Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012 siti alfa bptpbkl

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH
Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui minat petani terhadap komponen PTT padi sawah telah dilaksanakan di Desa
Sukamerindu Kecamatan Kepahiang dan Desa Bumisari Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang pada bulan Maret
2012. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan metode survei pada 64 orang responden yang dipilih
secara acak. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer yang diambil melalui wawancara dengan bantuan
kuesioner berupa identitas responden, minat petani terhadap komponen PTT dasar dan minat petani terhadap komponen PTT
pilihan. Untuk melihat kombinasi komponen dasar dan komponen pilihan yang paling banyak diminati oleh petani dilakukan
analisis menggunakan uji statistik Chi Kuadrat satu sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen PTT dasar yang
paling banyak diminati adalah pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah (81,25%) dan pengaturan
tanaman secara optimum atau legowo (67,19%), sedangkan komponen PTT pilihan yang paling banyak diminati adalah
pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam (89,06%) serta panen tepat waktu dan gabah segera dirontok (57,81%).
Sedangkan berdasarkan pengujian statistik dengan Chi Kuadrat, kombinasi komponen dasar, terdapat 3 kombinasi yang
paling banyak diminati yaitu kombinasi label dan legowo, kombinasi VUB, organik dan legowo serta kombinasi label,
organik dan legowo. Sedangkan kombinasi komponen PTT pilihan yang paling diminati adalah kombinasi tanah dan panen,
kombinasi tanah, bibit muda dan panen serta kombinasi tanah, 1-3 batang dan panen.
Kata kunci : komponen PTT, komponen dasar, komponen pilihan, minat

PENDAHULUAN

Padi merupakan salah satu komoditi strategis dalam pembangunan pertanian di Indonesia.
Kebutuhan bahan pangan berupa beras terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan (Ditjen Tanaman Pangan, 2011).
Sehingga perlu adanya usaha peningkatan produksi beras agar kebutuhan beras dalam negeri
terpenuhi. Produktivitas padi hingga saat ini masih belum optimal karena menghadapi beberapa
kendala yaitu a) masih rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya pengendalian hama
penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara
K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal
(Pramono, et al., 2005).
Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas adalah melalui
pendekatan PTT. Menurut Departemen Pertanian (2007), budidaya padi model PTT pada prinsipnya
memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi usahatani. Kemajuan teknologi seperti perakitan varietas baru, Pengelolaan
Hara Spesifik Lokasi (PHSL), peningkatan monitoring hama/penyakit, dan penggunaan bahan organik
yang disertai dengan penerapan beberapa komponen teknologi yang saling menunjang (penyiangan
dengan alat gasrok, pengairan berselang, penggunaan bibit tunggal, dan cara tanam) di 28 kabupaten
selama tahun 2002-2003 meningkatkan hasil panen rata-rata 19% dan pendapatan petani 15%. Hasil
yang diharapkan dari kegiatan PTT adalah (1) kebutuhan beras nasional dapat terpenuhi, (2)
pendapatan petani dapat ditingkatkan, dan (3) usaha pertanian padi dapat terlanjutkan.
Provinsi Bengkulu memiliki areal sawah seluas 95.356 ha dengan luas panen 133.629 ha

dan produksi total 516.868 ton dengan produktivitas berada pada kisaran 4,05 ton/ha (BPS Provinsi
Bengkulu, 2011), jumlah ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas nasional
yang telah mencapai 5,03 ton/ha (Ditjen Tanaman Pangan, 2011). Produktivitas padi di Kabupaten
Kepahiang sebagai salah satu lokasi penghasil masih berada pada kisaran 3,87 ton/ha (BPS Kabupaten
Kepahiang, 2011). Penyebab masih rendahnya produktivitas padi adalah penggunaan komponen PTT
padi sawah belum dilaksanakan secara optimal. Menurut Wibawa (2011), penggunaan varietas unggul
yang berdaya hasil tinggi dan benih bersertifikat di tingkat petani masih rendah, penggunaan pupuk
yang belum rasioanl dan efisien, penggunaan pupuk organik yang belum populer dan budidaya
spesifik lokasi masih belum diadopsi dan terdifusi secara baik.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui minat petani terhadap penggunaan komponen PTT. Diharapkan setelah diketahui minat
petani maka proses pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh di lapangan disesuaikan dengan
minat petani. Sehingga proses adopsi akan lebih mudah dilakukan.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilakukan pada bulan Maret tahun 2012 di Desa Sukamerindu Kecamatan
Kepahiang dan Desa Bumisari Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang. Lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive) karena kedua desa tersebut merupakan salah satu sentra
penghasil padi di Kabupaten Kepahiang.
Pendataan dilakukan secara survei pada 64 orang petani padi sawah yang dipilih secara

acak. Data yang digunakan berupa data primer yang diambil melalui wawancara dengan bantuan
daftar pertanyaan terstruktur (langsung) berupa umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, luas
penguasaan lahan, jumlah tanggungan keluarga serta minat petani terhadap komponen PTT. Jawaban
untuk pemilihan komponen PTT dibagi menjadi dua yaitu komponen dasar dan komponen pilihan.
Baik komponen dasar maupun komponen pilihan diberikan simbol (Tabel 1).
Tabel 1. Komponen dasar maupun komponen pilihan diberikan simbol.
No.

Komponen PTT

A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komponen Dasar
Varietas unggul baru

Benih bermutu dan berlabel
Pemberian bahan organik (pengembalian jerami kesawah/kompos)
Pengaturan tanaman secara optimum
Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah
Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT

VUB
Label
Organik
Legowo
Pupuk
OPT

1.
2.
3.
4.
5.
6.


Komponen Pilihan
Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam
Penggunaan bibit muda (< 21 hari)
Tanam bibit 1-3 batang per rumpun
Pengairan secara efektif dan efisien
Penyiangan dengan landak atau gasrok
Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok

Tanah
Bibit muad
1-3 batang
Pengairan
Penyiangan
Panen

B.

Simbol

Analisis kombinasi komponen dasar dan komponen pilihan yang dipilih dianalisis dengan

menggunakan uji statistik Chi Kuadrat (X2). Chi kuadrat yang digunakan adalah chi kuadrat satu
sampel yang merupakan teknik statistik untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua
atau lebih kelas di mana data berbentuk nominal dan jumlah sampelnya cukup besar (Sugiyono,
2011).
(
Dimana :

X2

) =

= Chi kuadrat
= Frekuensi yang diobservasi
=

Frekuensi yang diharapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik respoden yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, luas

penguasaan lahan, status kepemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi karakteristik responden di Kabupaten Kepahiang.
No

Karakteristik

A

Umur (tahun)
20 - 40
41 - 60
> 60
Pendidikan (tahun)
0-6
7 - 12
> 12
Lama berusahatani (tahun)
1 - 15
16 - 30
>30

Penguasaan lahan (ha)
0,0 - 1,0
1,1 - 2,0
>2,0
Tanggungan keluarga (orang)
0-3
4-6
>6

1.
2.
3.
B
1.
2.
3.
C
1.
2.
3.

D
1.
2.
3.
E
1.
2.
3.

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Rata-rata
39,42

39
23
2


60,94
35,94
3,13

27
20
17

42,19
31,25
26,56

37
20
7

57,81
31,25
10,94


57
6
1

89,06
9,38
1,56

26
37
1

40, 36
57,81
1,56

8,44

15,05

0,76

3,56

Sumber: data primer diolah 2012.

Rata-rata umur responden adalah 39,42 tahun dengan persentase terbanyak pada umur 20-40
tahun sebanyak 60,94%, kemudian kisaran umur 41-60 tahun sebanyak 35,94% dan sisanya pada
kisaran umur 61-80 sebanyak 3,13% (Tabel 1). Secara umum dapat dilihat bahwa sebagian besar
petani responden tergolong dalam usia produktif. Menurut Saridewi dan Siregar (2010) usia produktif
berada pada kisaran usia 15-64 tahun. Semakin muda usia petani biasanya mempunyai semangat
tinggi untuk mengetahui berbagai hal yang belum diketahui. Sehingga mereka biasanya berusaha
lebih cepat untuk melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum
berpengalaman terhadap adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988).
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pola pikir dan daya nalar. Sehingga
semakin lama seseorang mengenyam pendidikan maka pola pikir dan daya penalarannya akan
semakin rasional (Saridewi dan Siregar, 2010). Menurut Soekartawi (1988), mereka yang
berpendidikan tinggi relatif cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu juga sebaliknya
mereka yang berpendidikan rendah relatif lebih agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan
cepat. Tingkat pendidikan responden berada pada kriteria pendidikan sedang dimana penduduk tamat
SD ke atas berkisar antara 30-60% (Prabayanti, 2010). Rata-rata tingkat pendidikan responden adalah
8,44 tahun artinya apabila disesuaikan dengan sistem pendidikan di Indonesia, pendidikan responden
rata-rata belum menamatkan SMP.
Lama berusahatani rata-rata 15,05 tahun dengan kisaran tertinggi pada 1-15 tahun 57,81%,
16-30 tahun 31,25% dan > 30 tahun 10,94%. Menurut Murdy (2010) pengalaman usahatani
merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan usahatani. Pengalaman yang
tinggi di dalam berusahatani suatu komoditi akan memudahkan di dalam mengadopsi teknologi baru.
Karena secara umum pengalaman berusahatani akan mempengaruhi keterampilan berusahatani.

Luas penguasaan lahan merupakan keseluruhan luas lahan yang diusahakan oleh petani
responden, baik milik sendiri, sewa maupun gaduh. Menurut Prabayanti (2010), luas penguasaan
lahan akan berpengaruh terhadap adospi inovasi karena luas penguasaan lahan akan mempengaruhi
banyaknya pendapatan yang diterima oleh petani. Luas penguasaan lahan rata-rata petani di
Kabupaten Kepahiang adalah 0,76 ha. Berdasarkan pembagian luas penguasaan lahan, kriteria
penguasaan lahan yang dimiliki oleh petani berada pada golongan sedang.
Jumlah tanggungan keluarga menurut Prabayanti (2010) akan berpengaruh terhadap
perekonomian keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin meningkat
pula kebutuhan keluarga. Hal ini akan menyebabkan biaya hidup semakin besar. Berdasarkan hasil
pada Tabel 1, jumlah tanggungan keluarga responden rata-rata adalah 4-6 orang 57,81%, jumlah
tanggungan keluarga 0-3 sebanyak 40,63% sedangkan jumlah tanggungan keluarga > 6 orang hanya
1,56%.
Minat petani terhadap komponen PTT dasar
Berdasarkan hasil kajian, komponen PTT dasar yang diminati oleh petani adalah pemupukan
spesifik lokasi (81,25%), pengaturan populasi tanaman (67,19%), benih bermutu dan berlabel
(57,81%), varietas unggul baru (39,06%), pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami
(39,06%) dan pengendalian OPT dengan PHT (29,69%). Persentase minat petani terhadap komponen
dasar PTT pada Tabel 3.
Minat petani terhadap pemupukan spesifik lokasi merupakan komponen PTT dasar yang
paling banyak diminati. Rekomendasi pemupukan yang ada saat ini merupakan rekomendasi
pemupukan secara umum untuk semua wilayah tanpa memperhatikan kondisii tanah dan kemampuan
tanaman dalam menyerap unsur hara. Rekomendasi pemupukan untuk Kabupaten Kepahiang
berdasarkan Permentan nomor 40 tahun 2007 adalah 250 kg Urea, 75 kg SP-36 dan 50 kg KCl.
Walaupun rekomendasi pemupukan telah ada, akan tetapi dosis pemupukan yang dilakukan oleh
petani masih belum sesuai dengan rekomendasi. sehingga produktivitasnya belum optimal. Selain itu
kebiasaan petani yang membakar atau membuang jerami menjadi salah penyebab semakin
menurunnya kesuburan tanah sawah. Kebiasaan petani untuk membakar atau membuang jerami
merupakan hal yang sangat merugikan karena jerami selain mengandung unsur hara juga merupakan
salah satu sumber bahan organik yang sangat aksesible bagi petani. Sehingga dengan mengembalikan
jerami baik secara langsung maupun melalui proses pengomposan maka akan mengembalikan
sebagian unsur hara yang terbawa pada saat panen (Husnain, 2010).
Tabel 3. Persentase minat petani terhadap komponen dasar PTT.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komponen dasar
Varietas unggul baru
Benih bermutu dan berlabel
Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami
Pengaturan populasi tanaman
Pemupukan spesifik lokasi
Pengendalian OPT dengan PHT

Jumlah
25
37
25
43
52
19

Persen (%)
39,06
57,81
39,06
67,19
81,25
29,69

Sumber : Data primer diolah tahun 2012.

Sedangkan untuk komponen dasar yang paling sedikit diminati oleh petani adalah
pengendalian OPT dengan pendekatan PHT. Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT merupakan
pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian yang
dilakukan agar tidak mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian (Departemen
Pertanian, 2007). Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT masih belum banyak dilakukan oleh
petani. Pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani masih dilakukan tanpa memperhitungkan
kondisi ekologi sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan alami.
Berdasarkan hasil pemilihan kombinasi komponen PTT dasar diperoleh beberapa kombinasi
dengan kombinasi yang paling banyak diminati adalah kombinasi antara penggunaan benih berlabel
dengan pengaturan populasi tanaman atau sistem jajar legowo (Tabel 4).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, terdapat 5 kombinasi
komponen PTT dasar yang paling banyak diminati. Kombinasi komponen dasar dengan jumlah

responden terbanyak yaitu 5 orang adalah kombinasi benih berlabel dan bersertifikat dengan legowo;
VUB, penggunaan pupuk organik dengan pengaturan populasi tanaman melalui sistem legowo; benih
bermutu dan berlabel, penggunaan pupuk organik dengan sistem legowo. Sedangkan kombinasi
komponen dasar yang dipilih oleh 4 responden adalah penggunaan benih berlabel, pengaturan
populasi tanaman melalui sistem tanam legowo, dengan pemupukan spesifik lokasi.
Komponen PTT dasar yang paling banyak diminati adalah pengaturan populasi tanaman
atau yang biasa disebut legowo. Sistem jajar legowo diartikan sebagai cara tanam padi sawah yang
memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris
kosongnya (setengahnya lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua
baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara jika empat baris tanam per unit
legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya. Pemilihan komponen ini oleh petani karena sistem tanam
legowo mempunyai beberapa keuntungan yaitu sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih
baik untuk pertanaman, pengendalian gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan baik. Selain itu,
tanam jajar legowo juga memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus populasi yang lebih
tinggi (BB padi, 2012).
Tabel 4. Pilihan kombinasi komponen dasar PTT di Kabupaten Kepahiang.
No.

Kombinasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.

Benih
Legowo
VUB dan label
VUB dan legowo
VUB dan pupuk
Label dan legowo
Label dan OPT
Organik dan dan legowo
Pupuk dan OPT
Legowo dan OPT
VUB, label, dan organik
VUB, label dan legowo
VUB, organik dan pupuk
VUB, organik, dan pupuk
VUB, legowo dan pupuk
Label, organik dan legowo
Label, organik dan pupuk
Label, organik, dan OPT
Label, legowo, dan pupuk
Label, legowo, dan OPT
Organik, legowo, dan pupuk
Organik, legowo, dan OPT
Organik, pupuk, dan OPT
VUB, label, organik, dan legowo
VUB, label, organik, dan pupuk
VUB, label, organik, dan OPT
VUB, organik, legowo, dan OPT
VUB, legowo, pupuk, dan OPT
Label, organik, legowo, dan OPT
Label, organik, legowo, dan OPT
Organik, legowo, pupuk, dan OPT
VUB, label, organik, legowo, dan OPT
Label, organik, legowo, pupuk, dan OPT

Jumlah
Sumber : Data primer diolah tahun 2012.

Minat petani terhadap komponen PTT pilihan

Jumlah petani

Persentase (%)

1
1
1
1
1
5
1
1
1
1
1
1
5
1
1
5
1
1
4
2
3
3
1
3
1
1
4
1
2
3
2
3
1

1,56
1,56
1,56
1,56
1,56
7,81
1,56
1,56
1,56
1,56
1,56
1,56
7,81
1,56
1,56
7,81
1,56
1,56
6,25
3,13
4,69
4,69
1,56
4,69
1,56
1,56
6,25
1,56
3,13
4,69
3,13
4,69
1,56

64

100,00

Berdasarkan hasil kajian minat petani terhadap komponen PTT pilihan secara berturut-turut
adalah pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam (89,06%), panen tepat waktu dan gabah segera
dirontokkan (57,81%), penggunaan bibit muda (56,25%), tanam bibit 1-3 batang per rumpun
(43,75%), penyiangan dengan landak atau gasrok (21,88%), dan pengairan secara efektif dan efisien
(17,19%). Persentase minat petani terhadap komponen PTT pilihan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase minat petani terhadap komponen PTT pilihan.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komponen dasar
Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam
Penggunaan bibit muda (< 21 hari)
Tanam bibit 1-3 batang per rumpun
Pengairan secara afektif dan efisien
Penyiangan dengan landak atau gasrok
Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok

Jumlah
57
36
28
11
14
37

Persen (%)
89,06
56,25
43,75
17,19
21,88
57,81

Sumber : Data primer diolah tahun 2012

Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam menjadi komponen pilihan paling banyak
diminati. Selain berfungsi untuk memeprbaiki hara dan mengubah sifat fisik tanah, pengolahan tanah
juga dilakukan untuk mematikan dan membusukkan gulma sehingga menjadi humus, aerasi tanah
menjadi baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Sekaligus juga
untuk memperbaiki pematang sawah serta saluran keluar masuknya air yang dibutuhkan.
Pengairan secara efektif dan efisien menjadi komponen PTT pilihan yang kurang diminati
oleh petani. Pengairan yang biasanya dilakukan oleh petani adalah penggenangan hingga 5 cm bahkan
lebih. Sehingga biasanya areal terus menerus digenangi hingga mencapai fase bunting. Menurut
Juliardi dan Ruskandar (2006), kebutuhan air untuk padi sawah sebanyak 0,74-1,21 l/detik/ha atau
6,39-10,37 mm/hari/ha. Kebutuhan air terbanyak adalah pada saat penyiapan lahan sampai tanam dan
memasuki fase bunting sampai pengisian bulir padi. Kebutuhan tanaman padi pada saat pengolahan
tanah sampai tanam (30 hari) membutuhkan air 20%, sedangkan pada fase bunting sampai pengisian
bulir (15 hari) membutuhkan air sebanyak 35%. Pengairan secara efektif dan efisien dapat dilakukan
dengan melakukan pengairan berselang (intermittent irrigation). Pengairan berselang adalah
pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Departemen
Pertanian, (2007) pengairan berselang mempunyai beberapa keuntungan yaitu: menghemat air irigasi,
memberi kesempatan pada akar mendapatkan udara untuk berkembang lebih dalam, mengurangi
timbulnya keracunan besi, mengurangi penimbunan asam organik, mengaktifkan jasad renik mikroba
yang bermanfaat, mengurangi kerebahan serta mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif.

Hasil kajian memperlhatkan kombinasi komponen PTT pilihan yang paling banyak diminati
adalah pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam dengan komponen panen tepat waktu dan
gabah segera dirontok (Tabel 6).
Tabel 6. Kombinasi minat petani terhadap komponen pilihan PTT.
No.

Komponen pilihan

1.
Tanah
2.
Tanah dan bibit muda
3.
Tanah, dan 1-3 batang
4.
Tanah, dan panen
5.
Bibit muda dan 1-3 batang
6.
1-3 batang, dan panen
7.
Tanah, bibit muda, dan 1-3 batang
8.
Tanah, bibit muda, dan pengairan
9.
Tanah, bibit muda dan penyiangan
10.
Tanah, bibit muda dan panen
11.
Tanah, 1-3 batang, dan panen
12.
Tanah, penyiangan, dan panen
13.
Bibit muda, 1-3 batang, dan panen
14.
Tanah, bibit muda, 1-3 batang dan penyiangan
15.
Tanah, bibit muda, 1-3 batang, dan panen
16.
Tanah, bibit muda, penyiangan dan panen
17.
Tanah, 1-3 batang, penyiangan dan panen
18.
Tanah, 1-3 batang, penyiangan dan panen
19.
Bibit muda, pengairan, penyiangan dan panen
20.
Tanah, bibit muda, 1-3 batang, pengairan dan panen
21.
Tanah, bibit muda, pengairan, penyiangan dan panen
Jumlah

Jumlah petani (org)

Persentase (%)

3
3
3
7
3
2
4
5
5
6
6
2
1
1
3
2
3
2
1
1
1
64

4,69
4,69
4,69
10,94
4,69
3,13
6,25
7,81
7,81
9,38
9,38
3,13
1,56
1,56
4,69
3,13
4,69
3,13
1,56
1,56
1,56
100

Sumber : Data primer diolah tahun 2012.

Hasil analisis statistik yang dilakukan dengan menggunakan chi square diperoleh bahwa
komponen pengolahan tanah merupakan komponen yang paling banyak dipilih oleh petani. Hal ini
berdasarkan adanya komponen tersebut pada masing-masing kombinasi. Pemilihan terhadap
komponen tersebut berdasarkan pada kemudahan serta keuntungan pengolahan tanah yang
disesuaikan dengan musim dan pola tanam. Jumlah responden terbanyak adalah 7 orang dengan
memilih kombinasi antara pengolahan tanah dengan panen tepat waktu dan gabah segera dirontokkan.
Jumlah responden sebanyak 6 orang memilih dua kombinasi komponen pilihan PTT yaitu kombinasi
antara tanah, 1-3 batang dengan panen; serta kombinasi antara tanah, bibit muda dan pengairan.
Sedangkan kombinasi komponen pilihan yang dipilih oleh 5 orang yaitu kombinasi antara tanah, bibit
muda dengan pengairan serta tanah, bibit muda dengan penyiangan.
Pengolahan tanah merupakan salah satu komponen dasar yang paling banyak diminati pada
semua kombinasi minat. Hal ini karena petani menyadari bahwa pengolahan tanah merupakan tahap
awal dari budidaya tanaman. Selain sebagai media tumbuh dan berkembangnya suatu tanaman, tanah
juga merupakan sumber hara bagi tanaman. Sehingga pengolahan yang tidak sesuai dengan musim
dan pola tanam akan merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Sedangkan komponen yang paling sedikit diminati pada kombinasi komponen pilihan
adalah penanaman 1-3 batang per rumpun. Komponen ini cukup sedikit dilakukan oleh petani
terutama pada daerah-daerah endemik serangan keong mas. Penggunaan bibit yang banyak dilakukan
oleh petani biasanya 4-5 batang dengan alasan agar anakan banyak. Menurut Departemen Pertanian
(2007), direkomendasikan menanam bibit per rumpun dengan jumlah yang lebih sedikit. Jumlah bibit
yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Lebih banyak jumlah bibit per rumpun, lebih tinggi
kompetisi antar bibit (tanaman) dalam satu rumpun.

KESIMPULAN
1. Komponen PTT dasar yang banyak diminati oleh petani adalah pemupukan berdasarkan kebutuhan
tanaman dan status hara tanah (81,25%), pengaturan populasi tanaman secara optimum/legowo
(67,19%), dan benih bermutu dan berlabel (57,81%).
2. Komponen PTT pilihan pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam (89,06%), panen tepat
waktu dan gabah segera dirontok (57,81%) dan penggunaan bibit muda atau bibit yang berumur
kurang dari 21 hari (56,25%).
3. Terdapat 3 kombinasi pemilihan komponen dasar yaitu kombinasi pertama antara VUB dengan
benih bermutu dan berlabel; kombinasi kedua antara VUB, pemberian bahan organik dengan
pengaturan populasi tanaman secara optimum/legowo, dan kombinasi ketiga adalah kombinasi
antara benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik dengan pengaturan populasi tanaman
secara optimum/legowo.
4. Kombinasi komponen pilihan terdapat 3 yaitu kombinasi pengolahan tanah dengan panen tepat
waktu dan sesuai musim tanam, kombinasi pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam,
penggunaan bibit muda dengan panen tepat waktu dan gabah segera dirontok serta kombinasi
pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, bibit 1-3 batang per rumpun, dengan panen tepat
waktu dan gabah segera dirontok.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kab. Kepahiang. 2011. Kabupaten Kepahiang Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kepahiang. Kepahiang.
BPS Prov. Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi
Bengkulu. Bengkulu.
Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi Pedoman
Bagi Penyuluh Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Ditjen Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Tahun 2011. Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Husnain. 2010. Kehilangan Unsur Hara Akibat Pembakaran Jerami Padi dan Potensi Pencemaran
Lingkungan. Prosd. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 30 November-1
Desember 2010. Ballitanah> Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Juliardi, I. dan A. Ruskandar. 2006. Teknik Mengairi Padi Kalau Macak-Macak Cukup, Mengapa
Harus Digenang?. Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 13 September 2006.
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/st130906-1.pdf. 28 Juli 2011.
Murdy, S. 2010. Peranan KUPEM Dalam Meningkatkan Produksi Kentang di Kabupaten Kerinci.
http:///online-journal.unja.ac.id/index/ php/jseb/article.download/299 /214. [7 November] 2012.
Prabayanti, H. 2010. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Biopestisida Oleh Petani Di
Kecamatan Mojogedag Kabupaten Karanganyar. Skripsi Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian (PKP) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Pramono, J., S. Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui
Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agrosain 7 (1): 1-6.
http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/agrosains/Vol%207-1/Upaya%20
Peningkatan%20Produktivitas%20Padi%20Sawah%20Melalui%20Pendekatan%20Pengelolaan
%20Tanaman%20dan%20Sumberdaya%20Terpadu.pdf. [14 November] 2012.
Saridewi, T.R. dan A.N. Siregar. 2010. Hubungan Antara Peran Penyuluh Dan Adopsi Teknologi
Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Penyuluhan
Pertanian
Volume
5
No.1
Mei
2010.
http://stpp-bogor.ac.id/userfiles/file/06Dewi%20edited.pdf. [7 November] 2012.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.
Wibawa, W. 2011. Laporan Akhir Tahun Pendampingan Program SL-PTT di Provinsi Bengkulu.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.