ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN PADA PT AT

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN PADA PT ATLAS RESOURCES TBK
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2011-2016
Rosy Armaini 1, Periansya 2, Ayu Bening Pangesti 3
Dosen Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya
E-mail: periansya@polsri.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kebangkrutan PT Atlas Resources Tbk
dalam periode tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, dan 2016 dengan menggunakan ZScore model Altman. Peneliti memperoleh data melalui website www.idx.co.id. Sumber data
yang digunakan peneliti adalah Data Sekunder yaitu data dari Bursa Efek Indonesia yang terdiri
dari Sejarah berdirinya perusahaan, Struktur organisasi perusahaan, Laporan keuangan
perusahaan yang berupa laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi tahun 2011 sampai
dengan 2016 serta Laporan Tahunan (Annual Report). Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan diperoleh hasil, yaitu tingkat kebangkrutan berdasarkan nilai Z-Score model Altman
pada PT Atlas Resources Tbk pada tahun 2011 termasuk ke dalam kategori zona abuabu.Tingkat kebangkrutan berdasarkan nilai Z-Score model Altman pada PT Atlas Resources
Tbk tahun 2012-2016 termasuk ke dalam zona berbahaya atau berpotensi mengalami
kebangkrutan. Perusahaan mengalami kerugian selama lima tahun terakhir antara lain

disebababkan oleh tingginya beban pokok produksi, tingginya total liabilitas perusahaan,
menurunnya harga jual batubara, menurunnya tingkat penjualan batubara, serta menurunnya
volume produksi batubara.
Kata Kunci: laporan keuangan, tingkat kebangkrutan, Z-Score model Altman dan liabilitas.

perusahaan. Perkembangan perekonomian
tidak mampu menjadi jaminan bahwa tidak
ada satu pun perusahaan yang terhindar dari
resiko
kebangkrutan.Tingginya
tingkat
kebangkrutaan perusahaan menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam meminimalisir
resiko
kebangangkrutan.Model
yang
digunakan untuk menilai tingkat kebangkrutan
yaitu Altman Z-Score. Rasio-rasio keuangan
yang digunakan dalam Z-Score model Altman
, yakni WCTA (Working capital to total asset

atau modal kerja dibagi total aset), RETA
(Retained earning to total asset atau laba
ditahan dibagi total aktiva), EBITTA (Earning
before interest and taxes to total asset atau
laba sebelum pajak dan bunga dibagi total
aktiva), MVEBVL (Market value of equity to
book value of liability atau nilai pasar
sekuritas dibagi dengan nilai buku utang), dan
STA (Sales to total asset atau penjualan
dibagi total aktiva.
Tingginya tingkat persaingan antar
perusahaan menjadikan motivasi tersendiri
bagi manajemen perusahaan untuk terus
meningkatkan kualitas perusahaan.Namun hal

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap
perusahaan
umumnya

mempunyai tujuan yang sama yaitu menjaga
kelangsungan hidup perusahaan yakni dengan
mencari laba sesuai dengan prinsip akuntansi
going concern. Perusahaan berharap dengan
adanya laba, maka kelangsungan hidup
perusahaan dapat terjaga dan usaha yang
dikelola
akan
semakin
berkembang.
Perkembangan dan kinerja perusahaan ini
dapat terlihat pada laporan keuangan.
Selain menyajikan laba, laporan
keuangan juga menyajikan jumlah aset dan
liabilitas perusahaan.Hal ini akan terlihat
perkembangan dan kinerja perusahaan dalam
kurun waktu tertentu. Melalui laporan
keuangan dapat dipelajari hubungan dan
tendensi atau kecenderungan mengenai posisi
keuangan

dan
hasil
operasi
serta
perkembangan perusahaan yang bersangkutan
hal ini disebut dengan analisa laporan
keuangan.
Analisa laporan keuangan ini antara
lain menilai tingkat
kebangkrutan
89

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ISSN 2407 - 1072

ini tidak menutup kemungkinan bagi
perusahaan mengalami kebangkrutan.Resiko
kebangkrutan bagi perusahaan sebenarnya
dapat dilihat dan diukur melalui laporan

keuangan, dengan cara melakukan analisis
rasio terhadap laporan keuangan yang
dikeluarkan
oleh
perusahaan
yang
bersangkutan.
Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk
memberikan panduan bagi pihak-pihak
tentang kinerja keuangan perusahaan apakah
akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa
yang akan datang. Bagi pemilik perusahaan
dapat digunakan untuk memutuskan apakah
tetap mempertahankan kepemilikannya di
perusahaan atau menjualnya dan kemudian
menanamkan modalnya ditempat lain.
Investor dan kreditor sebagai pihak yang
berada diluar perusahaan dituntut mengetahui

perkembangan yang ada dalam perusahaan

demi keamanan investasi modalnya sebagian
ketidakmampuan untuk membaca sinyalsinyal
dalam
kesulitan usaha
akan
mengakibatkan kerugian dalam investasi yang
telah dilakukan.
PT Atlas Resources Tbk merupakan
salah satu produsen batubara di Indonesia. PT
Atlas Resources Tbk telah terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Setiap perusahaan yang telah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tentunya
akan
semakin
memaksimalkan
laba
perusahaannya. PT Atlas Resources Tbk tidak
seperti perusahaan yang umumnya terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hal ini dikarenakan
dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus

mengalami peningkatan kerugian.
.
.

Tabel 1
Laba Rugi PT Atlas Resources Tbk
Periode 2011-2016
(disajikan dalam ribuan Dollar Amerika)
Keterangan
Pendapatan
Beban
Laba / Rugi

2011
91.052
88.584
2.468

2012
97.240

108.390
(11.150)

2013
129.837
140.655
( 10.818)

2014
38.468
63.089
(24.621)

2015
28.342
53.705
(25.363)

2016
11.641

37.367
(25.726)

Sumber : PT Atlas Resources Tbk, tahun 2011-2016

Berdasarkan data di atas, dapat
diketahui
bahwa
total
pendapatannya
mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Tahun 2011 PT Atlas Resources Tbk sebesar
91.052, kemudian turun pada tahun 2012
sebesar 97.240, dan naik pada tahun 2013
sebesar 129.837, kemudian turun pada tahun
2014 menjadi 38.468, tahun 2015 turun
menjadi 28.342 dan pada tahun 2016 turun
kembali menjadi 11.641. Total bebannya pada
tahun 2011 sebesar 88.584, tahun 2012
mengalami penurunan sebesar 108.390, tahun

2013 naik sebesar 140.655, tahun 2014 turun
menjadi 63.089, tahun 2015 total bebannya
turun menjadi 53.705dan pada tahun 2016
total bebanya mengalami penurunan menjadi
37.367yang
mengakibatkan
perusahaan
mengalami kerugian selama lima tahun
terakhir. Tahun 2011 perusahaan memperoleh
keuntungan sebesar 2.468, tahun 2012
mengalami kerugian sebesar 11.150, tahun
2013 perusahaan mengalami kerugian sebesar
10.818, tahun 2014 perusahaan kembali

merugi sebesar 24.621, tahun 2015 kerugian
perusahaan meningkat menjadi 25.363, dan
pada tahun 2016 kerugian perusahaan kembali
meningkat menjadi 25.736.
Berdasarkan uraian tersebut diatas
peneliti tertarik untuk menggunakan

ZScore model Altman ini sebagai alat untuk
mengukur tingkat kebangkrutan bagi PT Atlas
Resources Tbk. Data yang digunakan sebagai
bahan analisis yakni laporan keuangan tahun
2011, 2012, 2013, 2014, 2015 dan 2016.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
tertarik untuk menyusun penelitian dengan
judul “Analisis Tingkat Kebangkrutan
pada PT Atlas Resources Tbk yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2011-2016”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka peneliti merumuskan masalah,
yaitu
“Bagaimana
analisis
tingkat
kebangkrutan PT Atlas Resources Tbk tahun
90

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

2011-2016jika diukur dengan menggunakan
Z-Score model Altman?”

laporan keuangan akan menjadi lebih luas dan
lebih dalam. Hubungan pos satu dengan pos
yang lain dapat menjadi indikator tentang
posisi dan prestasi laporan keuangan
perusahaan
serta
menunjukkan
bukti
kebenaran penyusunan laporan keuangan. ”

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
dari
penelitian
yang
dilaksanakan adalah untuk menganalisis
tingkat kebangkrutan PT Atlas Resources Tbk
dalam periode tahun 2011, 2012, 2013, 2014,
2015, dan 2016 dengan menggunakan ZScore model Altman.

2.5 Pengertian Kebangkrutan
Pengertian
kebangkrutan
menurut
Menurut Pasal 1 butir 1 pada Undang-Undang
No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan atas Pembayaran Hutang sebagai
berikut “Kebangkrutan adalah sita umum atas
semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan hakim
pengawas”.

2. LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan menurut Hanafi
dan Halim (2016:63) “Laporan keuangan
adalah laporan yang diharapkan bisa memberi
informasi
mengenai
perusahaan,
dan
digabungkan dengan informasi yang lain,
seperti industri, kondisi ekonomi, bisa
memberikan gambaran yang lebih baik
mengenai prospek dan risiko perusahaan.”
2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Bahri (2016:134) “Laporan
keuangan bertujuan untuk memberikan
informasi posisi keuangan perusahaan,
kinerja, dan arus kas perusahaan yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan keuangan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan
pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber-sumber
daya yang dipercayakan kepada pihak
manajemen.”

2.6 Faktor Penyebagian Kebangkrutan
Menurut Rudianto (2013:252), secara
umum, penyebagian kegagalan sebuah
perusahaan adalah manajemen yang kurang
kompeten. Tetapi penyebagian umum
kegagalan tersebut dipengaruhi oleh berbagai
faktor lain yang saling terkait satu dengan
yang lainnya. Pada prinsipnya, penyebagian
kegagalan
suatu
perusahaan
dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Faktor internal
Kurang
kompetennya
manajemen
perusahaan akan berpengaruh terhadap
kebijakan dan keputusan yang diambil.
Kesalahan dalam mengambil keputusan
akibat kurang kompetennya manajemen
yang
dapat
menjadi
penyebagian
kegagalan perusahaan, meliputi faktor
keuangan maupun nonkeuangan.
Menurut Rudianto (2013:252), kesalahan
pengelolaan di bidang keuangan yang
dapat
menyebagiankan
kegagalan
perusahaan, meliputi :
a. Adanya utang terlalu besar sehingga
memberikan beban tetap yang berat
bagi perusahaan.
b. Adanya “current liabilities” yang
terlalu besar di atas “current assets”.
c. Lambatnya penagihan piutang atau
banyaknya “bad debts” (piutang tak
tertagih).
d. Kesalahan dalam “dividend policy”.
e. Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.

2.3 Pengertian Analisa Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2011:35)“Analisa
laporan keuangan adalah menguraikan pospos laporan keuangan menjadi unit informasi
yang lebih kecil dan melihat hubungannya
yang bersifat signifikan atau yang mempunyai
makna antara satu dengan yang lain, baik
antara data kuantitatif maupun data non
kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui
kondisi keuangan lebih dalam yang sangat
penting dalam proses menghasilkan keputusan
yang tepat.”
2.4 Tujuan Analisa Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2011:31), kegunaan
analisa laporan keuangan adalah “Analisis
laporan keuangan juga dapat digunakan untuk
menilai kewajaran laporan keuangan yang
disajikan. Dengan melakukan analisis laporan
keuangan, maka informasi yang dibaca dari

Menurut Rudianto (2013:252), kesalahan
pengelolaaan di bidang nonkeuangan yang
91

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
b. Adanya persaingan yang ketat
c. Berkurangnya permintaan terhadap
produk yang dihasilkannya
d. Turunnya harga-harga dan sebagainya

dapat
menyebagiankan
kegagalan
perusahaan, meliputi :
a. Kesalahan dalam pemilihan tempat
kedudukan perusahaan
b. Kesalahan dalam penentuan produk
yang dihasilkan
c. Kesalahan dalam penentuan besarnya
perusahaan
d. Kurang baiknya struktur organisasi
perusahaan
e. Kesalahan dalam pemilihan pimpinan
perusahaan
f. Kesalahan dalam kebijakan pembelian
g. Kesalahan dalam kebijakan produksi
h. Kesalahan dalam kebijakan pemasaran
i. Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan

2.7 Analisis Z- Score Model Altman
Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk mengkaji manfaat yang bisa dipetik dari
analisis rasio keuangan Edward I Altman di
New York University, adalah salah satu
peneliti awal yang mengkaji pemanfaatan
analisis rasio keuangan sebagai alat untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan. Hasil
penelitian
yang
dilakukan
Altman
menghasilkan rumus yang disebut Z Score.
Rumus ini adalah model rasio yang
menggunakan multiple discriminate analysis
(MDA) diperlukan lebih dari satu rasio
keuangan
yang
berkaitan
dengan
kebangkrutan perusahaan untuk membentuk
suatu model yang komprehensif. Penggunaan
analisis
diskriminan digunakan untuk
memprediksi
kebangkrutan
perusahaan
berdasarkan rasio-rasio keuangan yang
dipakai sebagai variabelnya.
Menurut Hanafi (2016:272) secara
matematis persamaan Z-Score model Altman
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

2. Faktor eksternal
Menurut Rudianto (2013:252), berbagai
faktor
eksternal
dapat
menjadi
penyebagian kegagalan sebuah perusahaan.
Penyebagian eksternal adalah berbagai hal
yang timbul atau berasal dari luar
perusahaan dan yang berada di luar
kekuasaan
atau
kendali
pimpinan
perusahaan atau badan usaha, yaitu :
a. Adanya perekonomian secara makro,
baik domestik maupun internasional

Zi = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana:
X1 = (Aset lancar-Utang lancar)/Total Aset
X2 = Laba yang Ditahan/Total Aset
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total Aset)
X4 = Nilai pasar saham bisasa dan preferen/Nilai buku total utang)
X5 =Penjualan/Total Aset)
tersebut bisa dipakai dengan baik untuk
perusahaan yang go public maupun yang tidak
go public.
Berikut adalah persamaan model
alternatif yang dikembangkan oleh Altman :

Menurut Hanafi (2016:273), Altman
kemudian mengembangkan model alternatif
dengan menggantikan variabel X4 (Nilai
pasar saham preferen dan biasa /nilai buku
total utang). Dengan cara demikian model

Zi = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4 + 0,998 X5
Dimana:
X1 = (Aset lancar-Utang lancar)/Total Aset
X2 = Laba yang Ditahan/Total Aset
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total Aset)
X4 = Nilai pasar saham bisasa dan preferen/Nilai buku total utang)
X5 = Penjualan/Total Aset)
92

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

Rasio-rasio yang digunakan dalam ZScore dijelaskan lebih lanjut oleh (Sophia
dalam Bahri, 2015:8-9) :
1. Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva
Rasio ini digunakan untuk mengukur
likuiditas perusahaan. Aktiva likuid bersih
atau modal kerja bersih adalah selisih
antara total aktiva lancar dikurangi total
kewajiban lancar. Apabila perusahaan
mengalami kesulitan keuangan, modal
kerja akan turun lebih cepat daripada total

aktiva menyebagiankan rasio ini turun.
Modal kerja bersih yang negatif,
kemungkinan besar akan menghadapi
masalah dalam menutupi kewajiban jangka
pendeknya karena tidak tersedianya aktiva
lancar yang cukup untuk menutupi
kewajiban
tersebut.
Sebaliknya,
perusahaan dengan modal kerja yang
benilai positif jarang sekali menghadapi
kesulitan dalam memenuhi kewajibannya.

Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva

=

memungkinkan
untuk
memperlancar
akumulasi laba ditahan. Semakin besar
rasio ini menunjukkan semakin besarnya
peranan laba ditahan dalam membentuk
dana perusahaan. Sebaliknya semakin kecil
rasio ini, menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan yang tidak sehat.

2. Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva
Rasio laba ditahan terhadap total aktiva
merupakan rasio profitabilitas dalam
menghasilkan laba selama masa operasi
perusahaan. Umur perusahaan berpengaruh
terhadap rasio tersebut karena semakin
lama
perusahaan
beroperasi,

Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva =

dengan total aktiva pada neraca akhir
tahun. Rasio ini juga dapat digunakan
sebagai
ukuran
seberapa
besar
produktivitas penggunaan dana yang
dipinjam.

3. Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak
terhadap Total Aktiva
Rasio ini mengukur kemampuan laba,
yaitu tingkat pengembalian aktiva yang
dihitung dengan membagi laba sebelum
bunga dan pajak tahunan perusahaan

Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aktiva =

jumlah lembar saham biasa yang beredar
dengan harga pasar per lembar saham
biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan
menjumlahkan kewajiban lancar dengan
kewajiban jangka panjang. Semakin kecil
rasio ini, menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan yang tidak sehat.

4. Rasio Nilai Pasar Modal terhadap Total
Hutang
Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban jangka panjang dari modal
sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal
sendiri diperoleh dengan mengalikan

Rasio Nilai Pasar Modal terhadap Total Hutang

93

=

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

5. Rasio Penjualan terhadap total Aktiva
Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang
digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam meningkatkan volume
penjualan. Rasio ini mencerminkan
efisiensi manajemen dalam menggunakan
keseluruhan aktiva perusahaan untuk

menghasilkan penjualan dan mendapatkan
laba. Semakin rendah rasio ini,
menunjukkan semakin rendah tingkat
pendapatan
perusahaan,
sehingga
menunjukkan
kondisi
keuangan
perusahaan yang tidak sehat.

Rasio Penjualan terhadap total Aktiva

=

Menurut Rudianto (2013 : 257), setelah melakukan penelitian dengan objek berbagai
perusahaan manufaktur dan menghasilkan 2 rumus pendeteksi kebangkrutan. Altman
melakukan penelitian lagi mengenai potensi kebangkrutan perusahaan-perusahaan selain
perusahaan manufaktur, baik yang go public maupun yang tidak, dan cocok digunakan di
Negara berkembang seperti Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Z-Score ketiga untuk berbagai jenis
perusahaan, sebagai berikut :

Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
Di mana :
X1 : Modal Kerja / Total Aset
X2 : Laba Ditahan / Total Aset
X3 : EBIT / Total Aset
X4 : Nilai Buku Ekuitas / Nilai Buku Utang
Hasil
perhitungan
dengan
menggunakan rumus Z-Score tersebut akan
menghasilkan skor yang berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor
Z > 2,6
1,1 < Z < 2,6
Z < 1,1

= Zona Aman
= Zona Abu-abu
= Zona Berbahaya

Menurut Rudianto (2013:258), tiga
penelitian yang dilakukan Altman dengan 3
objek penelitian yang berbeda menghasilkan
tiga rumus pendeteksi kebangkrutan yang
berbeda. Ketiga rumus tersebut juga
menggunakan standar penilaian yang berbeda.

Perusahaan
manufaktur
Go-Public
Z > 2,99

1,81 > Z > 2,99

tersebut harus dibandingkan dengan standar
penilaian
berikut ini untuk menilai
keberlangsungan hidup perusahaan :

Tolak ukur dari ketiga rumus Z-Score yang
digunakan untuk menilai keberlangsungan
hidup berbagai kategori perusahaan, dapat
diringkas sebagai berikut :

Tabel 2
Tolak Ukur Rumus Z-Score model Altman
Perusahaan
Berbagai Jenis
Interpretasi
manufaktur
Perusahaan
Non Go-Public
Z > 2,90
Z > 2,60
Zona Aman >>> Perusahaan dalam
kondisi
sehat
sehingga
kemungkinan kebangkrutan sangat
kecil terjadi.
1,23 > Z > 2,90
1,1 > Z > 2,60
Zona Abu-abu >>> Perusahaan
dalam kondisi rawan (grey area).
94

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ISSN 2407 - 1072

Z < 1,81

Z < 1,23

Z < 1,1

Pada kondisi ini, perusahaan
mengalami masalah keuangan yang
harus ditangani dengan cara yang
tepat.
Zona Berbahaya >>> Perusahaan
dalam kondisi bangkrut (kesulitan
keuangan dan risiko yang tinggi)

Sumber: Rudianto (2013:257)

2011, 2012, 2013, 2014, 2015 dan 2016 serta
Laporan Tahunan (Annual Report).

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti adalah teknik
dokumentasi, yaitu penggunaan data yang
berasal dari data-data yang sudah ada.Metode
dokumentasi
dilakukan
dengan
mengumpulkan seluruh data sekunder berupa
laporan keuangan perusahaan yang tedaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan jurnal-jurnal
yang berhubungan dengan objek penelitian.
3.2 Sumber Data
Peneliti memperoleh data melalui
website www.idx.co.id. Sumber data yang
digunakan peneliti adalah Data Sekunder
yaitu data dari Bursa Efek Indonesia yang
terdiri dari Sejarah berdirinya perusahaan,
Struktur organisasi perusahaan, Laporan
keuangan perusahaan yang berupa laporan
posisi keuangan dan laporan laba rugi tahun

Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
2016

4. PEMBAHASAN
4.1 Analisis Tingkat Kebangkrutan
4.1.1 Working Capital to Total Asset (X1)
Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan modal kerja
bersih dari keseluruhan total aktiva yang
dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan
membagi modal kerja bersih dengan total
aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan
cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban
lancar. Modal kerja bersih yang bernilai
positif jarang sekali menghadapi kesulitan
dalam melunasi kewajibannya. Modal kerja
bersih yang negatif kemungkinan besar akan
menghadapi masalah dalam menutupi
kewajiban jangka pendeknya karena tidak
tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk
menutupi kewajiban tersebut.

Tabel 3
PT Atlas Resources Tbk
Working Capital to Total Asset Tahun 2011-2016
Modal Kerja (Rp)
Total Aset (Rp)
Nilai X1
(1)
(2)
(1)/(2)
26.834
256.651
0,10
(91.671)
299.105
-0,31
(125.197)
316.177
-0,40
(99.107)
339.149
-0,29
(155.149)
351.484
-0,44
(169.254)
330.115
-0,51

Sumber : Data yang diolah

Berdasarkan tabel 3 nilai rasio modal
kerja terhadap total aset selama enam tahun
terakhir cenderung mengalami penurunan,
tahun 2014 nilai rasio modal kerja terhadap
total aset mengalami kenaikan namun kembali
mengalami penurunan pada tahun 2015. Nilai
rasio modal kerja terhadap total aset tertinggi
selama enam tahun terakhir yakni pada tahun

2011 sebesar 0,10 atau 10%. Nilai rasio modal
kerja terhadap total aset terendahselama enam
tahun terakhir yakni pada tahun 2016 sebesar
-0,51 atau -51%.
Nilai rasio modal kerja terhadap total
aset tertinggi pada tahun 2011 sebesar 0,10
atau 10%, hal ini berarti setiap Rp 1.000 aset
tetap yang dimiliki perusahaan hanya
95

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

menghasilkan modal kerja sebesar Rp 100.
Peningkatan aset pada tahun 2011 sebesar
326,1% atau Rp 2.301.384 juta. Peningkatan
aset tersebut disebagiankan oleh peningkatan
kas dan setara kas, piutang usaha – pihak
ketiga, uang muka dan pembayaran di muka,
biaya eksplorasi dan pengembangan yang
ditangguhkan, aset tetap – bersih, dan aset tak
berwujud.
Tahun 2012 nilai rasio modal kerja
terhadap total aset mengalami penurunan
sebesar 0,41 menjadi -0,31 atau -31% hal ini
berarti setiap Rp 1.000 aset tetap yang
dimiliki perusahaan mengurangi modal kerja
sebesar Rp 310 sehingga
perusahaan
mengalami kesulitan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, dikarenakan
modal kerja pada tahun tersebut bernilai
negatif. Peningkatan total aset sebesar 16,54%
di antaranya disebagiankan oleh peningkatan
properti pertambangan sebesar 40,40% karena
biaya pengembangan atas wilayah IUP
terutama di Hub Muba, peningkatan aset tetap
sebesar 65,26% terutama pada aset dalam
penyelesaian berupa jalan dan fasilitas
pelabuhan, persediaan batubara siap untuk
dijual meningkat sebesar 73,3%, dan aset
eksplorasi dan evaluasi yang mengalami
peningkatan sangat signifikan sebesar
586,72%. Peningkatan total aset tersebut tidak
sebanding dengan peningkatan modal
kerjapada tahun 2012 sehingga nilai rasio
modal kerja terhadap total aset menghasilkan
nilai yang negatif.
Tahun 2013 nilai rasio modal kerja
terhadap total aset kembali mengalami
penurunan, yakni sebesar 0,09 menjadi -0,40
atau -40% hal ini berarti setiap Rp 1.000 aset
tetap yang dimiliki perusahaan mengurangi
modal kerja sebesar Rp 400sehingga
perusahaan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
dikarenakan modal kerja pada tahun 2013
bernilai negatif. Peningkatan total aset sebesar
5,71% pada tahun 2013 terjadi di antaranya
karena
adanya
peningkatan
properti
pertambangan sebesar 32,63%, aset tetap –
bersih meningkat sebesar 6,07%, piutang
nonusaha – pihak ketiga meningkat sebesar
540,11%, dan aset pajak tangguhan – bersih
meningkat sebesar 154,83%. Total aset yang
mengalami peningkatan cukup tinggi pada
tahun 2013 namun tidak diiringi dengan
peningkatan modal kerja yang justru
mengalami penurunan mengakibatkan nilai

rasio modal kerja terhadap total aset
menghasilkan nilai rasio yang negatif.
Tahun 2014 nilai rasio modal kerja
terhadap total aset mengalami kenaikan
sebesar 0,11 menjadi -0,29 atau -29% hal ini
berarti setiap Rp 1.000 aset tetap yang
dimiliki perusahaan mengurangi modal kerja
sebesar Rp 290 sehingga perusahaan
mengalami kesulitan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, dikarenakan
modal kerja pada tahun tersebut bernilai
negatif. Peningkatan total aset sebesar 7,61%
pada tahun 2014 terjadi karena meningkatnya
aset lancar sebesar 17,27% dan meningkatnya
aset tidak lancar sebesar 6,15%. Kenaikan
total aset yang terjadi pada tahun 2014 tidak
sebanding dengan kenaikan modal kerjanya
sehingga nilai rasio modal kerja terhadap total
aset menghasilkan nilai rasio yang negatif.
Tahun 2015 nilai rasio modal kerja
terhadap total aset mengalami penurunan
sebesar 0,15 menjadi -0,44 atau -44% hal ini
berarti setiap Rp 1.000 aset tetap yang
dimiliki perusahaan mengurangi modal kerja
sebesar Rp 440 sehingga perusahaan
mengalami kesulitan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, dikarenakan
modal kerja pada tahun tersebut bernilai
negatif. Total aset pada tahun 2015
mengalami peningkatan sebesar 3,64% yang
disebagiankan oleh meningkatnya aset lancar
sebesar 17,33%, meningkatnya aset tidak
lancar sebesar 7,14%. Peningkatan total aset
yang tidak diiringi dengan peningkatan modal
kerja pada tahun 2015 yang justru mengalami
penurunan mengakibatkan nilai rasio modal
kerja terhadap total aset bernilai negatif.
Tahun 2016 nilai rasio modal kerja
terhadap total aset mengalami penurunan,
yaitu sebesar 0,07 menjadi -0,51 atau -51%
hal ini berarti setiap
Rp 1.000 aset tetap
yang dimiliki perusahaan mengurangi modal
kerja sebesar Rp 510 sehingga perusahaan
mengalami kesulitan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, dikarenakan
modal kerja pada tahun tersebut bernilai
negatif. Total aset pada tahun 2016
mengalami penurunan sebesar 6,08% yang
disebagiankan oleh menurunnya aset lancar
sebesar 9,08%, menurunnya aset tidak lancar
sebesar 5,69%. Penurunan total aset tidak
sebanding dengan peningkatan liabilitas
jangka pendek yang meningkat sebesar 7,84%
sehingga mengakibatkan modal kerja pada
tahun 2016 yang justru mengalami penurunan
96

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

dan menyebagiankan nilai rasio modal kerja
terhadap total aset bernilai negatif. Penurunan
modal kerja yang terjadi selama enam tahun
terakhir menyebagiankanmodal kerja bernilai
negatif yang mengakibatkan perusahaan
mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek menggunakan aset
lancar yang dimiliki oleh perusahaan.

para pemegang saham. Laba ditahan
menunjukkan berapa banyak pendapatan
perusahaan yang tidak dibayarkan dalam
bentuk dividen kepada para pemegang saham.
Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap
aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang
saham. Laba ditahan terjadi karena para
pemegang
saham
biasa
mengizinkan
perusahaan untuk menginvestasikan kembali
laba yang tidak didistribusikan sebagai
dividen.Laba ditahan yang dilaporkan dalam
neraca bukan merupakan kas dan tidak
tersedia untuk pembayaran dividen atau yang
lain.

4.1.2 Retained Earning to Total Asset (X2)
Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan
dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan
merupakan laba yang tidak dibagikan kepada

Tabel 4
PT Atlas Resources Tbk
Retained Earning to Total Asset Tahun 2011-2016
Tahun
Laba Ditahan (Rp)
Total Aset (Rp)
Nilai X2
(1)
(2)
(1)/(2)
2011
4.411
256.651
0,02
2012
(6.243)
299.105
-0,02
2013
(16.923)
316.177
-0,05
2014
(39.162)
339.149
-0,12
2015
(63.602)
351.484
-0,18
2016
(88.165)
330.115
-0,27
Sumber :Data yang diolah
perusahaan tidak mampu menghasilkan laba
ditahan. Peningkatan total aset sebesar
16,54% di antaranya disebagiankan oleh
peningkatan properti pertambangan sebesar
40,40% karena biaya pengembangan atas
wilayah IUP terutama di Hub Muba,
peningkatan aset tetap sebesar 65,26%
terutama pada aset dalam penyelesaian berupa
jalan dan fasilitas pelabuhan, persediaan
batubara siap untuk dijual meningkat sebesar
73,3%, dan aset eksplorasi dan evaluasi yang
mengalami peningkatan sangat signifikan
sebesar 586,72%. Peningkatan total aset
sebesar 16,54% tersebut tidak sebanding
dengan laba ditahan pada tahun 2012 yang
mengalami penurunan sebesar 241,53% dari
tahun sebelumnya sehingga nilai rasio laba
ditahan teradap total aset menghasilkan nilai
yang negatif.
Tahun 2013 nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset mengalami penurunan
sebesar 0,03 menjadi -0,05 atau -5% hal ini
disebagiankan karena laba ditahan pada tahun
2013 yang bernilai negatif atau dengan kata
lain dengan total aset sebesar Rp 316.177
perusahaan tidak mampu menghasilkan laba

Berdasarkan tabel 4
dapat dilihat
bahwa nilai rasio laba ditahan terhadap total
aset
selama enam tahun terakhir terus
mengalami penurunan setiap tahunnya. Nilai
rasio tertinggi sepanjang enam tahun terakhir
yakni pada tahun 2011 sebesar 0,02 atau 2%.
Nilai rasio terendah selama enam tahun
terakhir yakni pada tahun 2016 sebesar -0,27
atau -27%.
Nilai rasio pada tahun 2011 sebesar
0,02 atau 2%, hal ini berarti setiap Rp 1.000
total aset hanya menghasilkan Rp 20 laba
ditahan.Peningkatan aset pada tahun 2011
sebesar 326,1% atau Rp 2.301.384 juta.
Peningkatan aset tersebut disebagiankan oleh
peningkatan kas dan setara kas, piutang usaha
– pihak ketiga, uang muka dan pembayaran di
muka, biaya eksplorasidan pengembangan
yang ditangguhkan, aset tetap – bersih, dan
aset tak berwujud.
Tahun 2012 nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset mengalami penurunan
sebesar 0,04 menjadi -0,02 atau -2% hal ini
disebagiankan karena laba ditahan pada tahun
2012 yang bernilai negatif atau dengan kata
lain dengan total aset sebesar Rp 299.105
97

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
negatif atau dengan kata lain dengan total aset
sebesar Rp 351.484 perusahaan tidak mampu
menghasilkan laba ditahan. Total aset pada
tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar
3,64% yang disebagiankan oleh menurunnya
aset lancar sebesar 17,33% karena penurunan
piutang usaha pihak ketiga dan uang muka
yang akan jatuh tempo dalam waktu satu
tahun dan meningkatnya aset tidak lancar
sebesar 7,14% karena adanya peningkatan
aset tetap yakni pembangunan hauling road
dan pelabuhan serta peningkatan properti
pertambangan. Peningkatan total aset yang
tidak diiringi dengan peningkatan laba ditahan
pada tahun 2015 yang justru mengalami
penurunan
sebesar
62,40%
yang
mengakibatkan nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset bernilai negatif.
Tahun 2016 nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset mengalami penurunan,
yaitu sebesar -0,27 atau -27% hal ini berarti
perusahaan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
dikarenakan modal kerja pada tahun tersebut
bernilai negatif. Total aset pada tahun 2016
mengalami penurunan sebesar 6,08% yang
disebagiankan oleh menurunnya aset lancar
sebesar 9,08%, menurunnya aset tidak lancar
sebesar 5,69%. Penurunan total aset yang
diikuti dengan penurunanlaba ditahan sebesar
7,84% sehingga mengakibatkan modal kerja
pada tahun 2016 yang justru mengalami
penurunan dan menyebagiankan nilai rasio
modal kerja terhadap total aset bernilai
negatif. Penurunan nilai rasio yang terjadi
selama enam tahun terakhir menghasilkan
nilai rasio yang bernilai negatif, hal ini
menunjukkan selama lima tahun terakhir
perusahaan mengalami kesulitan untuk
menghasilkan nilai laba ditahan yang tinggi
dan mengalami kerugian terus-menerus.

ditahan. Peningkatan total aset tersebut tidak
sebanding dengan peningkatan modal kerja
pada tahun 2012 sehingga nilai rasio modal
kerja terhadap total aset menghasilkan nilai
yang negatif. Tahun 2013 nilai rasio modal
kerja terhadap total aset kembali mengalami
penurunan, yakni sebesar 0,09 sehingga
menjadi -0,40 atau -40% hal ini berarti berarti
perusahaan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
dikarenakan laba ditahan pada tahun 2013
bernilai negatif. Peningkatan total aset sebesar
5,71% pada tahun 2013 terjadi di antaranya
karena
adanya
peningkatan
properti
pertambangan sebesar 32,63%, aset tetapbersih meningkat sebesar 6,07%, piutang nonusaha – pihak ketiga meningkat sebesar
540,11%, dan aset pajak tangguhan – bersih
meningkat sebesar 154,83%. Total aset yang
mengalami peningkatan sebesar 5,71% pada
tahun 2013 namun tidak diiringi dengan
peningkatan laba ditahan yang justru
mengalami penurunan sebesar 371,07%
dibandingkan
tahun
sebelumnya
mengakibatkan nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset menghasilkan nilai rasio
yang negatif.
Tahun 2014 nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset juga mengalami penurunan
sebesar 0,07 sehingga menjadi -0,12 atau 12% hal ini disebagiankan karena laba ditahan
pada tahun 2014 yang bernilai negatif atau
dengan kata lain dengan total aset sebesar Rp
339.149
perusahaan
tidak
mampu
menghasilkan laba ditahan. Peningkatan total
aset sebesar 7,61% pada tahun 2014 terjadi
karena meningkatnya aset lancar sebesar
17,27% karena adanya peningkatan kas dan
setara kas, peningkatan piutang usaha pihak
ketiga dan peningkatan uaang muka yang
akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun, dan
meningkatnya aset tidak lancar sebesar 6,15%
karena
adanya
peningkatan
properti
pertambangan dan peningkatan aset pajak
tangguhan – bersih. Kenaikan total aset yang
terjadi pada tahun 2014 tidak sebanding
dengan laba ditahan yang mengalami
penurunan sebesar 131,41% sehingga nilai
rasio modal kerja terhadap total aset
menghasilkan nilai rasio yang negatif.
Tahun 2015 nilai rasio laba ditahan
terhadap total aset kembali mengalami
penurunan sebesar 0,06 sehingga menjadi 0,18 atau-18% hal ini disebagiankan karena
laba ditahan pada tahun 2015 yang bernilai

4.1.3

Earning Before Interest and Taxes
(EBIT) to Total Asset (X3)

Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari
aktivitas perusahaan, sebelum pembayaran
pajak dan bunga.Rasio ini mengukur
kemampuan laba, yaitu tingkat pengembalian
aktiva yang dihitung dengan membagi laba
sebelum bunga dan pajak tahunan perusahaan
dengan total aktiva pada neraca akhir tahun.
Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran
seberapa besar produktivitas penggunaan dana
yang
dipinjam.
98

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
Tabel 5
PT Atlas Resources Tbk

Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Asset Tahun 2011-2016

Tahun

EBIT (Rp)
(1)
2011
27.135
2012
16.566
2013
( 2.409)
2014
( 9.069)
2015
( 7.741)
2016
(9.313)
Sumber: Data yang diolah

Total Aset (Rp)
(2)
256.651
299.105
316.177
339.149
351.484
330.115

Nilai X3
(1)/(2)
0,11
0,06
-0,01
-0,03
-0,02
-0,03

penurunan nilai tersebut terjadi karena laba
sebelum pajak yang diperoleh perusahaan
pada tahun 2013 mengalami penurunan
sebesar Rp 18.975 sedangkan kenaikan total
aset sebesar Rp 17.072. Hal ini disebagiankan
karena beban pokok pendapatan mengalami
peningkatan yang disebagiankan oleh
peningkatan volume produksi sebesar 30,12%
sehingga biaya pertambangan, biaya proses,
dan biaya penyesuian persediaan batubara
mengalami peningkatan.
Tahun 2014 nilai rasio laba sebelum
pajak terhadap total aset kembali mengalami
penurunan, yakni sebesar 0,02 menjadi -0,03
atau -3% hal ini berarti perusahaan tidak
mampu menghasilkan laba sebelum pajak
dengan total aset yang dimilikinya, penurunan
nilai tersebut terjadi karena laba sebelum
pajak yang diperoleh perusahaan pada tahun
2014 mengalami penurunan sebesar Rp 6.660
dan kenaikan total asetnya sebesar Rp 22.972.
Penurunan volume penjualan yang terjadi
pada tahun 2014 juga mempengaruhi turunnya
nilai rasio tersebut sehingga beban pokok
pendapatan dan volume produksi turun
sebesar 69%.
Tahun 2015 nilai rasio laba sebelum
pajak terhadap total aset naik sebesar 0,01
menjadi -0,02atau 2% hal ini berarti
perusahaan tidak mampu menghasilkan laba
sebelum pajak dengan total aset yang
dimilikinya, kenaikan nilai tersebut terjadi
karena laba sebelum pajak yang diperoleh
perusahaan pada tahun 2012 mengalami
kenaikan sebesar Rp 1.328 dan kenaikan total
asetnya sebesar
Rp 12.355. Total aset
pada tahun 2015 mengalami peningkatan
sebesar 3,64% yang disebagiankan oleh
menurunnya aset lancar sebesar 17,33%
karena penurunan piutang usaha pihak ketiga

Berdasarkan tabel 5 nilai rasio laba
sebelum pajak terhadap total aset selama
enam tahun terakhir cenderung mengalami
penurunan.Nilai rasio laba sebelum pajak
terhadap total aset tertinggi yakni pada tahun
2011 sebesar 0,11 atau 11%. Nilai rasio laba
sebelum pajak terhadap total aset terendah
yakni pada tahun 2014 dan 2016 sebesar -0,03
atau -3%.
Nilai rasio laba sebelum pajak
terhadap total aset pada tahun 2011 sebesar
0,11 atau 11%, hal ini berarti setiap Rp 1.000
total aset yang dimiliki perusahaan hanya
mampu menghasilkan Rp 110 laba sebelum
bunga dan pajak. Hal ini disebagiankan oleh
kenaikan biaya pertambangan, amortisasi dan
penyusutan yang terjadi selama tahun 2011.
Tahun 2012 nilai rasio laba sebelum
pajak terhadap total aset turun sebesar 0,05
menjadi 0,06 atau 6% hal ini berarti setiap Rp
1.000 total aset yang dimiliki perusahaan
hanya mampu menghasilkan Rp 60 laba
sebelum bunga dan pajak, penurunan nilai
tersebut terjadi karena laba sebelum pajak
yang diperoleh perusahaan pada tahun 2012
mengalami penurunan karena peningkatan
beban pokok pendapatan yang disebagiankan
oleh meningkatnya harga bahan bakar solar
sebesar 14,23% dan adanya perubahan titik
penjualan dari FOB Barge menjadi FOB
Vessel
sehingga
perusahaan
harus
membukukan biaya pengangkutan batubara
dalam tongkang dari pelabuhan muat ke
tanker pengangkut curah kering.
Tahun 2013 nilai rasio laba sebelum
pajak terhadap total aset mengalami
penurunan sebesar 0,07 menjadi -0,01 atau 1% hal ini berarti pada tahun 2013 perusahaan
tidak mampu menghasilkan laba sebelum
pajak dengan total aset yang dimilikinya,
99

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ISSN 2407 - 1072

dan uang muka yang akan jatuh tempo dalam
waktu satu tahun dan meningkatnya aset tidak
lancar sebesar 7,14% karena adanya
peningkatan aset tetap yakni pembangunan
hauling road dan pelabuhan serta peningkatan
properti pertambangan.
Tahun 2016 nilai rasio laba sebelum
pajak terhadap total aset turun sebesar 0,01
menjadi -0,03 atau -3% hal ini berarti
perusahaan tidak mampu menghasilkan laba
sebelum pajak dengan total aset yang
dimilikinya, penurunan nilai tersebut terjadi
karena laba sebelum pajak yang diperoleh
perusahaan pada tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar Rp 1.572 dan diikuti
dengan penurunan total asetnya sebesar Rp
21,36 juta. Pendapatan yang menurun sebesar
58,93% pada tahun 2016 disebagiankan oleh
penurunan volume penjualan sebesar 58,31%
sehingga beban pokok pendapatan juga ikut
mengalami
penurunan
sebesar
41,93%.Penurunan nilai rasio laba sebelum
bunga dan pajak terhadap total aset selama
enam tahun terakhir terjadi karena laba
.

sebelum bunga dan pajak yang turun dan
bernilai negatif atau dengan kata lain
perusahaan mengalami kerugian dan kesulitan
untuk menghasilkan nilai laba sebelum bunga
dan pajak yang tinggi. Kenaikan nilai total
aset setiap tahunnya tidak seimbang dengan
nilai laba sebelum bunga dan pajak yang
semakin menurun dan bernilai negatif.
4.1.4

Book Value of Equity to Book Value
of Total Liabilities (X4)

Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban jangka panjang dari nilai buku
modal. Nilai buku modal merupakan total dari
keseluruhan modal. Nilai buku hutang
diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban
lancar dengan kewajiban jangka panjang.
Rasio ini membagi diperoleh dengan cara
membagi nilai buku modal dengan nilai buku
hutang. Semakin kecil rasio ini, menunjukkan
kondisi keuangan perusahaan yang tidak
sehat. Semakin besar rasio ini, menunjukkan
kondisi keuangan perusahaan yang sehat.

Tabel 6
PT Atlas Resources Tbk
Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities Tahun 2011-2016

Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
2016

Jumlah Ekuitas (Rp)
(1)
67.498
67.498
67.498
67.498
67.498
67.498

Total Liabilitas (Rp)
(2)
100.842
154.799
1.833.191
231.793
269.491
273.848

Nilai X4
(1)/(2)
0,67
0,44
0,04
0,29
0,25
0,25

Sumber: Data yang diolah

Berdasarkan tabel 6 nilai buku ekuitas
terhadap nilai buku utang selama enam tahun
terakhir cenderung mengalami penurunan.
Nilai dari rasio nilai buku ekuitas terhadap
nilai buku utang tertinggi pada tahun 2011
sebesar 0,67 atau 67%. Nilai dari rasio nilai
buku ekuitas terhadap nilai buku utang
terendah pada tahun 2015 dan 2016 sebesar
0,25 atau 25%.
Nilai dari rasio nilai buku ekuitas
terhadap nilai buku utang pada tahun 2011
sebesar 0,67 atau 67%, hal ini berarti bahwa
setiap Rp 1.000 utang dapat dijamin oleh Rp
670 total ekuitas. Tingginya total liabilitas
dibandingkan
dengan
total
ekuitas
disebagiankan oleh pendapatan diterima

dimuka yang meningkat sebesar 135,1% pada
tahun 2011 karena adanya pengiriman
batubara yang tertunda menjelang akhir tahun
dan pinjaman jangka panjang yang meningkat
disebagiankan oleh penggunaan fasilitas
pinjaman dari Bank Permata.
Tahun 2012 nilai dari rasio nilai buku
ekuitas terhadap nilai buku utang turun
sebesar 0,23 menjadi 0,44 atau 44% hal ini
berarti bahwa setiap Rp 1.000 utang dapat
dijamin oleh Rp 440 total ekuitas dan
penurunan ini terjadi karena total utang
perusahaan yang meningkat pada tahun 2012.
Peningkatan total utang disebagiankan oleh
peningkatan pinjaman jangka pendek dan
jangka panjang, beban yang masih harus

100

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

dibayar, dan pendapatan diterima di muka.
Peningkatan pinjaman perusahaan terjadi
dikarenakan perusahaan pada tahun 2012
memerlukan dana untuk mendanai kegiatan
pertambangan di Hub Muba.
Tahun 2013 nilai dari rasio nilai buku
ekuitas terhadap nilai buku utang mengalami
penurunan drastis sebesar 0,40 menjadi 0,04
atau 4% hal ini berarti bahwa setiap Rp 1.000
utang dapat dijamin oleh Rp 40 total ekuitas
dan penurunan drastis nilai rasio tersebut
terjadi karena total utang pada tahun 2013
yang melonjak naik sebesar Rp 1.678.392
yang disebagiankan karena pada tahun 2013
perusahaanantara lain mengalami peningkatan
utang usaha-pihak ketiga karena adanya
peningkatan aktivitas pertambangan untuk
meningkatkan volume produksi sepanjang
tahun 2013, peningkatan beban yang harus
dibayar karena peningkatan iuran eksploitasi
dan biaya kontraktor pertambangan yang
masih harus dibayar, dan peningkatan
pinjaman jangka panjang karena adanya
fasilitas kredit pinjaman dari Bank Sinarmas
unruk mendanai kegiatan pertambangan di
Hub Muba.
Tahun 2014 nilai dari rasio nilai buku
ekuitas terhadap nilai buku utang mengalami
kenaikan sebesar 0,25 menjadi 0,29 atau 29%
hal ini berarti bahwa setiap Rp 1.000 utang
dapat dijamin oleh Rp 290 total ekuitas dan
kenaikan nilai rasio disebagiankan oleh total
utang yang mengalami penurunan sebesar
Rp 1.601.398 karena pada tahun 2014
perusahaan antara lain mengalami penurunan
liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka
panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu
satu tahun.
Tahun 2015 nilai dari rasio nilai buku
ekuitas terhadap nilai buku utang turun

Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
2016

sebesar 0,04 menjadi 0,25 atau 25% hal ini
berarti bahwa setiap Rp 1.000 utang dapat
dijamin oleh Rp 250 total ekuitas, penurunan
nilai rasio ini terjadi karena kenaikan total
liabilitas sebesar Rp 37.698. Kenaikan total
liabilitas tahun 2015 disebagiankan adanya
peningkatan liabilitas jangka pendek sebesar
32,49% karena utang lain-lain pihak ketiga
dan pinjaman jangka panjang yang akan jatuh
tempo dalam waktu satu tahun mengalami
kenaikan dan penurunan liabilitas jangka
panjang sebesar 12,17% karena penurunan
pinjaman
jangka
panjang
setelah
dikurangipinjaman jangka panjang yang akan
jatuh tempo dalam waktu satu tahun dan
penurunan imbalan kerja jangka panjang.
Tahun 2016 nilai dari rasio nilai buku
ekuitas terhadap nilai buku
utang tetap
sebesar 0,04 menjadi 0,25 atau 25% hal ini
berarti bahwa setiap Rp 1.000 utang dapat
dijamin oleh Rp 250 total ekuitas. Nilai rasio
yang cenderung tetap tersebut antara lain
disebagiankan oleh kenaikan utang lain-lain
pihak ketiga dan liabilitas jangka panjang
yang akan jatuh tempo dalam waktu satu
tahun. Nilai dari rasio nilai buku ekuitas
terhadap nilai buku utang terendah selama
enam tahun terakhir adalah sebesar 0,04 yang
merupakan nilai dari rasio nilai buku ekuitas
terhadap nilai buku utang pada tahun 2013.
4.1.5 Nilai Z-Score Tahun 2011-2016
Perhitungan nilai Z-Score model
Altmanpada PT Atlas Resources Tbk periode
2011-2016 menggunakan formula yang sama,
yaitu Z = 6,56X1+ 3,26X2 + 6,72 X3 + 1,05
X4. Berikut ini merupakan perhitungan nilai
Z-Score model Altman untuk PT Atlas
Resources Tbk periode 2011-2016 :

Tabel 7
Perhitungan Nilai Z-Score PT Atlas Resources Tbk
Tahun 2011-2016
Perhitungan Nilai Z-Score Model Altman
Z = 6,56 (0,10) + 3,26 (0,02) + 6,72 (0,11) + 1,05 (0,67) = 2,16
Z = 6,56 (-0,31) + 3,26 (-0,02) + 6,72 (0,06) + 1,05 (0,44) = -1,25
Z = 6,56 (-0,40) + 3,26 (-0,05) + 6,72 (-0,001) + 1,05 (0,04) = -2,80
Z = 6,56 (-0,29) + 3,26 (-0,12) + 6,72 (-0,03) + 1,05 (0,29) = -2,17
Z = 6,56 (-0,44) + 3,26 (-0,18) + 6,72 (-0,02) + 1,05 (0,25) = -3,38
Z = 6,56 (-0,51) + 3,26 (-0,27) + 6,72 (-0,03) + 1,05 (0,25) = 0,85

Sumber : Data yang diolah

101

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ISSN 2407 - 1072

Perhitungan nilai Z-Score model Altman yang disajikan pada tabel 7 dapat
menunjukkan kondisi perusahaan selama enam tahun terakhir. Kondisi perusahaan dapat
digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu zona aman, zona abu-abu, dan zona berbahaya beserta
batasan-batasannya berdasarkan rumus Z-Score model Altman.
Tingkat kebangkrutan perusahaan dapat dilihat melalui tolak ukur nilai Z-Score model
Altman.Berikut ini disajikan tabel tolak ukur nilai Z-Score model Altman:
Tabel 8
Tolak Ukur Nilai Z-Score Model Altman
Nilai Z-Score
Kategori
Z > 2,60
Zona Aman
1,1 > Z > 2,60 Zona Abu-abu
Z < 1,1
Zona Berbahaya
Sumber : Rudianto, (2013:257)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Z-Score
model Altman pada tabel 4.6 di atas, maka

No

Tahun

1
2
3
4
5
6

2011
2012
2013
2014
2015
2016

berikut ini disajikan tingkat kebangkrutan PT
Atlas Resources Tbk tahun 2011-2016 :

Tabel 9
Tingkat Kebangkrutan PT Atlas Resources Tbk
Periode 2011-2016
Nilai
X1
X2
X3
X4
Z-Score
0,69
0,06
0,71
0,70
2,16
-2,01
-0,07
0,37
0,46
-1,25
-2,61
-0,17
-0,05
0,04
-2,80
-1,92
-0,38
-0,18
0,31
-2,17
-2,90
-0,59
-0,15
0,26
-3,38
-0,87
-0,19
1,66
0,026
0,85

Kategori Z-Score
Zona Abu-abu
Zona Berbahaya
Zona Berbahaya
Zona Berbahaya
Zona Berbahaya
Zona Berbahaya

Sumber : Data yang diolah

Berdasarkan tabel 9 tersebut, nilai ZScore model Altman selama enam tahun
terakhir cenderung berfluktuasi.Nilai Z-Score
model Altman pada tahun 2014 mengalami
kenaikan
namun
kembali
mengalami
penurunan pada tahun 2015 dan kembali
mengalami kenaikan pada tahun 2016.
Kenaikan nilai Z-Score model Altman yang
terjadi selama enam tahun terakhir tidak
berdampak signifikan karena nilai Z-Score
model Altman tersebut tetap menunjukkan
bahwa perusahaan berada pada zona
berbahaya. Nilai Z-Score model Altman
tertinggi selama enam tahun terakhir adalah
2,16 pada tahun 2011. Nilai Z-Score model
Altman terendah selama enam tahun terakhir
adalah-3,38 pada tahun 2015.
Nilai Z-Score model Altmanpada tahun
2011 sebesar 2,16, hal ini menunjukkan
bahwa nilai Z-Score model Altmanberada di
antara 1,1 dan 2,6 dan berarti bahwa pada
tahun 2011 perusahaan mulai masuk ke zona
abu-abu. Berdasarkan nilai Z-Score model

Altman tersebut perusahaan mulai memasuki
wilayah rawan.
Tahun 2012 nilai Z-Score model
Altman turun sebesar 3,41 menjadi -1,25, nilai
tersebut menunjukkan bahwa nilai Z-Score
model Altman pada tahun 2012 berada di
bawah 1,1 dan memasuki wilayah berbahaya.
Tahun 2013 nilai
Z-Score model
Altman mengalami penurunan sebesar 1,55
menjadi -2,80, menurunnya nilai Z-Score
model Altman tersebut menunjukkan bahwa
nilai
Z-Score model Altman pada tahun
2013 berada di bawah 1,1 dan memasuki
wilayah berbahaya.
Tahun 2014 nilai Z-Score model
Altman mengalami kenaikan sebesar 0,63
sehingga pada tahun 2014 nilai Z-Score model
Altman menjadi -2,17 namun nilai tersebut
menunjukkan bahwa nilai Z-Score model
Altman pada tahun 2012 berada di bawah 1,1
dan perusahaan tetap memasuki wilayah
berbahaya karena kenaikan nilai Z-Score

102

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

model Altman tersebut tidak terlalu
signifikan.
Tahun 2015 nilai Z-Score model
Altman turun sebesar 1,21 sehingga pada
tahun 2015 nilai Z-Score model Altman
menjadi -3,38 dan merupakan nilai
ZScore model Altman terendah selama lima
tahun terakhir. Tahun 2016 nilai
Z-Score
model Altman naik sebesar 4,23 sehingga
pada tahun 2016 nilai Z-Score model Altman
menjadi 0,85.
Peningkatan nilai Z-Score model
Altman pada tahun 2016 menjadi 0,85 tetap
berada di bawah 1,1 hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan memasuki wilayah yang
sangat
berbahaya
danmendekati
kebangkrutan, kondisi seperti ini menuntut
manajemen
untuk
mampu
mengatasi
persoalan mengenai produktivitas dan
inefisiensi yang berdampak pada masalah
keuangan secara cepat dan tepat.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan pada maka diperoleh simpulan,
yaitu tingkat kebangkrutan berdasarkan nilai
Z-Score model Altman pada PT Atlas
Resources Tbk pada tahun 2011 termasuk ke
dalam kategori zona
abu-abu.Tingkat
kebangkrutan berdasarkan nilai Z-Score model
Altman pada PT Atlas Resources Tbk tahun
2012-2016 termasuk ke dalam zona berbahaya
atau berpotensi mengalami kebangkrutan.
Perusahaan mengalami kerugian selama lima
tahun terakhir antara lain disebabkan oleh
tingginya beban pokok produksi, tingginya
total liabilitas perusahaan, menurunnya harga
jual batubara, menurunnya tingkat penjualan
batubara, serta menurunnya volume produksi
batubara.

tidak terlalu besar nilainya dan disesuiakan
dengan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan
sehingga perusahaan mampu memenuhi
kewajibannya dengan total ekuitas yang
dimiliki. Pembangunan yang dilakukan di
Hub Muba sebaiknya seefisien mungkin, serta
apabila biaya angkut melalui jalur air
menyeba

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25