Analisis Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Batu Bara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit
Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa rumah sakit merupakan
pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan medik
spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat jalan,
rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit sebagai salah satu sarana
kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga
merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit
(preventif),
(rehabilitatif)
yang
penyembuhan
dilaksanakan
penyakit
secara
(kuratif)
serasi
dan
dan
pemulihan
terpadu
serta
berkesinambungan.
9
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Untuk menjalankan tugassebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia
Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit
umum diklasifikasikan sebagai berikut :
10
Universitas Sumatera Utara
a) Rumah Sakit umum kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis
penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas)
subspesialis.
b) Rumah Sakit umum kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat)
spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
c) Rumah Sakit umum kelas C
Adalah Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
d) Rumah Sakit umum kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang lengkap.
b. Rumah Sakit khusus kelas B
11
Universitas Sumatera Utara
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang minimal.
2.2. Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen
Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 2005).
Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa.
Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi jasa (Hope dan Muhlemann, 1997).
Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari
manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin
dicapai oleh sebuah organisasi jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus
mempunyai tujuan yang jelas.
Berbagai
definisi
diberikan
para
ahli
terhadap
kualitas
pelayanan.Parasuraman, A., et al (1998) mengartikan kualitas sebagai suatu
bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan
hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Namun kualitas
pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda. Selanjutnya disebutkan
12
Universitas Sumatera Utara
bahwa pengertian yang paling umum dari perbedaan kualitas pelayanan dan
kepuasan adalah bahwa kualitas pelayanan merupakan satu bentuk sikap,
penilaian dilakukan dalam waktu lama, sementara kepuasan merupakan ukuran
dari transaksi yang spesifik. Perbedaan antara kualitas pelayanan dan kepuasan
mengarah pada cara diskonfirmasi yang dioperasionalkan. Dalam mengukur
kualitas pelayanan yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya didapatkan,
sementara dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa yang
pelanggan mungkin dapatkan.
Menurut Ovreveit (dalam Ester Saranga, 2000), kualitas dalam jasa
kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah
pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas
professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi
kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional), dan
kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan
tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi
peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).
Dari berbagai pendapat tentang kualitas pelayanan di atas, dapat
disimpulkan bahwa definisi kualitas pelayanan secara umum adalah bahwa
kualitas harus memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan
mereka.
Kepuasan konsumen (customer satisfaction) dalam hal ini dapat
didefinisikan
sebagai
perasaan
senang/kecewa
seseorang
sebagai
hasil
perbandingan antara prestasi/produk yang dirasakan dan yang diharapkan.
13
Universitas Sumatera Utara
Penilaian terhadap kepuasan konsumen dilakukan setelah konsumen membeli
suatu produk/jasa karena kepentingannya yang kemudian dibandingkan dengan
apa yang diharapkan (Rangkuti, 2000).
Berdasarkan pendapat Wexley dan Yuki (1998), mendefinisikan
kepuasaan seseorang berarti terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan yang
diperoleh dari pengalaman melakukan sesuatu, pekerjaan, atau memperoleh
perlakuan tertentu dan memperoleh sesuatu sesuai kebutuhan yang diinginkan.
Istilah kepuasaan dipakai untuk menganalisis atau mengevaluasi hasil,
membandingkan kebutuhan yang diinginkan yang ditetapkan individu dengan
kebutuhan yang diperoleh (Anonim, 2003).
Bila kepuasan konsumen terhadap barang/jasa jauh dibawah apa yang
diharapkan, maka konsumen akan kehilangan minat terhadap produsen/penyedia
jasa dalam hal ini adalah rumah sakit. Demikian pula sebaliknya, jika barang/jasa
yang mereka nikmati memenuhi/melebihi tingkat kepentingannya, maka
konsumen akan cenderung memakai lagi barang/jasa tersebut (Kotler, 1997).
Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasar sudut pandang penyedia
jasa akan tetapi harus dipandang dari sudut pandang konsumen. Banyak penyedia
jasa gagal dalam memberikan kepuasan terhadap kosumennya yang disebabkan
terjadinya kesenjangan kepentingan diantara keduanya (Kotler, 1997).
Pengukuran tingkat kepuasan konsumen erat hubungannya dengan mutu
produk barang atau jasa. Pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pengelola jasa,
yaitu (Supranto, 1997):
14
Universitas Sumatera Utara
a. Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses
pelayanan jasa.
b. Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan
perbaikan secara terus menerus untuk memuaskan konsumen terutama
untuk hal-hal yang dianggap penting oleh konsumen.
c. Menentukan
apakah
perubahan
yang
dilakukan
mengarah
ke
perbaikan(improvement) atau tidak.
d. Kepuasan konsumen harus diperhatikan penyedia jasa, konsumen yang
tidak puas akan meninggalkan penyedia jasa dan akan beralih ke penyedia
jasa lain yang dapat memberikan pelayanan yang lebih baik sehingga
konsumen akan merasa lebih puas. Makin banyak konsumen yang beralih
menggunakan jasa di tempat lain maka menjadi indikasi terjadinya
penurunan kualitas pelayanan penyedia jasa (Supranto, 1997).
Namun demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak
berarti bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti
semua keinginan konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas
pelayanan, perusahaan harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapanharapan pelanggan, juga tersedianya sumberdaya dalam perusahaan.
2.3. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan konsumen telah menjadi
kebutuhan mendasar bagi setiap penyedia jasa. Hal ini dikarenakan langkah
tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan
pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan konsumen. Pada
15
Universitas Sumatera Utara
prinsipnya kepuasan konsumen dapat diukur dengan berbagai macam metode dan
teknik. Ada 4 metode dalam mengukur kepuasan konsumen, sebagai berikut:
a. Sistem keluhan dan saran.
Setiap organisasi yang berorientasi pada konsumen (customer oriented)
perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumen untuk
menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka terhadap pelayanan
yang disediakan.
b. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
konsumen adalah dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost
shopping) untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen kepada pesaing.
Dengan cara ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan dari pesaing.
c. Lost Customer Analysist
Penyedia jasa mengevaluasi dan menghubungkan konsumen yang telah
berhenti membeli atau yang telah pindah ke penyedia jasa agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan selanjutnya. Pemantauan terhadap lost customer analysis sangat
penting karena peningkatannya menunjukkan kegagalan penyedia jasa
dalam memuaskan konsumen.
d. Survei kepuasan konsumen
Melalui survei, penyedia jasa akan memperoleh tanggapan dan umpan
balik(feedback) secara langsung dari konsumen serta memberikan
16
Universitas Sumatera Utara
kredibilitas positif bahwa penyedia jasa menaruh perhatian terhadap para
konsumen(Kotler, 1997).
Metode survei kepuasan konsumen dapat menggunakan pengukuran
SERVQUAL (service quality) yang dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi konsumen atas layanan yang nyata mereka terima
(perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan
bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan
dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan
disebut memuaskan. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai
jauhnya perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas layanan yang
mereka terima (Lupiyoadi, 2001).
Pengukuran kualitas jasa model service quality didasarkan pada skala
multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan serta
gap diantara keduanya pada 5 dimensi kualitas jasa (keandalan, daya tanggap,
kepastian, empati, berwujud). Uraiannya adalah sebagai berikut:
1) Tangible (Bukti Fisik) yakni adanya penampakan berupa fasilitas-fasilitas
penunjang, petugas ataupun sarana komunikasi yang menyertai produk
tersebut. Karena suatu service tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak
bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap
pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai
suatu kualitas pelayanan.
17
Universitas Sumatera Utara
2) Reliability (dapat diandalkan, adanya kemampuan untuk mewujudkan produk
seperti yang telah dijanjikan). Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan
perusahaan juga ditentukan oleh dimensi reliability, yaitu dimensi yang
mengukur keandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggannya. Dimensi ini sangat penting bagi pelanggan dari berbagai
industri jasa. Ada dua aspek dari dimensi ini, pertama adalah kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua
adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang
tepat dan akurat.
3) Responsiveness (Daya Tanggap) adalah adanya keinginan untuk menolong
konsumen dan menyediakan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Harapan
pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan
berubah yang kecenderungannya naik dari waktu ke waktu. Dalam bahasa
ekonomi waktu adalah ”Scarce Resources”. Karena itu waktu sama dengan
uang yang harus digunakan secara bijak. Itulah sebabnya pelanggan merasa
tidak puas apabila waktunya terbuang secara percuma karena dia sudah
kehilangan kesempatan lain untuk memperoleh sumber ekonomi . Pelanggan
bersedia untuk mengorbankan atau pelayanan yang lebih mahal untuk setiap
waktu yang dapat dihemat.
4) Assurance
(Jaminan/dapat
dipertanggungjawabkan)
adalah
adanya
pengetahuan dari karyawan dalam menanamkan kepercayaan atas produk
tersebut. Ada empat aspek dari dimensi ini, yakni: keramahan, kompetensi,
kredibilitas, dan keamanan. Keramahan adalah salah satu aspek kualitas
18
Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang paling mudah diukur. Salah satu bentuk konkretnya adalah
bersikap sopan dan murah senyum. Aspek kompetensi maksudnya adalah
setiap karyawan perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik terhadap
suatu produk atau jasa yang diberikan sehingga tidak terlihat bodoh saat
berhadapan dengan pelanggan. Kredibilitas adalah sejauh mana perusahaan
memiliki reputasi yang baik sehingga pelanggan mempunyai keyakinan untuk
menggunakan produk perusahaan. Sedangkan keamanan dalam hal ini adalah
pelanggan harus mempunyai rasa aman dalam melakukan transaksi. Aman
karena perusahaan jujur dalam bertransaksi.
5) Emphaty (perhatian/kepedulian) adalah adanya perhatian secara individual
dari perusahaan terhadap konsumennya.
Parasuraman, A., et al (1985), mendefinisikan kualitas pelayanan
(perceived service quality) sebagai perbandingan antara harapan dan persepsi
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Definisi ini telah diterima dan
digunakan secara luas dan umum.
Menurut Parasuraman, A., et al (1998), ada lima gap (kesenjangan) yang
memungkinkan kegagalan penyampaian jasa, antar lain:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Gap ini muncul
apabila manajemen tidak merasakan atau mengetahui dengan tepat apa yang
diinginkan oleh para pelanggannya.
2. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Gap ini bisa
terjadi apabila manajemen mungkin mampu merasakan atau mengetahui
19
Universitas Sumatera Utara
secara tepat apa yang dibutuhkan pelanggannya, tetapi tidak menyusun standar
kerja yang harus dicapai.
3. Gap antara spesifikakasi kualitas penyampaian jasa. Hal ini bisa terjadi
apabila standar-standar yang ditetapkan manajemen saling bertentangan
sehingga tidak dapat dicapai. Misalnya karyawan diminta untuk harus
meluangkan waktu mendengarkan keluhan pelanggan dan melayani mereka
dengan cepat.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini bisa terjadi
apabila apa yang dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan kepada pihak
luar berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai pelanggan pada perusahaan
tersebut.
5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi
apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda
dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
2.4. Penyebab Terjadinya Kesenjangan antara Harapan dengan Kinerja
LayananKesehatan
Suatu organisasi layanan kesehatan mungkin belum menerapkan jaminan kualitas
kesehatan sehingga tingkat kepuasan pasien tidak pernah diukur. Dengan
demikian, organisasi layanan kesehatan tidak mengetahui apa yang diharapkan
oleh pasien dan bagaimana tingkat kinerja layanan kesehatan yang dihasilkan oleh
organisasi layanan kesehatan tersebut. Kemungkinan lainnya, petugas kesehatan
tidak atau kurang mematuhi standar layanan kesehatan yang telah ditetapkan
sehingga kinerja layanan kesehatan tidak seperti yang diharapkan. Kesenjangan
20
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi akan semakin bertambah lebar karena pasien akan mengukur kinerja
layanan kesehatan yang diperolehnya dengan standar pribadinya, yaitu standar
yang tidak resmi.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Fenny Sobrina (2011) tentang Analisis
Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Sultan Sulaiman. Tujuan dari
untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan (gap) antara kinerja yang
diberikan oleh pihak rumah sakit dengan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh
pasien yang terdapat pada RSUD Sultan Sulaiman di Kabupaten Serdang Bedagai
dan mengidentifikasi variabel yang harus diprioritaskan pada RSUD Sultan
Sulaiman di Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil dari penelitian menyimpulkan
bahwaBerdasarkan
pengujian
dengan
menggunakan
metode
Customer
Satisfaction Indeks (CSI), ternyata pasien RSUD Sultan Sulaiman merasa sangat
puas terhadap kinerja pelayanan pihak rumah sakit selama ini. Hal ini dapat dilihat
dari nilai Customer Satisfaction Indeks (CSI) sebesar 83,69%. Namun pada
pengujian dengan menggunakan metode Importance Performance Analysist (IPA)
masih terdapat beberapa atribut pelayanan yang harus diperbaiki agar kualitas
pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Sulaiman semakin baik
kedepannya.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Erlida Rosa tentang
analisis tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan PT.Bank Mandiri Persero
Cabang Zainul Arifin Medan yang membandingkan antara kinerja perusahaan
dengan kepentingan nasabah dengan menggunakan metode SERVQUAL, dengan
21
Universitas Sumatera Utara
6 indikator yaitu tangible, relialibility, responsiveness, assurance, emphaty dan
facility serta metode Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance
Performance Analisist (IPA) diperoleh kinerja yang baik pada keenam indikator
tersebut dan nilai CSI sebesar 66.26 % yang dikategorikan memuaskan.
2.6.
Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
disusun kerangka konseptual seperti yang tersaji dalam gambar sebagai berikut :
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa variabel kualitas pelayanan dalam penelitian ini
ditentukan
melalui
indikator-indikator
kepuasan
pelanggan/pasien,
yaitu
Responsiveness (daya tangkap), tangibles (kasat mata), reability (keandalan),
assurance (jaminan), dan empathy (empati).
22
Universitas Sumatera Utara
Kualitas Pelayanan
Responsiveness
(Daya tangkap)
Assurance
(Jaminan)
Tangibles
(Kasat mata)
Empathy
(Empati)
Reability(Ke
andalan)
Analisis Deskriptif
Metode CSI
Metode IPA
Kepuasan Pasien
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
23
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit
Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa rumah sakit merupakan
pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan medik
spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat jalan,
rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit sebagai salah satu sarana
kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga
merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit
(preventif),
(rehabilitatif)
yang
penyembuhan
dilaksanakan
penyakit
secara
(kuratif)
serasi
dan
dan
pemulihan
terpadu
serta
berkesinambungan.
9
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Untuk menjalankan tugassebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia
Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit
umum diklasifikasikan sebagai berikut :
10
Universitas Sumatera Utara
a) Rumah Sakit umum kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis
penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas)
subspesialis.
b) Rumah Sakit umum kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat)
spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
c) Rumah Sakit umum kelas C
Adalah Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
d) Rumah Sakit umum kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang lengkap.
b. Rumah Sakit khusus kelas B
11
Universitas Sumatera Utara
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang minimal.
2.2. Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen
Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 2005).
Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa.
Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi jasa (Hope dan Muhlemann, 1997).
Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari
manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin
dicapai oleh sebuah organisasi jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus
mempunyai tujuan yang jelas.
Berbagai
definisi
diberikan
para
ahli
terhadap
kualitas
pelayanan.Parasuraman, A., et al (1998) mengartikan kualitas sebagai suatu
bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan
hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Namun kualitas
pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda. Selanjutnya disebutkan
12
Universitas Sumatera Utara
bahwa pengertian yang paling umum dari perbedaan kualitas pelayanan dan
kepuasan adalah bahwa kualitas pelayanan merupakan satu bentuk sikap,
penilaian dilakukan dalam waktu lama, sementara kepuasan merupakan ukuran
dari transaksi yang spesifik. Perbedaan antara kualitas pelayanan dan kepuasan
mengarah pada cara diskonfirmasi yang dioperasionalkan. Dalam mengukur
kualitas pelayanan yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya didapatkan,
sementara dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa yang
pelanggan mungkin dapatkan.
Menurut Ovreveit (dalam Ester Saranga, 2000), kualitas dalam jasa
kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah
pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas
professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi
kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional), dan
kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan
tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi
peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).
Dari berbagai pendapat tentang kualitas pelayanan di atas, dapat
disimpulkan bahwa definisi kualitas pelayanan secara umum adalah bahwa
kualitas harus memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan
mereka.
Kepuasan konsumen (customer satisfaction) dalam hal ini dapat
didefinisikan
sebagai
perasaan
senang/kecewa
seseorang
sebagai
hasil
perbandingan antara prestasi/produk yang dirasakan dan yang diharapkan.
13
Universitas Sumatera Utara
Penilaian terhadap kepuasan konsumen dilakukan setelah konsumen membeli
suatu produk/jasa karena kepentingannya yang kemudian dibandingkan dengan
apa yang diharapkan (Rangkuti, 2000).
Berdasarkan pendapat Wexley dan Yuki (1998), mendefinisikan
kepuasaan seseorang berarti terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan yang
diperoleh dari pengalaman melakukan sesuatu, pekerjaan, atau memperoleh
perlakuan tertentu dan memperoleh sesuatu sesuai kebutuhan yang diinginkan.
Istilah kepuasaan dipakai untuk menganalisis atau mengevaluasi hasil,
membandingkan kebutuhan yang diinginkan yang ditetapkan individu dengan
kebutuhan yang diperoleh (Anonim, 2003).
Bila kepuasan konsumen terhadap barang/jasa jauh dibawah apa yang
diharapkan, maka konsumen akan kehilangan minat terhadap produsen/penyedia
jasa dalam hal ini adalah rumah sakit. Demikian pula sebaliknya, jika barang/jasa
yang mereka nikmati memenuhi/melebihi tingkat kepentingannya, maka
konsumen akan cenderung memakai lagi barang/jasa tersebut (Kotler, 1997).
Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasar sudut pandang penyedia
jasa akan tetapi harus dipandang dari sudut pandang konsumen. Banyak penyedia
jasa gagal dalam memberikan kepuasan terhadap kosumennya yang disebabkan
terjadinya kesenjangan kepentingan diantara keduanya (Kotler, 1997).
Pengukuran tingkat kepuasan konsumen erat hubungannya dengan mutu
produk barang atau jasa. Pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pengelola jasa,
yaitu (Supranto, 1997):
14
Universitas Sumatera Utara
a. Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses
pelayanan jasa.
b. Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan
perbaikan secara terus menerus untuk memuaskan konsumen terutama
untuk hal-hal yang dianggap penting oleh konsumen.
c. Menentukan
apakah
perubahan
yang
dilakukan
mengarah
ke
perbaikan(improvement) atau tidak.
d. Kepuasan konsumen harus diperhatikan penyedia jasa, konsumen yang
tidak puas akan meninggalkan penyedia jasa dan akan beralih ke penyedia
jasa lain yang dapat memberikan pelayanan yang lebih baik sehingga
konsumen akan merasa lebih puas. Makin banyak konsumen yang beralih
menggunakan jasa di tempat lain maka menjadi indikasi terjadinya
penurunan kualitas pelayanan penyedia jasa (Supranto, 1997).
Namun demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak
berarti bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti
semua keinginan konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas
pelayanan, perusahaan harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapanharapan pelanggan, juga tersedianya sumberdaya dalam perusahaan.
2.3. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan konsumen telah menjadi
kebutuhan mendasar bagi setiap penyedia jasa. Hal ini dikarenakan langkah
tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan
pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan konsumen. Pada
15
Universitas Sumatera Utara
prinsipnya kepuasan konsumen dapat diukur dengan berbagai macam metode dan
teknik. Ada 4 metode dalam mengukur kepuasan konsumen, sebagai berikut:
a. Sistem keluhan dan saran.
Setiap organisasi yang berorientasi pada konsumen (customer oriented)
perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumen untuk
menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka terhadap pelayanan
yang disediakan.
b. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
konsumen adalah dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost
shopping) untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen kepada pesaing.
Dengan cara ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan dari pesaing.
c. Lost Customer Analysist
Penyedia jasa mengevaluasi dan menghubungkan konsumen yang telah
berhenti membeli atau yang telah pindah ke penyedia jasa agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan selanjutnya. Pemantauan terhadap lost customer analysis sangat
penting karena peningkatannya menunjukkan kegagalan penyedia jasa
dalam memuaskan konsumen.
d. Survei kepuasan konsumen
Melalui survei, penyedia jasa akan memperoleh tanggapan dan umpan
balik(feedback) secara langsung dari konsumen serta memberikan
16
Universitas Sumatera Utara
kredibilitas positif bahwa penyedia jasa menaruh perhatian terhadap para
konsumen(Kotler, 1997).
Metode survei kepuasan konsumen dapat menggunakan pengukuran
SERVQUAL (service quality) yang dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi konsumen atas layanan yang nyata mereka terima
(perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan
bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan
dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan
disebut memuaskan. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai
jauhnya perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas layanan yang
mereka terima (Lupiyoadi, 2001).
Pengukuran kualitas jasa model service quality didasarkan pada skala
multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan serta
gap diantara keduanya pada 5 dimensi kualitas jasa (keandalan, daya tanggap,
kepastian, empati, berwujud). Uraiannya adalah sebagai berikut:
1) Tangible (Bukti Fisik) yakni adanya penampakan berupa fasilitas-fasilitas
penunjang, petugas ataupun sarana komunikasi yang menyertai produk
tersebut. Karena suatu service tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak
bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap
pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai
suatu kualitas pelayanan.
17
Universitas Sumatera Utara
2) Reliability (dapat diandalkan, adanya kemampuan untuk mewujudkan produk
seperti yang telah dijanjikan). Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan
perusahaan juga ditentukan oleh dimensi reliability, yaitu dimensi yang
mengukur keandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggannya. Dimensi ini sangat penting bagi pelanggan dari berbagai
industri jasa. Ada dua aspek dari dimensi ini, pertama adalah kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua
adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang
tepat dan akurat.
3) Responsiveness (Daya Tanggap) adalah adanya keinginan untuk menolong
konsumen dan menyediakan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Harapan
pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan
berubah yang kecenderungannya naik dari waktu ke waktu. Dalam bahasa
ekonomi waktu adalah ”Scarce Resources”. Karena itu waktu sama dengan
uang yang harus digunakan secara bijak. Itulah sebabnya pelanggan merasa
tidak puas apabila waktunya terbuang secara percuma karena dia sudah
kehilangan kesempatan lain untuk memperoleh sumber ekonomi . Pelanggan
bersedia untuk mengorbankan atau pelayanan yang lebih mahal untuk setiap
waktu yang dapat dihemat.
4) Assurance
(Jaminan/dapat
dipertanggungjawabkan)
adalah
adanya
pengetahuan dari karyawan dalam menanamkan kepercayaan atas produk
tersebut. Ada empat aspek dari dimensi ini, yakni: keramahan, kompetensi,
kredibilitas, dan keamanan. Keramahan adalah salah satu aspek kualitas
18
Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang paling mudah diukur. Salah satu bentuk konkretnya adalah
bersikap sopan dan murah senyum. Aspek kompetensi maksudnya adalah
setiap karyawan perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik terhadap
suatu produk atau jasa yang diberikan sehingga tidak terlihat bodoh saat
berhadapan dengan pelanggan. Kredibilitas adalah sejauh mana perusahaan
memiliki reputasi yang baik sehingga pelanggan mempunyai keyakinan untuk
menggunakan produk perusahaan. Sedangkan keamanan dalam hal ini adalah
pelanggan harus mempunyai rasa aman dalam melakukan transaksi. Aman
karena perusahaan jujur dalam bertransaksi.
5) Emphaty (perhatian/kepedulian) adalah adanya perhatian secara individual
dari perusahaan terhadap konsumennya.
Parasuraman, A., et al (1985), mendefinisikan kualitas pelayanan
(perceived service quality) sebagai perbandingan antara harapan dan persepsi
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Definisi ini telah diterima dan
digunakan secara luas dan umum.
Menurut Parasuraman, A., et al (1998), ada lima gap (kesenjangan) yang
memungkinkan kegagalan penyampaian jasa, antar lain:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Gap ini muncul
apabila manajemen tidak merasakan atau mengetahui dengan tepat apa yang
diinginkan oleh para pelanggannya.
2. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Gap ini bisa
terjadi apabila manajemen mungkin mampu merasakan atau mengetahui
19
Universitas Sumatera Utara
secara tepat apa yang dibutuhkan pelanggannya, tetapi tidak menyusun standar
kerja yang harus dicapai.
3. Gap antara spesifikakasi kualitas penyampaian jasa. Hal ini bisa terjadi
apabila standar-standar yang ditetapkan manajemen saling bertentangan
sehingga tidak dapat dicapai. Misalnya karyawan diminta untuk harus
meluangkan waktu mendengarkan keluhan pelanggan dan melayani mereka
dengan cepat.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini bisa terjadi
apabila apa yang dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan kepada pihak
luar berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai pelanggan pada perusahaan
tersebut.
5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi
apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda
dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
2.4. Penyebab Terjadinya Kesenjangan antara Harapan dengan Kinerja
LayananKesehatan
Suatu organisasi layanan kesehatan mungkin belum menerapkan jaminan kualitas
kesehatan sehingga tingkat kepuasan pasien tidak pernah diukur. Dengan
demikian, organisasi layanan kesehatan tidak mengetahui apa yang diharapkan
oleh pasien dan bagaimana tingkat kinerja layanan kesehatan yang dihasilkan oleh
organisasi layanan kesehatan tersebut. Kemungkinan lainnya, petugas kesehatan
tidak atau kurang mematuhi standar layanan kesehatan yang telah ditetapkan
sehingga kinerja layanan kesehatan tidak seperti yang diharapkan. Kesenjangan
20
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi akan semakin bertambah lebar karena pasien akan mengukur kinerja
layanan kesehatan yang diperolehnya dengan standar pribadinya, yaitu standar
yang tidak resmi.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Fenny Sobrina (2011) tentang Analisis
Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Sultan Sulaiman. Tujuan dari
untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan (gap) antara kinerja yang
diberikan oleh pihak rumah sakit dengan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh
pasien yang terdapat pada RSUD Sultan Sulaiman di Kabupaten Serdang Bedagai
dan mengidentifikasi variabel yang harus diprioritaskan pada RSUD Sultan
Sulaiman di Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil dari penelitian menyimpulkan
bahwaBerdasarkan
pengujian
dengan
menggunakan
metode
Customer
Satisfaction Indeks (CSI), ternyata pasien RSUD Sultan Sulaiman merasa sangat
puas terhadap kinerja pelayanan pihak rumah sakit selama ini. Hal ini dapat dilihat
dari nilai Customer Satisfaction Indeks (CSI) sebesar 83,69%. Namun pada
pengujian dengan menggunakan metode Importance Performance Analysist (IPA)
masih terdapat beberapa atribut pelayanan yang harus diperbaiki agar kualitas
pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Sulaiman semakin baik
kedepannya.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Erlida Rosa tentang
analisis tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan PT.Bank Mandiri Persero
Cabang Zainul Arifin Medan yang membandingkan antara kinerja perusahaan
dengan kepentingan nasabah dengan menggunakan metode SERVQUAL, dengan
21
Universitas Sumatera Utara
6 indikator yaitu tangible, relialibility, responsiveness, assurance, emphaty dan
facility serta metode Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance
Performance Analisist (IPA) diperoleh kinerja yang baik pada keenam indikator
tersebut dan nilai CSI sebesar 66.26 % yang dikategorikan memuaskan.
2.6.
Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
disusun kerangka konseptual seperti yang tersaji dalam gambar sebagai berikut :
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa variabel kualitas pelayanan dalam penelitian ini
ditentukan
melalui
indikator-indikator
kepuasan
pelanggan/pasien,
yaitu
Responsiveness (daya tangkap), tangibles (kasat mata), reability (keandalan),
assurance (jaminan), dan empathy (empati).
22
Universitas Sumatera Utara
Kualitas Pelayanan
Responsiveness
(Daya tangkap)
Assurance
(Jaminan)
Tangibles
(Kasat mata)
Empathy
(Empati)
Reability(Ke
andalan)
Analisis Deskriptif
Metode CSI
Metode IPA
Kepuasan Pasien
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
23
Universitas Sumatera Utara