Kegelisahan Jiwa Tokoh Dalam Drama “Kejahatan Membalas Dendam” Kajian Psikoanalisis
KEGELISAHAN JIWA TOKOH DALAM DRAMA
“KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM”
KAJIAN PSIKOANALISIS
SKRIPSI
OLEH
NAEK ZUL VIRMAN PARDEDE
070701026
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KEGELISAHAN JIWA TOKOH DALAM DRAMA KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM
KAJIAN PSIKOANALISA
OLEH
NAEK ZUL VIRMAN PARDEDE NIM 070701026
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. Dra. Keristiana, M.Hum.
NIP 195909071987021001 NIP 196106101986012001
Departemen Sastra Indonesia Ketua,
Prof. Dr . Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 196209251989031017
(3)
PERNYATAAN
KEGELISAHAN JIWA TOKOH DALAM DRAMA
KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM
KAJIAN PSIKOANALISA
Oleh
NAEK ZUL VIRMAN PARDEDE NIM 070701026
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka.
Medan, 28 Januari 2014 Peneliti,
Naek Zul Virman Pardede NIM 070701026
(4)
ABSTRAK
KEGELISAHAN JIWA TOKOH DALAM DRAMA KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM
KAJIAN PSIKOANALISA Oleh
Naek Zul Virman Pardede Sastra Indonesia FIB USU
Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi pencipta yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin pengarang itu ungkapkan melalui tokoh yang ia ciptakan. Setiap tokoh dalam karya sastra tidak ubahnya seperti manusia, untuk memperkuat tokoh pengarang
memasukkan karakter kedalam setiap tokoh. Demikian pula pada drama Kejahatan
Membalas Dendam karya Idrus, setiap tokoh menagalami konflik batin yang sangat menarik
untuk diteliti. Manfaat penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan pikiran guna menambah wawasan serta pemahaman tentang psikoanalisa bagi pembaca sekaligus penulis terhadap karya sastra dan diharapkan penelitian ini dapat membuka wacana dan pengetahuan
bagi pembaca tentang kejiwaan tokoh dalam drama Kejahatan Membalas Dendam Karya
Idrus, selain itu hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian sejenis berikutnya. Landasan teori dalam penelitian-penelitian ini adalah teori struktural yang kemudian mengkaji setiap unsur-unsurnya untuk menganalisis melalui psikologi sastra. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari sesuatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam. Dan disimpulkan bahwa kegelisahan merupakan hal yang universal (mungkin saja dialami setiap orang).
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang maha Esa. Karena berkat
rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kegelisahan Jiwa Tokoh
Dalam Drama Kejahatan Membalas Dendam Kajian Psikoanalisa. Dalam proses penulisan
skripsi ini penulis sangat banyak mengalami kesulitan, namun berkat saran dan dukungan semua pihak, sehingga semua hambatan dapat penulis atasi. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan. Terimakasi atas
kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang telah gunakan selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.
2. Dekan dan pembantu Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Terimakasih atas
arahan dan bimbingan yang bapak berikan, sehingga penulis dapat mnyelesaikan pendidikan tepat waktu di Departeman Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M,Si. Selaku ketua dan bapak Drs. Haris
Sutan Lubis, M.Sp. Sekertaris Departmen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Terimakasih atas semua petunjuk yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapa menyelesaikan semua urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan.
4. Pembimbing I Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp. dan Pembimbing II Ibu Dra.
Keristiana, M.Hum. terimakasih telah membimbing penulis dengan sabar hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini dari awal sampai akhir.
5. Ayahanda Backtiar H Pardede dan Ibunda Herlin Sitohang. Terimakasi atas semua
usaha dan doa, sehingga saya dapat meraih gelar sarjana pada Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Medan.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis. Terimakasih segala bentuk bantuannya.
Walaupun saya tidak menyebut namanya satupersatu, tetapi penulis akan tetap mengenangnya sampai akhir hayat.
(6)
Dalam penulisan dan pengolahan data serta penulisan skripsi ini, penulis telah berusah dengan sungguh-sungguh. Namun demikian, jika ada kekurangan dan kelemahan, penulis bersedia menerima saran yang bersifat membantu, demi sikap ilmiah dan perbaikan bagi penulis pada masa mendatang.
Medan, 28 Januari 20154 Penulis,
Naek Zul Virman Pardede NIM 070701026
(7)
DAFTAR ISI
Daftar isi ……… i
BAB I PENDAHULUAN ……...………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ……….……….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………...….. 3
1.3 Batasan Masalah ……….…... 4
1.4 Tujuan dan Manfaat ………. 4
1.4.1 Tujuan Penelitian ……… 4
1.4.2 Manfaat Penelitian ……….. 4
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ………...……...….. 6
2.1 Konsep ...………..…….……...…………..…..…... 6
2.2 Landasan Teori ... 10
2.2 Tinjauan Pustaka………..…..………..………...….. 13
BAB III METODE PENELITIAN ....………...……….………….... 16
3.1 Metode Pengumpulan Data ... 16
3.1.1 Metode Penelitian ... ... 16
3.1.2 Bahan Analisis ... 17
(8)
4.1 Tokoh-Tokoh Dalam Drama “Kejahatan Membalas Dendam” ... 18
4.1.1 Tokoh ... 18
4.1.2 Penokohan ... 19
4.1.3 Karakter Tokoh ... 20
4.2 Kegelisahan Tokoh Dalam Drama “Kejahatan Membalas Dendam” .. 28
4.2.1 Kecemasan Realitas ... 30
4.2.2 Kecemasan Neurotik ... 32
4.2.3 Kecemasan Moral ... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 37
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Lampiran 1 (Sinopsis)
Lampiran 2 (Rancangan Skripsi) Lampiran 3 (Data Awal)
(9)
ABSTRAK
KEGELISAHAN JIWA TOKOH DALAM DRAMA KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM
KAJIAN PSIKOANALISA Oleh
Naek Zul Virman Pardede Sastra Indonesia FIB USU
Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi pencipta yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin pengarang itu ungkapkan melalui tokoh yang ia ciptakan. Setiap tokoh dalam karya sastra tidak ubahnya seperti manusia, untuk memperkuat tokoh pengarang
memasukkan karakter kedalam setiap tokoh. Demikian pula pada drama Kejahatan
Membalas Dendam karya Idrus, setiap tokoh menagalami konflik batin yang sangat menarik
untuk diteliti. Manfaat penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan pikiran guna menambah wawasan serta pemahaman tentang psikoanalisa bagi pembaca sekaligus penulis terhadap karya sastra dan diharapkan penelitian ini dapat membuka wacana dan pengetahuan
bagi pembaca tentang kejiwaan tokoh dalam drama Kejahatan Membalas Dendam Karya
Idrus, selain itu hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian sejenis berikutnya. Landasan teori dalam penelitian-penelitian ini adalah teori struktural yang kemudian mengkaji setiap unsur-unsurnya untuk menganalisis melalui psikologi sastra. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari sesuatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam. Dan disimpulkan bahwa kegelisahan merupakan hal yang universal (mungkin saja dialami setiap orang).
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang dan Masalah
Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi pencipta yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin di ungkapkan. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Semi, 1993:8).
Pada dasarnya, karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan kenyataan. Karya sastra merupakan representasi dari kehidupan nyata manusia. Sumardjo (1999 : 19) berkata, “Karya sastra yang baik juga biasanya memiliki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada”. Sebuah karya sastra mengambil objek manusia dan pola kehidupan manusia. Di dalam sebuah karya sastra selalu terdapat konflik baik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain, atau bahkan anatara tokoh itu dengan dirinya sendiri. Konflik ini direfleksikan pengarang melalui perilaku, dan setiap ucapan setiap tokoh dalam karya tersebut. Dari hal tersebut, dapat kita lihat bahwa sastra jelas memiliki hubungan yang erat dengan psikologi. Sebab ketika kita ingin mengkaji penokohan atau kejiwaan tokoh dalah karya sastra itu, kita harus menggunakan pendekatan psikologi. Pendekatan psikologi dalam menganalisis sebuah karya sastra kita kenal dengan psikologi sastra dan salah satu cabang pendekatan itu ialah psikoanalisis. Seperti ditunjukkan
(11)
oleh namanya, psikoanalisis hendak menawarkan penjelasan atau analisis mengenai struktur pikiran psyche dan hubungannya dengan tubuh, serta enggunakan analisis tersebut sebagai dasar dalam menangani beberapa jenis penyakit tertentu. Psikoanalisis umum dikenal dengan nama “penyembuhan bicara”.
Pencetus sistem psikoanalisis dalam psikologi adalah Sigmund Freud. Sigmund Freud adalah seseorang yang tergolong sruktural, ia mengubah teori positivistiknya tentang kehidupan psikis setelah menemukan fakta-fakta tentang psike itu sendiri, baik psike dengan melakukan analisis terhadap dirinya, maupun psike pasien-pasiennya menjadi teori psikoanalisis. Sigmund Freud melihat bahwa psikoanalisisnya yang berpusat pada penafsiran mimpi dapat disepadankan dengan karya sastra. Beliau menganggap bahwa mimpi sama dengan karya sastra. Mimpi merupakan sebuah cerita, dalam cerita tersebut terdapat tokoh, alur, dan latar. Akan tetapi, antara bahasa mimpi dan bahasa sastra tetap terdapat perbedan sensor, yaitu bahwa proses dalam mimpi merupakan sebuah mekanisme secara tidak sadar, sedangkan dalam sastra merupakan tidakan sadar dari sang pengarang untuk membuat sebuah cerita.
Dalam penelitian ini, penulis akan mengambil objek kajian sebuah drama karya Idrus
yang berjudul Kejahatan Membalas Dendam yang ditulis dalam salah satu bukunya yang
berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Idrus termasuk salah seorang pelopor
Angkatan 1945. Ia juga telah membawa perubahan dalam prosa Indonesia modern. Dengan tegas ia menyatakan putusnya hubungan antara prosa sebelum perang dan prosa sesudah perang. Perbedaan prosa Idrus dengan prosa pada masa prapujangga baru ialah bahwa prosa Idrus bersifat Universal dan cenderung ke lukisan tentang kehidupan sehari-hari yang telah bertumpu pada kesegaran dan kenyataan. Hal yang sangat menarik pada naskah drama
(12)
penulis muda yang mengawali karirnya sebagai penulis pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengabdi kepada Negara dengan cara menulis. Namun cara dia menulis benar-benar berbeda dengan cara pendahulu-pendahulu mereka. Ia mengambarkan sesuatu dengan sudut pandangnya sendiri yang menimbulkan kritik dan penolakan dari penulis lama. Dalam naskah drama ini dipaparkan betapa tokoh utama tersebut mengalami banyak peristiwa yang membuat jiwanya galau.
Penggambaran tokoh Ishak yang memperjuangkan dan membawa perubahan baru dalam prosa Indonesia modern inilah yang membuat penulis tertarik menjadikan drama
Kejahatan Membalas Dendam menjadi objek kajian. Sebab ketika membaca naskah tersebut,
kita seolah-olah melihat Idrus menjelma menjadi tokoh utamanya.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan diatas, maka pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keadaan psikologis setiap tokoh dalam drama Kejahatan
Membalas Dendam?
2. Bagaimana kegelisahan jiwa tokoh utama dalam drama Kejahatan Membalas
Dendam?
(13)
1.3.Batasan Masalah
Sesuai dengan judulnya, penelitian ini akan berfokus pada pergolakan dan
kegelisahan jiwa semua tokoh dalam drama Kejahatan Membalas Dendam. Penelitian ini
akan memaparkan dan mendeskripsikan kejadian-kejadian yang menunjukkan betapa banyaknya tekanan yang dialami tokoh dan menggarap psikologinya dengan menyelidiki tindak, perilaku, dan perkataan yang merujuk pada kejiwaan tokoh tersebut.
1.4.Tujuan dan Manfaat
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat mendeskripsikan keadaan psikologis setiap tokoh dalam drama Kejahatan
Membalas Dendam.
2. Dapat mengungkap proses kejiwaan tokoh yang melatarbelakangi terjadinya
kegelisahan tokoh dalam drama Kejahatan Membalas Dendam.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Secara teoretis diharapkan mampu menjadi sumbangan pikiran guna menambah
wawasan serta pemahaman tentang psikoanalisa bagi pembaca sekaligus penulis terhadap karya sastra.
(14)
2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat membuka wacana dan
pengetahuan bagi pembaca tentang kejiwaan tokoh dalam drama Kejahatan
Membalas Dendam Karya Idrus, selain itu hasil dari penelitian ini juga
(15)
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Kegelisahan adalah perasaan gelisah; kekhawatiran; kecemasan. Konsep kegelisahan jiwa dalam penelitian ini berupa kecemasan neurosis tokoh. Freud mengatakan (dalam Suryabrata, 2002:139) kalau insting-insting tak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum disebut dengan kecemasan neurotik. Kecemasan ini akan tergambar melalui perasaan khawatir, gelisah, takut, cemas, dan bingung. Dan Sigmund Freud menggolongkan kecemasan ini menjadi tiga macam, yaitu obyektif, neurotik, dan moral.
Penelitian ini mengelompokkan tokoh dalam empat jenis, yakni: protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Menurut Harymawan (1993:22) tokoh protagonis adalah peran utama yang menjadi pusat cerita, tokoh antagonis adalah tokoh yang berperan sebagai lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik, sedangkan tokoh tritagonis adalah tokoh penengah, bertugas sebagai penghubung antara tokoh protagonis dan antagonis. Peran pembantu adalah peran yang tidak secara langsung terlibat di dalam konflik, tetapi diperlukan guna penyelesaian cerita.
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu.
1. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
(16)
3. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM (dalam Suyoto. http://agsuyoto.wordpress.com), ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu
1. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3. Melalui penggambaran fisik tokoh. 4. Melalui pikiran-pikirannya
5. Melalui penerangan langsung. Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung. (http://agsuyoto.wordpress.com).
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Secara etimologi, drama berasal dari bahasaYunani, yaitu “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005:275), drama adalah 1) komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; 2) cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Dengan pementasan diharapkan penonton lebih mudah dalam memahami suatu peristiwa kehidupan, watak dan lainnya.
(17)
Unsur-unsur dalam drama secara garis besar hampir sama dengan genre sastra yang lain, hanya saja untuk drama mempunyai kekhasan dibanding genre sastra yang lain. Dalam drama lebih mementingkan pada dialog, jadi bukan prosa, lebih pada ujaran-ujaran yang langsung. Secara garis besar struktur naskah drama ada enam bagian penting yaitu plot atau kerangka cerita, penokohan atau perwatakan, dialog atau percakapan, setting atau landasan, tema atau nada dasar cerita, dan amanat atau pesan pengarang (Waluyo, 2002 : 6-28).
Menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche
berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafi
Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Banyak karya besar yang menyimpang dari standar psikologi, karena kesesuaian hasil karya dengan kebenaran psikologis belum tentu bernilai artistik. Pemikiran psikologi dalam karya sastra tidak hanya dicapai melalui pengetahuan psikologi saja. Namun pada kenyataannya atau pada kasus-kasus tertentu pemikiran psikologi dapat menambah nilai estetik atau keindahan karena dapat menunjang koherensi dan kompleksitas suatu karya.
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang manusia dan metode psikoterapi. Menurut pandangan psikoanalitiknya, Freud menawarkan beberapa konsep, seperti konsepnya tentang mengeksplorasi pikiran tak sadar, teori seksual dan libido, mencari identitas dewasa (id, ego, super ego), psikologi kesalahan, makna gejala, teori analitis, dan lain-lain (Syuropati, 2011 : 103).
(18)
• id
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
• ego
Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral.
• super ego
Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.
Teori sastra psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra sebagai symptom (gejala) dari pengarangnya. Dalam pasien histeria gejalanya muncul dalam bentuk gangguangangguan fisik, sedangkan dalam diri sastrawan gejalanya muncul dalam bentuk karya kreatif. Oleh karena itu, dengan anggapan semacam ini, tokoh-tokoh dalam sebuah novel, misalnya akan diperlakukan seperti manusia yang hidup di dalam lamunan si pengarang. Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh-tokoh itu dapat dipandang sebagai pencerminan atau representasi dari konflik kejiwaan pengarangnya sendiri. Akan tetapi harus diingat, bahwa pencerminan ini berlangsung secara tanpa disadari oleh si pengarang novel itu sendiri dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran pengarang bekerja melalui aktivitas penciptaan novelnya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan pemenuhan secara tersembunyi atas hasrat pengarangnya yang terkekang (terepresi) dalam ketaksadaran.
(19)
Ilmu psikologi yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah psikologi kepribadian. Menurut Caplin (1999:362), psikologi kepribadian adalah segi pandangan yang menekankan hal penanaman dan peletakan tingkahlaku di dalam kepribadian individu. Menurut Alfred Alder dalam Calvin (1993:242) adalah ilmu perilaku tentang gaya hidup individu atau cara karakteristik seseorang dalam bereaksi dalam masalah-masalah dan tujuan hidup.
2.2. Landasan Teori
Landasan teori yang dipergunakan dalam pembahasan ini adalah teori struktural, yaitu meneliti karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada karya itu, misalnya: tema, alur, perwatakan, latar, dan sudut pandang. Pendekatan struktural dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Selanjutnya akan diterapkan teori psikoloanalisis untuk menelaah kejiwaan tokoh dalam karya sastra.
Pendekatan struktural merupakan penelitian yang menganalisis suatu karya sastra secara keseluruhan, baik unsur-unsur di dalam karya sastra maupun unsur-unsur di luar karya sastra tersebut. A. Teew (1988 : 154) berpendapat bahwa analisis struktural merupakan langkah awal dalam proses pemberian makna, tetapi tidak boleh dimutlakkan dan juga tidak boleh ditiadakan. Teori dan dan metode dalam penelitian sastra disesuaikan dengan bahan yang ada. Pendekatan struktural itu terdiri atas beberapa macam teori, tetapi dalam hal ini dipergunakan teori menurut A.Teeuw dalam bukunya Sastra dan Ilmu Sastra.
Menurut Teeuw (1984 : 135), pendekatan struktural mempunyai tujuan yaitu “Analisis Struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.”
Selanjutnya penelitian ini diteruskan dengan analisis psikologi sastra. Dalam hal ini,
(20)
Membalas Dendam. Psikologi kepribadian menurut Chaplin (1999:362) adalah segi pandangan yang menekankan hal penanaman dan peletakan tingkah laku di dalam kepribadian individu. Menurut Alfred Alder (Calvin dan Gardner Linzey
Penulis memilih analisis psikologi sastra karena dalam pendekatan psikologi identik dengan pendekatan ekspresif, yang menekankan pengekspresian ide-ide ke dalam karya sastra. Objek penelitian pendekatan melalui jiwa pengarangnya dan melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam karya sastra itu. Kejiwaan para tokoh dalam karya itu sekaligus merupakan implementasi jiwa pengarangnya dan sekaligus merupakan gejala psikologis sosial dari masyarakatnya. Kejiwaan para tokoh dalam karya sastra itu sekaligus merupakan cerminan jiwa pengarangnya. Melalui pendekatan ekspresif akan tergambar atau tercermin kejiwaan pengarang. Hal ini dapat dilihat melalui seorang tokoh atau lebih ataupun melalui bahasa pengarang.
1993:242) psikologi kepribadian merupakan ilmu prilaku tentang gaya hidup individu atau cara karakteristik seseorang dalam bereaksi dalam masalah-masalah dan tujuan hidup.
Hubungan antara psikologi dengan sastra sebenarnya telah lama ada, semenjak usia ilmu itu sendiri. Akan tetapi penggunaan psikologi sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian sastra belum lama dilakukan. Menurut Robert Downs (1961 : 1949) dalam Abdurrahman, (2003 : 1), bahwa psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang gelap, mistik dan paling peka terhadap bukti-bukti ilmiah. Dan wilayah yang gelap itu memang ada pada manusia, dari wilayah yang gelap itulah kemudian muncul perilaku serta aktifitas yang beragam, termasuk perilaku baik, buruk, kreatif, bersastra dan lain-lain.
Menurut Hardjana (1991 : 60) pendekatan psikologi sastra dapat diartikan sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan mensikapi kehidupan. Disini fungsi psikologi itu sendiri
(21)
adalah melakukan penjelajahan kedalam batin jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan reponnya terhadap tindakan lainnya.
Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra dari sudut psikologi. Perhatian diarahkan kepada pengarang dan pembaca (sebagai psikologi komunikasi) atau kepada teks sastra itu sendiri. Wellek dan Austin Warren (1989 : 90) menyatakan bahwa istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca atau disebut psikologi pembaca.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa empat model dalam psikologi sastra meliputi pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Psikologi sastra dengan demikian memiliki tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca. Fokus psikologi dalam psikologi karya sastra pada pengarang dan karya sastra, dibandingkan dengan pembaca. Untuk memahaminya harus dilihat bahwa pendekatan terhadap pengarang merupakan pemahaman atas ekspresi kesenimannya, karya sastra mengacu pada objektivitas karya, dan pembaca mengacu pada pragmatisme.
2.3. Tinjauan Pustaka
Penelitian dengan tinjauan psikoanalisis terhadap karya sastra sudah pernah dilakukan oleh Lissa Ernawati mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Dengan objek kajian Novel Rojak karya Fira Basuki. Pada penelitiannya, Lissa Ernawati menelaah psikologis tokoh-tokoh dalam novel Rojak tersebut. Ia menganalisis unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dan memaparkan keadaan psikologis setiap tokoh-tokoh yang terdapat dalam Novel Rojak tersebut. Berdasarkan hasil penelitiannya, Lissa
(22)
mengambil kesimpulan bahwa karakter manusia suatu saat dapat berubah apabila berada dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Di mana perubahan karakter itu dapat membuat kita menjadi lebih baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Sebuah artikel berupa esai sastra karya Usman Rejo SS pada situs Jendela Sastra Media Sastra Indonesia dengan judul “Kecemasan Tokoh Utama dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwied Prasetyo (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)” juga meninjau unsur psikologi sebuah karya sastra. Dalam esainya, Usman Rejo SS memaparkan
keadaan psikologis tokoh utama dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwied
Prasetyo. Ia memaparkan kecemasan-kecemasan yang dialami tokoh utama dengan memaparkan kitipan-kutipan yang mengacu pada kecemasan tokoh utama. Dalam esainya,
Usman Rejo SS memaparkan tiga bentuk kecemasan yang diamati dalam novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwied Prasetyo ini yakni ada tiga macam bentuk kecemasan, yaitu;
1. Kecemasan realitas, 2. Kecemasan neurotis, dan 3. Kecemasan moral.
Ramya Hayasrestha Sukardi dalam tesisnya yang berjudul “Kepribadian Tokoh
Utama Anak Dalam Novel Anak Pink Cupcake Bersahabat Itu Menyenangkan Karya
Ramya Hayasrestha Sukardi” menelaah monolog, dialog, dan narasi yang mengambarkan sifat, tingkah laku, perbuatan, dan perkataan yang berwujud paparan-paparan bahasa yang
mendeskripsikan kepribadian tokoh utama anak dalam novel anak Pink Cupcake
Bersahabat itu Menyenangkan
1. Struktur kepribadian tokoh bersifat dinamis. Ketiga unsur kepribadian tersebut, satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas, meskipun distribusi penggunaan energi terkadang tidak seimbang. Hubungan sastra dan psikoanalisis terletak pada kesamaan antara hasrat tersembunyi pada manusia yang menyebabkan kehadiran . Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membaca, mengidentifikasi, dan mengklasifikasikan data yang mengandung aspek psikologis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa:
(23)
karya sastra mampu menyentuh perasaan, kesejajaran antara mimpi dan sastra, dan karya sastra mengandung keindahan serta mencerminkan ajaran moral.
2. Dinamika kepribadian tokoh terdiri dari (a) naluri, yaitu naluri hidup dan naluri mati. Naluri hidup berupa naluri lapar dan naluri sosial, sedangkan naluri mati diwujudkan dengan menyakiti orang lain; (b) distribusi penggunaan energi id ke ego, id ke superego, dan superego ke ego diwujudkan dalam bentuk persepsi, ingatan, dan berfikir ; (c) kecemasan, yaitu kecemasan riil, neurotik, dan moral yang diwujudkan dalam bentuk rasa takut terhadap dunia luar, takut pada hukuman, takut akan dosa, dan melihat penderitaan orang lain. Hubungan sastra dengan psikolanalisis, yaitu saat pengarang memunculkan naluri kehidupan dalam wujud karya sastra, proses pencitraan berhubungan dengan pikiran dan perasaan pengarang.
3. Fase perkembangan seksual tokoh melalui empat tahap, yaitu (a) identifikasi dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain; (b) pemindahan objek yang dilakukan tokoh menggunakan empat cara, yaitu kondensasi, kompromi, sublimasi, dan kompensasi; (c) mekanisme pertahanan ego tokoh dilakukan dengan cara pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi; (d) fase perkembangan seksual pada tokoh terjadi pada fase latenst. Hubungan psikoanalisis dengan kesusastraan muncul melalui proses sublimasi, pengarang dengan proses sublimasi dengan menulis karya sastra maupun menghasilkan karya lain yang dapat meningkatkan perkembangan kebudayaan.
(24)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui metode membaca heuristik dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffaterre (dalam Jabrohim, 2001 : 12), dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu membaca dengan jalan meneliti tataran gramatikalnya dari segi mimietisnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, yaitu bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya.
Melalui metode membaca heuristik dan hermeneutik tersebut, tujuan peneliti akan tercapai. dengan metode heuristik dan hermeneutik, peneliti mengambil, mengumpulkan dan memilah dialog-dialog yang akan membantu peneliti dalam menentukan keadaan psikologi setiap tokoh.
3.1.1 Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif, yaitu penelitian yang sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, Moleong (dalam Jabrohim, 2001 : 42). Penelitian ini tidak dihubungkan dengan angka-angka atau penjumlahan. Semua data-data tersebut akan diuraikan secara sistematis.
Landasan berpikir metode kualitatif adalah paradigma positivisme Max Weber, Immanuel kant, dan Wilhlem Dilthey (Ratna, 2004 : 47-49) . Objek sosial bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakan yang
(25)
justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam hubungan inilah metode kualitatif dianggap persis sama dengan metode pemahaman. Penelitian kualitatif mempertahankan nilai-nilai. Dalam ilmu sosial, sumber datanya adalah masyarakat sedangkan data penelitiannya adalah tindakan-tindakan. Dalam ilmu sastra, sumber datanya adalah karya sedangkan data penelitiannya teks.
3.1.2 Bahan Analisis
Sumber data yang akan dianalisis adalah drama:
Judul : Kejahatan Membalas Dendam
Tahun terbit : 2001
Penerbit : Hikmah Balai Pustaka
Jenis : Naskah drama
Ukuran : Tiga belas kali duapuluh sentimeter
Tebal : 75 halaman
Gambar : Gambar seorang guru yang sedang mengajar anak-anak
(26)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Tokoh-Tokoh Dalam Drama “Kejahatan Membalas Dendam”
4.1.1 Tokoh
Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Selain itu, menurut Anonim (2003:115) tokoh adalah orang yang memainkan peran tertentu dalam karya sastra.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu
tokoh sentral dan tokoh bawahan.
Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu.
1. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan
perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif. Dalam drama “Kejahatan
membalas dendam”, yang menjadi tokoh sentral protagonis adalah ISHAK.
2. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Dalam drama “Kejahatan membalas dendam”, yang menjadi tokoh sentral antagonis adalah
(27)
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu ;
1. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh
sentral (protagonis atau antagonis). Dalam drama “Kejahatan membalas dendam”, yang
menjadi tokoh andalan adalah ASMADIPUTERA dan PEREMPUAN TUA.
2. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran
dalam peristiwa cerita. Dalam drama “Kejahatan membalas dendam”, yang menjadi tokoh
tambahan adalah PAK OROK.
3. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja. Dalam drama “Kejahatan membalas dendam”, yang menjadi tokoh lataran adalah PETANI.
4.1.2 Penokohan
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu.
1. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
3. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM (dalam Suyoto. http://agsuyoto.wordpress.com), ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu
(28)
1. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3. Melalui penggambaran fisik tokoh. 4. Melalui pikiran-pikirannya
5. Melalui penerangan langsung. Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung. (http://agsuyoto.wordpress.com).
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
4.1.3 Karakter Tokoh
Karakter adalah sifat atau watak yang dibuat oleh pengarang untuk membedakan masing-masing tokoh dalam cerita. Karakter yang dibuat pengarang beragam, diantaranya egois, pendiam, pemarah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dalam drama “Kejahatan membalas dendam” terdapat enam tokoh, yaitu:
I. ISHAK = Pengarang muda
II. SATILAWATI = Kekasih Ishak
III. KARTILI = Dokter, Sahabat Ishak
(29)
V. SUKROSO = Pengarang kolot, Ayah Satiliwati
VI. PEREMPUAN TUA = Nenek Satilawati
Berikut ini adalah karakter tiap tokoh dalam drama “Kejahatan Membalas Dendam”;
I. Ishak = Berambisi tinggi, tekun, dan memiliki rasa Nasionalisme yang tinggi.
“ISHAK : Rupaku akan berubah di sana. Itu akan kujaga. Tapi aku
akan terus mengarang … buku tebal, tebal sekali.
SATILAWATI : Percuma engkau mengarang, jika tidak akan diterbitkan.
ISHAK : Bagi pengarang bukan diterbitkan itu yang menjadi soal. Yang
penting ialah, tulis, tulis apa yang keluar. (memegang kepala)”(2001:25)
Dari dialog diatas, dapat kita lihat ambisi Ishak untuk tetap mengarang, meski ia
merasa telah dikucilkan oleh masyarakat ia tetap ingin mengarang bahkan ingin menulis buku yang sangat tebal tanpa menghiraukan apakah tulisannya akan diterbitkan atau tidak.
“Perempuan tua masuk dengan sebuah piring berisi makanan dan semangkuk
air kopi.
PEREMPUAN TUA : Silakan minum dan makan, Nak (meletakkan makanan di atas balai-balai).
ISHAK : (terus menulis sebentar-sebentar berpikir).
PEREMPUAN TUA : (gelisah, berjalan mengelilingi Ishak). Bisukah Anakku? Makanan telah kusediakan.
ISHAK : (terus menulis).
PEREMPUAN TUA : Berhentilah menulis itu sebentar.
ISHAK : (terus menulis, beberapa lembar kertas terjatuh ke atas lantai).
PEREMPUAN TUA : (mengumpulkan kertas yang bertebaran itu meletakkannya di atas meja. Pergi mengambil mangkuk di atas balai-balai itu). Kalau belum hendak makan, minum sajalah kopi ini (meletakkan mangkuk kopi itudi atas meja).
ISHAK : (terus tak berhenti-henti).
PEREMPUAN TUA : (menggeleng-gelengkan kepala. Pergi duduk di atas balai-balai. Putus asa. Memandang Ishak dengan teliti. Lalu kuap memegang
(30)
tangannya, meletakkan piring berisimakanan di pinggir balai-balai merebahkan diri, lalu).(2001:52)
Adegan ini adalah ketika Perempuan Tua atau nenek Satiliwati baru saja sampai di rumahnya dan mendapati Ishak berada di dalam rumahnya. Perempuan Tua tersebut memberikan makanan kepada Ishak, nanum Ishak seolah tak memperdulikannya. Ishak tetap saja menulis dengan tekun.
PEREMPUAN TUA : Apa yang ankku kataan kepada mereka?
ISHAK : Tentang penyerahan padi. Mengapa mereka harus menyerahkan
padi kepada pemerintah, bahwa mereka harus bergiat menanam padi dan menyerahkannya. Untuk perang untuk kemenangan akhir, kataku. Hanya perkataanku yang penghabisan ini yang dapat mereka pahamkan. Mereka bertepuk... sayang, aku tidak bisa berbahasa Sunda dan mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. (termenung).
PEREMPUAN TUA : Jika sudah agak lama di sini tentu anakku bisa berbahasa Sunda.
ISHAK : (berontak) Tapi aku hendak berkata sekarang, sekarang kepada
mereka. Supaya besok jika mereka pergi ke sawah pula pagi-pagi, mereka akan menyanyikan nyanyi girang. Kita harus berbakti kepada tanah air. Aku dengan tulisanku dan mereka dengan padinya. Aku menulis semalam malaman bukan untuk duit, begitu juga banyak lagi orang begitu. Itu cara mereka berbakti dan petani bisa dan harus berbakti dengan padinya(cepat berlari dan mengambil sehelai kertas di atas balai-balai). Dengar, dengarlah, nek, kata penghabisan ku ; dari sepuluh gunung, mengalirlah menjadikan sepuluh sungai-sungai kecil, mengalir melalui lembah dan hutan, ke satu tujuan menjadikan sungai yang besar adan luas, mengalir ke lautan bahagia. Demikian bakti rakyat Indonesia. (perempuan tua tepekur).(2001:63)
Dari dialog tersebut, dapat kita lihat rasa nasionalisme Ishak yang kuat. Dialog itu menggambarkan bahwa Ishak ingin menerangkan kepada para petani tentang penyerahan padi untuk Negara.
II. Satilawati = Tegas.
Satilawati adalah kekasih Ishak dengan jiwa yang kuat. Ia dihgambarkan sebagai perempuan tegas. Hal ini tergambar dari ucapannya bahwa meskipun ia sangat mencintai
(31)
Ishak yang telah memutuskannya, ia tidak ingin kesedihannya mempengaruhi pekerjaannya sebagai juru rawat.
ISHAK : Ya, pergilah. Tapi satu pesanku kepadamu. Teruskan pekerjaan
jururawatmu.
SATILAWATI : (mengejek) Kau kira, aku akan meninggalkan pekerjaan itu, karena aku telah berpisah dengan engkau? Engkau belum tahu siapa Satilawati (hendak pergi).(2001:26)
Dari dialog diatas, dapat disimpulkan betapa tegasnya karakter SATILAWATI. Meski ia sedang gelisah karena ISHAK akan meninggalkannya, ia tidak ingin perasaan cintanya mengganggu pekerjaan dan pengabdiannya pada Negara.
III. Kartili = Licik.
Kartili adalah tokoh antagonis di dalam drama Kejahatan Membalas Dendam ini. Kelicikan demi kelicikan ia lakukan demi memperoleh cinta Satilawati. Bahkan ia rela membuat Ishak menjadi gila dan memisahkan Ishak dengan Satilawati. Ia juga memprofokasi Satilawati dengan mengatakan bahwa kegilaan Ishak adalah kegilaan turunan. Semua telah ia rencanakan agar rasa cinta Satilawati pada Ishak hilang dan bisa membuka hatinya untuk Kartili.
SARTILI : Ia tidak akan baik kembali. Gila itu bukan karena mengarang.
Mengarang hanya sebab saja. Tapi ini karena waktunya telah tiba. SATILAWATI : (terkejut, heran) Apa maksudnya?
KARTILI : Ini penyakit turunan. Kakeknya mati gila waktu berumur 30 tahun.
Ayahnya mulai gila waktu berumur 28 tahu. Dan Ishak sekarang berumur 29 tahun.
SATILAWATI : (terkejut) Kartili!
KARTILI : Ya, tidak baik, mempertuturkan hati muda saja. Aku setuju dengan
perbuatan orang tua-tua dulu. Menyelidiki terlebih dulu riwayat keluarga bakal suaimi atau istri (mengejek) Itu belum engkau lakukan, bukan?
(32)
SATILAWATI : (memandang jauh) Memang belum (berontak). Tapi mengapa semua ini kau ceritakan kepadaku? Mengapa dalam keadaan yang begini.
KARTILI : (tegas) Karena aku cinta padamu. Agar engkau jangan
tersesat.(2001:30)
Dialog di atas adalah dialog saat Kartili coba menegaskan pada Satilawati bahwa Ishak telah mengalami kegilaan agar cinta Satilawati berkurang pada Ishak. Dari sini dapat kita simpulkan betapa liciknya Kartili yang menghalalkan setiap cara hanya agar semua keinginannya bisa tercapai.
IV. Asmadiputera = Setia kawan dan cerdas.
Asmadiputera adalah sahabat Ishak. Ia adalah seorang Meester In De Rechten. Ia merupakan sosok yang setia kawan. Ia dengan sigap membantu Ishak untuk menantang pendapat Pak Orok tentang tulisan Ishak. Dia membalas kritik ak orok, bahkan menemui Pak Orok untuk membicarakan dan meluruskan tentang tulisan Ishak.
ASMADIPUTERA : Engkau gila. Engkau kira, tidak ada orang yang akan
mempertahankan.
ISHAK : Engkau… (lemah) ya, engkau seorang Meester in de rechten. Tapi
aku tidak percaya engkau akan mempertahankan.
ASMADIPUTERA : Ya, kalau dilihat sepintas lalu, memang. Jika dibaca sambil
lalu, bisa orang mengartian perkataan-perkataanmu dalam roman itu seperti anti segalanya. Tapi aku (sambilmenepuk dadanya, dan mengeluarkan beberapa carik kertas dari saku, memperlihatkan kertas itu pada Ishak) Lihat ini. Ini balasan kepada kritik Pak Orok. Engkau harus percaya kepada percakapan temanmu yang hendak menolong engkau.
ISHAK : Maaf, aku tidak percaya.
ASMADIPUTERA : Terserah padamu. Tapi aku terus berusaha membela engkau,
biarpun engkau telah melarikan diri.(2001:27)
Dialog diata adalah percakapan Asmadiputera yang coba meyakinkan bahwa tidak semua orang menilai buruk pada karya Ishak. Ia sebagai teman menegaskan pada Ishak
(33)
bahwa ia paham betul maksud dari tulisan Ishak. Dan sebagai teman, ia tetap berniat untuk membela Ishak.
SUKROSO : Tenaga macam itu tidak perlu bagi rakyat. Merusakkan jiwa rakyat.
ASMADIPUTERA : Saya akan teruskan, Tuan Sukroso. Sekarang tiba kita
kepada cara Ishak mengarang. Romannya itu dinamakannya “Hari Ketiga Nippon di Indonesia”. Yang dimaksud tentu tahujn ketiga. Di sini ia menceritakan beberapa orang Indonesia yang sejak Nippon masuk, belum juga insaf-insafnya. Mereka masih memihak kepada Belanda, masih terkenang kepada pemerintah Belanda, karena kedudukannya dalam jaman Belanda itu baik.
ASMADIPUTERA : (lemah) Tuan Sukroso, siapa yang mencaci?
SUKROSO : Ishak tentu.
ASMADIPUTERA : (marah). Ishak? Ishak? Tuan harus belajar dulu membaca
roman. Sudah saya katakana cara Ishak mengarang ialah realistis. Ia mengemukakan kebencian orang-orang yang belum Insaf itu dengan perkataan-perkataan yang mungkin diucapkan oleh orang-orang yang seperti itu. Ishak mencari kekuatan dalam karangannya di dalam perkataan-perkataan pelaku-pelakunya. Ini yang tidak bias Tuan pahamkan.
SUKROSO : Dan tidak ada waktu lagi untuk memahamkannya.
ASMADIPUTERA : (meneruskan) Tapi bagaimana akhirnya. Orang yang tidak
insaf itu insaf sebenar-benarnya (membuka buku, membaca halaman penghabisan). Cobalah dengarkan, Tuan Sukroso.
“Tiga tahun Nippon di Indonesia sudah. Selama ini kami hanya jadi parasit saja. Jika ada keuntungan bagi kami, kami mendekat kepada pemerintah sebagai ayam diberi makan. Tapi jika tenaga harus dikerahkan, kami menjauh sebagai kucing dibawakan lidi. Tapi semua itu telah berakhir. Jiwa kami yang bobrok itu tambah lama tambah hidup kembali. Dan waktu Cuo Sangi In menganjurkan “Gerakan Hidup Baru”, kami insaf seinsaf-insafnya, bahwa kami pun harus memperbaharui sesuatu dalam dada kami, memperbaharui tekat, memperbaharui jiwa. Dan serentak kami menceburkan diri ke dalam barisan “Prajurit Pembela Tanah Air”.
SUKROSO : (temenung).
ASMADIPUTERA : Bagaimana, Tuan Sukroso? Bukankah roman itu bersifat
(34)
Dialog ini adalah percakapan antara Sukroso (Pak Orok) dengan Asmadiputera membahas tentang kritikan Pak Orok terhada tulisan Ishak. Dari dialog ini dapat di lihat betapa cerdasnya Asmadiputera ketika berdebat dengan Pak Orok. Bahkan Pak Orok seolah tidak mampu berargumen terhadapnya.
V. Sukroso = Kolot dan egois.
Sukroso adalah seorang pengaran tua yang kolot. Ia sulit menerima dengan cara pengarang-pengaran baru menulis, baginya cara menulis pengarang menyesatkan. Dia juga sangat keras kepala dan egois. Demi mewujudkan keinginannya memisahkan putrinya dengan Ishak, ia bahkan memanggil bibinya yang seorang dukun untuk merusak hubungan Satilawati dan Ishak.
SUKROSO : Bibi kulihat masih bimbang. Bahkan tampak kepada wajah Bibi, Bibi
akan menolong mereka.
PEREMPUAN TUA : Itu sebabnya aku minta berpikir lagi!
SUKROSO : (marah, berdiri) Kalau begitu, percuma aku menyuruh Bibi datang ke
sini.
PEREMPUAN TUA : (lemah-lembut) Engkau seperti sediakala juga Sukroso. Jika kemauanmu tidak diperlakukan, engkau marah. Lagi … ini belum tentu kemauanmu tidak akan diperlakukan.
SUKROSO : Tapi rasanya Bibi akan menolong mereka.
PEREMPUAN TUA : (marah, dengan suara keras) Itu yang akan kupikirkan, kataku!
SUKROSO : (marah) Tidak perlu Bibi berpikir lagi. Bibi harus menceraikan
mereka!
PEREMPUAN TUA : (marah) Harus! Harus! Engkau mengharuskan? Aku bukan budakmu, Sukroso!
SUKROSO : (bertambah marah) Harus, kataku! Kalau tidak …(2001:49)
(35)
memaksa bahkan mengancam bibinya sendiri untuk memisahkan Ishak dan Satilawati tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri dan bahkan perasaan bibinya yang diharuskan memisahkan cucunya dengan orang yang benar-benar ia cintai.
VI. Perempuan Tua = Penyabar dan bijak.
Perempuan tua adalah seorang dukun yang terkenal, ia adalah bibi Sukroso. Ia memang sering mendapat pekerjaan untuk memisahkan orang, namun ia mulai berfikir untuk berhenti sebagai dukun. Ketika Sukroso ingin ia memisahkan Isha dan Satilawati, ia memilih untuk menyelidiki terlebihdahulu. Meski ia terus dipaksa Sukroso, ia tetap ingin melihat sendiri. Dan pada akhirnya ia bahkan memilih untuk mempersatukan Ishak dengan Satilawati. Hal itu dapat dilihat dari dilaog berikut;
PEREMPUAN TUA : Sudahlah, sudahlah… Tapi tentang Satilawati itu akan kupikirkan dalam-dalam dulu. Akan kutanyakan kepada Satilawati. Kalau Satilawati, betul-betul cinta kepada pemuda itu (berpikir) …mungkin, mungkin aku sekali ini tidak merusakkan. Merusakkan gampang sekali. Tapi membangunkan susah sekali.(2001:33)
4.2 Kegelisahan Tokoh dalam Drama Kejahatan Membalas Dendam
Dalam sebuah cerita prosa atau dalam hal ini adalah sebuah drama, konflik adalah poin terpenting. Dengan adanya konflik, maka akan tercipta alur cerita yang menarik. Untuk menciptakan sebuah cerita yang menarik, pengarang harus membuat konflik yng menarik pula. Baik antara satu tokoh dengan tokoh lain, maupun antara tokoh dan dirinya sendiri.
Dalam drama Kejahatan Membalas Dendam ini, terdapat konflik yang sangat
menarik. Konflik yang pertama muncul adalah konflik percintaan antara Ishak dan Satilawati. Di awal drama ini diceritakan mereka membuat janji untuk bertemu untuk membicarakan hal yang penting. Saat itu Ishak dengan perasaan yang campur aduk memutuskan cinta bahkan pertunanagan mereka dengan alasan karena ia merasa dirinya
(36)
sedang terancam dan dikucilkan, apalagi ayah dari kekasihnya itu adalah seorang pengarang kolot yang menentang tulisannya yang baru diterbitkan. Satilawati telah mencoba untuk memnenangkannya dan meminta agar Ishak tidak gegabah dan memutuskan percintaan mereka sebab mereka sama-sama saling mencintai. Namun Ishak bersikeras ingin pergi jauh untuk tetap menulis.
Konflik lain yang terjadi dalam drama ini adalah ketika Sokroso atau Pak Orok yang notabene adalah ayah dari Satilawati kekasih Ishak memaksa agar bibinya yang seorang dukun untuk membuat Satilawati tidak lagi mencintai Ishak. Dengan berbagai cara, Sukroso meyakinkan agar bibinya segera merusak cinta Satilawati terhadap Ishak namun Perempuan Tua itu sangat sayang kepada Satilawati, ia tidak ingin gegabah dan ingin menyelidiki terlebihdahulu. Setelah menyelidiki Satilawati, Perempuan Tua itu pun memutuskan untuk tidak merusak cucunya tersebut, malah dia mendukung cinta Satilawati dan Ishak. Mengetahui hal tersebut membuat Sukroso sangat marah dan malah mengancam bibinya tersebut akan melaporkan pada poliusi bahwa bibinya itu telah menjual padinya di pasar gelap. Mereka pun bertengkar dan mengakibatkan bibinya marah dan pulang kerumahnya.
Dan konflik yang menjadi puncak dari carita dalam drama ini adalah ketika Kartili mendatangi rumah Perempuan Tua dan minta tolong kepadanya, ia ingin mebunuh seseorang yang akan membongkar rahasianya. Setelah mengetahui bahwa Kartili adalah orang jahat yang telah merusak hubungan cucunya dengan Ishak bahkan membuat Ishak menjadi sakit, Perempuan Tua pun menolak membantunya dengan halus. Kecewa karena tidak dibantu, Kartili berniat ingin meracuni perempuan tua itu namun ternya ta Satilawati telah memergokoinya dan menyelamatkan neneknya. Di sini lah terbongkar semua kejahatan Kartili.
Beberapa konflik yang telah dipaparkan diatas adalah beberapa konflik yang terjadi
(37)
kejiwaan atau psikologi tokoh. Setiap konflik akan menciptakan sebuah emosi terhadap tokoh-tokoh tersebut. Salah satu efek dari sebuah konflik adalah kegelisahan yang dirasakan tokoh. Kegelisahan ini timbul akibat rasa waswas atau kecemasan yang dialami tokoh. Menurut Freud, ada tiga macam kecemasan yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurotik dan kecemasan moral.
4.2.1 Kecemasan Realitas
Kecemasan realitas merupakan suatu kecemasan atau ketakutan yang dialami seseorang baik muda maupun tua diderita ketika bahaya-bahaya akan datang dari luar seperti bahaya yang berasal dari keadaan lingkungan untuk menghadapi suatu kenyataan disekitarnya. Kecemasan dalam bentuk realitas ini hanya bersifat fisik, sehingga ketakutan akan selalu mengancam bahaya dari kondisi yang mencelakakannya. Namun kecemasan realitas itu juga merupakan suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan suatu bahaya dalam dunia luar.
Dalam drama Kejahatan Membalas Dendam ini tokoh utama Ishak mengalami
kecemasan realitas tersebut. Di awal drama digambarkan Ishak mengajak Satilawati kekasihnya bertemu secara diam-diam di jalanan yang sepi sekedar untuk berpamitan. Ia ingin pergi meninggalkan kotanya sejauh mungkin dan meninggalkan kekasihnya. Bahkan
(38)
Ishak mengambalikan cincin pertunangan mereka. Semua itu berawal dari kritik Pak Orok atau Sukroso pengarang kolot yang notabene adalah ayah dari kekasihnya Satilawati tetrhadap tulisannya. Pak Orok menganggap tulisannya sesat sebab dalam tulisannya ia terlalu realistis dan kurang berisi idealisme. Ia merasa terancam dan merasa akan dikucilkan oleh masyarakat atas tulisannya itu.
ISHAK : Itu yang akan aku ceritakan kepadamu sekarang. Aku dalam bahaya. SATIAWATI : Bahaya apa?
ISHAK : Aku mungkin dipandang penghianat oleh rakyat. SATILAWATI : Karena apa?
ISHAK : Karena karanganku.
SATILIWATI : Roman itu, maksudmu?
ISHAK : Ya, “Hari ketiga Nippon di Indonesia” SATILAWATI : Mengapa? Sudah diterbitkan, bukan?
ISHAK : Ya, semua hartaku telah ku jual untuk menerbitkan buku itu. Rugi semata. SATILAWATI : Tapi mengapa enkau akan dipandang pengkhianat?
ISHAK : Perasaan ku saja begitu. Setelah membaca kritik Pak Orok dalam suatu majalah.
(2001:23)
SATILAWATI : Apa yang kau tulis dalam roman itu?
ISHAK : Biasa saja. Tapi caraku menulis lain. Itu yang tidak dapat dipahamkan orang.
SATILAWATI : Jadi engkau akan meninggalkan Indonesia maksudmu?
ISHAK : Kalu dapat, ya. Aku hendak pergi ke Moskow atau ke Tokio. Di sana orang memahamkan aku. Tapi sekarang susah. Aku hendak menyembunyikan diri dulu. SATILAWATI : Di mana?
ISHAK : Di gunung. Di tempat yang sepi. (2001:24)
(39)
Dari kedua penggalan percakapan Ishak dan Satilawati di atas, jelas terlihat bahwa Ishak mengalami kecemasan realitas karena ketakutannya pada Kritik pak Orok yang membuatnya merasa bahwa masyarakat akan mengucilkannya dan menganggapnya sebagai seorang penghianat.
Bagian lain yang mengambarkan kecemasan ralitas adalah ketika Ishak telah berada di rumah Perempuan Tua dan baru menyelesaikan tulisannya. Tiba-tiba ia tersadar bahwa setiap pagi para petani melewati rumah Perempuan Tua untuk pergi ke ladang. Mereka pergi ke ladang dengan bernyanyi, namun ishak merasa mereka tidak berbahagia dan semangat memanen hasil ladang mereka. Setelah bertanya pada Perempuan Tua, ia akhirnya tahu alasan para petani tidak bahagia dalam memanen hasil ladang kerena mereka harus menjual hasil ladang pada pemerintah dengan harga yang murah.
ISHAK : Mereka bernyanyi. Tapi suara mereka tidak lepas keluarnya. Rasa mereka bersedih.
PEREMPUAN TUA : Mereka senang hatinya, Nak. Pekerjaan yang terberat telah selesai. Akan tiba waktu menyabit. Seminggu lagi.
ISHAK : (berontak) Tidak, tidak, mereka tidak bersenang, mereka bersedih. Padi menguningdan mereka bersedih. Heran. (2001:54)
Penggalan percakapan di atas menggambarkan betapa Ishak cemas akan ketidak sadaran para petani tentang penyerahan padi mereka pada pemerintah. Hingga Ishak berusaha untuk menerangkan pada para petani tentang hal tersebut meskipun pada awalnya ia harus merasa kecewa sebab para petani tidak mengerti apa yang ia ucapkan dan para petani akhirnya mengerti setelah ia di bantu oleh Perempuan Tua untuk menterjemahkan apa yang ia ucapkan.
(40)
4.2.2 Kecemasan Neurotik
Freud mengatakan (dalam Suryabrata, 2002:139) kalau insting-insting tak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum disebut dengan kecemasan neurotik.
Kecemasan neurotik yang dapat kita temui pada drama Kejahatan Membalas Dendam
adalah kecemasan yang dialami tokoh Kartili.
Krtili : (mengambil segumpal uang kertas, meletakkannya di atas meja). Aku sedang dlam bahaya. Rahasiaku akan di buka oleh teman sejawatku.
Perempuan Tua : Rahasia apa?
Kartili :Adalah suatu rahasia.
Perempuan Tua : kalau berahasia pula kepadaku, aku tidak bisa menolong.
KARTILI : Rahasia bahwa aku ada beristri di desa.
PERMPUAN TUA : Jadi apa yang tuan minta kepadaku?
KARTILI : Supaya rahasia itu jangan terbuka. Supaya orang itu...
PEREMPUAN TUA : Dibinasakan. Aku telah mengerti. Coba aku selidiki sebentar (keluar, masuk lagi dengan semangkuk kopi. Memberikan semangkuk kepada Kartili). Minumlah ini sampai habis. (2001:56)
Dalam penggalan pecakapan di atas, tokoh Kartili mengalami kecemasan neurotik. Kecemasan itu karena ia merasa bahwa rahasianya akan di bongkar oleh kawan sejawatnya. Hal tersebut ngakibatkan ia nekat ingin membunuh temannya itu. Dan setelah tau bahwa perempuan tua atau nenek Satilawati itu adalah seorang dukun yang masyur, ia meminta bantuan Perempuan Tua tersebut.
Setelah menyelidiki kasus Kartili melalui cangkir kopi, Perempuan Tua pun mengetahui bahwa rahasia Kartili yang sebenanya bukanlah bahwa ia memiliki istri di desa. Rahasia Kartili yang sebenarnya adalah bahwa dia telah mencatut obatobatan di rumah sakit
(41)
dan orang yang ingin dicelakakan Kartili adalah Pak Miun, dukun yang selama ini membantu Kartili dan Pak Miun adalah guru sang Perempuan Tua. Mengetahui hal ini, Perempuan Tua memutuskan tidak mau membantu Kartili.
Rahasia sebenarnya Kartili yang telah diketahui Perempuan Tua membuat ia semakin cemas. Hal ini embuat ia semakin nekat dan berniat meracuni Perempuan Tua itu. Ia berniat membunuh Perempuan Tua itu dengan mencampurkan sebuah ramuan kedalam minuman yang akan di minum Perempuan Tua.
4.2.3 Kecemasan Moral
Menurut Suryabrata (2010:139), kecemasan moral adalah kecemasan kata hati. Orang yang da Ueber Ichnya berkembang baik cenderung untuk merasa dosa apabila dia melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas; karena di masa yang lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral, dan mungkin akan mendapat hukuman lagi.
Kecemasan moral dialami oleh tokoh Sukroso. Sukroso cemas akan kesalahannya menilai pengarang muda. Setelah sadar bahwa kritiknya terhadap Ishak tidak sepenuhnya, ia merasa enggan untuk bertemu dengan Ishak.
SUKROSO : (Seperti ketakutan) Ishak, sekarang baru aku tahu, apa yang
sebenarnya di cita-citakan pengarang muda. Maafkan aku Ishak.
ISHAK : Tidak ada yang harus dimaafkan, Tuan Sukroso. Tuan telah banyak
berjasa ...
(42)
Manusia yang mengalami kecemasan, khususnya kecemasan moral, tentunya orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas, karena dimasa lampau orang telah mendapat hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral, dan mungkin akan mendapat hukuman lagi.
Seperti halnya pada kutipan di atas, Sukroso mengalami kecemasan moral. Pada awal cerita telah digambarkan bahwa dia benar-benar tidak suka dengan cara Ishak menulis. Sebagai pengarang tua, ia kurang terima dengan cara menulis pengarang-pengaran muda. Ia beranggapan bahwa cara pengarang-pengarang muda terlalu realistis dalam menulis dalam kasus ini khususnya Ishak, kekasih Satilawati anaknya sendiri.
Kecemasan moral juga dialami tokoh Perempuan Tua. Ia mulai merasa gelisah karena profesinya sebagai dukun. Hal ini tergambar dari percakapannya dengan Sukroso ketika Sukroso memintanya untuk memutuskan hubungan Ishak dengan Satilawati.
SUKROSO : tapi, biar bagaimana juga orang berdua itu harus dipisahkan. Harus, harus, bi. Tolonglah aku sekali ini, bi.
PEREMPUAN TUA : (marah berdiri) Jangan engkau pandai pula memaksa aku, Sukroso. Aku akan merusakkan cucuku, seperti berpuluh-puluh gadis yang telah aku rusakka? Tidak, sekali ini aku selidiki dulu, dan jika dapat sekali ini aku hendak membangunkan, ya membangunkan, (menjinjing koper kecil itu lalu berjalan tergesa-gesa ke kanan diikuti Sukroso). (2001 : 33)
Kegelisahan Perempuan Tua mulai ia rasakan ketika keponakannya, Sukroso memintanya datang ke kota dan meminta untuk memisakan Satilawati dan Ishak. Sukroso yakin bibinya mampu melakukannya karena ia adalah dukun yang terkenal hebat. Namun karena Satilawati adalah cucu kesayangannya, ia memilih untuk memikirkannya lebih dahulu. Sebab bila orang lain yang meminta, mungkin ia akan segera melakukannya demi uang.
(43)
Tetapi rasa sayangnya kepada Satilawati menyadarkan bahwa selama ini ia telah salah dan ia berniat untuk bertobat. Ia malah ingin mempersatukan Satilawati dengan Ishak.
SUKROSO: tidak ada salahnya. Tapi pemuda itu tidak ada yang dapat diharapkan dari dia. Ia mengarang, sangkanya ia sudah bisa mengarang, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai bakat sam sekali. Pengarang akan menjadi besar dari karangan pertama yang telah dapat dilihat ... (berjalan kian mari).
PEREMPUAN TUA : Jadi? ... Engkau suruh aku ini untuk menghalangi itu? (berdiam diri sejurus). Kadang-kadang kukutuki aku pandai sebagai dukun ini. Selalu merusakkan dan tidak pernah membangunkan, memperbaiki.(2001 : 32) Dialog ini adalah saat Perempuan tua mulai mencari tahu mengapa ponakannya, Pak Orok ingin memisahkan Satilawati dengan Ishak. Karena ini menyangkut cucunya, Perempuan tua mulai merasa gelisah. Dia membayangkan bagaimana perasaan orang-orang yang telah ia pisahkan selama ini. Perempuan Tua pun merasa menyesal telah menjadi dukun, sebab hampir semua yang datang padanya selalu berniat merusak hubungan orang.
(44)
BAB IV KESIMPULAN
Kegelisahan dapat dikatakan sebagai perasaan tidak tentram, perasaan khawatir, tidak tenang, cemas, dan semacamnya. Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari, kegelisahan juga diartikan sebagai kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tecapai.
Selanjutnya bila kita kaji, sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari sesuatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
Dari kajian di atas, disimpulkan bahwa kegelisahan merupakan hal yang universal. Kegelisahan dapat dialami setiap orang tidak memperdulikan latar belakang dan kemampuan. Hal ini sangat wajar karena manusia memiliki hati dan perasaan.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Abbdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Calvin S, Hall & Gardner Linzey. 1993. Teori-teori Psikodinamika (Klinis).
Chaplin, J. P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan dari Dr. Kartini Kartono).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yogyakarta: Kanisius
Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka. . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Harymawan, RMA. 1993. Dramaturgi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Idrus. 2001. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Jakarta: Balai Pustaka.
Jabrohim, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hamiditia Graha Widia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra:Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Semi, Atar. 1988. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini KM. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian.
Syuropati, Mohammad A. 2011. Teori Sastra Kontemporer & 13 Tokohnya. Yogyakarta: In Azna Books.
(46)
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar dan Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Waluyo, Herman J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta : Hanindita Graha.
Wellek, Rene dan Austin Waren. 1989. Teori Kesusastraan (Terjemahan). Jakarta:
Gramedia.
SKRIPSI dan TESIS
Enawati, Lisa. 2009. “NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS
PSIKOSASTRA”. (Skripsi). Medan : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Rachman, Anita Kurnia. 2011. Kepribadian Tokoh Utama Anak Dalam Novel Anak
Pink Cupcake Bersahabat Itu Menyenangkan Karya Ramya Hayasrestha Sukardi. (Tesis) Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
ARTIKEL
Rejo, Usman. 2011. “Kecemasan Tokoh Utama dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwied Prasetyo (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)”. (Esai). Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negri Surabaya
(47)
Lampiran 1
Sinopsis
Seorang pengarang muda yang bernama Ishak mempunyai pacar atau tunangan yang bernama Satilawati. Namun, kisah cinta mereka sempat terputus. Yang menjadi sebab pertama ialah Ishak sang pengarang muda mengalami depresi hebat. Dia menganggap dirinya sendiri gila. Hal ini diakibatkan pula karena Ishak dipengaruhi oleh temannya Kartili yaitu seorang Dokter yang selalu mengatakan bahwa Kartili mempunyai leluhur yang gila. Selain itu Kartili sering menceritakan bahwa karya-karya Ishak tidak baik sehingga selalu menorehkan kecaman dari berbagai orang. Selain itu, tekanan yang dialami Ishak diakibatkan juga oleh ayahnya Satilawati yang bernama Suksoro yaitu seorang pengarang kolot. Dia sangat mengecam karya-karya ishak yang keluar dari jalur kepengarangan sebelumnya. Ishak dianggap menyalahi keberterimaan karya sastra pada saat itu dan dianggap telah melangkahi para penyair kolot. Hal ini berdampak pada hubungan Ishak dan satilawati yang ditentang keras oleh Suksoro. Namun, meskipun begitu ada teman Ishak yang membantu menyatukan kembali Ishak dan Satilawati yaitu Asmadiputera. Selain Asmadiputera, ada juga perempuan tua yaitu neneknya Satilawati seorang dukun yang diutus oleh Suksoro untuk menjauhkan Ishak dan satilawati, namun justru nanti akan mendukung kisah cinta Ishak dan Satilawati. Di akhir cerita akan ketahuan kejahatan yang dimunculkan oleh Kartili seorang dokter sekaligus teman Ishak yang ternyata juga menaruh hati pada satilawati. ia menjalankan berbagai makar untuk memisahkan keduanya. Salah satunya dengan memberikan obat dan merasuki pikiran ishak sehingga ishak semakin depresi. Di akhir cerita pula akan ketahuan sebuah kedok bahwa Kartili telah bekeluarga dan ia pun sering mencatut (korupsi) obat-obatan. Di akhir cerita Kartili sang penjahat menjadi gila. Dan, kejahatan memang membalas dendam.
(48)
Lampiran 2
RANCANGAN SKRIPSI
ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian 1.4.2 Manfaat Penelitian
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.2 Landasan Teori
2.3 Tinjauan Pustaka
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Pengumpulan Data
3.1.1 Metode Penelitian 3.1.2 Bahan Analisis
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Unsur-Unsur Intrinsik dalam Drama Kejahatan Membalas Dendam
(49)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(50)
Lampiran 3
2.1.3 Data Awal
Dalam drama Kejahatan Membalas Dendam ini terdapat enam tokoh, yaitu :
ISHAK = Pengarang muda
SATILAWATI = Kekasih Ishak
KARTILI = Dokter, Sahabat Ishak
ASMADIPUTERA = Meester in de rechten, Teman Ishak
SUKROSO = Pengarang kolot, Ayah Satiliwati
PEREMPUAN TUA = Nenek Satilawati
Dari beberapa dialog, peneliti menemukan bahwa setiap tokoh mengalami kegelisahan dalam jiwanya. Dari perckapannya dengan tokoh-tokoh lain menggambarkan bahwa jiwanya sangat gelisah. Berikut adalah beberapa dialog yang menggambarkan kegelisahan hati tokoh utama :
ISHAK : Engkau perlu rupanya. Sebentar ini aku baru katakan. Aku cinta kepadamu dan aku akan pergi.
SATILAWATI : Engkau menybutkan cinta dan pergi itu satu nafas saja. Seakan-akan ada hubungannya antara kedua itu.
SATILAWATI : (berontak) Tapi itu aku tidak mau, tidak bisa. Engkau boleh pergi sekarang, tapi lekas kembali. Aku tetap menungggu engkau.
ISHAK : jangan berkata bagitu, Satilawati. Hatiku bertambah rusak pergi ini. Lepas aku, seperti melepaskan burung dari sangkar. Banyak orang yang akan mau lagi dengan engkau.
SATILAWATI : Engkau pengarang pengecut!
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Abbdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Calvin S, Hall & Gardner Linzey. 1993. Teori-teori Psikodinamika (Klinis).
Chaplin, J. P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan dari Dr. Kartini Kartono).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yogyakarta: Kanisius
Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka. . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Harymawan, RMA. 1993. Dramaturgi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Idrus. 2001. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Jakarta: Balai Pustaka.
Jabrohim, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hamiditia Graha Widia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra:Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Semi, Atar. 1988. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini KM. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian.
Syuropati, Mohammad A. 2011. Teori Sastra Kontemporer & 13 Tokohnya. Yogyakarta: In Azna Books.
(52)
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar dan Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Waluyo, Herman J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta : Hanindita Graha.
Wellek, Rene dan Austin Waren. 1989. Teori Kesusastraan (Terjemahan). Jakarta:
Gramedia.
SKRIPSI dan TESIS
Enawati, Lisa. 2009. “NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS
PSIKOSASTRA”. (Skripsi). Medan : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Rachman, Anita Kurnia. 2011. Kepribadian Tokoh Utama Anak Dalam Novel Anak
Pink Cupcake Bersahabat Itu Menyenangkan Karya Ramya Hayasrestha Sukardi. (Tesis) Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
ARTIKEL
Rejo, Usman. 2011. “Kecemasan Tokoh Utama dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwied Prasetyo (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)”. (Esai). Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negri Surabaya
(53)
Lampiran 1
Sinopsis
Seorang pengarang muda yang bernama Ishak mempunyai pacar atau tunangan yang bernama Satilawati. Namun, kisah cinta mereka sempat terputus. Yang menjadi sebab pertama ialah Ishak sang pengarang muda mengalami depresi hebat. Dia menganggap dirinya sendiri gila. Hal ini diakibatkan pula karena Ishak dipengaruhi oleh temannya Kartili yaitu seorang Dokter yang selalu mengatakan bahwa Kartili mempunyai leluhur yang gila. Selain itu Kartili sering menceritakan bahwa karya-karya Ishak tidak baik sehingga selalu menorehkan kecaman dari berbagai orang. Selain itu, tekanan yang dialami Ishak diakibatkan juga oleh ayahnya Satilawati yang bernama Suksoro yaitu seorang pengarang kolot. Dia sangat mengecam karya-karya ishak yang keluar dari jalur kepengarangan sebelumnya. Ishak dianggap menyalahi keberterimaan karya sastra pada saat itu dan dianggap telah melangkahi para penyair kolot. Hal ini berdampak pada hubungan Ishak dan satilawati yang ditentang keras oleh Suksoro. Namun, meskipun begitu ada teman Ishak yang membantu menyatukan kembali Ishak dan Satilawati yaitu Asmadiputera. Selain Asmadiputera, ada juga perempuan tua yaitu neneknya Satilawati seorang dukun yang diutus oleh Suksoro untuk menjauhkan Ishak dan satilawati, namun justru nanti akan mendukung kisah cinta Ishak dan Satilawati. Di akhir cerita akan ketahuan kejahatan yang dimunculkan oleh Kartili seorang dokter sekaligus teman Ishak yang ternyata juga menaruh hati pada satilawati. ia menjalankan berbagai makar untuk memisahkan keduanya. Salah satunya dengan memberikan obat dan merasuki pikiran ishak sehingga ishak semakin depresi. Di akhir cerita pula akan ketahuan sebuah kedok bahwa Kartili telah bekeluarga dan ia pun sering mencatut (korupsi) obat-obatan. Di akhir cerita Kartili sang penjahat menjadi gila. Dan, kejahatan memang membalas dendam.
(54)
Lampiran 2
RANCANGAN SKRIPSI
ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian 1.4.2 Manfaat Penelitian
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.2 Landasan Teori
2.3 Tinjauan Pustaka
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Pengumpulan Data
3.1.1 Metode Penelitian 3.1.2 Bahan Analisis
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Unsur-Unsur Intrinsik dalam Drama Kejahatan Membalas Dendam
(55)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(56)
Lampiran 3
2.1.3 Data Awal
Dalam drama Kejahatan Membalas Dendam ini terdapat enam tokoh, yaitu :
ISHAK = Pengarang muda
SATILAWATI = Kekasih Ishak
KARTILI = Dokter, Sahabat Ishak
ASMADIPUTERA = Meester in de rechten, Teman Ishak
SUKROSO = Pengarang kolot, Ayah Satiliwati
PEREMPUAN TUA = Nenek Satilawati
Dari beberapa dialog, peneliti menemukan bahwa setiap tokoh mengalami kegelisahan dalam jiwanya. Dari perckapannya dengan tokoh-tokoh lain menggambarkan bahwa jiwanya sangat gelisah. Berikut adalah beberapa dialog yang menggambarkan kegelisahan hati tokoh utama :
ISHAK : Engkau perlu rupanya. Sebentar ini aku baru katakan. Aku cinta kepadamu dan aku akan pergi.
SATILAWATI : Engkau menybutkan cinta dan pergi itu satu nafas saja. Seakan-akan ada hubungannya antara kedua itu.
SATILAWATI : (berontak) Tapi itu aku tidak mau, tidak bisa. Engkau boleh pergi sekarang, tapi lekas kembali. Aku tetap menungggu engkau.
ISHAK : jangan berkata bagitu, Satilawati. Hatiku bertambah rusak pergi ini. Lepas aku, seperti melepaskan burung dari sangkar. Banyak orang yang akan mau lagi dengan engkau.
SATILAWATI : Engkau pengarang pengecut!
(57)
SATILAWATI : Pengecut. Sedikit diserang kritik orang engkau hendak melarikan diri. Untuk menjaga nama, supaya jangan merosot. Aku sudah maklum. ISHAK : (sambil menunjuk ke kanan). Pergi dari padaku. Engkau pun boleh
memusuhi aku. Untuk cita-cita aku bersedia mengurbankan segalanya. Juga cintaku.
PEREMPUAN TUA : (bergerak, bangun duduk diatas balai-balai memperhatikan
Ishak).
ISHAK : (menoleh kebelakang, pandangan mereka bertemu, Ishak tersenyum. Memandang jauh kembali). Aku sehat. Aku sehat.
PEREMPUAN TUA : (girang berdiri, berjalan arah Ishak).
ISHAK : Dengar, dengarlah petani bernyanyi pergi ke sawah.
PEREMPUAN TUA : Senang hatimu, Nak?
ISHAK : Mereka bernyanyi. Tapi suara mereka tidak lepas keluarnya. Rasa mereka bersedih.
PEREMPUAN TUA : Mereka senang hatinya, Nak. Pekerjaan yang terberat telah
selesai. Akan tiba waktu menyabit. Seminggu lagi.
ISHAK : (berontak) Tidak, tidak, mereka tidak bersenang, mereka bersedih. Padi
menguningdan mereka bersedih. Heran.
SUKROSO : tapi, biar bagaimana juga orang berdua itu harus dipisahkan. Harus, harus, bi. Tolonglah aku sekali ini, bi.
PEREMPUAN TUA : (marah berdiri) Jangan engkau pandai pula memaksa aku, Sukroso. Aku akan merusakkan cucuku, seperti berpuluh-puluh gadis yang telah aku rusakka? Tidak, sekali ini aku selidiki dulu, dan jika dapat sekali ini aku hendak membangunkan, ya membangunkan, (menjinjing koper kecil itu lalu berjalan tergesa-gesa ke kanan diikuti Sukroso). (2001 : 33)
(1)
Sinopsis
Seorang pengarang muda yang bernama Ishak mempunyai pacar atau tunangan yang bernama Satilawati. Namun, kisah cinta mereka sempat terputus. Yang menjadi sebab pertama ialah Ishak sang pengarang muda mengalami depresi hebat. Dia menganggap dirinya sendiri gila. Hal ini diakibatkan pula karena Ishak dipengaruhi oleh temannya Kartili yaitu seorang Dokter yang selalu mengatakan bahwa Kartili mempunyai leluhur yang gila. Selain itu Kartili sering menceritakan bahwa karya-karya Ishak tidak baik sehingga selalu menorehkan kecaman dari berbagai orang. Selain itu, tekanan yang dialami Ishak diakibatkan juga oleh ayahnya Satilawati yang bernama Suksoro yaitu seorang pengarang kolot. Dia sangat mengecam karya-karya ishak yang keluar dari jalur kepengarangan sebelumnya. Ishak dianggap menyalahi keberterimaan karya sastra pada saat itu dan dianggap telah melangkahi para penyair kolot. Hal ini berdampak pada hubungan Ishak dan satilawati yang ditentang keras oleh Suksoro. Namun, meskipun begitu ada teman Ishak yang membantu menyatukan kembali Ishak dan Satilawati yaitu Asmadiputera. Selain Asmadiputera, ada juga perempuan tua yaitu neneknya Satilawati seorang dukun yang diutus oleh Suksoro untuk menjauhkan Ishak dan satilawati, namun justru nanti akan mendukung kisah cinta Ishak dan Satilawati. Di akhir cerita akan ketahuan kejahatan yang dimunculkan oleh Kartili seorang dokter sekaligus teman Ishak yang ternyata juga menaruh hati pada satilawati. ia menjalankan berbagai makar untuk memisahkan keduanya. Salah satunya dengan memberikan obat dan merasuki pikiran ishak sehingga ishak semakin depresi. Di akhir cerita pula akan ketahuan sebuah kedok bahwa Kartili telah bekeluarga dan ia pun sering mencatut (korupsi) obat-obatan. Di akhir cerita Kartili sang penjahat menjadi gila. Dan, kejahatan memang membalas dendam.
(2)
Lampiran 2
RANCANGAN SKRIPSI
ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
1.4.2 Manfaat Penelitian
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep
2.2 Landasan Teori 2.3 Tinjauan Pustaka
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Pengumpulan Data
3.1.1 Metode Penelitian 3.1.2 Bahan Analisis
(3)
5.1 Simpulan 5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(4)
Lampiran 3
2.1.3 Data Awal
Dalam drama Kejahatan Membalas Dendam ini terdapat enam tokoh, yaitu : ISHAK = Pengarang muda
SATILAWATI = Kekasih Ishak
KARTILI = Dokter, Sahabat Ishak
ASMADIPUTERA = Meester in de rechten, Teman Ishak
SUKROSO = Pengarang kolot, Ayah Satiliwati PEREMPUAN TUA = Nenek Satilawati
Dari beberapa dialog, peneliti menemukan bahwa setiap tokoh mengalami kegelisahan dalam jiwanya. Dari perckapannya dengan tokoh-tokoh lain menggambarkan bahwa jiwanya sangat gelisah. Berikut adalah beberapa dialog yang menggambarkan kegelisahan hati tokoh utama :
ISHAK : Engkau perlu rupanya. Sebentar ini aku baru katakan. Aku cinta kepadamu dan aku akan pergi.
SATILAWATI : Engkau menybutkan cinta dan pergi itu satu nafas saja. Seakan-akan ada hubungannya antara kedua itu.
SATILAWATI : (berontak) Tapi itu aku tidak mau, tidak bisa. Engkau boleh pergi sekarang, tapi lekas kembali. Aku tetap menungggu engkau.
(5)
ISHAK : (sambil menunjuk ke kanan). Pergi dari padaku. Engkau pun boleh memusuhi aku. Untuk cita-cita aku bersedia mengurbankan segalanya. Juga cintaku.
PEREMPUAN TUA : (bergerak, bangun duduk diatas balai-balai memperhatikan
Ishak).
ISHAK : (menoleh kebelakang, pandangan mereka bertemu, Ishak tersenyum. Memandang jauh kembali). Aku sehat. Aku sehat.
PEREMPUAN TUA : (girang berdiri, berjalan arah Ishak).
ISHAK : Dengar, dengarlah petani bernyanyi pergi ke sawah.
PEREMPUAN TUA : Senang hatimu, Nak?
ISHAK : Mereka bernyanyi. Tapi suara mereka tidak lepas keluarnya. Rasa mereka bersedih.
PEREMPUAN TUA : Mereka senang hatinya, Nak. Pekerjaan yang terberat telah
selesai. Akan tiba waktu menyabit. Seminggu lagi.
ISHAK : (berontak) Tidak, tidak, mereka tidak bersenang, mereka bersedih. Padi
menguningdan mereka bersedih. Heran.
SUKROSO : tapi, biar bagaimana juga orang berdua itu harus dipisahkan. Harus, harus, bi. Tolonglah aku sekali ini, bi.
PEREMPUAN TUA : (marah berdiri) Jangan engkau pandai pula memaksa aku, Sukroso. Aku akan merusakkan cucuku, seperti berpuluh-puluh gadis yang telah aku rusakka? Tidak, sekali ini aku selidiki dulu, dan jika dapat sekali ini aku hendak membangunkan, ya membangunkan, (menjinjing koper kecil itu lalu berjalan tergesa-gesa ke kanan diikuti Sukroso). (2001 : 33)
(6)
SUKROSO : (bertambah marah) Harus, kataku! Kalau tidak …
PEREMPUAN TUA : Kalau tidak …?
SUKROSO : Bibi akan kuadukan kepada polisi!
PEREMPUAN TUA : Aku tidak takut, aku tidak bersalah.
SUKROSO : (mengejek) Tidak bersalah? Aku tahu rahasia Bibi. Bibi menjual
padi kepasar gelap!
PEREMPUAN TUA : Engkau tahu, dimana letak kelemahanku. Silakan, Sukroso.
Adukanlah kepada polisi. Jangan engkau menghendaki yang bukan-bukan daripadaku. Bahkan sekarang ini telah kuputuskan, hendak menolong mereka. Dan aku dapat menolong.
SUKROSO : (dengan suara keras) Pergi dari sini! Aku akan mencari dukun lain!
PEREMPUAN TUA : Engkau tiada berhati! (berdiri) Anakmu sendiri hendak
engkau celakakan. Hatimu busuk! Engkau hanya memikirkan dirimu sendiri. Karena bencimu kepada Ishak itu engkau hendak mencelakakan anakmu.
SUKROSO : Aku tidak perlu mendengarkan perkataan Bibi lagi. Pergilah hari ini
juga. Aku akan mencari dukun lain.
PEREMPUAN TUA : (hendak pergi) Carilah dukun lain itu. Aku akan bertempur
dengan dukunmu itu. Untuk cucuku! (dengan gagah ke luar)
Kartili : (mengambil segumpal uang kertas, meletakkannya di atas meja). Aku sedang dlam bahaya. Rahasiaku akan di buka oleh teman sejawatku.
Perempuan Tua : Rahasia apa?
Kartili :Adalah suatu rahasia.
Perempuan Tua : kalau berahasia pula kepadaku, aku tidak bisa menolong.
KARTILI : Rahasia bahwa aku ada beristri di desa.