Perbandingan Masalah Perilaku dan Emosional antara Siswa Kelas Akselerasi dan Reguler di Sekolah Al-Azhar Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia
cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24
tahun (WHO, 2012).

Sedangkan di Indonesia, berdasarkan sensus penduduk

tahun 2010, jumlah remaja yang berusia 10-19 tahun di Indonesia adalah sekitar
43,551 juta orang atau sekitar 18,33% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam
tahun yang sama (Badan Pusat Statistik, 2010).
Remaja (adolescent) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal,
fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan
terkadang tanpa kita sadari. Perubahan psikososial pada remaja dibagi dalam tiga
tahap yaitu remaja awal (early adolescent), terjadi pada usia 12-14 tahun;
pertengahan (middle adolescent),terjadi pada usia 15-17 tahun; dan akhir (late

adolescent), terjadi mulai usia 18 tahun (Batubara, 2010).

Perubahan dan perkembangan yang dialami remaja dalam perjalanannya
menimbulkan berbagai masalah, baik masalah kesehatan, perilaku, maupun
emosional. Masalah kesehatan umum yang ditemukan pada remaja

adalah,

anemia dan kebugaran (physical fitness) yang rendah pada remaja Indonesia.
Masalah sosial budaya dan sekolah yang ditemukan adalah sulit belajar,
membolos, kenakalan remaja (“tawuran”), dan pergeseran nilai budaya.
Sedangkan masalah gangguan emosional yang diidentifikasikan kurang percaya
diri, stres di samping terdapat pula masalah penyalahgunaan zat dan merokok.
Dalam masalah keluarga telah dicatat bahwa kurangnya fungsi peranan orangtua,
konflik peran,perbedaan persepsi kasih sayang dan kurangnya serta kesulitan
komunikasi telah menyebabkan disfungsi keluarga. Selama masa remaja, insiden
kelainan-kelainan mental sama untuk anak laki-laki dan perempuan. Depresi dan
kelainan makan adalah yang paling banyak pada anak perempuan dan kelainan
kebiasaan lebih sering pada anak laki-laki (Soeroso, 2001).


Universitas Sumatera Utara

2

Berdasarkan hasil penelitian WHO, didapatkan bahwa 1 dari 5
anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami masalah mental
emosional. Anak

yang berusia

4

-15 tahun

yang mengalami

mental

emosional sebanyak 104 dari 1000 anak. Angka kejadian tersebut makin tinggi
pada kelompok usia di atas 15 tahun, yaitu 140 dari 1000 anak (WHO, 2012).

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi
masalah mental dan emosional pada orang Indonesia dengan usia di atas 15
tahun adalah 11.6%. Penelitian yang dilakukan di provinsi Sumatera Utara
diperoleh sekitar 6,9% masyarakat mengalami gangguan mental emosional dan
4,4% terjadi pada remaja (Riskesdas, 2007).
Dalam melakukan penyesuaian sosial yang baik, diperlukan kematangan
emosi, dengan begitu, kematangan emosi memiliki peranan penting dalam proses
penerimaan dalam lingkungan sosial. Mengajarkan keterampilan emosional dan
sosial pada siswa dapat membentuk kematangan emosional yang selanjutnya
memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial (Widyasari, 2008).
Remaja yang memiliki kematangan emosi cenderung

melakukan

konformitas (tendensi seseorang untuk mengubah keyakinannya agar sama
perilaku dengan orang lain) yang positif atau baik, sebaliknya jika remaja
kurang memiliki kematangan emosi akan cenderung melakukan perilaku
konformitas kearah yang negatif (Rachmawati, 2013).
Kematangan emosi dan konsep diri sebagai konstruk psikologi positif
yang berkembang dengan baik akan menurunkan potensi remaja terlibat

kenakalan (Tambunan dalam Lis, dkk, 2012).
Stres pada remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun faktor
yang paling banyak mempengaruhi remaja berhubungan dengan orang tua,
akademik dan teman sebaya (Indri, 2007).
Hal ini tidak terkecuali pada remaja dengan tingkat intelegensi yang
tinggi. Remaja dengan tingkat intelektualitas yang tinggi dapat pula memiliki
permasalahan sosial dan emosional karena perkembangan intelektual yang tidak
selalu seimbang atau berkembang sejalan dengan perkembangan emosi. Misalnya
pada siswa akselerasi, dengan tingkat intelektualitas yang tinggi, mereka dituntut

Universitas Sumatera Utara

3

untuk mengikuti semua materi pelajaran lebih banyak dan cepat dibanding anak
sebayanya yang membuat mereka memiliki waktu yang lebih sedikit untuk
melakukan kegiatan ekstrakulikuler maupun bersosialisasi dengan orang lain.
Terkadang siswa akselerasi juga dituntut untuk bergaul dengan teman yang lebih
tua dari usianya (Southem dan Jones dalam Sakinah, 2012)
Akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran

yang diselenggarakan secara khusus bagi siswa yang mempunyai kecerdasan
tinggi dan mempunyai kemampuan sehingga dapat menyelesaikan studinya
dengan waktu lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan untuk jenjang
pendidikan yang sama (SK Depdiknas No-423/948/4209.304/2002).
Keuntungan dari pendidikan khusus ini adalah dalam membantu
memaksimalkan potensi yang dimiliki anak berbakat intelektual dan juga
meningkatkan kemungkinan kontribusi mereka pada masyarakat sekitarnya.
Memasuki dunia profesional pada usia yang lebih muda dan memperoleh
kesempatan untuk bekerja produktif (Yuniawati D L, 2013)
Bagi siswa berbakat dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata,
program akselerasi ini memberikan beberapa keuntungan antara lain terpenuhinya
kebutuhan kognisi siswa akan pelajaran yang lebih menantang dan meningkatkan
efisiensi dan aktivitas siswa dalam belajar.

Kelas akselerasi juga dilengkapi

dengan sarana prasarana yang lebih lengkap, tenaga pendidik yang berkompeten
dengan standar kelayakan tertentu. Dari segi individu, siswa kelas akselerasi
merupakan siswa dengan tingkat intelegensi tinggi dan cenderung berusia lebih
muda dibandingkan siswa kelas reguler.


Namun, sekalipun siswa kelas

akselerasi mempunyai loncatan perkembangan kognitif dan motorik kasar, tetapi
mereka dapat tertinggal pada kematangan perkembangan, baik fisik, emosi,
motorik halus, adaptasi, sosial, bahasa dan bicara (Ahmad dalam Dian, 2011).
Hawadi (2004) mengungkapkan bahwa masalah utama dalam program
akselerasi adalah bila dilakukan dengan tergesa-gesa, anak dapat saja belum
“siap” atau “matang”, baik secara fisik maupun emosi untuk masuk atau dapat
diterima dengan teman-temannya yang lebih tua. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pendidikan akselerasi bagi anak berbakat akademik adalah memenuhi

Universitas Sumatera Utara

4

kebutuhan akan tugas-tugas yang penuh tantangan dalam bidang keberbakatan dan
adanya persahabatan di antara teman sejawat yang memiliki kemampuan yang
sama. Persahabatan ini sangat penting mengingat mereka cenderung mengisolasi
diri (Susilowati, 2013).

Oleh karena itu, deteksi dini masalah-masalah tersebut sangat penting
untuk mencegah kemunculan gangguan perilaku maupun emosi negatif pada
masa berikutnya. Remaja lebih sering memperlihatkan perasaan depresi mereka
dalam sebuah self-report dibandingkan kepada orang tua mereka.

1.2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : Bagaimana gambaran masalah mental dan emosional pada siswa kelas
akselerasi dan reguler di Sekolah Al-Azhar Medan ?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah mental dan emosional pada siswa kelas akselerasi
dan reguler di Sekolah Al-Azhar Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui skor SDQ gejala emosional pada siswa kelas akselerasi di
Sekolah Al-Azhar Medan
2) Mengetahui skor SDQ gejala emosional pada siswa reguler di Sekolah AlAzhar Medan
3) Mengetahui skor SDQ masalah perilaku pada siswa kelas akselerasi di

Sekolah Al-Azhar Medan
4) Mengetahui skor SDQ masalah perilaku pada siswa reguler si Sekolah AlAzhar Medan
5) Mengetahui skor SDQ masalah hubungan antar sesama pada siswa kelas
akselerasi di Sekolah Al-Azhar Medan

Universitas Sumatera Utara

5

6) Mengetahui skor SDQ

masalah

hubungan antar sesama pada siswa

reguler Sekolah Al-Azhar Medan
7) Mengetahui skor SDQ hiperaktivitas siswa kelas akselerasi di Sekolah AlAzhar Medan
8) Mengetahui skor SDQ hiperaktivitas pada siswa reguler Sekolah Al-Azhar
Medan
9) Mengetahui skor SDQ prososial siswa kelas akselerasi di Sekolah AlAzhar Medan

10) Mengetahui skor SDQ prososial pada siswa reguler Sekolah Al-Azhar
Medan

1.4 Manfaat Penelitian
1) Meningkatkan pengetahuan mengenai masalah mental dan emosional
remaja, khususnya siswa kelas akselerasi dan reguler
2) Memberikan informasi tentang manfaat SDQ sebagai suatu alat deteksi
dini masalah mental dan emosional anak dan remaja
3) Memberikan masukan kepada kepala sekolah mengenai masalah mental
dan emosional yang dialami siswa
4) Sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut

Universitas Sumatera Utara