PERKEMBANGAN PERWATAKAN TOKOH UTAMA ROMAN BRUGUES LA MORTE KARYA GEORGES RODENBACH (KAJIAN PSIKOANALISIS).

(1)

   

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Pramestiyana Ratih Pratisti NIM 10204241023

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN UJIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tiangan di bawah ini:

Nama

:

Dra. Alice Armini, M. Hum

NIP.

:

195706271985112002

menerangkan bahwa Tugas Akhir mahasiswa:

Nama

:

pramestiyana Ratih pratisti

No.

Mhs. :

1OZO4241O2}

JudulrAS

:

perkembangan perwatakan Tokoh utama Roman

Bruges La Karya Georges Rodenbach (Kajian pskoanalisis)

sudah layak untuk diujikan didepan Deraran Fenguji.

Demikian surat keterangan inidibuat, untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Dra. Alice Armini, M. Hum N lP' 1 9570627 19851 12OOz

FRM/FBS/18-01 10 Jan 201 1


(3)

F+ YI

<l 6t

ffi

Iues uBp €suq?g selln)[?{ SI0Z

1eW

bl

'ugu1e,(3o1

SIOZ FI^I+

srczIew?

gIOZ IEW+

srczIpwzz

1u33uea

-

uu8u

runH'I4tr'rutuuy ecq17'eJCI

d

IllS'erc

8rrr8N

'snlnl ue1e1e.(urp u€p SI0Z lVdV bZ

pEEuel epud rfn8ued uelrlee uedap rp uu{upq?uedlp

ur (qqluueo{Isd

uqfuy)

qcsquepog saSroe3

efruy

auol4l n7 saSntg ueruog Brrrulll

qo{ol

ue{Bls^ara4 ue8uuqura{rod lnpnf-req Euuf rsdmlg


(4)

I t i L [, F" t l. F I a' r: F E r F E : t. I l j t k E E t h E E ! t F f I F tl t I t E F I t=* E r F F F t E f E E 1 . L t ts F F E e F E F E. F E t E

t

F k l. E Fj t E ts E ? E 3: F t I F F p fr E / E: t

r

.^

r i: E I i. i ;

Yang bertanda

tangl

Ai bawah ini, saya: Nama

NIM

Prograrn Studi l';akultas

Pramestiyana Ratih Pratisti '1020424t023

Pendidikun Bahasa Prancis

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

tncnyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil peke{aan saya sendiri. Sepanjang pengetaltuall saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, tcec_u3]iJSgian-baglan tertentu yang

say,?.q{ggkqui

ry11g,deng-an mengikuti _sr6*<,*s_.n4, tata cuadan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.

Apabila terbukti bahwa pemyataan

ini tidak

benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 15

April 2015

IV


(5)

v   

 You have to decide what your highest priorities are and have the courage, pleasantly, smilingly, non-apologetically, to say NO to ther things. And the way you do that is by having a bigger YES burning inside. The enemy of the

best is often the good. (Stephen Covey)

 If you want to be proud of yourself, then do things in which you can take pride. (Karen Horney)


(6)

vi 

 

kalian

My lovely sista, Rahajeng Teni Bintari, terima kasih atas ide romannya, kakak sayang padamu!

Terima kasih untuk:

My honey, Faris Biladi, yang selalu ada mengisi hariku, be my forever and always yes!

Sahabat tercinta, Dita Larasati, atas kebersamaan dan kebahagiaan Sabahat tersayang, Siti Istiqomah a.k.a Lily Andromeda, atas kasih sayang dan

ketulusan

Komunitas YUI Lovers, UNSTRAT, SP Mania, rekan jamming, geng SMA, seluruh teman-teman Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis, atas canda tawa dan

senyuman

Teman-teman lain yang tak dapat saya sebutkan satu per satu, atas segala warna kehidupan


(7)

inayah-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi

ini untuk memenuhi

sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk

itu,

saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNY serta ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada saya.

Rasa hormat dan penghargaan saya sampaikan kepada dosen penrbimbing, Dra. Alice Armini, M. Hum, yang penuh kesabaran, kearifan, dan bijaksana telah memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan tiada henti di sela kesibukannya.

Ucapan terima kasih juga saya sarnpaikan kepada seluruh dosen dan stalf Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis FBS UNY, kepada teman sejawat, sahabat dan teman-teman di Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis, serta senrua pihak yang tclah memberikan dukungan moral, bantuan dan dorongan kepasa saya sehingga seya dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Tidak lupa saya ucapkan terirna kasih tiada honti kcpucla orang tua darr keluarga yang selarna

ini telah mendoakan, mencurahkan

sogala'kasih sayilng, dukungan, dan materi yang tak terhingga sehingga sayil clapat nrenyelcsaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenulrrtya bahwa pcnulisan

ini

rnasih jauh tlari scrt'll)unta. Oleh karsna itu, kritik dun saran yang dapat mernbangurr senantiasa sayu nantil<atr clenri perbaikan

di

ntu.su yang akan clatang. Scrnoga skripsi ini llcnrranlint lragi para pembaca.

Yogyakarta, l5 April 2015 Penulis

vil


(8)

viii   

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

AKSTRAK ... xiii

EXTRAIT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Roman sebagai Karya Sastra ... 8

B. Analisis Struktural 1. Alur ... 9

2. Penokohan ... 14

3. Latar ... 15

4. Tema ... 17

C. Keterkaitan Antarunsur Karya Sastra ... 17

D. Psikoanalisis dalam Karya Sastra ... 18

1. Alam Bawah Sadar ... 19

2. Struktur Kepribadian ... 20

3. Teori Psikoseksual ... 22

4. Mekanisme Pertahanan Diri ... 25

5. Neurosis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data ... 35

B. Prosedur Penelitian ... 35

1. Teknik Pengumpulan Data ... 35

2. Inferensi ... 36

C. Teknik Analisis Data ... 37


(9)

ix   

3. Latar ... 68

4. Tema ... 80

B. Wujud Keterkaitan Unsur Intrinsik dalam Roman ... 82

C. Wujud Perkembangan Perwatakan Tokoh Utama ... 84

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 93

B. Implikasi ... 95

C. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(10)

x   

Gambar 2: Skema Aktan Roman Bruges La Morte Karya Georges Rodenbach .... 51

Gambar 3: Bagan Alur Roman Bruges La Morte Karya Georges Rodenbach ... 52


(11)

xi   

Tabel 2 : Alur Perkembangan Teori Psikoseksual Freud ... 23 Tabel 3 : Tahapan Alur Roman Bruges La Morte Karya Georges Rodenbach ... 41


(12)

xii   

... 99 2. Lampiran 2 : Résumé ... 102

 


(13)

1   

Pramestiyana Ratih Pratisti 10204241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan unsur intrinsik pada roman

Bruges La Morte karya Georges Rodenbach yang berupa alur, penokohan, latar, dan

tema roman, (2) mendeskripsikan hubungan antarunsur intrinsik dalam roman Bruges

La Morte karya Georges Rodenbach, (3) mendeskripsikan perkembangan perwatakan

tokoh utama pada roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

Subjek penelitian ini adalah roman Bruges La Morte karya Georges

Rodenbach yang diterbitkan pada tahun 1892 oleh penerbit Editions du Boucher. Objek penelitian yang dikaji adalah: (1) unsur-unsur pembangun atau unsur-unsur

intrinsik roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach, berupa alur, penokohan,

latar, tema, (2) keterkaitan antarunsur tersebut, (3) wujud perkembangan tokoh utama

roman Bruges La Morte. Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif dengan

metode analisis konten yang bersifat deskriptif-kualitatif-analitis. Validasi ditentukan

berdasarkan validitas semantik dan expert-judgement, sedangkan reliabilitas yang

digunakan ialah intrarater dan interrater.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) alur cerita maju dan memiliki akhir tragis. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Hugues Viane, sedangkan tokoh tambahan adalah Jane Scott dan Barbe. Cerita ini diceritakan dengan dominasi latar di Bruges, Belgia, berlangsung selama kurang lebih 9 bulan, yaitu mulai awal musim gugur hingga musim semi. Latar sosial dalam roman ini adalah kehidupan masyarakat Bruges dengan kebangsawanan yang kental, (2) unsur-unsur intrinsik tersebut saling berkaitan dalam membangun keutuhan cerita yang diikat oleh tema. Adapun tema yang mendasari cerita ini adalah depresi seorang suami terhadap kematian istrinya,

(3) wujud perwatakan tokoh utama yang dinyatakan tidak sehat karena id, ego, dan

superego Hugues tidak seimbang dan menyebabkan perubahan tingkah laku berupa neurosis gangguan unipolar akibat depresi yang melekat kuat dan menghasilkan ketidakseimbangan kejiwaan yang berlanjut dan menimbulkan kekacauan dalam diri dan lingkungannya.


(14)

2   

Par:

Pramestiyana Ratih Pratisti 10204241023

EXTRAIT

Cette recherche a pour but de: (1) décrire les éléments intrinsèques de roman

Bruges La Morte de Georges Rodenbach qui se comprennent de l’intrigue, de la caractérisation des personnages, du contexte (le lieu, le temps, le cadre social), et du thème, (2) de décrire la relation entre ces éléments intrinsèques du roman, et (3) de

décrire le développement de caractère du personnage principal de roman Bruges La

Morte de Georges Rodenbach.

Le sujet de la recherche est le roman Bruges La Morte de Georges Rodenbach

publié en 1892 par l’editions du Boucher. Les objets de cette recherche sont: (1) les éléments intrinsèques qui forment l’histoire de roman en forme de l’intrigue, de la caractérisation des personnages, du contexte (le lieu, le temps, l’état social), et du thème, (2) la relation entre ces éléments intrinsèques, et (3) le développement de

caractère du personnage principal de roman Bruges La Morte de Georges Rodenbach.

Cette recherche utilise l’approche objective, tandis que la méthode appliquée est l’analyse du contenu. La validité est fondée sur la validité sémantique est celle d’expert-judgement, tandis que la fiabilité est acquise par le procédé d’intrarater et d’interrater.

Le résultat de cette recherche montre que (1) le roman Bruges La Morte de

Georges Rodenbach a une intrigue progressive qui se termine par la fin tragique. Le personnage principal de ce roman est Hugues Viane, tandis que les personnages supplémentaires sont Jane Scott et Barbe. L’histoire se déroule à Bruges, en Belgique à la saison d’automne au printemps. Le cadre social montré dans ce roman est la vie d’une communauté bourgeoise à Bruges, (2) ces éléments intrinsèques s’enchainent en formant une unité textuelle liée par le thème. Le thème majeur de roman est la dépression d’un veuf à cause de la mort de sa femme, (3) le caractère du personnage

principal, notamment Hugues, est considéré inapte en raison de l’instabilité d’id,

d’égo et de super égo qui provoque le changement de comportement dans la forme de

la névrose de trouble unipolaire. Ceci est causé par la forte dépression à cause de la mort de la femme aimée qui abouti à un déséquilibre mental continue et qui provoque également le chaos en soi et en entourage du personnage principal.

   


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi media sastra. Karya sastra muncul dalam bentuk ungkapan pribadi manusia yaitu berupa ide, pengalaman, pemikiran, maupun perasaan dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Adapun dalam memahami suatu karya sastra, diperlukan kajian yang mendalam terhadap karya sastra dari berbagai unsur yang membentuknya (Fananie, 2002: 63). Telaah sastra digunakan untuk mengkaji karya sastra yang meliputi berbagai aspek, baik aspek intrinsik maupun aspek ekstrinsik. Menurut Schmitt dan Viala (1982: 16) disebutkan pengertian karya sastra yaitu:

...la littérature, au sens strict, comme l’ensemble des textes qui, à chaque époque, ont été considérés comme échappant aux usages de la pratique courante, et visent à signifier plus en signifiant différemment bref: l’ensemble des textes ayant une dimension esthétique.

...karya sastra, dalam arti sempit, seperti kesatuan teks, yang pada setiap jaman, dianggap menyimpang dari pemakaian sehari-hari, dan memiliki arti berbeda, bahwa tulisan merupakan suatu dimensi keindahan.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karya sastra terdapat pada setiap jaman. Karya sastra adalah hasil karya manusia yang mengungkapkan berbagai fenomena dan problematika kehidupan sehari-hari dengan berbagai bentuk variasi bahasa penulisannya. Karya sastra dapat berupa peristiwa nyata maupun imajinatif, dan dituangkan bentuk tulisan yang memiliki nilai keindahan tersendiri.


(16)

Sastra dibagi menjadi tiga jenis, yaitu drama, puisi, dan prosa. Istilah drama

berasal dari Bahasa Prancis drame, digunakan untuk menjelaskan lakon-lakon mereka

tentang kehidupan kelas menengah di Prancis. Puisi merupakan bagian dalam karya sastra pada dasarnya merupakan sarana ekspresi seseorang dari alam batinnya. Prosa secara etimologis merupakan pengungkapan dari apa yang dirasakan, diketahui, dan dimaksudkan pengarang yang langsung diucapkan dengan bahasa yang langsung dan bebas, tidak memerlukan bahasa yang rumit seperti pada puisi.

Roman merupakan salah satu karya yang termasuk dalam prosa. Dalam kamus

Le Petit Larousse Illustré (Larousse, 1994 : 898) dijelaskan bahwa:

Roman est une œuvre littéraire, récit en prose d’une certaine longueur, dont l’intérêt est dans la narration d’aventures, l’étude de mœurs ou de caractères, l’analyse de sentiments ou de passions, la représentation du réel ou du diverses données objectives et subjectives.

Roman adalah karya kesusastraan, ditulis dalam bentuk prosa dengan panjang tertentu yang memfokuskan pada cerita petualangan, mempelajari adat istiadat atau macam-macam karakter, analisis perasaan atau gairah, perwujudan sebuah kenyataan secara objektif maupun subjektif.

Roman yang dijadikan subjek kajian pada penelitian ini adalah roman Bruges

La Morte karya Georges Rodenbach yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1892 dan dicetak ulang pada tahun 2005 oleh Editions du Boucher. Roman ini menceritakan tentang depresi tokoh utama Hugues sepeninggal istrinya. Hugues merasa hidup dalam kehampaan dan menjadi pelamun. Hugues pun memotong rambut istrinya dan dijadikannya kepang kemudian disimpan di rumahnya. Keadaan berubah setelah Hugues mengenal Jane, seorang penari yang memiliki wajah mirip dengan mendiang istrinya. Hugues mengalami berbagai tekanan batin sehingga


(17)

muncul konflik-konflik dalam kehidupannya. Ia merasakan kesedihan atas kematian istrinya, kemudian merasakan kegelisahan akibat rasa ingin tahu pada Jane. Namun kenyataannya, kemiripan wajah Jane tidak serta merta membuatnya memiliki jiwa yang sama dengan istri Hugues sebelumnya. Pada akhirnya Hugues membunuh Jane akibat dari frustasinya. Georges Rodenbach berusaha memberikan gambaran

mengenai romannya Bruges La Morte dengan menekankan berbagai situasi yang ada

secara mendetail sehingga pembaca akan benar-benar merasakan nuansa ceritanya dari kesedihan yang berujung pada keterpurukan yang dialami Hugues yang dicurahkan melalui kota Bruges. Adapun Georges Rodenbach memberikan

pandangan kehidupan sosial masyarakat pada saat roman Bruges La Morte ini

muncul.

Georges Rodenbach adalah seorang penulis berkebangsaan Belgia. Ia juga seorang penulis puisi yang terkenal. Sebelum menjadi seorang penulis, Georges Rodenbach menempuh pendidikan di Gent dan mengambil jurusan hukum. Setelah lulus, ia pindah ke Prancis pada tahun 1878 dan melanjutkan studinya di bidang jurnalistik. Georges Rodenbach meninggal pada 25 Desember 1898 di Paris, Prancis. Makamnya menjadi salah satu makam terunik di dunia karena berbentuk monumen yang terbuat dari platina yang menggambarkan dirinya muncul dari makam

membawa setangkai mawar. Bruges La Morte merupakan roman yang membuat

namanya dikenal tidak hanya di Prancis, namun juga di tempat asalnya, Belgia.

Adapun karya-karya Georges Rodenbach yang lain, seperti Le Carillonneur (1897),


(18)

Bruges La Morte yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1892 ini mendapatkan apresiasi yang besar, yaitu roman pertama yang diberi ilustrasi dengan gambar. Atas

apresiasi tersebut, roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach ini pun hingga

diterjemahkan ke dalam tujuh bahasa. Pada tahun 1920, seorang komposer Erich

Wolfhang Korngold menggunakan roman Bruges La Morte ini sebagai basis dari

operanya Die Tote Stadt atau The Dead City.

Dalam proses pengkajian fiksi, pengkajian unsur-unsur pembangun roman merupakan hal utama yang harus dilakukan. Diungkapkan Barthes dalam bukunya (1981: 8-9), dalam mengupas cerita, diperlukan analisis terhadap berbagai kesatuan yang membangun cerita tersebut. Analisis inilah yang akan dilakukan oleh peneliti sastra, agar makna suatu karya dapat ditangkap dengan baik oleh pembaca. Adapun unsur pembangun roman, diantaranya adalah alur, penokohan, latar, tema, sudut pandang, dan lain-lain.

Pada penelitian roman Bruges La Morte ini akan dibatasi pada beberapa unsur

intrinsik roman, yaitu alur, penokohan, latar, dan tema. Penelitian roman Bruges La

Morte karya Georges Rodenbach ini menggunakan analisis strukturalisme. Pengkajian dilakukan pada perwatakan tokoh, yaitu tokoh utama, dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud, sebab dalam roman ini lebih banyak diceritakan

tentang tokoh utama. Adapun tokoh utama dalam roman Bruges La Morte dianggap

memiliki perilaku menyimpang atau tidak normal menurut teori psikologi. Oleh karena itu, akan dikaji guna mencermati dan meneliti hubungan antarsatuan yang membangun roman, serta perkembangan perwatakan tokoh utama dan tokoh lain


(19)

yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh sehingga memudahkan dalam pemahaman roman.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat beberapa identifikasi masalah yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema

dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

2. Hubungan antarunsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema

dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

3. Perkembangan perwatakan tokoh pada roman Bruges La Morte karya Georges

Rodenbach.

4. Konflik yang terbangun pada roman Bruges La Morte karya Georges

Rodenbach.

5. Latar sosial masyarakat pada saat munculnya roman Bruges La Morte karya

Georges Rodenbach.

C. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan penelitian pada roman Bruges La Morte karya Georges

Rodenbach, dibatasi masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema


(20)

2. Hubungan antarunsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema

dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

3. Perkembangan perwatakan tokoh utama pada roman Bruges La Morte karya

Georges Rodenbach.

D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah disebutkan, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema

roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach?

2. Bagaimana hubungan antarunsur intrinsik dalam roman Bruges La Morte karya

Georges Rodenbach?

3. Bagaimana perkembangan perwatakan tokoh utama pada roman Bruges La

Morte karya Georges Rodenbach?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan

tema roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

2. Untuk mendeskripsikan hubungan antarunsur intrinsik dalam roman Bruges La


(21)

3. Untuk mendeskripsikan perkembangan perwatakan tokoh utama pada roman

Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut.

1. Hasil penelitian ini adalah untuk memperkenalkan karya sastra Prancis berupa

roman, yaitu roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach secara lebih

mendalam.

2. Hasil penelitian ini adalah untuk menelaah karya sastra Prancis berupa roman

Bruges La Morte karya Georges Rodenbach menggunakan teori psikoanalisis.


(22)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Roman sebagai Karya Sastra

Secara umum, karya sastra terdiri tiga bentuk, yaitu genre prosa, puisi, dan drama. Adapun dari tiap-tiap karya sastra memiliki bentuk tersendiri. Terdapat cerpen, novel, dongeng, yang merupakan contoh dari karya sastra berjenis prosa. Contoh jenis karya sastra dari prosa lainnya adalah roman.

Di dalam kamus Le Robert Micro (Robert, 2006: 1184) pengertian roman yaitu sebuah karya sastra yang sifatnya imajinatif dan tersusun dalam bentuk prosa yang menampilkan tokoh-tokoh seperti kenyataannya. Roman dikatakan menarik karena menyajikan petualangan, pendalaman budaya, analisis perasaan atau sebuah hasrat yang disajikan baik secara objektif maupun subjektif. Schmit dan Viala dalam bukunya (1982: 51) menjelaskan pengertian roman yaitu jenis prosa naratif panjang yang berupa cerita petualangan, percintaan, kepahlawanan, ilmiah, dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa roman adalah karya sastra yang berbentuk fiksi yang berasal dari pemikiran pengarang dan menceritakan kisah hidup seorang tokoh beserta segala problematika dan kehidupan sosialnya.

B. Analisis Struktural

Karya sastra terbentuk dari unsur-unsur pembangunnya. Unsur-unsur ini saling berkaitan satu sama lain. Dalam mengkaji unsur-unsur karya sastra, diperlukan kajian struktural (Pradopo, 1995: 6). Kajian struktural ini menjadi dasar peneliti untuk


(23)

melangkah pada tahap berikutnya. Pendekatan struktural berusaha menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun mutu karya sastra.

Analisis terhadap unsur intrinsik pada penelitian ini akan dibatasi pada unsur yang berupa alur, tokoh, latar, dan tema. Analisis ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh peneliti sebelum mengkaji lebih dalam suatu karya.

1. Alur

Alur merupakan seluruh peristiwa yang dipaparkan dalam sebuah cerita yang terdiri dari aksi. Aksi-aksi tersebut dapat berupa tindakan dari para tokoh, perasaan dari para tokoh, kedaaan tokoh, maupun peristiwa. Pembuatan sekuen terkadang begitu kompleks, karena terdapat kriteria-kriteria dalam pembuatan sekuen. Untuk membatasi kompleksitas sebuah sekuen, diperlukan kriteria-kriteria yang dijelaskan oleh Schmit dan Viala (1982: 27) sebagai berikut:

- Harus terdapat suatu titik perhatian atau fokalisasi yang dapat dilihat dari suatu subjek atau suatu objek yang memiliki kesamaan peristiwa, tokoh, gagasan atau peristiwa yang sama.

- Sekuen harus membentuk koherensi, baik dalam dimensi waktu maupun dimensi tempatnya: terjadi di tempat sama atau terjadi di waktu yang sama, atau di beberapa tempat dan waktu yang sama dalam suatu fase: suatu masa kehidupan seseorang, urutan peristiwa dan bukti-bukti yang mendukung suatu ide/ gagasan, dan sebagainya.


(24)

Une façon générale, un segment de texte qui forme un tout cohérent autour d’un même centre d’intérêt. Une séquence narrative correspond à une série de faits représentant une étape dans l’évolution de l’action.

Sekuen secara umum merupakan bagian dari teks yang membentuk koherensi dari keseluruhan cerita. Sekuen sama dengan urutan kejadian (peristiwa) menggambarkan langkah dalam pergerakan dari sebuah tindakan.

Dari pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa sekuen merupakan urutan kejadian suatu cerita. Sekuen menggambarkan setiap pergerakan dari suatu tindakan. Dapat disimpulkan bahwa sekuen merupakan rangkaian peristiwa yang mempunyai sebab akibat dan berada dalam satu kesatuan.

Berdasarkan hubungan antarsekuen, terdapat dua fungsi sekuen yang dikemukakan oleh Barthes (1981: 15-16), yaitu fonction cardinale (fungsi utama) dan

fonction catalyse (fungsi katalisator). Satuan-satuan yang memiliki fungsi utama dihubungkan dengan hubungan sebab-akibat atau hubungan logis. Fungsi inilah yang berperan utama dalam mengarahkan jalannya suatu cerita. Adapula satuan yang memiliki fungsi katalisator berfungsi menghubungkan cerita yang lain, mempercepat ataupun memperlambat, melanjutkan kembali, merangkum, mengantisipasi dan terkadang membuat bingung pembaca.

Menurut Besson (1987: 118), terdapat tahapan penceritaan yang terbagi menjadi lima tahapan yang digambarkan dalam tabel sebagai berikut:


(25)

Situation initiale

Action proprement dire Situation finale

1 2 3 4 5

L’action se déclenche

L’action se développe

L’action se dénoue Tabel 1: Tahapan Alur Robert Besson

Keterangan:

1. La situation initial (tahapan awal suatu cerita)

Tahap ini adalah tahap memperkenalkan para tokoh, perwatakan, dan situasi dalam suatu cerita kepada pembaca.

2. L’action se déclenche (tahapan pemunculan konflik)

Pada tahap ini dilakukan pengenalan kepada para tokoh yang mulai masuk pada pertikaian yang mengarah pada munculnya konflik.

3. L’action se développe (tahapan peningkatan konflik)

Pengembangan konflik yang muncul hingga semakin meningkat dan mengarah pada klimaks.

4. L’action se dénoue (tahap klimaks)

Terjadi konflik yang berada pada tahap paling tinggi dan semakin memuncak.

5. La situation final (tahap penyelesaian)

Tahap penyelesaian konflik utama yang menjadi klimaks. Pada tahap ini permasalahan menemui jalan keluar dan berangsur menuju akhir suatu cerita.


(26)

Di dalam suatu cerita terdapat kekuatan yang berfungsi sebagai kekuatan penggerak. Kekuatan penggerak ini dapat berupa seseorang, binatang, entitas, perasaan, dan sebagainya. Berikut gambaran fungsi kekuatan penggerak (les actans)

yang dikemukakan oleh Greimas via Ubersfeld (1996: 50):

Gambar 1: Skema Aktan/ Penggerak Lakuan

Keterangan:

1. La destinateur, yaitu seseorang atau sesuatu yang dapat menjadi sumber ide, yang membawa atau menghalangi jalan cerita.

2. La destinataire, yaitu seseorang atau sesuatu yang menerima l’objet dari tindakan le sujet.

3. Le sujet, yaitu seseorang atau sesuatu yang menginginkan l’objet.

4. L’objet, yaitu seseorang atau sesuatu yang diinginkan le sujet.

5. L’adjuvant, yaitu seseorang atau sesuatu yang membantu le sujet untuk memperoleh l’objet yang diinginkan.

Destinateur (D1)

Objet (O)

Sujet (S)

Destinataire (D2)


(27)

6. L’opposant, yaitu sesorang atau sesuatu yang menghalangi le sujet untuk mendapatkan l’objet.

Berdasarkan skema tersebut dapat dijelaskan bahwa le destinateur merupakan penggerak cerita yang mengarahkan le sujet untuk mendapatkan l’objet. Untuk mendapatkan l’objet tersebut, le sujet dibantu oleh l’adjuvant dan ditentang oleh

l’opposant. Fungsi le destinataire adalah menerima l’objet hasil bidikan dari le sujet. Untuk menentukan akhir dari suatu cerita, terdapat beberapa tipe akhir cerita seperti yang dijelaskan oleh Peyroutet (1991: 8), yaitu:

1. Fin heureuse (akhir bahagia/ menyenangkan)

2. Fin retour a la situation de départ (akhir yang kembali ke situasi awal cerita) 3. Fin tragique sans espoir (akhir tragis tanpa harapan)

4. Fin tragique espoir (akhir tragis dan masih ada harapan) 5. Fin comique (akhir cerita lucu)

6. Suite possible (akhir cerita dengan kemungkinan masih berlanjut)

7. Fin reflexive (akhir cerita ditutup dengan ungkapan narator yang mengambil hikmah dari cerita)

Di samping terdapat tipe akhir suatu cerita, adapula jenis-jenis cerita seperti yang diungkapkan Peyroutet (2001: 12), yaitu:

1. Le récit réaliste

Roman yang menceritakan kejadian yang nyata.

2. Le récit historique


(28)

3. Le récit d’aventures

Roman yang bercerita tentang petualangan yang dialami tokoh.

4. Le récit policier

Roman yang menceritakan kepahlawanan, detektif, maupun polisi.

5. Le récit fantastique

Roman yang menceritakan kisah fantasi, fiksi, dan irasional.

6. Le récit de sience-fiction

Roman yang menceritakan suatu kisah ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Penokohan

Unsur penting yang harus ada dalam suatu cerita adalah penokohan. Menurut Aminudin dalam bukunya Pengantar Apresiasi Sastra (1987: 79), tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu cerita, sedangkan penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh. Schmitt dan Viala (1982: 69) menguraikan bahwa penokohan adalah para tokoh yang berada dalam sebuah cerita. Pada umumnya, manusia menjadi peran utama dalam sebuah cerita, namun ada pula yang tokohnya berasal dari benda, binatang, antitas (misal keadilan, kematian, dan sebagainya). Untuk menjelaskan karakteristik dan sifat dari tokoh guna memudahkan pengidentifikasian, disebutkan Schmitt dan Viala (1982: 70):

Un personnage est toujours une collection de traits: physiques, moraux, sociaux. La combinaison de ces traits de les présenter, constituent le portrait du personnage.


(29)

Seorang tokoh selalu digambarkan dari tiga hal, yaitu fisik, moral, dan sosial. Ketiga hal ini membentuk le portrait du personnage.

Peyroutet (2001: 14) membagi dua cara penggambaran tokoh, yaitu metode langsung (méthode direct) dan metode tidak langsung (méthode indirecte). Selain itu, terdapat pula penggambaran tokoh secara tidak langsung, melainkan dari identifikasi karakter melalui apa yang dilakukannya, dikatakannya, dirasakannya oleh tokoh yang bersangkutan, dan disebut dengan les personnages en actes.

Berdasarkan segi peranannya (Aminudin, 1987: 79), tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang ada dalam setiap peristiwa. Tokoh ini secara terus menerus ditampilkan dan mendominasi sebagian besar cerita. Berbeda dengan tokoh utama, tokoh tambahan memiliki peranan hanya melengkapi, melayani, dan mendukung tokoh utama.

Adapula menurut fungsi penampilan (Forster via Nurgiyantoro, 2005: 181), tokoh dibedakan menjadi protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang menjalankan norma-norma maupun nilai-nilai yang baik. Tokoh protagonis menyajikan sifat-sifat terpuji seperti yang diharapkan pembaca. Sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang berlawanan dengan tokoh antagonis. Tokoh inilah yang mendapat antipati dari pembaca.

Setiap peristiwa dalam suatu cerita akan memunculkan tokoh. Penggambaran kepribadian dan fisik dari tokoh dapat melalui tingkah laku, keterangan dari tokoh lain, latar psikologis dan kehidupan sosialnya. Oleh karena itu suatu cerita tidak mungkin terjadi tanpa adanya tokoh yang menghidupkan suatu cerita.


(30)

3. Latar

Pada dasarnya latar adalah tempat dimana suatu peristiwa terjadi. Adapun latar meliputi lingkup geografis, lingkup waktu, bahkan berkaitan dengan kebiasaan, adat istiadat, sejarah, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Secara umum, latar dalam fiksi dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga latar ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

a. Latar Tempat

Peyroutet (2001: 6) menjelaskan pengertian latar tempat yaitu les lieux: où l’histoire commence-t-elle? Dans quel pays, quelle ville? (latar tempat adalah dimana peristiwa dimulai, di negara mana, dan di kota mana). Latar tempat merupakan latar yang menjelaskan tempat terjadinya suatu peristiwa. Latar juga harus didukung dengan kehidupan sosial masyarakat, nilai-nilai, tingkah laku, suasana, dan sebagainya yang mungkin berpengaruh pada penokohan dan pengalurannya.

b. Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Menurut Peyroutet (2001: 6), latar waktu merupakan kapan suatu peristiwa itu terjadi. Untuk membentuk cerita yang utuh, urutan latar waktu yang diukur dengan hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun ditulis berdasarkan kronologis peristiwa.

c. Latar Sosial

Latar sosial berkaitan dengan perilaku tokoh cerita terhadap lingkungannya, baik berupa adat istiadat, kebiasaan, serta norma-norma yang mengaturnya. Schmitt


(31)

dan Viala (1982: 169) menyebutkan bahwa terdapat latar sosial dalam sebuah teks, dalam waktu yang sama, teks adalah komponen dari keseluruhan kehidupan sosial dan budaya. Dari latar sosial ini akan diketahui ciri khas dari suatu tempat yang ditentukan berdasarkan latar deskripsi sosial masyarakatnya. Latar sosial juga berkaitan dengan status sosial tokoh yang diceritakan.

4. Tema

Di dalam buku Savoir Lire (Schmitt dan Viala, 1982: 29)disebutkan pengertian tema yaitu un thème est une isotopie complexe, formée de plusieurs motifs (tema adalah isotopi kompleks yang terbentuk dari berbagai motif). Secara sederhana, tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari suatu cerita.

Terdapat dua jenis tema dalam suatu cerita, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan makna pokok yang menjadi dasar dari suatu cerita. Makna pokok tersirat dalam sebagian besar dari keseluruhan cerita. Adapun tema minor yang merupakan makna tambahan dalam suatu cerita. Fungsi dari tema minor yaitu untuk menyokong dan menonjolkan tema mayor. Selain itu tema minor berfungsi untuk menghidupkan suasana cerita atau menjadi latar belakang suatu cerita.

C. Hubungan Antarunsur Intrinsik dalam Karya Sastra

Karya sastra yang baik terwujud dari kesatuan dan keterikatan antarunsur pembentuknya. Unsur pembentuk dari sebuah roman adalah unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang akan membentuk cerita. Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah alur, penokohan, latar, dan tema.


(32)

Peristiwa yang terjadi dalam suatu cerita menggambarkan jalannya alur. Pergerakan alur dijalankan oleh tokoh cerita, terutama tokoh utama. Tokoh utama merupakan pelaku yang sering muncul dalam peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan melalui perbuatan, tingkah laku, dan sikap para tokoh. Oleh karena itu alur tidak dapat dipisahkan dari penokohan.

Dalam suatu peristiwa terdapat latar sebagai sarana tokoh mengalami peristiwa. Latar adalah seluruh keterangan mengenai tempat, waktu, serta suasana dalam cerita. Latar memberikan gambaran mengenai perwatakan tokoh melalui tempat tinggal, sehingga latar memiliki kaitan dengan penokohan. Misalnya, seseorang yang tinggal di pesisir pantai akan memiliki watak berbeda dengan seseorang yang tinggal di gunung. Latar juga akan menentukan suatu tema.

Tema menjadi ide utama dari sebuah roman. Tema dibawa oleh tokoh utama. Secara tidak langsung, tokoh utama menjadi penyampai tema (baik dari tingkah laku, perasaan, dan sebagainya).

.

D. Psikoanalisis dalam Sastra

Psikologi berasal dari bahasa Yunani, psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson via Minderop, 2013: 3). Setiap individu memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda. Diungkapkan Santrock via Minderop (2013: 4), kepribadian yaitu pembawaan yang mencakup dalam pikiran, perasaan, tingkah laku, merupakan karakteristik seseorang yang menunjukkan cara ia beradaptasi.


(33)

Psikoanalisis merupakan kajian psikologi yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Menurut Freud (Milner via Apsanti, 1980: xiii), psikoanalisis adalah suatu metode interogasi tentang psike manusia yang sepenuhnya didasarkan pada tindakan mendengarkan kata-kata pasien. Bahasa merupakan wilayah observasi dan alat penyembuh bagi ahli psikoanalisis. Sebagai seni bahasa, sastra langsung terlibat, karena menurut psikoanalisis sastra mempunyai hubungan-hubungan tertentu dengan tak sadar.

Sigmund Freud lahir tahun 1856 di Austria dan meninggal di London pada usia 83 tahun. Ia berasal dari pedagang Yahudi Austria yang menetap di Wina (Milner via Apsanti, 1980: 1). Freud mengembangkan teori psikoanalisis yang sangat berpengaruh pada abas ke-20. Salah satu aspek teori Freud ialah ketertarikan secara seksual seorang anak laki-laki kepada ibunya. Dalam karyanya “Tafsiran Mimpi”, Freud selalu menceritakan pengalaman pribadi dan pengalaman masa kecilnya. Freud berpendapat bahwa buku tidak hanya mengungkapkan masalah ilmu pengetahuan, namun juga menyajikan berbagai konflik perasaan, dorongan-dorongan dan bermacam ungkapan yang merajuk pada psikoanalisis. Freud menjelaskan bahwa alam pikiran manusia terdiri dari alam sadar dan alam tak sadarnya (Minderop, 2013: 10-12).

1. Alam bawah sadar

Menurut Freud pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh pikiran alam bawah sadar dibanding alam sadarnya. Freud menjelaskan bahwa kehidupan seseorang dipenuhi konflik dan tekanan, sedangkan untuk meredakan konflik dan tekanan yang


(34)

ada, manusia akan menyimpannya di alam bawah sadarnya. Oleh karena itu, alam bawah sadar menjadi titik utama untuk memahami perilaku seseorang (Minderop, 2013: 13-14).

Kaitan antara penciptaan karya sastra dengan alam tak sadar sangat erat. Karya sastra merupakan tempat dimana suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang berada dalam situasi setengah sadar (subconsicious) setelah mendapat gambaran jelas yang dituang secara sadar (consicious). Penciptaan karya sastra ini diawali dari gambaran yang terbentuk dalam pikiran, kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.

Lebih lanjut, Freud menghubungkan keterkaitan antara karya sastra dengan mimpi. Mimpi memiliki peranan khusus dalam studi psikologi sastra. Menurutnya, sastra lahir dari mimpi dan fantasi. Impian manusia tidak lepas dari kebutuhan hidup manusia. Freud juga meyakini mimpi menentukan perilaku seseorang. Mimpi adalah perwujudan dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari (Minderop, 2013: 13).

Di dalam mimpi terdapat uraian yang tercakup dalam suatu proses mimpi, yang disebut dengan figurasi, kondensasi, pengalihan, dan simbolisasi. Figurasi

merupakan pikiran mimpi yang sering diwujudkan dalam bentuk gambar atau kata-kata. Kondensasi adalah menggabungkan pikiran-pikiran yang tersembunyi dalam satu gambaran tunggal. Proses mimpi pengalihan maksudnya adalah mimpi yang seakan-akan berusaha menghindarkan jejak dari usaha pelacakan dengan memindahkan tekanan mimpi dari suatu titik ke titik yang berlawanan. Terakhir,


(35)

simbolisasi yaitu gambaran mimpi yang sering berhubungan dengan pikiran tersembunyi melalui analogis (Minderop, 2013: 19).

2. Struktur Kepribadian

Menurut Freud, struktur kepribadian manusia terbagi menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Freud mengibaratkan kedudukan id sebagai ratu, ego sebagai perdana menteri, dan superego sebagai pendeta tertinggi. Kekuatan id

mengungkapkan tujuan sebenarnya dari manusia, yang mencakup pemenuhan kebutuhan, sedangkan ego mencari cara untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan.

Ego memiliki fungsi untuk mewujudkan tujuan id dan melindungi diri dari kondisi bahaya. Terakhir, superego, berfungsi mengendalikan keinginan-keinginan tersebut (Minderop, 2013: 24).

a. Id

Id terletak di dalam alam tak sadar. Id terdiri dari insting-insting, yang merupakan tempat penyimpanan energi psikis individu. Id berlaku seperti penguasa yang harus dihormati, manja, sewenang-wenang, dan mementingkan diri sendiri. Id

menekan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti makan, seks menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Id selalu berhubungan dengan kesenangan (mencari kenikmatan dan menghindari ketidaknyamanan). Seseorang yang bersikeras memenuhi tuntutan dan keinginan yang kuat dari suatu realitas, akan membentuk struktur kepribadian baru, yaitu ego.


(36)

Freud menjelaskan ego seperti perdana menteri yang memiliki tugas dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala pekerjaan dan tanggap terhadap masyarakat. Ego berada di antara alam sadar dan alam tak sadar. Ego bertugas memberi tempat pada mental, misalnya penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Ego disebut cabang eksekutif (executive branch) kepribadian karena ego menggunakan penalaran untuk membuat keputusan. Baik id dan ego

memiliki persamaan, yaitu tidak memiliki moralitas. Hal ini dikarenakan keduanya tidak mengenal nilai baik dan buruk layaknya superego.

c. Superego

Superego mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan “hati nurani”, yaitu mengenali nilai baik dan buruk (conscience). Dalam kehidupan seks nya, ego manusia akan memberikan penalaran dalam berhubungan seks. Misalnya memastikan diri dengan menggunakan pelindung karena tidak ingin terganggu oleh kelahiran anak di saat karir yang sedang berkembang. Akan tetapi, di sisi lain id turut memaksakan keinginan bahwa seks merupakan hal menyenangkan dan harus menjadi puas. Ketika id dan ego sedang memberikan masukannya, superego yang menjadi penyeimbang diantara keduanya. Superego yang akan memberikan rasa moral, misal merasa bersalah dalam hubungan seks (Santrock, 2007: 44).

3. Teori Psikoseksual

Perkembangan kepribadian sehat maupun tidak sehat ditentukan oleh hasil kerja truktur kepribadian dalam memenuhi dorongan-dorongan. Perkembangan tersebut


(37)

sangat ditentukan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan. Menurut Freud (Santrock, 2007: 44), manusia memiliki lima tahap perkembangan, dan di setiap tahapnya manusia mengalami kesenangan di salah satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh yang lain. Selain itu, Freud menjelaskan kepribadian manusia ditentukan dari cara menyelesaikan konflik antara sumber kesenangan awal tersebut, yaitu mulut, anus, kelamin, dan tuntutan kenyataan. Penekanan Freud pada motivasi seksual ini sehingga tahap-tahapnya disebut teori psikoseksual. Tahap-tahap ini terdiri dari oral, anal, phallic, latency, dan genital.

Tahapan perkembangan menurut Freud (Santrock, 2007: 44) di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

     

Tabel 2: Alur Perkembangan Teori Psikoseksual Freud

a. Tahap Oral

Tahap perkembangan yang pertama menurut Freud adalah tahap oral. Tahap oral terjadi selama 18 bulan pertama kehidupan, dimana kesenangan bayi terpusat di

Tahap Oral Kesenangan individu terpusat pada mulut Tahap Anal Kesenangan individu terfokus pada anus

1, 5 – 3 tahun

Tahap Phalik

Kesenangan individu terfokus pada

kelamin

3 - 6 tahun

Tahap Latensi Individu menekan keinginan seksual dan mengembangka n keterampilan sosial dan intelektual

6 tahun – puber

Tahap Genital Saat kebangkitan seksual, sumber kesenangan seksual menjadi seseorang di luar keluarga


(38)

mulut. Sumber kesenangan individu berasal dari mengunyah, mengisap, dan menggigit. Tindakan ini menurunkan ketegangan pada bayi (Santrock, 2007: 45).

b. Tahap Anal

Tahap anal adalah tahap perkembangan Freud yang kedua. Tahap ini terjadi pada usia 1,5 tahun hingga 3 tahun. Kesenangan individu yang terbesar melibatkan anus atau fungsi pembuangan yang dihubungkan dengannya. Menurut Freud, latihan otot anal dapat menurunkan ketegangan (Santrock, 2007: 45).

c. Tahap Phalik

Tahap ketiga dari lima tahap perkembangan menurut Freud adalah tahap phalik yang terjadi pada usia 3 hingga 6 tahun. Kata phalik (phallic) diambil dari bahasa Latin phallus yang berarti penis. Pada tahap phalik ini kesenangan terfokus pada alat kelamin saat individu laki-laki dan perempuan menyadari bahwa manipulasi diri merupakan hal menyenangkan.

Tahap phalik merupakan tahapan yang memiliki kepentingan khusus dalam perkembangan kepribadian. Hal ini dikarenakan pada tahapan inilah Oedipus complex

muncul. Nama Oedipus complex berasal dari mitologi Yunani, dimana Oedipus, individu raja Thebes, secara tidak sadar membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Menurut teori Freud, Oedipus complex adalah perkembangan individu mengenai keinginan yang kuat untuk menggantikan orang tua yang berjenis kelamin berbeda.

Penentuan Oedipus complex ini dapat dilihat dari individu usia 5 hingga 6 tahun yang menyadari bahwa ayah atau ibu mereka dapat menghukum mereka karena perbuatan atau keinginan mereka bersifat incest (hubungan sumbang). Untuk


(39)

mengurangi konflik ini, individu berusaha menjadi seperti ayah atau ibu mereka. Apabila konflik ini tidak terpecahkan, maka individu tersebut akan terkekang pada tahap phalik (Santrock, 2007: 45).

d. Tahap Latensi

Tahap latensi terjadi pada usia 6 tahun hingga masa puber. Pada periode ini, individu menekan seluruh keinginan seksualnya dan berganti mengembangkan keterampilan sosial dan intelektualnya. Kegiatan ini membantu seorang individu melupakan konflik tahap phalik yang menekan dan mengarahkan banyak energi individu ke dalam bidang yang aman secara emosional (Santrock, 2007: 45).

e. Tahap Genital

Tahap terakhir dari teori psikoseksual Freud adalah tahap genital. Tahap genital terjadi dimulai dari masa puber dan seterusnya. Tahap ini merupakan tahap kebangkitan seksual. Sumber kesenangan seksual saat ini didapatnya dari seseorang di luar keluarga. Menurut Freud, konflik yang tidak terpecahkan dengan orang tua muncul pada masa remaja. Apabila konflik tersebut dapat terpecahkan, maka seorang individu tersebut mampu mengembangkan hubungan cinta yang matang dan mampu bertindak secara mandiri sebagai orang dewasa (Santrock, 2007: 45).

f. Tahap Kematangan

Freud menyinggung juga tahapan kematangan ini, tetapi tidak pernah dikonseptualisasikan secara lengkap. Periode kematangan psikologis merupakan suatu tahap yang dicapai sesudah seseorang melewati periode-periode perkembangan sebelumnya secara ideal. Sayangnya, ini jarang terjadi karena kita memiliki terlalu


(40)

banyak peluang untuk mengembangkan gangguan-gangguan patologik atau kecenderungan neurotik (Semiun, 2006: 113).

4. Mekanisme Pertahanan Diri

Mekanisme pertahanan diri terjadi karena adanya dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti. Menurut Freud, istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang bertahan terhadap anxitas. Mekanisme ini melindunginya dari ancaman eksternal maupun adanya impuls-impuls dari anxitas internal. Pertahanan yang paling primitif dari ancaman luar berasal yaitu penolakan realitas (denial of reality), dimana seorang individu mencoba menolak realitas yang mengganggu dengan menolak mengakuinya.

Mekanisme pertahanan tidak mencerminkan kepribadian secara umum, akan tetapi memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan kepribadian seseorang. Kegagalan mekanisme pertahanan dalam memenuhi fungsi pertahanannya menimbulkan kelainan mental. Menurut Freud, keinginan-keinginan dari id yang ditahan oleh superego menimbulkan anxitas. Ego merasa bahwa id dapat menyebabkan gangguan terhadap individu. Anxitas mewaspadai ego guna mengatasi konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan ego dan mengurangi anxitas yang timbul akibat konflik tersebut (Santrock via Minderop, 2013: 32).

a. Represi

Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling kuat dan luas. Represi bertugas mendorong keluar impuls-impuls id yang tidak diterima dari alam sadar dan


(41)

kembali ke alam bawah sadar. Fondasi mekanisme pertahanan ego berpusat pada represi. Tujuan dari keseluruhan mekanisme pertahanan ini adalah untuk mendorong

(repress) impuls-impuls yang mengancam keluar dari alam sadar. Freud berpendapat, pengalaman masa kecil, bersumber dari dorongan seks, sangat mengancam untuk diatas secara sadar oleh manusia. Oleh karena itu, manusia mengurangi anxitas dari konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan represi. Krech via Minderop (2013: 33) menjelaskan sebagai berikut:

As a result of repression, the person is not aware of his own anxiety-producing impulses or does not remember deeply emotional and traumatic past events. A person with homosexual impulses (his recognition of which might produce anxiety in him) may thus, through repression become completely unaware of such impulses, a person who has suffered a mortifying personal failure may, through repression, become unable to recall the experience...

Sebagai hasil dari represi, manusia tidak sadar akan impuls penghasil kecemasan miliknya atau tidak mengingat dengan emosi dan trauma yang mendalam setelah sebuah kejadian dialaminya. Seseorang dengan impuls homoseksual (cara mengenal diri yang mungkin akan menghasilkan kecemasan dalam dirinya) mungkin bisa dikategorikan demikian, melalui represi manusia bisa sama sekali tidak sadar akan impuls-impuls yang dialaminya; seseorang yang mengalami fase memalukan dalam hidupnya tidak mungkin bisa mengingat kembali hal itu ketika ia dalam fase represi...

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa mekanisme represi pada awalnya dipaparkan oleh Sigmund Freud. Adapun represi merupakan tindakan dalam menghindari perasaan anxitas. Akibat yang ditimbulkan dari represi ini adalah seseorang menjadi tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatiknya di masa lalu. Tindakan menghindari anxitas melalui represi dapat menjurus pada kondisi reaksi formasi.


(42)

b. Sublimasi

Pada dasarnya, sublimasi merupakan tindakan pengalihan. Sublimasi terjadi jika tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Contohnya adalah seseorang yang memiliki dorongan seks tinggi, kemudian mengalihkan perasaan tersebut ke dalam bentuk kegiatan lain, dengan menjadi pelukis tubuh model tanpa busana.

c. Proyeksi

Proyeksi terjadi jika seseorang berusaha menutupi kekurangan ataupun masalahnya dengan cara melimpahkannya pada orang lain. Hal ini seperti yang diungkapkan Krench via Minderop (2013: 34) sebagai berikut:

One obvious way to defend against anxiety arising from failure or guilt is by projection of the blame onto someone else. The person who is unware of his own hostile impulses but sees them in other people – and sees the others as hating and persecuting him- is also projecting.

Satu cara paling ampuh untuk mencegah anxitas yang dihasilkan dari

kekurangan ataupun penyesalan adalah dengan memproyeksikan

(melimpahkan) kesalahan pada orang lain. Seseorang yang tidak sadar terhadap impuls jahatnya tetapi melihat hal tersebut pada orang lain – dan melihat yang lain sebagai orang yang membenci dan menuntutnya, juga termasuk proyeksi. Pada beberapa waktu, manusia akan menghadapi situasi maupun hal-hal yang tidak diinginkan dan kemudian melimpahkannya dengan alasan lain. misalnya adalah ketika kita harus bersikap kritis maupun bersikap kasar terhadap orang lain, namun kita menyadari bahwa bahwa hal tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Sikap ini kita lakukan untuk membuat diri kita merasa lebih baik.


(43)

d. Pengalihan

Pengalihan adalah mengalihkan perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek lainnya. Misalnya saja ketika kita tidak menyukai sesuatu dan kemudian kita mengalihkan kepada pihak lain yang dapat dijadikan kambing hitam. Objek berupa kambing hitam tersebut bukanlah sumber frustasi, akan tetapi kita merasa objek tersebut lebih aman untuk dijadikan sasaran.

e. Rasionalisasi

Rasionalisasi memliki dua tujuan, yaitu untuk mengurangi kekecewaan ketika kita gagal mencapai suatu tujuan, dan memberikan kita motif yang dapat diterima atas perilaku (Hilgard via Minderop, 2013: 35).

f. Reaksi Formasi

Reaksi formasi merupakan represi akibat impuls anxitas yang terkadang diikuti oleh kecenderungan yang berlawanan dan bertolak belakang dengan tendensi yang ditekan. Misalnya saja seseorang bisa menjadi seorang fanatik melawan kejahatan karena adanya perasaan di bawah alam sadarnya yang berhubungan dengan dosa. Ia merepresikan impulsnya dengan melawan kejahatan yang tidak ia pahami. Contoh lainnya adalah kepedulian dari seorang ibu terhadap anaknya sebagai upaya untuk menutupi rasa tidak nyaman terhadap anaknya. Reaksi formasi ini mampu mencegah seorang individu berperilaku yang menghasilkan anxitas dan sering kali mencegahnya bertindak antisosial.


(44)

g. Regresi

Regresi memiliki dua interpretasi, yaitu retrogressive behavior dan

primitivation. Retrogressive behavior adalah perilaku seseorang yang mirip dengan anak kecil, menangis dan sangat manja agar memperoleh rasa aman dan perhatian pihak lain. Primitivation adalah sikap dimana seorang dewasa bersikap tidak berbudaya dan kehilangan kontrol, sehingga tidak memiliki rasa sungkan untuk berkelahi (Hilgard via Minderop, 2013: 38).

h. Agresi dan Apatis

Agresi dapat berbentuk langsung (direct agrresion) dan pengalihan (displaced agrression). Agresi langsung merupakan agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Agresi yang dialihkan adalah sikap dimana seseorang mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkannya secara puas pada sumber frustasi karena tidak jelas atau tidak tersentuh. Adapun apatis adalah bentuk lain dari frustasi, dimana seseorang menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah.

i. Fantasi dan Stereotype

Fantasi adalah peristiwa saat seseorang menghadapi masalah yang demikian bertumpuk dan mencari solusi dengan berkhayal (berfantasi). Misalnya saja pada seseorang yang sedang lapar dan membayangkan makanan lezat tersaji didepannya. Stereotype adalah konsekuensi lain dari frustasi, memperlihatkan perilaku perulangan terus-menerus. Seseorang yang bertingkah stereotype akan selalu mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan terlihat aneh.


(45)

5. Neurosis

Menurut Reber (2010: 620) pengertian neurosis yaitu sebuah kepribadian atau gangguan mental yang tidak berkaitan dengan disfungsi saraf atau organik yang diketahui, yaitu sebuah psikoneurosis. Terdapat empat sub tipe awal gangguan kepribadian neurosis menurut Freud, yaitu kecemasan, fobia, obsesif kompulsif, dan histeria, lalu mengembang luas hingga mencakup depresi, narsistik, dan sebagainya. Neurosis dalam psikoanalisis menurut Freud, adalah kesehatan jiwa dan badan yang terganggu karena adanya konflik dan kesulitan dalam jiwa individu. Dasar dari adanya neurosis menurut psikoanalisis ialah adanya konflik dan kesulitan batin (Semiun, 2006: 315).

Penderita neurotik jadi sakit karena merasa tertekan dari luar dan dari dalam serta memperlihatkan simtom-simtom yang melumpuhkan meskipun tidak begitu berat dibandingkan dengan gangguan mental yang lain. Neurosis dapat didefinisikan sebagai gangguan tingkah laku yang disebabkan oleh tegangan emosi sebagai akibat dari frustasi, konflik, represi, atau perasaan tidak aman (Semiun, 2006: 316).

Freud menjelaskan neurosis bisa terjadi apabila orang bereaksi tidak benar atas suatu pengalaman yang amat emosional dan memalukan. Neurosis menyebabkan seseorang tidak bisa mengembangkan diri secara dewasa. Selama neurosis tersebut tidak disembuhkan, seseorang tersebut tidak mampu hidup secara biasa (Suseno, 2006: 86). Adapun neurosis terbagi ke dalam beberapa reaksi neurotik. Semiun (2006: 320) mengklasifikasikan reaksi-reaksi neurotik menjadi 6 bentuk, yaitu gangguan kecemasan, gangguan somatoform,


(46)

gangguan-gangguan disosiatif, gangguan-gangguan-gangguan-gangguan unipolar (depresi), bunuh diri, dan gangguan-gangguan psikofisiologis.

a. Gangguan-Gangguan Kecemasan

Perbedaan antara gangguan kecemasan dan gangguan lain ialah dalam gangguan kecemasan, kecemasan menjadi simtom utama atau penyebab utama dari simtom-simtom yang lain, sedangkan simtom dalam simtom-simtom yang lain, kecemasan merupakan akibat dari masalah-masalah yang lain (Semiun, 2006: 321). Gangguan-gangguan kecemasan ini terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu gangguan-gangguan fobia dan anxiety states. Fobia adalah reaksi ketakutan yang hebat atau abnormal terhadap situasi atau benda yang khusus, sedangkan anxiety states

merupakan gangguan yang respon emosionalnya menyebar dan tidak ada kaitannya dengan salah satu situasi atau stimulus tertentu. Adapun anxiety states dibedakan menjadi empat macam, yaitu gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan stres posttraumatik, dan gangguan obsesif-kompulsif (Semiun, 2006: 332).

b. Gangguan-Gangguan Somatoform

Pengertian dari gangguan-gangguan somatoform adalah gangguan-gangguan neurotik yang khas bercirikan emosionalitas yang ekstrem, dan berubah menjadi simtom-simtom fisik, berupa kelumpuhan anggota-anggota badan.

c. Gangguan-Gangguan Disosiatif

Gangguan-gangguan disosiatif adalah gangguan-gangguan atau perubahan-perubahan dalam fungsi integratif yang normal dari identitas, ingatan, atau kesadaran.


(47)

Ada lima macam gangguan disosiatif, yaitu amnesia psikogenik, fugues psikogenik, kepribadian ganda, depersonalisasi, dang gangguan kesurupan.

d. Gangguan-Gangguan Unipolar (Depresi)

Salah satu reaksi neurotik yaitu gangguan-gangguan unipolar. Gangguan unipolar adalah salah satu jenis gangguan suasana hati. Depresi merupakan jenis gangguan-gangguan suasana hati (mood). Gangguan-gangguan suasana hati adalah gangguan-gangguan yang bergerak dari depresi yang dalam sampai kepada mania yang ganas. Gangguan unipolar muncul karena situasi stress yang terjadi secara tiba-tiba (misalnya peristiwa kematian) meskipun lama kelamaan mungkin menjadi sedikit lebih mendalam. Reaksi depresif mungkin berat, namun tidak disertai dengan delusi (Semiun, 2006: 405). Freud (via Semiun, 2006: 418) menyamakan depresi dengan perkabungan (perasaan sedih dan duka cita yang terjadi bila orang yang dicintai meninggal). Orang yang mengalami depresi akan merasa tertekan, murung, sedih, putus asa, kehilangan semangat dan muram. Ia juga merasa terisolasi, ditolak, dan tidak dicintai. Adapun penderita depresi akan mudah terkena msalah somatik, yaitu pola tidur terganggu (Semiun, 2006: 416).

Parkes via Minderop (2013: 44) menemukan bukti bahwa kesedihan yang berlarut-larut dapat mengakibatkan depresi dan dan putus asa, yang menjurus pada kecemasan, akibatnya bisa menimbulkan insomnia, tidak memiliki nafsu makan, timbul perasaan jengkel dan menjadi pemarah serta menarik diri dari pergaulan. Munculnya ketegangan dan kegelisahan yang menyebabkan kecemasan ini dapat menjurus pada pada pengrusakan dan penyerangan (agresi).


(48)

e. Bunuh Diri

Bunuh diri termasuk dalam gangguan suasana hati (unipolar dan bipolar), dan orang yang bunuh diri adalah orang yang mengalami gangguan unipolar atau bipolar.

f. Gangguan-Gangguan Psikofisiologis

Gangguan psikofisiologis disebut juga pengaruh psikofisiologis terhadap gangguan-gangguan fisik atau gangguan-gangguan psikosomatik. Gangguan psikofisiologis adalah kondisi dimana konflik-konflik psikis atau psikologis dan kecemasan-kecemasan menjadi penyebab dari timbulnya bermacam-macam penyakit fisik atau malahan membuat penyakit fisik yang sudah ada semakin lebih parah (Semiun, 2006: 451).


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah karya sastra yang berbentuk roman berjudul Bruges La Morte karya Georges Rodenbach yang diterbitkan tahun 2005 oleh Editions du Boucher dengan jumlah ketebalan 158 halaman. Objek dalam penelitian ini adalah unsur-unsur pembangun atau unsur-unsur intrinsik roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach, berupa alur, penokohan, latar, tema, serta wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman Bruges La Morte. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka dan akan dikaji dengan metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis konten.

B. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan teknik analisis konten. Teknik analisis konten adalah teknik untuk menghasilkan deskripsi yang objektif, untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan, serta inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang berdasarkan konteksnya (Zuhdi, 1993: 1-2). Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian sastra dapat berupa kata, kalimat atau unit bahasa lainnya. Data kemudian dimaknai dan diungkapkan dengan pertanyaan di dalam rumusan masalah, misal pada rumusan masalah tentang wujud unsur intrinsik roman


(50)

berupa penokohan, maka data-data yang berhubungan dengan tokoh-tokohnya dijadikan data bagi unsur intrinsik penokohan.

a. Penentuan Unit Analisis

Penentuan unit analisis pada roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach ini berdasarkan unit sintaksis. Unit sintaksis ini berupa kata, frasa, kalimat, wacana. b. Pengumpulan dan Pencatatan Data

Tahap ini akan dilakukan dengan teknik baca dan teknik catat. Teknik baca dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan unsur-unsur intrinsik yang dikaji dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach, yang ditunjang dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil dari menyimak data. Kegiatan mencatat dilakukan sebagai lanjutan dari teknik membaca.

Kedua teknik tersebut digunakan untuk mencatat data deskripsi struktural-psikoanalisis dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach. Proses pencatatan disertai dengan penyeleksian/ klasifikasi data.

2. Inferensi

Inferensi adalah kegiatan untuk memaknai data berdasarkan konteksnya, dimulai dari konteks pada teks sebagai awal pemahaman makna, dalam hal ini adalah pemaknaan terhadap roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach. Inferensi dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach ini diperoleh dari pemahaman terhadap roman secara keseluruhan, kemudian diambil referensi atau


(51)

kesimpulan awal dari isi roman tersebut. Langkah selanjutnya adalah pemahaman lebih mendalam dengan memperhatikan konteks yang melatarinya agar tidak menyimpang dari tujuan awal.

C. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah analisis data dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data yang digunakan berupa kata, frasa/ kalimat yang diidentifikasi dan dilakukan pendeskripsian terhadapnya. Deskripsi yang dilakukan mencakup bagaimana bentuk unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema yang terdapat dalam roman Bruges La Morte. Selanjutnya mendeskripsikan bagaimana wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman

Bruges La Morte dari pandangan psikoanalisis.

D. Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas dalam penelitian ini adalah validitas semantis atau validitas isi. Validitas semantis digunakan untuk mengukur tingkat kesensitifan suatu teknik terhadap makna-makna simbolik yang relevan dengan konteks tertentu. Disamping itu digunakan pula validitas expert judgement. Dalam penelitian ini, penafsiran terhadap data dilakukan dengan mempertimbangkan konteksnya. Hasil penafsiran ini dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, yaitu Dra. Alice Armini, M.Hum.


(52)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabilitas intrarater

atau pengamatan berulang-ulang agar hasil data yang diperoleh konstan. Selain itu digunakan pula reliabilitas inter-rater atau antarpengamat. Reliabilitas dapat tercapai apabila terjadi kesepakatan atau kesamaan persepsi terhadap masalah yang dibicarakan.


(53)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Analisis telah dilakukan terhadap unsur-unsur intrinsik atau unsur-unsur

pembangun roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach, dan dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Wujud Unsur Intrinsik Berupa Alur, Penokohan, Latar, dan Tema

dalam Roman Bruges La Morte Karya Georges Rodenbach

Roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach ini memiliki dominasi

pergerakan alur maju. Berdasarkan unsur pembangunnya, roman Bruges La Morte

karya Georges Rodenbach ini memberikan penekanan pada unsur penokohan. Hal ini terbukti dari tokoh utamanya, Hugues Viane, yang memiliki perilaku menyimpang sehingga teori lanjutan untuk menjelaskan berbagai perwatakan tokoh utama dengan menggunakan teori psikoanalisis.

Selain itu, pengungkapan latar yang dihadirkan dalam roman menjadi hal yang juga perlu diperhatikan, karena kehadiran latar Bruges membuat cerita yang diungkapkan menjadi lebih nyata. Keadaan dan situasi kota Bruges diungkapkan melalui cerita sehingga menambah pengetahuan pembaca tanpa perlu mengunjunginya. Dari alur, penokohan, dan latar tersebut ditemukan tema utama

dalam roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach ini, yaitu depresi

seorang suami atas kematian istrinya. Adapun tema tambahan yaitu kasih sayang, obsesivitas, percintaan beda usia, kesetiaan, dan loyalitas.


(54)

2. Wujud Keterkaitan Antarunsur Intrinsik dalam Roman Bruges La Morte Karya Georges Rodenbach

Roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach terbentuk dari berbagai

unsur pembangunnya. Unsur tersebut saling berkaitan dan mendukung satu sama lain dalam perwujudan cerita. Keseluruhan unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, dan latar ini terkait oleh tema. Unsur-unsur ini membangun suatu kesatuan cerita yang padu dan utuh. Alur sebagai salah satu aspek yang membangun sebuah cerita terbentuk melalui berbagai macam peristiwa dan konflik yang saling berkaitan. Peristiwa dan konflik tersebut terbentuk dari interaksi antartokoh dalam cerita yang membentuk sebuah satuan cerita yang menarik.

Tokoh utama yaitu Hugues, menjadi penggerak cerita dalam roman ini. Tokoh ini diperkuat dengan kehadiran tokoh tambahan yang berpengaruh terhadap jalannya cerita, yaitu Jane dan Barbe. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh para tokoh ini terjadi dalam suatu tempat, waktu, dan suatu lingkungan sosial masyarakat. Latar tempat di Bruges dengan latar waktu sembilan bulan ini terjadi pada latar sosial masyarakat kebangsawanan. Ketiga aspek dalam latar tersebut mempengaruhi perwatakan dan cara berfikir tokoh dalam cerita. Keterkaitan antarunsur tersebut membentuk tema utama, yaitu depresi seorang suami atas kematian istrinya dengan tema tambahan kasih sayang dan obsesivitas.

3. Wujud Perkembangan Perwatakan Tokoh Roman Bruges La Morte

Karya Georges Rodenbach

Roman Bruges La Morte ini dapat dijadikan sebagai contoh Hugues yang


(55)

berbagai hasil analisis yang didapatkan dalam pribadi Hugues, menunjukkan bahwa Hugues memiliki ketidakseimbangan emosi dalam dirinya. Hugues dikatakan tidak menjalani tahap perkembangan kepribadian secara matang, yaitu pada tahap genital, dimana depresi atas kematian istrinya. Hugues pun menyimpan potongan rambut istrinya dan dianggapnya sebagai jiwa dari rumahnya. Hal ini membuktikan bahwa peristiwa yang terjadi pada setiap tahap perkembangan mempengaruhi perkembangan kepribadian individu.

Berbagai kecemasan yang timbul pada diri Hugues setalah pertemuannya dengan Jane semakin membuat Hugues terpuruk dan depresi. Kepergian Barbe, pelayan setianya, serta kesadaran Hugues akan sifat Jane yang buruk pada akhirnya membuat Hugues melakukan agresi dengan membunuh Jane. Berbagai perilaku menyimpang berupa kecemasan berasal dari konflik batin yang terus menghantui Hugues serta frustasi yang dialami sebagai wujud depresinya mengarah pada penyakit neurosis dengan reaksi neurotik gangguan unipolar.

B. Implikasi

Penelitian terhadap roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach ini

dapat dijadikan referensi pendukung serta bahan diskusi kesusastraan Prancis dan

pembelajaran sastra dalam mata kuliah Analyse de la Littérature Française dan

Thèori de la Littérature Française di Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya untuk mengupas lebih dalam mengenai bentuk-bentuk wacana psikoanalisis selain

neurosis gangguan unipolar yang terdapat dalam roman Bruges La Morte karya


(56)

C. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan dengan mengkaji konflik yang

terbangun pada roman Bruges La Morte karya Georges Rodenbach.

2. Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan dengan mengkaji latar sosial

masyarakat pada saat munculnya roman Bruges La Morte karya Georges

Rodenbach.

3. Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan menggunakan teori lain, seperti teori

struktural-semiotik.

 

 


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Barthes, Roland. 1981. L’introduction à l’analyse Structurale du Récit. Paris: Editions du Seuil.

Besson, Robert. 1987. Guide Pratique de la Communication Écrite. Paris: Editions Casteilla.

Fannanie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Labrousse, Pierre. 2009. Kamus Umum Indonesia Perancis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Larousse. 1994. Le Petit Larousse Illustré. Paris: Larousse.

Milner, Max. 1992. Freud dan Interpretasi Sastra diterjemahkan oleh DS. Apsanti, Sri Widaningsih dan Laksmi. Jakarta: Intermasa.

Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah mada University Press.

Peyroutet, Claude. 2001. La Pratique de l’Expression Écrite. Paris: NATHAN. Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Reber, Arthur S, Emily. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Robert, Paul. 2006. Le Robert Micro. Paris: Gallimard.

Rodenbach, George. 2005. Bruges La Morte. Paris: Editions du Boucher. Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Semiun OFM, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius.

_________ . 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius. Schmitt, M. P dan Viala. 1982. Savoir-Lire. Paris: Didier.

Suseno, Franz Magnis. 2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius. Ubersfeld, Anne. 1996. Lire le Théâtre. Paris: Berlin.


(58)

Website:

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/506537/Georges-Rodenbach Diakses

pada 15 Maret 2014.

http://www.first-names-meanings.com/names/name-HUGUES.html Diakses pada


(1)

conduisent à l’anxiété. Cette anxiété entraine un grave insomnie dans le corps et le mental d’Hugues qui lui oblige de se promener autour de la ville pendant la nuit, de perdre d’appétit, et de se retirer de l’entourage.

En plus, l’état psychologique d’Hugues est de plus en plus aggravé après sa rencontre avec Jane Scott. Cette rencontre devient une étape importante et déterminante dans le processus du développement de caractère d’Hugues. La dépression dû à la morte de sa femme rend Hugues une personne aimant qui réussi à rendre Jane heureuse. L'histoire se termine par une fin tragique. Le résultat, Hugues montre un mécanisme de défense en forme de l’agression en tuant Jane.

L’analyse du développement de caractères du personnage principal dans le roman Bruges la Morte montre qu’Hugues Viane subit une trouble psychiatrique en forme de la névrose de trouble unipolaire. Hugues connait des imparfaits au niveau du développement génital qui le rend échoué en traversant les étapes de maturité. Par conséquent, son comportement devient anormal, irrégulier, et inattendue. Son déséquilibre de contrôler l’id, l’ego, et le super ego entraine Hugues de subir à une grande anxiété psychiatrique.

C. Conclusion

Le roman Bruges La Morte de Georges Rodenbach est un roman racontant l’histoire d’un veuf déprimé après la morte de sa femme dont il continue à chercher l’image à la figure de l’autre femme ayant la ressemblance physique à elle. L’intrigue de l’histoire est chronologiquement racontée en utilisant le type de l’intrigue progressive même s’il existe des événements au passé. L’histoire se termine par la fin tragique où le personnage principal, Hugues, tue Jane, le


(2)

personnage supplémentaire auquel il trouve la ressemblance physique de sa femme décédée.

L’histoire se déroule dans une ville belge, Bruges pendant neuf mois au cours de l’automne jusqu’au printemps. Le cadre social montré dans ce roman est la communauté bourgeoise qui est présentée par Hugues. Le thème majeur du roman Bruges La Morte est la dépression d’Hugues à cause de la mort de sa femme. Les thèmes mineurs sont l’affection et l’obsession amoureuses.

Hugues Viane subit une trouble psychiatrique en forme de la névrose de trouble unipolaire. Hugues connait des imparfaits au niveau du développement génital qui le rend échoué en traversant les étapes de maturité. Il devient anormal, irrégulier, et inattendue. Son déséquilibre de contrôler l’id, l’ego, et le super ego entraine Hugues de subir à une grande anxiété psychiatrique. Le trouble du comportement survient lorsqu’il coupe et garde les cheveux de sa femme dans une grande salle de sa résidence. Il les considère également sacrés de sorte qu’il ne les touche jamais. Il pense que les cheveux sont une âme de la maison.

Ensuite, sa rencontre avec Jane le rend de plus en plus déprimant et subit des conflits inférieurs. Ceci est aggravé par le départ de sa femme de ménage, Barbe, qui quitte son poste en raison d’être en désaccord avec le choix d’Hugues envers Jane qu’elle considère mal comportée. En raison de ces préoccupations, Hugues invente ses conflits inférieurs en forme d’agression contre Jane en la tuant après qu’elle a montré un comportement irrespectueux en abusant les cheveux de sa défunte femme.


(3)

En considérant les résultats de cette recherche, on peut tirer certaines propositions suivantes. Les résultats de cette recherche peuvent être une référence pour les étudiants du Département du Français qui se spécialisent à l’étude littéraire. Ils peuvent également servir une référence dans l’analyse de la littérature française, en particulier l’analyse des éléments constructeurs dans la littérature et la théorie de la psychanalyse. Les résultats de cette recherche peuvent être poursuivis en utilisant la théorie structurelle et sémiotique. La recherche du roman Bruges la Morte peut également traiter comme une référence à l’appui et à la discussion de la littérature française au cours de l’apprentissage de l’Analyse de la Littérature Française à l’UNY. Cette recherche peut enfin être utilisée comme une référence pour examiner d’autres recherches scientifiques pour étudier plus profondément les discours de la psychanalyse en dehors de la névrose de trouble unipolaire dans le roman Bruges la Morte de Georges Rodenbach.


(4)

Sekuen Bruges La Morte

1. Hugues Viane sering menghabiskan waktu di kamarnya, membaca

majalah sembari merokok dan merenungi kematian istrinya lima tahun yang lalu.

2. Hugues mengalami depresi berat hingga memotong rambut istrinya dan menyimpannya di ruang tamu, terurai di atas piano saat kematian istrinya.

3. Hugues tinggal bersama dengan pembantu yang setia menemaninya,

Barbe.

4. Suatu hari Barbe meminta ijin untuk pergi ke salon dan menemui saudaranya di Beguine untuk persiapan perayaan Persembahan Perawanan.

5. Hugues yang kesepian ditinggal Barbe pulang kerumah saudaranya

memutuskan untuk jalan-jalan berkeliling.

6. Hugues kembali melamun di tepi sungai, mengenang istrinya, dan

menatap sekeliling, bahwa kota Bruges yang sepi seolah sama seperti kesepian dan kepedihan yang ia rasakan.

7. Hugues berjalan-jalan ke Notre-Dame, dan setelah keluar dari Notre-Dame ia melihat seorang wanita yang mirip dengan almarhumah istrinya melintas di depannya.

8. Hugues membuntuti wanita tersebut dan terus memperhatikan sosoknya yang menyerupai istrinya.

9. Semangat hidup Hugues mulai tumbuh semenjak pertemuannya dengan

wanita yang mirip istrinya dan membuat penasaran tersebut.

10.Hugues bertemu dengan wanita itu lagi, berusaha membuntuti, namun kehilangan jejak.

11.Bersamaan dengan hilangan wanita tersebut, Hugues mendengar alunan musik yang berasal dari opera.

12.Hugues merasa ketakutan mendengar suara musik setelah sekian lama sejak kematian istrinya ia tak lagi mendengarkan jenis musik apapun, namun tiba-tiba Hugues melihat wanita tersebut memasuki gedung opera dan ia mengikutinya.

13.Hugues terkejut ketika mengetahui bahwa wanita tersebut adalah seorang penari dari opera yang dimasukinya.

14.Hugues mendekati dan berpura-pura meminta tanda tangan wanita tersebut untuk mengetahui namanya, yaitu Jane Scott.

15.Jane Scott tinggal di Lille, Prancis, dan datang ke Bruges bersama rombongannya seminggu dua kali untuk pentas disana.

16.Hugues selalu menyempatkan diri menonton pertunjukkan Jane dan

memperhatikan setiap detil dari Jane.

17.Hugues menjadi dekat dengan Jane karena setiap Jane ke Bruges, Hugues

selalu menemuinya yang membuat gairah hidupnya kembali.

18.Hugues meminta Jane untuk keluar dari pekerjaannya sebagai penari dan tinggal dirumah persewaan yang disewa Hugues untuknya.


(5)

20.Jane tidak mengetahui sikap abnormal dari Hugues.

21.Hugues mulai mengatur Jane untuk tidak mengubah penampilannya agar selalu sama dengan almarhumah istrinya tanpa Jane ketahui maksud tersebut dan menurutinya.

22.Hugues sering menemui Jane dan membuat masyarakat Bruges

mengetahui hubungan mereka.

23.Masyarakat Bruges menganggap Hugues dan Jane tidak cocok karena Hugues adalah duda tua dan Jane adalah wanita nakal mantan penari. 24.Hugues dan Jane tidak mempedulikan anggapan masyarakat, terlebih

Hugues yang masih mengunjungi Jane.

25.Setiap hari Hugues selalu melihat foto-foto istrinya dan membayangkan Jane memakai gaun istrinya.

26.Ambisi Hugues untuk memakaikan gaun milik almarhumah istrinya pada Jane.

27.Keterkejutan Jane pada gaun tua yang diberikan oleh Hugues yang kemudian dipakainya seolah dirinya adalah lelucon.

28.Hugues memendam kekecewaan bahwa Jane bukanlah seperti sosok

istrinya yang bangkit dari kematian dan mereka memiliki perbedaan. 29.Barbe merayakan Paskah bersama sepupunya, Rosalie.

30.Barbe terkejut mengetahui dari Rosalie bahwa Hugues, majikannya, sedang dekat dengan mantan seorang penari karena selama ini Hugues tidak pernah bercerita tentang Jane padanya.

31.Keraguan Hugues untuk menemui Jane kembali setelah menyadari Jane berbeda dengan almarhumah istrinya.

32.Penebusan dosa Hugues akan kehidupannya.

33.Berkurangnya intensitas Jane menemui Hugues karena bersosialisasi dengan teman-temannya, berkunjung ke saudaranya di Lille, dan lain-lain. 34.Pertengkaran Jane dan Hugues karena Jane dituduh selingkuh dan

membuat Jane memutuskan untuk pergi.

35.Hugues memohon pada Jane untuk tetap tinggal karena ia tak ingin kehilangan sosok istrinya.

36.Jane meminta Hugues untuk memberinya hak mengatur rumah padanya karena Hugues adalah seorang duda yang hidup sendirian namun Hugues tidak menyetujui ide Jane.

37.Ajakan Jane pada Hugues untuk makan malam bersama dirumah Hugues,

Hugues keberatan namun Jane memaksa.

38.Emosi Barbe pada Hugues karena tidak menceritakan padanya mengenai Jane.

39.Barbe meninggalkan rumah Hugues dengan amarah besar.

40.Hugues yang masih kebingungan dengan sikap Barbe kemudian

membukakan pintu untuk Jane yang telah tiba dirumahnya, kemudian melihat-lihat ruangan, dan menemukan sebuah ruang tertutup yang coba Jane buka namun dilarang Hugues.


(6)

41.Jane memaksa untuk mengetahui isi ruangan yang disembunyikan Hugues dan ia melihat foto kuno yang mirip dirinya diruangan itu.

42.Jane melihat rambut yang diikat kepang yang kemudian ia permainkan rambut tersebut dan membuat Hugues marah.

43.Hugues mencekik Jane dengan kepang tersebut hingga tewas.