Perbandingan Masalah Perilaku dan Emosional antara Siswa Kelas Akselerasi dan Reguler di Sekolah Al-Azhar Medan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan terkadang tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya (Batubara, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), kategori remaja adalah mereka yang berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, anak adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja bila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah (IDAI, 2013).

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun.1 Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.10 Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi (IDAI, 2013).


(2)

2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

2.2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Remaja

Pada remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik ditandai dengan adanya pubertas, yaitu suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat (Santrock, 2002). Perubahan biologis yang terjadi selama pubertas termasuk pematangan seksual, pertambahan tinggi dan berat badan, pertumbuhan tulang yang ditandai dengan penambahan massa tulang dan perubahan komposisi tubuh. Perubahan yang terjadi dapat berbeda-beda pada tiap remaja, hal ini berkaitan erat dengan status gizi dan nutrisi remaja tersebut (Stang dan Story, 2005).

1. Perubahan Organ Reproduksi

Pada keadaan prapubertas, kadar steroid seks dalam sirkulasi tertekan oleh umpan balik negatif pada hipotalamus. Pubertas ditandai dengan pengurangan hambatan pada hipotalamus dalam responnya terhadap faktor-faktor yang sepenuhnya belum dapat dimengerti. Hipotalamus merangsang pelepasan hormon gonadotropin dan hormon pertumbuhan dari pituitary anterior. Pelepasan ini menyebabkan perubahan somatik dan fisiologis yang meningkatkan kecepatan maturitas seksual (sexual maturity rating [SMR] ) atau stadium Tanner (Nelson, 2000)

Tabel 2.1 Klasifikasi Fase Maturitas Seks

Perempuan

Tahap SMR Rambut Pubis Payudara

1 Praremaja Praremaja

2 Jarang, kurang

berpigmen, lurus, tepi medial labia

Payudara dan papilla menonjol seperti bukit kecil; diameter areola bertambah


(3)

3 Lebih gelap, mulai keriting, makin lebat

Payudara dan areola membesar, tidak ada pemisahan kontur

4 Kasar, keriting, lebat tetapi kurang lebat dibanding orang dewasa

Areola dan papilla membentuk bukit kecil sekunder

5 Segitiga feminism

dewasa, menyebar ke permukaan medial paha

Matur; putting menonjol, areola merupakan bagian dari kontur payudara keseluruhan.

Laki-laki

Tahap SMR Rambut Pubis Penis dan Testis

1 Tidak ada Praremaja

2 Jarang, panjang kurang berpigmen

Penis sedikit membesar, skrotum membesar, tekstur merah muda

3 Lebih gelap, mulai

keriting sedikit

Penis lebih panjang, testis lebih besar

4 Menyerupai tipe dewasa, tetapi kurang lebat; kasar, keriting

Lebih besar, ukuran dan lebar glans bertambah, skrotum menggelap

5 Penyebaran dewasa,

menyebar ke permukaan medial paha


(4)

Sumber : Tanner JM: Growth at Adolescent, 2nd ed. Oxford, Englang, Blackwell Scientific Publications, 1962 dalam Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1, 1996.

Pada anak perempuan, tanda pubertas pertama yang dapat dilihat berupa perkembangan tunas-tunas payudara yang dimulai sejak usia 8 tahun. Dibawah pengaruh hormon perangsang folikel dan estrogen, ovarium, uterus dan klitoris membesar; dan peningkatan glikogen vagina mendorong bakteri membentuk asam yang merupakan predisposisi infesi jamur. Labia menjadi lebih sensitif dan banyak vaskularisasi. Menarke terjadi saat SMR4 pada 90% anak perempuan. Perbedaan waktu datangnya menarke belum sepenuhnya dapat dipenuhi, kemungkinan dapat ditentukan oleh genetik, faktor adipositas, sakit kronis, latihan fisik, dan nutrisi (Nelson, 2000).

Pada anak laki-laki, tanda pubertas pertama yang dapat dilihat berupa pembesaran testis yang dimulai pada usia 9,5 tahun; tubulus seminiferus, epididimis, vesika seminalis dan prostat membesar dibawah pengaruh hormon luteinizing dan testosterone. Ejakulasi dan mimpi basah biasa terjadi pada usia 10-13 tahun (Nelson,2000)

2. Perubahan Tinggi Badan

Pada anak perempuan, rata-rata puncak pertumbuhan cepat pada usia 11,5 tahun denga kecepatan 8,3 cm/tahun dan kemudian melambat dan berhenti pada usia 16 tahun.

Pada anak laki-laki, rata-rata puncak pertumbuhan dimulai lebih lambat, yaitu pada usia 13,5 tahun dengan kecepatan 9,5 cm/tahun kemudian melambat dan berhenti pada usia 18 tahun (Nelson,2000).

3. Perubahan berat dan komposisi tubuh

Peningkatan berat badan rata-rata secara keseluruhan selama pubertas pada perempuan adalah antara 7-25 kg sedangkan pada laki-laki adalah 7-30 kg. Pada laki-laki terjadi penurunan lemak tubuh semala masa pubertas, tetapi massa otot


(5)

lebih dominan. Sedangkan pada perempuan, massa lemak lebih dominan dibanding massa otot, rata-rata seitar 1,14 kg dari massa lemak tubuh setiap tahun selama pubertas (Stang dan Story, 2005).

2.2.2 Perkembangan Psikososial dan Kognitif Remaja

Perkembangan psikososial dan kognitif pada remaja dibagi dalam tiga tahap, yitu remaja awal (early adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan akhir (late adolescent).

Ada tiga faktor yang berperan dalam hal tersebut, yaitu (IDAI, 2013):  Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain

temperamen).

 Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.

 Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing.

1. Remaja Awal (early adolescent)

Remaja awal terjadi pada usia 12-14 tahun (Batubara,2010). Pada fase ini, remaja sering terjadi merasa orang lain sedang memandangi mereka. Pada perempuan dapat terjadi penurunan harga diri tetapi sebaliknya pada laki-laki. Gangguan citra tubuh juga sering terjadi pada fase ini (Nelson, 2000).

Perubahan kognitif dan moral yang terjadi menurut teori Piaget, terjadi peralihan dari karakteristik pemikiran operasional anak usia sekolah yang nyata ke perbuatan logis dan formal. Perbuatan formal disini meliputi kemampuan memanipulasi gagasan, memberi alasan dari prinsip-prinsip yang diketahui, mempertimbangkan berbagai sudut pandang, memikirkan proses pemikiran sendiri, kemampuan menangani kemungkinan-kemungkinan sebagai suatu kesatuan yang nyata.(Nelson, 2000)

Pada fase ini, juga terjadi perubahan psikososial, diantaranya (Batubara,2010):  Krisis identitas,


(6)

 Meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi diri,  Pentingnya teman dekat/sahabat,

 Berkurangnya rasa hormat terhadap orangtua kadang-kadang berlaku kasar,

 Menunjukkan kesalahan orangtua,

 Mencari orang lain yang disayangi selain orangtua,  Kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan

 Terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan cara berpakaian.

2. Remaja Pertengahan

Remaja pertengahan terjadi antara usia 15-17 tahun (Batubara,2010). Remaja pertengahan sering bereksperimen dengan berbagai orang, tidak hanya teman sebayanya. Pada fase ini mereka mulai berfilosofi tentang arti kehidupan, identitas diri dan keingintahuan (Nelson, 2000)

Perkembangan kognitif dan moral, remaja pertengahan bertanya dan menganalisa secara luas. Pertanyaan atas kebiasaan moral mendorong perkembangan aturan etika perseorangan (Nelson, 2000)

Perubahan psikososial yang terjadi pada fase ini diantaranya (Batubara, 2010):  Mengeluh orangtua terlalu ikut campur dalam kehidupannya,

 Sangat memperhatikan penampilan,  Berusaha untuk mendapat teman baru,

 Tidak atau kurang menghargai pendapat orangtua,  Sering sedih/moody,

 Mulai menulis buku harian,

 Sangat memperhatikan kelompok main secara selektif dan kompetitif, dan  Mulai mengalami periode sedih karena ingin lepas dari orangtua.

3. Remaja Akhir


(7)

Kognisi cenderung kurang memikirkan diri sendiri, dengan semakin bertambahnya pemikiran mengenai konsep konsep seperti keadilan, patriotisme, dan riwayat.

Perubahan psikososial yang terjadi pada fase ini diantaranya (Batubara,2010):  Identitas diri menjadi lebih kuat,

 Mampu memikirkan ide,

 Mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata,  Lebih menghargai orang lain,

 Lebih konsisten terhadap minatnya,  Bangga dengan hasil yang dicapai,  Selera humor lebih berkembang, dan  Emosi lebih stabil.

2.3. Masalah pada Remaja

2.3.1. Masalah dan Gangguan Umum pada Remaja

Menurut Santrock, masalah dan gangguan umum pada remaja yang dijumpai adalah:

1. Penggunaan obat-obatan terlarang 2. Kenakalan remaja

Beberapa hal yang diduga berperan dalam kenakalan remaja meliputi identitas, pengendalian diri, usia, jenis kelamin, harapan-harapan bagi pendidikan, nilai rapor sekolah, pengaruh teman sebaya, status sosio ekonomi, peran orang tua, dan kualitas lingkungan.

3. Kehamilan pada remaja 4. Bunuh diri

5. Gangguan makan

2.3.2. Masalah Sosial pada Remaja

Dengan dimulainya masa puber terjadilah perubahan-perubahan sikap sosial, kemunduran minat terhadap aktivitas kelompok dan kecenderungan untuk menyendiri. Pada masa puber kemajuan perubahan meningkat, serta sikap dan


(8)

perilaku sosial semakin meningkat ke arah antisosial, yaitu penolakan terhadap beberapa karakteristik sosial (Hurlock, 2013).

Perilaku antisosial bergantung pada faktor lingkungan. Karena anak sudah mulai dewasa, tidak hanya ukuran tubuh tetapi juga bentuk tubuh, para orang tua beranggapan sudah tiba saatnya bagi anak untuk membuang semua hal yang kekanak-kanakan dan memikul tanggung jawab kedewasaan. Akibatnya, tugas dan tanggung jawab baru diberikan kepada anak pada saat mereka belum siap memikulnya. Kemungkinan besar hal ini menimbulkan perasaaan tersiksa yang mengakibatkan timbulnya sikap dan perilaku antisosial. Selain itu anak dengan pematangan seksual terlalu cepat juga menunjukan perilaku fase negatif (Hurlock, 2013)

2.3.3. Masalah Mental dan Emosional pada Remaja

1. Definisi masalah mental emosional

Masalah mental emosional dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit seseorang dalam usahanya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pengalaman – pengalamannya (Damayanti dalam Soraya, 2012)

2. Jenis – jenis masalah mental emosional

Masalah aktual kesehatan mental remaja saat ini meliputi (IDAI,2013):  Perubahan psikoseksual

 Pengaruh teman sebaya  Perilaku beresiko tinggi

 Kegagalan pembentukan identitas diri  Gangguan perkembangan moral  Stres di masa remaja

Masalah mental emosional pada anak dan remaja dibagi menjadi dua kategori, yaitu internalisasi dan eksternalisasi (Putri dkk, 2014).


(9)

 Temperamen bingung / cemas  Khawatir berlebihan

 Pemikiran pesimistis  Perilaku menarik diri

 Kesulitan menjalin hubungan dengan teman sebaya ( terisolasi, menolak, bullied )

2) Gambaran masalah mental emosional eksternalisasi:  Temperamen Sulit

 Ketidakmampuan memecahkan masalah  Gangguan perhatian, hiperaktifitas

 Perilaku bertentangan ( tidak suka ditegur/diberi masukan positif,  tidak mau ikut aturan )

 Perilaku agresif

Penelitian oleh Kaltiala-Heino,dkk. menemukan bahwa masalah internalisasi dan eksternalisasi lebih tinggi pada remaja yang mengalami pubertas dini dibandingkan dengan mereka yang mengalami pubertas terlambat ( > 15 tahun ). Hal ini terjadi karena proses pubertas melibatkan perubahan biologis, psikologis, dan sosial yang berkontribusi pada timbulnya masalah mental emosional remaja. (Damayanti dalam Soraya 2012)

2.4. Perkembangan Mental pada Remaja

Menurut kamus psikologi, mental dalam arti khusus adalah suatu kemampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya yang mengakibatkan kemampuan tertentu dan pencapaian tertentu (Kriswanto, 2015).

Perkembangan mental merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusia/remaja pada posisi yang harmonis dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Menurut Havighurst perkembangan tersebut harus dipelajari, dijalani dan dikuasai oleh setiap individu


(10)

dalam perjalanan hidupnya. Hal ini merupakan tugas yang cukup berat bagi para remaja untuk lebih menuntaskan tugas perkembangan mentalnya sehubungan dengan semakin luas dan kompleksnya kondisi kehidupan yang harus dijalani dan dihadapi. Tidak lagi mereka dijuluki sebagai anak-anak melainkan ingin dihargai dan dijuluki sebagai orang yang sudah dewasa (Havighrust dalam Kriswanto, 2015).

2.5. Emosi 2.5.1. Definisi

Emosi berasal dari bahasa Prancis, yakni emouvoir yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi juga berasal dari bahasa latin emovere yang berarti luar dan movere yang berarti bergerak (Sarry, 2014).

Dalam KBBI, emosi adalah luapan perasaan yg berkembang dan surut waktu singkat; keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yg bersifat subjektif (KBBI, 2012-2015).

Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis (Simorangkir, 2011).

Emosi merupakan bagian dari perasaan dalam arti luas. Emosi tampak karena rasa yang bergejolak sehingga yang bersangkutan mengalami perubahan dalam situasi tertentu mengenai perasaan, tetapi seluruh pribadi menanggapi situasi tersebut (Sundari, 2005).

Emosi dipengaruhi oleh dasar biologis dan juga pengalaman masa lalu. Charles Darwin (1872-1965) menyebutkan bahwa expresi wajah manusia merupakan sesuatu yang bersifat bawaan dan bukan hasil pembelajaran. Ekspresi ini bersifat universal dalam berbagai budaya di seluruh dunia, dan merupakan


(11)

hasil evolusi emosi pada binatang. Para psikolog masa kini percaya bahwa emosi, terutama ekspresi wajah dari emosi, memiliki dasar biologis yang kuat (Goldsmith, 2002; Goldsmith & Davidson, 2004). Sebagai contoh, seorang anak yang buta sejak lahir dan tidak pernah melihat senyuman atau ekspresi sedih di wajah orang lain tetap dapat tersenyum atau muram seperti anak-anak yang normal. Para peneliti juga mengungkapkan bahwa emosi dasar seperti bahagia, terkejut, marah, dan takut memiliki ekspresi wajah yang sama pada budaya yang berbeda (Santrock, 2007).

2.5.2. Perkembangan Emosi

Emosi berkembang sejak anak lahir. Emosi ditimbulkan akibat adanya rangsang. Semakin besar atau dewasa, semakin banyak anak belajar mengekspresikan emosi ke dalam masyarakatnya. Selain itu anak semakin dapat membedakan rangsang-rangsang. Pengalaman sangat mempengaruhi perkembangan dan kematangkan emosi (Sundari, 2005).

Menurut hasil penelitian tentang hubungan perkembangan emosi dan faktor genetik masih diragukan, Goleman (1997) menyatakan bahwa pengaruh genetic dari emosi terlihat pada tempramen seseorang. Temperamen bukan suatu takdir, artinya kecenderungan tempramen individu dapat dilatih melalui proses belajar sepanjang hidup. Pemberian pegalaman melalui proses belajar/pelatihan yang terencana memungkinkan dapat mengubah beberapa sifat dari seseorang (Sundari, 2005).

2.5.3. Reaksi Emosional

Menurut Goleman (1997) pada prinsipnya emosi dasar meliputi takut, marah, sedih, dan senang. Sedangkan perkembangan emosi yang lain meupakan hasil campuran

Jenis-jenis reaksi emosional antara lain (Sundari, 2005) : 1. Takut

Reaksi ini terjadi karena individu merasa lebih lemah, tidak berani melawan terhadap sesuatu yang dihadapi. Takut dalam batas normal mengandung


(12)

nilai positif, terutama dalam kesehatan mental untuk mencegah kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Takut merupakan penyebab berhati-hati. Jadi sebaiknya rasa takut itu bukan dihilangkan teteapi dikontrol. Dengan mengenal sebab akibat takut dan mengatasi takut sangan berarti dalam keseimbangan mental.

2. Gelisah

Merupakan reaksi seperti perasaan takut, karena menghadapi hal-hal yang belum diketahui atau dialami. Sifat-sifat kegelisahan terdiri dari beberapa tingkat, yaitu :

a. Kebingungan terhadap apa yang akan dihadapi b. Ketidaktentuan atau tidak tegas

c. Merasa tidak mampu atau merasa tidak berdaya d. Rasa dendam atau rasa sentimen

Individu yang mengalami kegelisahan, timbul bayangan yang negative, tidak menyenangkan dan menekan dirinya.

3. Marah

Marah merupakan reaksi terhadap sesuatu hambatan yang menyebabkan gagalnya suatu usaha atau perbuatan. Biasanya bersamaan dengan ekspresi perilaku. Marah merupakan pernyataan agresif, perilakunya mengganggu orang yang dimarahi bahkan orang disekitarnya.

4. Sedih

Sedih adalah keadaan disebabkan rasa kehilangan atau kekosongan terhadap situasi atau hal-hal yang dihadapi orang, biasanya dibarengi ekspresi menarik diri atau mengurung diri dalam kamar, konsentrasi kurang hingga menjadi lamban sehingga tidak berdaya. Kalau berlarut-larut mungkin menjadi agresif.

5. Senang/gembira

Rasa senang merupakan rasa positif terhadap sesuatu situasi atau objek yang dihadapi. Rasa senang dapat menimbulkan semangat, gairah, menambah keberhasilan, memberi ketentraman atau ketenangan.


(13)

6. Iri

Merupakan reaksi dari gabungan atau perpadanan antara berbagai bentuk emosi. Terkandung sikap membandingkan antara dirinya atau keadaan orang lain. Dirinya merasa kurang, merasa kalah sehingga timbul keinginan menyamai bahkan melebihi (Sundari, 2005).

2.5.4. Proses terjadinya emosi

Proses kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak. Kita menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita. Perubahan tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap, dan perubahan tekanan darah kita (Simorangkir 2011).

Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan oleh hasil interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita bisa memandang dan menginterpretasikan sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan. Persepsi yang lebih positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas sebuah peristiwa mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal, ketika kita menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi lebih positif (Simorangkir 2011).

2.5.5. Emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial

Cara emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial yaitu (Hurlock, 2013):  Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari


(14)

 Ketengangan emosi mengganggu keterampilan motorik  Emosi merupakan suatu bentuk komunikasi

 Emosi mengganggu aktivitas mental

 Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial  Emosi mewarnai pandangan terhadap kehidupan  Emosi mempengaruhi interaksi sosial

 Emosi memperlihatkan kesan pada ekspresi wajah  Emosi mempengaruhi suasana psikologis

 Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan

2.5.6. Emosi pada remaja

Perubahan emosi pada remaja terkait dengan beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal berhubungan dengan proses peralihan dari anak menjadi dewasa. Hal ini menyebabkan status yang kabur (berada di peralihan), perubahan fisik dan lain-lain. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap rangsangan, biasanya respon menjadi berlebihan seperti mudah tersinggung, cepat marah, mudah senang, bahkan meledak-ledak. Perubahan alat kelamin yang dialami remaja seringkali menyebabkan remaja mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Akibatnya para remaja cenderung menyendiri hingga merasa terasing, merasa tidak dipedulikan, dan merasa kurang perhatian dari orang lain. Faktor eksternal berhubungan dengan pandangan dunia luar diri remaja, meliputi nilai-nilai di masyarakat (Maimunah, 2010).

Fluktuasi emosi pada masa remaja awal mungkin berhubungan dengan perubahan hormonal. Pada saat awal masa remaja, ditandai dengan adanya pubertas yang melibatkan perubahan hormonal tubuh. Puber juga dihubungkan dengan peningkatan emosi negatif (Archibald dkk dalam Santrock, 2007).

Menurut Sunarto dan Agung, remaja dari sisi emosi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(15)

 Sering bertingkah laku kasar  Ledakan kemarahan

 Tidak/kurang toleran kepada orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri.

 Marah kalau ditipu  Pemberontak

 Konflik dengan orang tua  Sering melamun

2.6. Perbandingan Kelas Akselerasi dan Reguler 2.6.1. Pengertian

Akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran yang diselenggarakan secara khusus bagi siswa yang mempunyai kecerdasan tinggi dan mempunyai kemampuan sehingga dapat menyelesaikan studinya dengan waktu lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan untuk jenjang pendidikan yang sama (SK Depdiknas No-423/948/4209.304/2002).

2.6.2. Landasan

Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (pasal 6 ayat 1). Tak terkecuali warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (pasal 5 ayat 1). Perhatian khusus kepada peserta didik yang berpotensi cerdas dan atau bakat istimewa selaras dengan fungsi utama pendidikan, yaitu mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Berdasarkan keputusan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 135 ayat 2, program pendidikan khusus dapat berupa program percepatan (akselerasi) dan/atau program pengayaan.


(16)

2.6.3. Persyaratan Siswa Akselerasi

Ibid dalam Didit dkk (2013) memaparkan beberapa persyaratan menjadi peserta didik akselerasi, diantaranya:

1. Persyaratan akademis, uang diperoleh dari skor rata-rata nilai rapor, nilai Ujian Nasional, serta tes kemampuan akademis dengan nilai sekurang-kurangnya 8,00.

2. Persyaratan Psikologis, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologis meliputi tes kemampuan intelektuan umum, tes kreativitas, dan keterikatan pada tugas. Peserta yang lulus psikologi adalah mereka yang memiliki kamampuan itelejensi umum dengan kategori jenius (IQ ≥ 140)

3. atau mereka dengan kategori cerdas (IQ ≥ 125) yang ditunjang oleh

kreativitas dan keterikatan terhadap tugas dalam kategori diatas rata-rata. 4. Informasi data Subyektif, yaitu nominasi yang diperoleh dari diri sendiri (self

nomination), teman sebaya (peer nomination), orangtua, dan guru sebagai hasil dari pengamatan sejumlah ciri-ciri keberbakatan.

5. Kesehatan fisik, yang ditunjukan dengan surat keterangan sehat dari dokter. 6. Kesediaan calon siswa dan persetujuan orang tua.

2.6.4. Manfaat Program akselerasi

Southern dan Jones menyebutkan beberapa manfaat dari program akselerasi (Sakinah, 2012)

a. Meningkatkan efisiensi

Siswa yang telsh siap dengan bahan-bahan pengajaran kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien.

b. Meningkatkan efektivitas

Siswa yang terkait belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan siswa yang paling efektif.

c. Penghargaan

Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya


(17)

Dengan adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas siswa, penghasilan dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain. e. Membuka siswa pada kelompok barunya.

Dengan program akselerasi, siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan siswa lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang sama.

f. Ekonomis

Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mendidik guru khusus bagis siwa berkemampuan. Dan bagi orangtua juga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya pendidikan untuk anak mereka.

2.6.5. Kelemahan Program Akselerasi

Selain mempunyai manfaat, menurut Southern dan Jones dalam Sakinah (2012), program akselerasi mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :

a. Segi akademik

 Bahan ajar terlalu tinggi, sehingga anak berbakat akademik menjadi siswa dengan sedang-sedang saja diantara kelompoknya bahkan menjadi siswa akseleran yang gagal.

 Meskipun memenuhi persyaratan dalam bidang akademis, anak berbakat akademik kemungkinan imatur secara sosial, fisik dan emosional dalam tingkatan kelas tertentu.

 Pengalaman-pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak dialami oleh siswa kelas akseleran karena tidak merupakan bagian dari kurikulum  Bisa jadi kemampuan siswa akseleran yang terlihat melebihi teman

sebayanya hanya bersifat sementara. Dengan bertambah usianya, kecepatan prestasi siswa menjadi biasa-biasa saja dan sama dengan teman sebayanya. Hal ini menyebabkan kebutuhan akselerasi menjadi tidak perlu lagi dan siswa akseleran lebih baik dilayani dalam kelompok kelas regular.  Proses akselerasi menyebabkan siswa akseleran terikat pada keputusan karir lebih dini. Agar siswa dapat berprestasi baik, dibutuhkan pelatihan yang mahal dan tidak efisien untuk dirinya sebagai pemula. Bisa jadi


(18)

kemungkinan buruk yang terjadi adalah karir tersebut tidak sesuai bagi dirinya.

 Siswa akseleran mungkin mengembangkan kedewasaan yang luar biasa tanpa adanya pengalaman yang dimiliki sebelumnya (cepat dewasa sebelum waktunya)

 Tuntutan sebagai siswa sebagian besar pada produk akademik konvergen sehingga siswa akseleran akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan divergen.

b. Segi penyesuaian sosial, diantaranya :

 Siswa didorong untuk berprestasi sehingga kekurangan waktu beraktivitas dengan teman sebayanya.

 Siswa akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia sebenarnya sehingga mengalami hambatan dalam bergaul dengan teman sebayanya.

c. Berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakulikuler.

d. Penyesuaian emosional, diantaranya :

 Siswa kelas akseleran akan mengalami burnout (kelelahan akibat tuntutan yang berlebihan) dibawah tekanan yang ada dan kemungkinan

underachiever ( prestasi yang lebih rendah dibanding tingkat kecerdasan yang dimiliki)

 Mudah furstasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi.

 Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan mengembangkan hobi.

2.6. Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ)

SDQ merupakan suatu alat skrining untuk menilai emosi dan perilaku yang ditemukan oleh Robert Goodman pada tahun 1997. Kuisioner ini telah banyak dipakai peneliti dalam meneliti mengenai emosi, perilaku, dan hubungan sosial pada anak dan remaja usia 3 – 16 tahun. Pada anak usia 3-10 tahun pengisian dilakukan oleh orangtua, guru, orang dekat , sedangkan pada usia ≥ 11


(19)

tahun pengisian dilakukan oleh anak (self-reporting) (Goodman, 1997). Instrumen ini juga digunakan untuk melakukan deteksi dini terhadap penyimpangan masalah psikososial remaja (IDAI, 2013). Dalam situs resminya, kuisioer ini telah diterjemahkan ke dalam 80 bahasa, salah satunya adalah Indonesia (SDQ, 2015).

Skrining SDQ terdiri dari 25 buah pernyataan yang dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu, (1) gejala emosional (5 pernyataan), (2) masalah tingkah laku/ conduct (5 pernyataan), (3) hiperaktivitas (5 pernyataan), (4) masalah hubungan dengan teman sebaya (5 pernyataan), dan (5) perilaku prososial (5 pernyataan). Sistem penilaian dengan skor 0 = tidak pernah, skor 1 = kadang benar , skor 2 = selalu benar. Yang termasuk dalam strength/kekuatan disini adalah perilaku sosial sedangkan difficulties/kesulitan adalah masalah emosi, tingkah laku, hiperaktivitas, masalah dengan teman sebaya (Wiguna dkk, 2010).

Tabel 2.2. Interpretasi skor SDQ

Pengisian Sendiri Normal Borderline Abnormal

Total skor kesulitan 0-15 16-19 20-40

 Skor gejala emosional 0-5 6 7-10

 Skor masalah perilaku 0-3 4 5-10

 Skor hiperaktivitas 0-5 6 7-10

 Skor hubungan dengan teman sebaya 0-3 4-5 6-10

Skor perilaku prososial 6-10 5 0-4

SDQ menawarkan keuntungan tambahan berikut: fokus pada kekuatan serta kesulitan; cakupan yang lebih baik dari kurangnya perhatian, hubungan sebaya, dan perilaku prososial; format yang lebih pendek, dan bentuk tunggal


(20)

cocok untuk kedua orang tua dan guru, meningkatkan korelasi guru dan orang tua (Goodman, 1997).

Instrumen skrining SDQ sendiri memiliki beberapa keunggulan, yaitu (Oktaviana, 2014):

1. Dapat dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus atau profesi tertentu 2. Waktu yang digunakan untuk mengadminstrasikan dan melakukan

skoring cukup singkat, sehingga mampu memperoleh hasil dengan cepat

3. Instrumen SDQ mudah diakses, tidak harus dilakukan di pelayanan kesehatan

4. Lebih sederhana, baik dalam melakukan administrasi ataupun skoring 5. Digunakan untuk melakukan deteksi dini, sehingga permasalahan pada

anak dapat diketahui sedini mungkin dan memperoleh intervensi secepat mungkin.


(1)

 Sering bertingkah laku kasar  Ledakan kemarahan

 Tidak/kurang toleran kepada orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri.

 Marah kalau ditipu  Pemberontak

 Konflik dengan orang tua  Sering melamun

2.6. Perbandingan Kelas Akselerasi dan Reguler 2.6.1. Pengertian

Akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran yang diselenggarakan secara khusus bagi siswa yang mempunyai kecerdasan tinggi dan mempunyai kemampuan sehingga dapat menyelesaikan studinya dengan waktu lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan untuk jenjang pendidikan yang sama (SK Depdiknas No-423/948/4209.304/2002).

2.6.2. Landasan

Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (pasal 6 ayat 1). Tak terkecuali warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (pasal 5 ayat 1). Perhatian khusus kepada peserta didik yang berpotensi cerdas dan atau bakat istimewa selaras dengan fungsi utama pendidikan, yaitu mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Berdasarkan keputusan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 135 ayat 2, program pendidikan khusus dapat berupa program percepatan (akselerasi) dan/atau program pengayaan.


(2)

2.6.3. Persyaratan Siswa Akselerasi

Ibid dalam Didit dkk (2013) memaparkan beberapa persyaratan menjadi peserta didik akselerasi, diantaranya:

1. Persyaratan akademis, uang diperoleh dari skor rata-rata nilai rapor, nilai Ujian Nasional, serta tes kemampuan akademis dengan nilai sekurang-kurangnya 8,00.

2. Persyaratan Psikologis, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologis meliputi tes kemampuan intelektuan umum, tes kreativitas, dan keterikatan pada tugas. Peserta yang lulus psikologi adalah mereka yang memiliki kamampuan itelejensi umum dengan kategori jenius (IQ ≥ 140)

3. atau mereka dengan kategori cerdas (IQ ≥ 125) yang ditunjang oleh kreativitas dan keterikatan terhadap tugas dalam kategori diatas rata-rata. 4. Informasi data Subyektif, yaitu nominasi yang diperoleh dari diri sendiri (self

nomination), teman sebaya (peer nomination), orangtua, dan guru sebagai hasil dari pengamatan sejumlah ciri-ciri keberbakatan.

5. Kesehatan fisik, yang ditunjukan dengan surat keterangan sehat dari dokter. 6. Kesediaan calon siswa dan persetujuan orang tua.

2.6.4. Manfaat Program akselerasi

Southern dan Jones menyebutkan beberapa manfaat dari program akselerasi (Sakinah, 2012)

a. Meningkatkan efisiensi

Siswa yang telsh siap dengan bahan-bahan pengajaran kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien.

b. Meningkatkan efektivitas

Siswa yang terkait belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan siswa yang paling efektif.

c. Penghargaan

Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya


(3)

Dengan adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas siswa, penghasilan dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain. e. Membuka siswa pada kelompok barunya.

Dengan program akselerasi, siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan siswa lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang sama.

f. Ekonomis

Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mendidik guru khusus bagis siwa berkemampuan. Dan bagi orangtua juga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya pendidikan untuk anak mereka.

2.6.5. Kelemahan Program Akselerasi

Selain mempunyai manfaat, menurut Southern dan Jones dalam Sakinah (2012), program akselerasi mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :

a. Segi akademik

 Bahan ajar terlalu tinggi, sehingga anak berbakat akademik menjadi siswa dengan sedang-sedang saja diantara kelompoknya bahkan menjadi siswa akseleran yang gagal.

 Meskipun memenuhi persyaratan dalam bidang akademis, anak berbakat akademik kemungkinan imatur secara sosial, fisik dan emosional dalam tingkatan kelas tertentu.

 Pengalaman-pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak dialami oleh siswa kelas akseleran karena tidak merupakan bagian dari kurikulum  Bisa jadi kemampuan siswa akseleran yang terlihat melebihi teman

sebayanya hanya bersifat sementara. Dengan bertambah usianya, kecepatan prestasi siswa menjadi biasa-biasa saja dan sama dengan teman sebayanya. Hal ini menyebabkan kebutuhan akselerasi menjadi tidak perlu lagi dan siswa akseleran lebih baik dilayani dalam kelompok kelas regular.  Proses akselerasi menyebabkan siswa akseleran terikat pada keputusan karir lebih dini. Agar siswa dapat berprestasi baik, dibutuhkan pelatihan yang mahal dan tidak efisien untuk dirinya sebagai pemula. Bisa jadi


(4)

kemungkinan buruk yang terjadi adalah karir tersebut tidak sesuai bagi dirinya.

 Siswa akseleran mungkin mengembangkan kedewasaan yang luar biasa tanpa adanya pengalaman yang dimiliki sebelumnya (cepat dewasa sebelum waktunya)

 Tuntutan sebagai siswa sebagian besar pada produk akademik konvergen sehingga siswa akseleran akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan divergen.

b. Segi penyesuaian sosial, diantaranya :

 Siswa didorong untuk berprestasi sehingga kekurangan waktu beraktivitas dengan teman sebayanya.

 Siswa akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia sebenarnya sehingga mengalami hambatan dalam bergaul dengan teman sebayanya.

c. Berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakulikuler.

d. Penyesuaian emosional, diantaranya :

 Siswa kelas akseleran akan mengalami burnout (kelelahan akibat tuntutan yang berlebihan) dibawah tekanan yang ada dan kemungkinan underachiever ( prestasi yang lebih rendah dibanding tingkat kecerdasan yang dimiliki)

 Mudah furstasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi.

 Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan mengembangkan hobi.

2.6. Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ)

SDQ merupakan suatu alat skrining untuk menilai emosi dan perilaku yang ditemukan oleh Robert Goodman pada tahun 1997. Kuisioner ini telah banyak dipakai peneliti dalam meneliti mengenai emosi, perilaku, dan hubungan sosial pada anak dan remaja usia 3 – 16 tahun. Pada anak usia 3-10 tahun pengisian dilakukan oleh orangtua, guru, orang dekat , sedangkan pada usia ≥ 11


(5)

tahun pengisian dilakukan oleh anak (self-reporting) (Goodman, 1997). Instrumen ini juga digunakan untuk melakukan deteksi dini terhadap penyimpangan masalah psikososial remaja (IDAI, 2013). Dalam situs resminya, kuisioer ini telah diterjemahkan ke dalam 80 bahasa, salah satunya adalah Indonesia (SDQ, 2015).

Skrining SDQ terdiri dari 25 buah pernyataan yang dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu, (1) gejala emosional (5 pernyataan), (2) masalah tingkah laku/ conduct (5 pernyataan), (3) hiperaktivitas (5 pernyataan), (4) masalah hubungan dengan teman sebaya (5 pernyataan), dan (5) perilaku prososial (5 pernyataan). Sistem penilaian dengan skor 0 = tidak pernah, skor 1 = kadang benar , skor 2 = selalu benar. Yang termasuk dalam strength/kekuatan disini adalah perilaku sosial sedangkan difficulties/kesulitan adalah masalah emosi, tingkah laku, hiperaktivitas, masalah dengan teman sebaya (Wiguna dkk, 2010).

Tabel 2.2. Interpretasi skor SDQ

Pengisian Sendiri Normal Borderline Abnormal

Total skor kesulitan 0-15 16-19 20-40

 Skor gejala emosional 0-5 6 7-10

 Skor masalah perilaku 0-3 4 5-10

 Skor hiperaktivitas 0-5 6 7-10

 Skor hubungan dengan teman sebaya 0-3 4-5 6-10

Skor perilaku prososial 6-10 5 0-4

SDQ menawarkan keuntungan tambahan berikut: fokus pada kekuatan serta kesulitan; cakupan yang lebih baik dari kurangnya perhatian, hubungan sebaya, dan perilaku prososial; format yang lebih pendek, dan bentuk tunggal


(6)

cocok untuk kedua orang tua dan guru, meningkatkan korelasi guru dan orang tua (Goodman, 1997).

Instrumen skrining SDQ sendiri memiliki beberapa keunggulan, yaitu (Oktaviana, 2014):

1. Dapat dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus atau profesi tertentu 2. Waktu yang digunakan untuk mengadminstrasikan dan melakukan

skoring cukup singkat, sehingga mampu memperoleh hasil dengan cepat

3. Instrumen SDQ mudah diakses, tidak harus dilakukan di pelayanan kesehatan

4. Lebih sederhana, baik dalam melakukan administrasi ataupun skoring 5. Digunakan untuk melakukan deteksi dini, sehingga permasalahan pada

anak dapat diketahui sedini mungkin dan memperoleh intervensi secepat mungkin.