dan di tahun 1526
M

terjadilah pertempuran yang dahsyat antara pasukan Ibrahim dengan

Babur di Panipat, Babur berhasil memasuki kota Delhi pada tanggal 21 April
1526, sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahan dengan mendirikan
kerajaan Mughal di Delhi. (Yatim, 2010: 147)

C.2. Perkembangan Dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Mughal
Stabilitas politik dan pemerintahan yang baik di masa raja Akbar
membawa dampak bagi kemajuan di berbagai bidang.

2.1. Kemajuan di bidang Politik dan Sosial
Puncak kejayaan kerajaan Mughal terjadi pada masa
pemerintahan Putra Humayun, Akbar Khan (1556-1605 M).
Sistem Pemerintahan Akbar adalah militeristik. Akbar berhasil
memperluas wilayah sampai Kashmir dan Gujarat. Pejabatnya
diwajibkan mengikuti latihan militer. Politik Akbar yang sangat
terkenal dan berhasil menyatukan rakyatnya adalah Sulakhul atau
toleransi universal. Dengan politik ini semua rakyat India
dipandang sama. Mereka tidak dibedakan etnis dan agamanya.
(Yatim, 2010 : 150)
Sehingga di masa Akbar,

kerajaan tidak dijalankan

dengan kekerasan, ia banyak menyatu dengan rakyat, bahkan
17

rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai orang
lain.
Amir-amir dan sultan-sultan Islam yang selama ini
berkuasa di daerahnya sendiri dengan cara kesewenang-wenangan
bersama dengan para maharaja beragama Brahmana, berkat Akbar
semuanya telah menjadi tiang-tiang bagi sebuah imperium Islam
yang besar di Benua India. Di samping itu, pemerintahan tidak
dipegangnya sendiri, tetapi diadakannya menteri-menteri. Kepada
pemungut pajak diperintahkan dengan keras agar tidak memungut
pajak dengan memaksa dan memeras. Di dalam persoalan agama,
beliau sangat toleran dan bagi orang yang beragam Hindu
dihormati oleh Akbar dan tidak dipaksa untuk memeluk agama
Islam (Hamka, 1981: 150). Dengan demikian, Akbar adalah
seorang

reformis

Kerajaan

Mughal

yang

telah

menata

pemerintahan dengan sistem yang lebih baik dibanding dengan
kerajaan-kerajaan sebelumnya. Di bidang agama, ia adalah
sebagai tokoh moderat yang memberikan kebebasan kepada
pemeluknya

untuk

melaksanakan

ibadah

sesuai

dengan

keyakinannya masing-masing.
Dengan adanya kebijakan seperti di atas, rakyat India
sangat simpati kepadanya dan kehidupan sosial masyarakat saling
hormat-menghormati serta senantiasa menjunjung tinggi toleransi.

2.2. Kemajuan di bidang Pengetahuan dan Seni
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi Kerajaan
Mughal pada abad ke-17, mengalami kemajuan dalam bidang
pengetahuan, seni, dan budaya. Di bidang pengetahuan kebahasaan
Akbar telah menjadikan tiga bahasa sebagai bahasa nasional, yaitu
bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai
bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan
kesusastraan (Hamka, 1981: 152). Selain itu, Akbar telah
18

memodifikasi tiga bahasa tersebut ditambah dengan bahasa Hindu
dan menjadi bahasa Urdu (Hamka, 1981: 152). Di bidang filsafat
cukup maju dan satu di antara tokohnya adalah Akbar sendiri,
sementara ahli tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah
Mubarok, Abdul Faidhl, dan Abul Fadl, (Hamka, 1981: 152)
Sementara karya seni yang paling menonjol adalah karya
sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun
bahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik
Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menghasilkan
karya besar yang berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang
mengandung pesan kebijakan jiwa manusia. Pada masa Akbar,
dibangun Istana Fatpur di sikri, vila, dan masjid yang indah. Pada
zaman Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan
Tajmahal di Aqra, Masjid Raya Delhi di Istana Indah, Lahore,
(Yatim, 2010:151).

Sultan-sultan Mughal juga mendirikan

makam-makam yang indah. Berdasarkan uraian di atas maka ilmu
pengetahuan, seni, dan budaya pada masa Kerajaan Mughal maju
cukup pesat, khususnya pada masa Akbar.

2.3. Kemajuan di bidang Ekonomi
Sektor ekonomi utama kerajaan Mughal berasal dari hasil
pertanian seperti biji-bijian, padi kapas, nila, rempah-rempah dll,
bahkan

hasil pertanian ini diekspor ke negara Eropa, Afrika,

Arabia dan Asia tenggara bersama dengan hasil kerajinan seperti
pakaian tenun dan kain tipis yang banyak diproduksi di Gujarat
dan Bengal. Bahkan untuk meningkatkan hasil produksinya
Jengahir mengizinkan Inggris (1611M) dan Belanda (1617M)
mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat. (Yatim,
2010: 150)
Kemajuan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh tiga
sultan berikutnya yaitu, Jehangir (1605-1628), Syah Jehan (162819

1658) dan Aurangzeb (1658-1707), ketiganya merupakan sultansultan besar Mughal yang didukung dengan berbagai kecakapan
dan kekuatan militer , tetapi setelah terjadi pergantian raja raja
sesudahnya kerajaan Mughal mengalami kehancuran. (Yatim,
2010: 150-151)

C.3. Faktor-Faktor Kemajuan dan kemunduran kerajaan Mughal
Kerajaan

Mughal

tidak

mencapai

kejayaannya

secara

mudah.

Bagaimanapun, umat Islam di masa ini termasuk golongan minoritas di
tengah mayoritas Hindu
3.1. Faktor – faktor kemajuan kerajaan Mughal
Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal disebabkan karena
beberapa faktor, antara lain:
a.

Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja yang

kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama
dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, antara

masyarakat

beretnis dari India maupun non India (Persi atau Turki).
b.

Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup puas dan

sejahtera

dengan

pola

kepemimpinan

raja

dan

program

kesejahteraannya.
c.

Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan

memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk
yang merupakan petualang yang suka perang dari Persia di Asia
Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan.
d.

Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu dan

pengetahuan. Para Bangsawan Mughal mengemban tanggung
jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya
kegiataan

ilmiah

dan

sastra.

(nasirsalo.blogspot.com/2008/09/kerajaan-mughal-di-india-asalusul.html)
3.2. Faktor-faktor kemunduran Kerajaan Mughal
20

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal
mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M
yaitu:
1.

Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer

sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak
dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
2.

Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite

politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang
negara.
3.Pendekatan

Aurangzeb

yang

terlampau

keras

dalam

melaksanakan syariat Islam tanpa adanya toleransi antar umat
beragama Islam dengan Hindu,

sehingga konflik antaragama

sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orangorang lemah dalam bidang kepemimpinan. ( Yatim, 2010: 163)
III.

KESIMPULAN
Uraian diatas dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1.

Kebesaran imperium Islam abad ke-17 tertumpu pada tiga kerajaan

besar, yaitu Kerajaan Syafawi di Persia, Mughal di India, dan Turki
Utsmani di Turki..
2.

Proses terbentunya ketiga kerajaan tersebut yaitu,
a.

Kerajaan Turki Utsmani terbentuk akibat terbunuhnya

Sultan Seljuk, Alaudin ketika mendapat serangan dari kerajaan
Mongol sehingga kerajaan –kerajaan kecil di sekitar Seljuk
memproklamirkan sebagai sebuah kerajaan termasuk sultan
Utsman yang kemudian mendirikan kerajaan Utsmani
b

Kerajaan Safawi terbentuk berawal dari gerakan tarekat

safawiyah yang ingin terjun ke dunia politik sampai pada akhirnya
terwujud ketika Syah Ismail berhasil menaklukkan kota Tabriz,
dengan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara.

21

c.

Kerajaan Mughal terbentuk melalui proses yang panjang,

yaitu setelah sultan Babur berhasil mengalahkan Ibrahim Lodi
penguasa

di

India,

keberhasilannya

dan

tersebut

menaklukkan
Sultan

Babur

Delhi.

Dengan

memproklamirkan

berdirinya kerajaan mughal di India.
3.

Kemajuan ilmu pengetahuan mengalami kemunduran dibanding

pada masa Dinasti Abbasyiah, yang dipicu oleh berkembangnya berbagai
aliran tarekat dan terpaku pada satu madzab.
4.

Kemajuan yang dicapai terutama dalam bidang politik terutama

dalam perluasan wilayah, ekonomi maupun seni
5.

Kemajuan tersebut disebabkan karena faktor kekuatan militer serta

pasukannya yang sangat setia terhadap pemimpinnya, jiwa dan tenaga
yang tangguh.
6.

Tetapi kemajuan yang dicapai ternyata tidak berlangsung lama

yang disebabkan regenerasi raja-raja yang tidak setangguh pendahulunya,
sering terjadi perebutan kekuasaan dikalangan istana, serta kehidupan
duniawi yang berlebihan para raja dan intervensi negara-negara Eropa
seperti Inggris, Belanda, Austria dan Perancis
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan semoga dapat

menjadi

pelajaran bagi perkembangan Islam di masa yang akan datang . Saran dan kritik
yang membangun sangatlah penulis harapkan agar menjadi makalah yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ibrahim Hasan, Mausu’at al-Tarikh al-Islami V,

Maktabah al

Nahdhah al-Misriyah, Kairo,1967
Hamka, Sejarah Umat Islam III, Bulan Bintang, Jakarta, 1981
Mughni, A. Syafiq, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Logos, Jakarta,
1997
22

Lupidus , Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 1999
Thohir, Ajib, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2010

Ensiklopedi Islam, jilid IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990
Nasirsalo.blogspot.com/2008/09/kerajaan-mughal-di-india-asal-usul.html,
diunduh tg 8 desember 2012

23