Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit
Lampiran 1
Panduan Wawancara
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Dapatkah Anda menceritakan pengalaman komunikasi Anda
dengan pasien ketika melaksanakan praktek klinik?
Apakah yang Anda ketahui tentang komunikasi terapeutik?
Bahasa apa yang Anda gunakan saat berkomunikasi dengan
pasien?
Apakah Anda mengalami kendala dengan penggunaan bahasa
secara verbal?
Bagaimana kecepatan bicara Anda saat berkomunikasi dengan
pasien?
Bagaimana dengan bahasa non verbal yang Anda tunjukkan
kepada pasien?
Media apa yang biasa Anda gunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi kepada pasien?
Adakah gangguan yang Anda alami saat melakukan
komunikasi dengan pasien?
Kapan biasanya Anda melakukan komunikasi dengan pasien?
Bagaimana persiapan Anda ketika akan melakukan komunikasi
terapeutik dengan pasien?
Bagaimana Anda membina hubungan saling percaya dengan
pasien?
Pesan atau informasi apa yang biasanya Anda sampaikan
kepada pasien?
Bagaimana respon pasien saat berkomunikasi dengan Anda?
Bagaimana respon Anda saat berkomunikasi dengan pasien?
Apakah Anda dapat menerima informasi yang disampaikan
oleh pasien?
Bagaimana Anda menciptakan suasana saat melakukan
komunikasi dengan pasien?
Apa yang biasanya Anda lakukan diakhir pembicaraan dengan
pasien?
Bagaimana dengan karakteristik pasien yang Anda temui?
Bagaimana Anda menghadapi perbedaan-perbedaan yang
Anda temui pada pasien?
Apakah ada perasaan cemas atau canggung saat menghadapi
pasien dengan budaya yang berbeda?
Apakah sering terjadi kebingungan, kesulitan atau
kesalahpahaman selama Anda berkomunikasi dengan pasien?
Bagaimana cara Anda menyampaikan pesan kepada pasien
sehingga pasien dapat memahami maksud yang akan Anda
sampaikan?
Apakah Anda mampu untuk menyesuaikan diri dengan
kebudayaan yang Anda hadapi saat melakukan interaksi?
89
24. Dari kebudayaan Anda sendiri, adakah hal-hal yang
mempengaruhi Anda berkomunikasi?
25. Bagaimana Anda menyesuaikan pengaruh kebudayaan Anda
disaat Anda berinteraksi dengan kebudayaan lain?
26. Menurut Anda, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
proses komunikasi Anda dengan pasien?
90
Lampiran 2
Catatan observasi dan transkrip wawancara
Riset Partisipan 1 (RP1)
Catatan observasi:
Observasi dilakukan pada tanggal 7 Desember 2011 di Ruang
Anggrek. RP1 menemui pasien saat akan mengajarkan pasien
teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Sebelum melakukan tindakan, RP1 menjelaskan tujuan dari teknik
relaksasi dan meminta persetujuan pasien. Saat RP1 mengajarkan
langkah yang harus dilakukan, pasien mengeluh sakit pada bagian
jahitan sehingga pengajarkan teknik relaksasi ditunda. Selanjutnya
peneliti melakukan observasi saat RP1 melakukan tindakan
pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) yang meliputi pemeriksaan
tekanan darah, mengukur suhu tubuh dan menghitung denyut nadi.
Saat bertemu dengan pasien, RP1 terlebih dahulu mengucapkan
salam, tersenyum dan menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan.
Selama melakukan tindakan, RP1 mempertahankan kontak mata,
berbicara pelan dengan pelapalan yang jelas dan setelah selesai
melakukan tindakan, berpamitan dengan pasien.
Setelah
melakukan observasi, selanjutnya peneliti melakukan kontrak waktu
dengan RP1 untuk melakukan wawancara dan wawancara
dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2012 dan 8 Mei 2012.
Keterangan:
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP1 : Riset Partisipan 1
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat siang...
RP1 Selamat siang...
P
Oya...sebelum saya mewawancarai. Ini ada lembar
penjelasan penelitian dan lembar persetujuan untuk
menjadi riset partisipan (menunjukkan lembar
5
penjelasan penelitian dan lembar persetujuan
menjadi riset partisipan). Jadi pembicaraan kita
direkam tapi nanti namanya tidak akan saya
sebutkan kok.
RP1 Oh...Iya...
10
P
Oke, kalau gitu kita langsung mulai saja ya
wawancaranya?
RP1 Iya...
P
Pertanyaan
pertama,
dapatkah
Saudari
menceritakan pengalaman komunikasi, terutama
15
komunikasi terapeutik saat melaksanakan praktik
klinik?
91
RP1 Iya...
P
Bahasa yang Saudari gunakan saat berkomunikasi
dengan pasien, menggunakan bahasa apa?
RP1 Bahasa Indonesia.
P
Mengalami kendala tidak dengan penggunaan
bahasa?
RP1 Penggunaan bahasa sich sebenarnya ga, pasien
juga kan kebanyakan bisa bahasa Indonesia. Tapi
kalau pasien yang sudah tua, kadang ga bisa
bahasa Indonesia. Tapi ada keluarga yang bisa
membantu, soalnya keluarganya tu ada yang sudah
sekolah. Jadi biar ga susah, minta dibantuin.
Ibunya minta apa atau perlu apa, nanti keluarga
yang bisa bahasa Indonesia yang bantu jelasin ke
kita.
P
Ditransletkan gitu ya?
RP1 He’e...
P
Kalau ditransletkan begitu, menurut Saudari efektif
ga?
RP1 Kadang sich ga, soalnya waktu Ibunya ngomong ke
anaknya gitu, nanti udah kayak ada pertentangan,
“Udah Bu ga usah” tapi ga ngerti gitu kan. Jadi
yang dijelasin mereka itu yang menurut mereka
perlu dijelasin aja, nanti apa yang di keluhkan
belum maksimal.
P
Kecepatan bicara Saudari, menurut Saudari
gimana?
RP1 Kecepatan bicara bagaimana ne?
P
Kecepatan bicara saat komunikasi dengan pasien?
RP1 Oo…waktu lagi cerita gitu?
P
Iya...
RP1 Kadang sich cepat, kadang juga ga. Soalnya,
ngomongnya mesti pake bahasa Indonesia, logat
Jawa gitu kan. Jadi kadang juga masih mikir, ini
kalau logat Jawanya apa ya. Jadi kayak dibikin
lama. Soalnya kalau dibikin terlalu cepat juga
kadang balik ke logatnya kita, bahasanya kita gitu
kan tapi kalau misalnya sama Ibu-ibu yang menurut
mereka kita ngomong terlalu cepat, nanti mereka
yang kasi tau “De, terlalu cepat ngomongnya. Ga
ngerti.” “Oo…Iya Bu, maaf. Nanti kalau terlalu
cepat ngomongnya, bilang ya karna kita
ngomongnya memang cepat.”
P
Itu kan untuk bahasa verbalnya.
Kalau non
verbalnya? Bahasa tubuh yang biasa Saudari
92
20
25
30
35
40
45
50
55
tunjukkan ke pasien itu seperti apa?
RP1 Biasanya tu kalau sama orang yang masih sehatsehat aja, kalau datang udah senyum-senyum gitu
kan udah ngerti.
Kalau di Citarum itu kan
kebanyakan pasien yang baru selesai operasi
seperti di Anggrek. Jadi datang di depan pintu
mereka kan cuma liat kita, senyum aja. Nanti
dekati pasien, pegang bahunya atau tangannya
terus tanya “Bagaimana Bu perasaannya? Apa
yang sakit?” Kayak gitu kan, cuma kayak gitu tapi
awalnya harus senyum dulu.
P
Pesan-pesan atau informasi apa yang biasanya
Saudari sampaikan kepada pasien?
RP1 Informasi yang diberikan sich kadang kita masuk ke
pasien tu emang kayaknya jarang deh soalnya kan
kita punya, kalau misalnya masuk Rumah Sakit ada
sudah ditentukan “De, nanti kamu tolong ini tolong
itu kan nanti.” Kebanyakan kita masuk ke pasien,
kalau pas jaga malam. Kan selesai kasi obat gitu
udah ga ngapa-ngapain, kalau misalnya jaga
malam itu biasanya cuma satu orang, dua orang
nah gitu kita masuk ke pasien. Masuk ke pasien itu
cuma kayak ngobrol-ngobrol aja gitu kan, nanti pas
ditengah-tengah itu tanya “Trus gimana Ibu,
perasaannya sekarang? Apa udah baikan belum?
Apa yang masih sakit?” Kalau misalnya udah,
yasudah. Kalau misalnya masih sakit, ngeluh “Iya,
aku disini tu udah lama. Udah sebulan, dua bulan
gitu tapi kok sakitnya ga berkurang.” “Yasudah Ibu,
ini aturan yang diberikan diikuti aja. Obatnya
diminum teratur, terus istirahat, jangan lupa berdoa.
“ Soalnya kita juga kan ga bisa bilang “Yasudah,
minum obat aja pasti sembuh kok.” Kan ga kan.
P
Selama berkomunikasi dengan pasien, ada ga
media tambahan yang Saudari gunakan?
RP1 Media tambahan ga ada sich, langsung.
P
Bagaimana dengan respon dari pasien selama
komunikasi?
RP1 Respon dari pasien sich, responnya baik. Ga ada
yang pernah ditolak cuma kadang, kita susah sama
pasien yang ga bisa bahasa Indonesia. Kita mau
masuk, mau ngobrol jugakan ini nyambung ga.
Mau tanya juga kan, ngobrol jadi ga sama kayak
yang mereka mau kan nanti malah bikin ada marah
atau gimana gitu kan. Jadi lebih kayak jauh
hubungannya, jadi palingan kalau cuma kasi obat,
93
60
65
68
69
70
75
80
83
85
90
95
100
105
suntik, gitu aja sich.
Itu kalau untuk yang ga bisa bahasa Indonesia?
Iya, untuk yang ga bisa.
Tapi kalau untuk yang bisa bahasa Indonesia?
Kalau yang bisa bahasa Indonesia, sering cerita
malah. Kan kalau sore-sore itu kan sering jalanjalan, pasien yang bisa jalan.
Nah…itu, pas
ketemu kita di ruang perawat atau pas berdiri di
ruang perawat gitu langsung mampir, cerita-cerita,
ngomong-ngomong.
P
Apa yang biasa diceritakan?
RP1 Yang biasa diceritakan, cuma nanya aja ke kita
“Gimana De, jaga sendiri?” “Ga Bu, itu lagi disana.
Kok Ibu sendiri?” “Iya sendiri, soalnya anak saya
belum datang, sebentar lagi datang. Saya bosan di
kamar, jadi jalan-jalan aja daripada di kamar tidur
terus, belakang sakit.” kayak gitu.
P
Kapan biasanya Saudari melakukan komunikasi
dengan pasien?
RP1 Komunikasinya tu pas saat kayak lagi senggang.
Di ruang perawat itu kan, kalau ga ada kerjaan,
pekerjaan udah selesai semua dikerjakan sering
gitu kalau udah sendiri-sendiri apalagi kalau
jaganya cuma sendiri. Nah...perawatnya punya
teman di dalam. Otomatiskan dia ngomong dengan
temannya, ya kita juga diajak ngobrol tapi kadang
ga nyambung juga gitu. Jadi sering main ke
kamarnya pasien atau ke tempatnya pasien. Kayak
udah ga tau mau ngapain lagi, jadi ke kamar pasien
pura-pura tanya “Gimana Bu, infusnya habis ga?”
padahal udah tahu kalau ini infus masih full. Cuma
mau ajak ngobrol aja, nanya-nanya gitu. Sampe
pernah ada pasien yang mau pulang, saking
seringnya masuk ke kamarnya tu, ngajak ngobrol.
Pokoknya ngobrol-ngobrol gitu. Mau pulang tunggu
dulu, “Gimana De, besok jaga ga?”, “Jaga Bu, tapi
aku jaganya malam”, “Oh iya”, ga tau Ibunya
rencana pulangnya pagi eh pulangnya malam cuma
mau pamitan doang. Jadi pasiennya nunggu.
P
Sebelum bertemu dengan pasien, persiapan apa
yang Saudari lakukan?
RP1 Sebelum bertemu dengan pasien, ga ada
persiapan khusus sich. Pas ketemu langsung
masuk aja gitu, kalau dilihat pasiennya sendirisendiri, ga ada teman buat ngobrol gitu, langsung
P
RP1
P
RP1
94
110
115
120
125
130
135
140
145
150
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
aja masuk tanya “Bagaimana Bu? Apa kabar?”
Kayak gitu kan, nanti mulai ada bahas pembicaraan
dari situ.
Respon dari Saudari sendiri, seperti apa saat
pasien bercerita?
Cuma dengar aja, trus kalau ada misalnya yang
menurut saya harus diberikan motivasi, nanti
diberikan motivasi. Nanti kalau misalnya cuma
untuk dengar, jadi pendengar, ya udah jadi
pendengar yang baik. Ga nambah-nambah “Ga
boleh Bu, Ibu tu mesti begini-begini-begini lho.”
Kalau itu, ga sich.
Lebih mendengarkan ya?
Iya...
Terus kalau misalnya ada informasi dari pasien,
biasanya respon Saudari bagaimana?
Kalau ada yang ga ngerti gitu biasanya paling
banyak yang ga bisa bahasa Indonesia. Kalau ga,
bahasa Indonesia tapi penggal-penggalnya ga tau
bahasa Indonesia gitu kan, ngomongnya nanti pake
bahasa Jawa. Orang yang disamping, disamping
tempat tidurnya, minta tolong “Bu, kalau ngerti
tolong ditransletin. Aku ga ngerti Ibunya ngomong
apa.” Kalau misalnya Ibunya sendiri di kamar
kelas, ga ada yang jaga jadi balik ke ruang
perawat, minta tolong “Bu, tolong. Ibunya ngomong
pake bahasa Jawa, aku ga ngerti apa.” Dari pada
salah nantinya kan.
Ketika pasien bercerita, apakah Saudari selalu
bersedia untuk mendengarkan?
Kalau pas pasiennya cerita, pas dalam waktu luang
gitu. Ga karna pergi masuk kamar karna mau bagi
obat atau kasi suntikan, pasti bakal dengar tapi
kalau datang untuk bagikan obat trus ada obat
yang masih harus dibagikan atau masih ada
suntikan yang mau disuntikan lagi, ngomong dulu
sama Ibunya “Bu, maaf ya. Saya masih mau ke
kamar sebelah kasi obat lagi, kita ngobrolnya nanti
aja waktu lagi kosong.”
Sebelum Saudari meninggalkan pasien dari
ruangan, biasanya apa yang dilakukan?
Bilang “Bu, maaf. Saya udah harus balik ke
ruangan sekarang. Ibu yang semangat Bu, jangan
lupa berdoa.” Sambil ngomong tu di kasi sentuhan
terapeutik.
95
151
155
160
165
170
175
180
185
190
P
Apakah dilakukan kesimpulan dari pembicaraan?
RP1 Iya ada sich, kalau dari keluarga yang ga ada
masalah dalam keluarganya begitu biasanya dia
ngomongnya ga ada beban gitu.
Kayak lagi
ngomong saya dikeluarga saya gini, anak saya
segini. Tapi ada sama pasien yang kayak ada
punya masalah keluarga, nanti tanya “De, Papa
Mama kamu disini?” “Ga Pak.” Ngomong nanti
cerita, “Anak saya juga jauh, kasian saya di sini
sendirian.” Tapi pas ngomong kayak gitu, mimiknya
udah berubah. Pernah ada satu Ibu, aku datang
untuk kasi suntikan. Nah.. pas aku selesai kasi
suntikan, aku tanya “Bu, sendiri aja? Ga ada yang
temani Ibu?” Ibunya langsung nangis. “Lho…Bu,
kenapa nangis?” Aku yang nanya, langsung aduh
kayaknya udah salah ngomong. Jadi akhirnya ga
bisa ke kamar sebelah dulu, jadi aku tetap sama
Ibunya dulu. Aku tenangi “Ibu sendiri?” “Iya De,
anak saya jauh-jauh semua. Kemarin ada yang
jengukin aku tapi katanya mesti balik, ga bisa
ditinggalin kerjaannya.
Saya di rumah sakit
sendirian, ga ada yang jagain.” Jadi aku cuma eluselus aja bahunya sambil dibilangin “Udah Bu, ga
apa-apa. Ibu di sini ga sendiri kok, ada kita kalau
misalnya Ibu perlu bantuan atau mau ngapain,
nanti tinggal pencet bel aja. Nanti kita datang, kalau
bukan aku pasti ada teman-teman ku atau ada
perawat ruangan yang bakal datang temani Ibu.
Jadi ga usah khawatir.”
P
Dari Saudari sendiri, bagaimana menciptakan
suasana selama komunikasi?
RP1 Itu senyambung-nyambungnya kita aja gitu. Jadi
kalau misalnya Ibunya kita ajak ngomong pertama
responnya udah enak, kita juga ngomongnya
senyum-senyum nanggapinya. Tapi kalau Ibunya
ngomong dengan serius atau kita nanya terus
jawabnya seadanya aja jadi kita nyadar kalau
Ibunya lagi ga mau di ganggu. Jadi dari bahasa
Ibunya gitu, penyesuaianlah.
P
Terjalin hubungan yang baik ya selama ini dengan
pasien?
RP1 Iya...
P
Bagaimana cara Saudari membina hubungan
saling percaya? Teknik-teknik yang digunakan?
RP1 Teknik-tekniknya itu ya kita sambil kasi tindakan itu
sambil ngobrol, “Bu, maaf ya. Ini nanti sakit tapi ga
96
195
200
205
210
215
220
225
230
235
apa-apa kok.” Jadi sambil ngomong, kita kasi
tindakan jadi Ibunya juga ga canggung. Itu juga
kan buat kita ga gugup gitu kan.
P
Terus karakteristik pasien yang biasa Saudari
temui, seperti apa?
RP1 Banyak sich, ada orangnya yang ga sabaran. Ga
sabaran tu kayak yang “Bu, aku suntik dulu ya.”
“Iya De, dokternya datang kapan?” “Dokternya
nanti siang datangnya.” “Oo...iya” Pas selesai
suntik, kalau misalnya Ibunya keluar atau kita lewat
ke pasien yang lain, nanti Ibunya bilang “De, kok
dokternya belum datang juga.” “Iya Bu, nanti
dokternya jam segini nanti baru datang.” “Dari tadi
kan kamu ngomongnya nanti, kok ini nanti lagi?”
“Iya Bu, dokter itu kan udah punya jadwal jadi
mereka datangnya pas jadwal.” “Waduh… kita
pasien kan nunggu lama banget, kok dokternya
belum datang.” Ada yang kayak gitu, ada juga
pasien yang sakit sedikit aja “Aduh…De, ini kok
sakit banget?” Pernah ada mahasiswa mau
disuntikin obat dari selang, kita belum sempat
masukin obat, baru aja jarum dimasukin ke selang
gitu, dia udah teriak-teriak “Aduh... Mba, sakit.
Aduh… Mba, sakit.” Kita yang mau nyuntik sendiri
udah bingung, obat aja belum sempat dimasukin
tapi kok udah sakit duluan. Trus ada yang ramah
banget, kalau misalnya ketok pintu gitu mau suntik
atau apa gitu nanti penerimaannya “Oya De,
silahkan masuk aja. Maaf ya, kamarnya lagi
berantakan.” Terus ada juga yang selesai kita
suntik, “De, udah ga usah pergi dulu. Sini makan.”
Diajak makan,
dikasi roti, buah.
Pasiennya
banyak, karateristiknya beda-beda.
P
Persiapan Saudari sendiri atau cara menghadapi
pasien-pasien yang berbeda itu, ada persiapan
khusus ga?
RP1 Ga sich kalau persiapan khusus gitu. Pas datang
aja, langsung menyesuaikan di saat itu juga jadi ga
ada persiapan khusus nanti mesti gimana-gimana,
ga.
P
Apakah ada perasaan cemas atau canggung
sebelum menghadapi pasien?
RP1 Ga ada, kecuali kita masuk sama CI (Clinical
Instruktur) karna pernah CI ajak masuk sama-sama
ketemu pasien. Itu yang biasanya datang ke pasien
ketawa ketiwi gitu, sama CI jadi mikir sebentar mau
97
240
245
250
255
260
265
270
275
280
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
ngomong apa ini. Untung pasiennya kayak tau kita
mau diuji atau gimana, dia langsung “Hai Mba, apa
kabar?” Jadi kita langsung yang “Oya Pak, oya
Bu….” Ngalir aja gitu. Kalau sama CI awalnya
memang gugup tapi pas sampai ke pasien, udah ga
lagi.
Termasuk sama pasien yang beda budaya, tidak
ada rasa cemas?
Ga, ga ada.
Apakah selama ini pernah terjadi kebingungan,
kesulitan
atau
kesalah
pahaman
selama
komunikasi dengan pasien?
Sama pasien ga pernah sich, soalnya kan kalau
dapat pasien, kita udah ngomong dari awal “Bu,
maaf. Saya tidak bisa ngomong bahasa Jawa.”
Tapi kalau Ibunya juga ga bisa bahasa Indonesia,
kita langsung permisi keluar panggil teman yang
bisa temani kita. Jadi bikin serendah mungkin
tingkat kesalahpahamannya.
Terus dari Saudari sendiri, misalnya mau
menyampaikan pesan atau informasi ke pasien,
biasanya seperti apa cara yang digunakan agar
pasien paham dengan maksudnya yang ingin
disampaikan?
Biasaya tu pasien yang orang dewasa, kita
ngomong sekali aja udah ngerti. Tapi dulu pernah
di Dahlia, waktu praktek di sana ada Ibu yang
ngeluh “De, ini tolong diminumin obat ya soalnya
saya ga bisa. Saya kasi minum obat tapi terus
dikeluarkan, nangis ga mau lagi.” Yasudah, aku
ajarin. Soalya Ibunya salah, dia kasi dulu obatnya
yang pahit baru air gulanya. Jadi otomatiskan
adeknya udah ngerasa pahit duluan jadi dia ga mau
terima. Pas aku minumin, aku kasi minum yang
manis dulu baru yang pahitnya dari belakang, jadi
“Oo.. gitu to De?” “Iya Bu, maksudnya kayak gini.”
Jadi kalau misalnya Ibu ada yang ga ngerti
sesuatu, kita kasi contoh langsung.
Apakah Saudari mampu untuk menyesuaikan diri
dengan kebudayaan lain yang dihadapi?
Iya sich, ga terlalu susah. Soalnya kita praktekkan
udah lama juga baru turun praktek. Sama temanteman juga kan banyak yang Jawa jadi kita dulu
yang dari sana ngomongnya ceplas-ceplos, belajar
juga dari teman-teman jadi pas di rumah sakit, oya
98
285
290
295
300
305
310
315
320
325
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
ngomongnya mesti kayak gini apalagi kalau sama
Mbah-mbah. Sudah belajar duluan.
Terus dari kebudayaan Saudari sendiri, ada ga
yang mempengaruhi?
Ada sich, kalau kayak lagi capek terus ada bel
bunyi. Pas sampai di sana, pasiennya ga tapi
keluarganya yang “De, kita begini, begini, begini.”
Ada tu yang tensi, kita tensi gitu tapi dia ga percaya
“Lhoo…De, masa sampai setinggi ini?” Itu dalam
hati agak ngeyel, memang udah segitu tapi harus
sabar jadi “Iya Bu, ini hasilnya emang kayak gitu.”
Pertama ngomongnya masih baik, kedua nadanya
udah mulai tinggi sich tapi masih tetap dibikin
normal, “Iya Bu, emang segitu.” Tapi gitunya udah
beda dari tadi masuk.
Itu kalau lagi capek ya?
Kalau lagi capek, baru itu tanyanya banyak banget
kan. Apalagi kalau jaga malam, pagi-pagi tensi. Itu
tu benar-benar.
Menurut Saudari dan sepengalaman Saudari,
faktor-faktor yang mempengaruhi selama proses
komunikasi, baik komunikasi menjadi lancar atau
menjadi terhambat, dipengaruhi oleh apa?
Kalau mengalami kendala, paling besar itu bahasa.
Kalau kendala yang lain sich, ga. Soalnya pas kita
masuk mau ngajak ngobrol, liat suasana dulu.
Kalau misalnya kayak tadi kan, waktu masuk di
sapa baik-baik tapi Ibunya cuma lihat kita aja, “Bu,
aku permisi suntik ya?” “Iya De.” Cuma gitu aja, kita
ngomongnya “Iya Bu, istirahat yang baik. Terima
kasih untuk kerja samanya.” Terus langsung keluar.
Tapi kalau misalnya pas awalnya diajak ngobrol,
Ibunya ngobrol dengan baik dan kasi tanggapan
dengan kita, yasudah lanjut sampai selesai
tindakan, aku keluar gitu.
Oh...oke. Sepertinya sudah. Terimakasih ya...
Iya, sama-sama...
99
330
335
340
345
350
355
360
Riset Partisipan 2 (RP2)
Catatan observasi:
Observasi pada RP 2 dilakukan tanggal 8 Desember 2011 di ruang
Cempaka. Partisipan melakukan komunikasi pada saat melakukan
tindakan, seperti pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) pada pasien
rawat inap termasuk pada pasien yang baru masuk. Komunikasi
juga dilakukan pada pasien yang meminta bantuan untuk
mengganti posisi tidur. Saat melakukan komunikasi, RP2 terlebih
dahulu meminta ijin melakukan tindakan dengan mengucapkan kata
“permisi”, melakukan sentuhan, senyum, mempertahankan kontak
mata, menanyakan keadaan pasien, mengklarifikasi informasi yang
diberikan pasien dan keluarga saat informasi kurang jelas,
melakukan komunikasi dengan keluarga pada pasien yang tidak
bisa berkomunikasi karena penyakit yang dialami oleh pasien dan
berpamitan saat akan meninggalkan pasien. Setelah dilakukan
observasi, selanjutnya dilakukan wawancara pada partisipan
dengan melakukan kontrak waktu terlebih dahulu. Wawancara
dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2012 dan 8 Mei 2012.
Keterangan :
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP2 : Riset Partisipan 2
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat Siang...
RP2 Selamat Siang...
P
Oya...ini ada lembar tentang penjelasan penelitian
dan persetujuan untuk menjadi riset partisipan
(menunjukkan lembar penjelasan penelitian dan
5
persetujuan menjadi riset partisipan).
RP2 Iya...
P
Kita langsung aja ya wawancaranya?
RP2 Iya...
P
Dapatkah Saudari bisa menceritakan pengalaman
10
selama praktek kemarin ketika bertemu dengan
pasien.
Melakukan komunikasi, terutamakan
komunikasi terapeutik dengan latar belakang
budaya yang berbeda. Menurut Saudari, apa itu
komunikasi terapeutik?”
15
RP2 Komunikasi terapeutik itu, komunikasi yang terjalin
antar perawat dengan pasien secara professional,
dimana pasien dengan perawat melakukan
komunikasi bertujuan untuk mencari informasi
terkait dengan kondisi pasien. Komunikasi itu juga
20
berfungsi untuk menyembuhkan, dalam arti kita
memberikan motivasi tertentu terhadap pasien.
100
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
Oke. Kemudian, bahasa yang Saudari gunakan
saat berkomunikasi dengan pasien, menggunakan
bahasa apa?
Bahasa Indonesia.
Ada kendala tidak dengan penggunaan bahasa?
Tidak, kalau dari saya sendiri. Tapi kalau dari
pasien, ada sich. Pasien ku pas di Citarum.
Ngobrol sama pasien, tapi pasien jiwa juga jadi ga
nyambung.
Terus ada yang ga bisa bahasa
Indonesia, itu juga agak susah. Tapi untungnya
ada keluarganya yang bisa tapi pas sendiri. Kayak
waktu itu, ada Mbahnya tinggal sendiri,
keluarganya pergi semua. Nah... Mbahnya ga
ngerti bahasa Indonesia. Kasian sich, akhirnya ya
sudah, kita cuma gerakan tangan gini-gini.
Kalau misalnya bahasa yang menjadi kendala,
berarti mencari keluarga pasien. Jadi seperti
ditransletkan gitu, menurut Saudari efektif tidak?
Sejauh ini lumayan. Itu kalau ada keluarga tapi
kalau tidak ada?
Menurut
Saudari,
kecepatan
bicara
saat
berkomunikasi dengan pasien bagaimana?
Sejak tinggal di Jawa kayaknya jadi lebih pelan.
Untuk penggunaan bahasa tubuh, non verbal yang
biasa Saudari tunjukkan kepada pasien, seperti
apa?
Kebanyakan sich senyum, kalau ga ya cuma
perhatikan begitu. Tapi paling banyak senyum tapi
kalau saya sich yang paling saya lakukan, ga
bagus sich kayaknya, saya ‘hmmm’ (sambil
mempraktekkan mengangkat alis sebelah)
Media yang gunakan saat berkomunikasi?
Media tambahan sejauh ini sich ga ada.
Bicara langsung?
He’e...
Persiapan apa yang Saudari lakukan sebelum
bertemu dengan pasien?
Palingan penenangan diri, hehehehehe….. Kalau
dari rumah sakit kan alat-alat dan sebagainya to,
untuk tindakan? Tapi kalau untuk langsung ke
pasiennya, ya saya persiapkan diri.
Kayak
tenangkan diri, atau paling tidak siap apa sich yang
mereka mau tanya.
Ketika pertama kali bertemu dengan pasien, apa
yang biasanya Saudari lakukan?
101
25
30
35
40
45
50
55
60
65
RP2 Kalau saya senyum, ucapkan salam. Itu selalu.
P
Terus responnya pasien?
RP2 Ya senyum juga, pasti dibalas. Mereka jadi lebih
enak gitu lho. Nah…kalau kita buru-buru, mereka
malah jadi takut.
P
Respon mereka kalau takut?
RP2 Mereka jadi kayak bingung gitu lho. Ini mau
ngapain, terutama yang anak kecil to. Kalau anak
kecil kan susah mau didekati, kadang juga pernah
saya pengalaman di rumah sakit, pasien anak kecil
sich. Kita tu ga ngapa-ngapain, malah saya belum
pernah ketemu dia. Kita cuma lewat di koridornya,
dia udah nangis minta ampun karna liat kita pake
baju putih. Akhirnya kita mau ke sana ganti
infusnya jadi susah, dari jauh aja dia udah nangis
duluan.
P
Jika seperti itu, pendekatannya?
RP2 Kan ga mungkin kita langsung datangin dia, karna
dia kayak stress gitu lho. Kita balik lagi, kalau udah
tenang muncul lagi.
Nangis lagi, sama aja.
Akhirnya kita kerja sama dengan Mamanya.
P
Ketika pasien menceritakan pemasalahannya,
respon dari Saudari menanggapinya seperti apa?
RP2 Kalau memang saya bisa kasi solusi, kasi solusi.
Tapi kalau tidak, saya cukup mendengarkan dan
mungkin kasi beberapa tanggapan. Kalau saya
juga mungkin mau, bukan maksudnya bukan mau
mengerti sich tapi saya bisa mengerti apa yang
pasien rasakan.
P
Ketika ada informasi dari pasien yang tidak
dimengerti, apa yang biasanya Saudari lakukan?
RP2 Untuk sejauh ini belum ada sich informasi yang
saya ga ngerti, kebanyakan sich kita nyambung
makanya belum ada pengalaman seperti itu sejauh
ini.
P
Apakah semua pasien mau menceritakan
permasalahannya atau ada pasien yang menolak
untuk berkomunikasi?
RP2 Kalau di rumah sakit jiwa rata-rata semua mau sich.
Kalau di rumah sakit Citarum, saya kemarin
kebanyakan dapatnya dibangsal, cerita semua.
P
Apakah Saudari sering menanyakan keadaan
pasien?
RP2 Kalau pas datang itu langsung “Selamat pagi Pak,
bagaimana keadaanya hari ini? Atau apa yang
102
70
75
80
85
90
95
100
105
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
dirasakan?” Tergantung sich, kita lihat pasiennya.
Kalau anak muda, memang katanya harus formal
tapi ga lucu kalau kita tanya “Gimana keadaannya
hari ini?” Akhirnya ga dekat. Kita kalau diajarkan
memang harus terapeutik, bahasanya formal tapi
kan tidak sesuai dengan di lapangan. Kalau yang
orang tua, saya biasa pake kayak gitu “Bagaimana
keadaannya hari ini, Pak? Apa yang Bapak
rasakan?” Tapi kalau sama anak muda, “Gimana
Mas? Apa yang dirasain?” Langsung aja, kalau kita
tanyain formal nanti malah ga dekat. Kalau formal,
kita terkesan membatasi diri.
Bagaimana respon Saudari ketika pasien
menceritakan permasalahannya?
Fokus untuk mendengarkan pasien, tetapi untuk
pasien jiwa yang waham, saya kurang fokus karena
bingung mau mendengarkannya yang mana.
Hehehehe....
Bagaimana Saudari menciptakan suasana selama
dengan pasien?
Kalau saya, biasa saya ajak bercanda karena
orang sakit itu perlu tertawa. Hehehehe… Tapi
bukan berarti ga ada isinya gitu lho tapi ya sesekali
kita bikin mereka ketawa supaya ya jangan
semakin sakit lah.
Diakhir pembicaraan bertemu dengan pasien,
biasanya apa yang Saudari lakukan?
Biasanya kalau saya buat ini sich, kontrak waktu,
kapan lagi saya akan datang. Kalau ga, saya
bilang kalau memang Bapak butuh sesuatu bisa
panggil saya atau teman saya, kalau ada bel ya
tinggal pencet bel.
Lebih ke kontrak waktu ya?
He’e, sama terimakasih untuk waktunya.
Kesimpulan?
Kesimpulan kalau saya lakukan tindakan, saya
langsung kasi tau. Jadi sebelum mau permisi,
hasilnya sudah dikasi tau duluan. Jadi kayak tensi,
selesai tensi nanti saya kasi tau “Pak, ini tensinya
segini.” Kalau misalnya rendah, nanti tanya “Bapak,
tidurnya semalam gimana?” Jadi pada saat
melakukan tindakan dan sudah dapat hasil, saya
langsung menjelaskan sich.
Untuk karakteristik pasien, biasanya karakteristik
pasien yang Saudari temui seperti apa?
103
110
115
120
125
130
135
140
145
150
RP2 Kalau pasien kebanyakan lebih terbuka sich, lebih
suka curhat. Ada juga pasien yang tertutup, agak
susah sich. Ada pasien yang maunya dirayu dulu,
jadi kita rayu pake kue nagasari. Tapi bukan kita
yang kasi, kita rayu dulu karna dia ga mau makan.
Udah ga mau makan,ga mau ngomong lagi. Pas di
rayu-rayu, tanya maunya apa ternyata maunya
nagasari baru dia mau makan.
Sebelum
komunikasi, kita tanya dulu karna Bapaknya udah 2
hari itu ga mau makan, diajak komunikasi ga mau.
Kita udah bilang “Pak, ngomong aja. Ga apa-apa”
Intinya dirayu dikit dulu, baru mau terbuka. Tapi
bukan merayu dalam tanda kutip (“) lho.
Hehehehe... Bapaknya manja-manja kayak mana
gitu lho, jadi maunya kayak dimanja gitu lho.
Setelah kita rayu, bilang “Ga apa-apa Pak. Ini juga
demi kebaikan Bapak juga. Gini-gini.” Kita kasi tau
yang menunjukkan hal-hal positif dan hal-hal yang
negatifnya. Jadi kalau macam, makan nanti beginibegini terus kalau ga makan, begini-begini.
Nah..dari situ baru kita tau kalau pasiennya mau
makan nagasari bukan makan nasi.
P
Jadi sebelum makan, dikasi nagasari.
Untuk
pertemuan selanjutnya gimana?
RP2 Untuk pertemuan selanjutnya.
Hehehehe…
Bapaknya ngomong, “Saya mau ngomong kalau
ada nagasari.” Hehehehe… Kan ada keluarga, kita
kasi tau “Pak, nagasari itu memang bagus tapi nasi
juga perlu karna nasi sama lauknya itu sumber
nutrisi tapi kalau nagasari itu cuma gini-gini.” Kita
tampilkan lagi kejelekan sama keburukan makanan.
Orangnya mau lebih detail supaya tahu mana yang
baik, mana yang ga.
P
Ada ga perasaan cemas atau canggung saat akan
ketemu pasien?
RP2 Kalau agak canggung kalau kita tahu pasiennya itu
dokter atau perawat. Soalnya CI (Clinical Instruktur)
di OK (Operation Room), itu kan dirawat. Nah…dia
yang jadi pasien ku. Itu yang buat agak canggung,
soalnya kan ga lucu, pas kita mau tensi, Bapaknya
perhatikan ini dah benar apa belum. Akhirnya
kayak ujian, itu yang canggung.
P
Perasaan cemas ada ga?
RP2 Kalau saya cemas untuk tindakannya sich ga ada.
Saya cuma cemas takut mereka meninggal karna
pasienku pernah ada yang meninggal.
104
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
Berarti itu tergantung keadaan pasien ya. Sejauh
ini pernah tidak terjadi kebingungan atau
kesalahpahaman dalam komunikasi karna beda
budaya?
Untuk salah paham kayaknya ga.
Kebingungan? Kesulitan?
Kalau kebingungan, iya.
Kalau macam kita
tanyaan “Ibu umurnya berapa?” Nanti dijawab
dengan bahasa Jawa. Ya saya mana tau, nanti
akhirnya tulis dia ngomongnya itu, baru saya
translet. Hehehehe… Ada pasien jiwa yang sama
sekali ga pernah ngomong bahasa Indonesia,
waduh itu dia juga kan halusinasi apa waham gitu.
Dia menganggap dirinya dalang. Jadi ngomongnya
ya kayak gitu semua, tau lah dalang ngomongnya
kayak gimana.
Saya tanyain, “Mas, umurnya
berapa?” Itu susah, udah dia ngomongnya pake
bahasa Jawa, ga jelas lagi. Tambah parah.
Itu pasien jiwa ya?
Iya...
Kalau untuk pasien yang lain?
Biasaya Mbah-mbah. Tanya umur atau gimana
rasanya, Mbahnya udah curhat panjang lebar, saya
cuma liat dia sentuh-sentuh badannya gini-gini.
Saya pikir apa ini yang sakit (mempraktekkan
memegang beberapa anggota tubuh). Saya tanya,
“Sakit Mbah?” Nanti kalau ga dia pegang lagi.
Saya pikir ini maksudnya apa, saya ga ngerti.
Bagaimana Saudari menyampaikan informasi
kepada pasien agar pasien paham dengan pesan
atau informasi yang Saudari maksud?
Kalau kayak minum obat, biasanya saya pake
warna. Kalau ga ngerti bahasa Indonesia kan,
saya bilang “Mbah, yang orange ini malam ya?
Malam.” Pokoknya saya kasi tau berulang-ulang
sama pake gerakan tangan supaya mengerti. Kan
ada yang ga ngerti bahasa Indonesia juga. Pake
non verbal juga.
Apakah sejauh ini terjalin hubungan yang baik?
Sejauh ini, iya...
Bagaimana Saudari membina hubungan saling
percaya dengan pasien?
Kalau saya sich biasanya kalau saya ga ada
kerjaan, lagi ga ada ngapa-ngapain, saya kunjungi
pasien. Yang penting kita lihatlah apa yang mereka
105
205
210
215
220
225
230
235
240
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
butuhkan. Setidaknya mereka merasa diperhatiin.
Terkait kebudayaan, apakah Saudari mampu
menyesuaikan diri dengan kebudayaan lain yang
dihadapi?
Kalau saya sudah terbiasa besar sama orang
Jawa. Aku besar di Biara, susternya orang Jawa.
Jadi kalau untuk komunikasinya sendiri, ga kecuali
sama Mbah-mbah.
Kalau untuk bahasa yang
formal untuk orang tua itu memang susah. Tapi
kalau untuk bahasa anak muda yang biasa-biasa,
saya mengerti. Kalau Jawa kasar, saya mengerti.
Kalau bahasa kraton, ga ngerti.
Bagaimana sikap Saudari terhadap perbedaan
kebudayaan dengan pasien?
Saya coba hargai aja sich. Kan ada pasien yang
budaya kuat, macam pasien yang laki-laki kan kita
ga boleh bantu-bantu kayak gitu. Kalau saya sich,
selama mereka butuh bantuan ya saya bantu tapi
kalau mereka menganggapnya itu ga boleh, karna
kebiasaannya gini-gini, ya udah. Selama masih
masuk akal, seperti ganti baju ya ga masalah .
Kecuali ada hal-hal lain yang mempengaruhi
kesehatan mereka, apapun harus diperhatikan.
Dari kebudayaan Saudari sendiri, ada tidak hal-hal
yang mempengaruhi selama komunikasi?
Hmmm... Ada.
Seperti apa?
Cara ngomongnya kita kan beda. Beda dengan
kayak orang Jawa, jadi kalau menurut kami ya kami
mau bilang “Kalian lagi gini, gini, gini kan?” atau
“Gimana bu? Udah baikan?” Itukan maksudnya
untuk kami ya biasa aja, tapi kalau untuk orang
Jawa kan agak kasar to? Akhirnya jadi salah
persepsi. Mereka pikirnya bahwa ada beberapa
teman yang dipikir cara ngomongnya tu kasar.
Itu dengan pasien ya?
Iya...itu dengan pasiennya.
Jadi pasiennya merasa ngomong kasar?
Iya, kasar. Padahal kan ga. Tapi sejauh ini untuk
yang pas praktek kemarin kita kalah. Kita sudah
coba semua, ngomongnya sehalus mungkin
sampai-sampai waktu pas di ruangan, perawatnya
nanya “Kalian ini orang apa sich?”, “Ha? Orang
Ambon Bu”, “Kok ngomongnya lebih halus kalian
dibandingkan kami?” Hehehehe… saking mencoba
106
245
250
255
260
265
270
275
280
285
untuk menjadi lebih halus, akhirnya kayak “Ya bu”
(mempraktekan berbicara halus).
P
Kemudian yang terakhir, menurut Saudari, hal-hal
yang mempengaruhi selama komunikasi, baik itu
menjadikan komunikasi jadi lancar atau terhambat
dengan pasien, apa aja?
RP2 Selain bahasa itu ada usia sama pendidikan. Ada
yang sudah tua tapi kita menjelaskannya kayak
anak kecil. Itu juga cukup mempengaruhi karena
mereka tidak mengerti-mengerti jadi kita harus
ulang lagi, ulang lagi. Malah ada yang bandel,
maksudnya udah dibilang kalau ke belakang
infusnya dikunci supaya darahnya tidak naik. Satu
hari bisa 7 kali, padahal kita udah jelasin baik-baik.
Ga tau karna kita ini mahasiswa atau karna kita
baru kan, jadi kita mesti sabar. Pernah ada
perawat yang ngomong gini, “Itu tangannya di
spalak aja.” Padahal itu Bapak-bapak sudah tua.
Gitu kan kasian
P
Oh....Oke. Sepertinya sudah selesai. Terimakasih
ya...
RP2 Iya...
290
295
300
305
310
Riset Partisipan 3 (RP3)
Catatan observasi:
Observasi pada RP3 dilakukan tanggal 6 Desember 2011 di ruang
Cempaka. RP3 melakukan komunikasi saat melakukan tindakan
pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV).
Saat itu, peneliti ikut
bersama RP3 dan memperhatikan proses komunikasi yang terjadi
antara partisipan dan pasien. Sebelum melakukan tindakan, RP3
terlebih dahulu meminta ijin kepada pasien dengan mengucapkan
kata “permisi”, tersenyum, menanyakan keadaan pasien,
mempertahankan kontak mata, bertanya kembali informsi yang
kurang jelas dari pasien dan berpamitan saat akan meninggalkan
pasien.
Setelah melakukan observasi, peneliti melanjutkan
penelitian dengan melakukan wawancara pada tanggal 26 Januari
2012 dan 9 April 2012.
Keterangan :
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP3 : Riset Partisipan 3
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat siang...
RP3 Selamat siang...
107
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
Sebelum saya mewawancarai, ini ada lembar
penjelasan penelitian dan lembar persetujuan untuk
menjadi riset partisipan (menunjukkan lembar
penjelasan penelitian dan persetujuan untuk
menjadi riset partisipan). Mungkin bisa di baca dan
di tanda tangani?
Iya... (membaca dan menandatangani)
Bisa kita mulai wawancaranya?
Iya...
Pertanyaan
pertama,
dapatkah
Saudari
menceritakan pengalaman komunikasi, terutama
komunikasi terapeutik saat melaksanakan praktik
klinik?
Iya...
Apa yang Saudari ketahui tentang komunikasi
terapeutik?
Komunikasi yang kita lakukan, misalnya antara
saya dengan Tanti, terus disitu komunikasinya
secara terarah dengan ada sesuatu yang ingin
dicapai.
Bahasa apa yang Saudari gunakan saat
berkomunikasi dengan pasien?
Pake bahasa Indonesia.
Selama berkomunikasi, apakah Saudari mengalami
kendala atau masalah dengan bahasa verbal?
Yaa, masalah sich ada. Kalau disinikan rata-rata
orang Jawa jadi kalau misalnya saya berbicara
apalagi kepada orang tua itu pasti mereka tahunya
saya praktek di sana jadi yang mereka tahu
perawat yang datang jadi mereka berbicara pake
bahasa Jawa. Nanti baru saya bilang “Bu, maaf.
Bisa bahasa Indonesia ga soalnya saya orang
Ambon praktek di sini.” Nah...disitu nanti mereka
baru berbicara pake bahasa Indonesia. Tapi kalau
misalnya, ada orang yang udah tua sekali kayak
Mbah-mbah pasti ga tau jadi keluarganya yang
berbicara.
Kemudian, media apakah yang biasa digunaan
untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada
pasien?
Kalau media, kayaknya tidak memerlukan bantuan
media yang lain. Langsung saja.
Respon pasien saat berkomunikasi dengan
Saudari, biasanya seperti apa?
Komunikatif ya. Jadi kalau kita berbicara, pasien
108
5
10
15
20
25
30
35
40
45
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
menanggapinya dengan baik. Senyum. Apalagi
kalau kita perhatikan, sering datang. Kalau mereka
perlu bantuan, kita datang. Pasti disapa dengan
baik.
Mengalami gangguan ga selama komunikasi?
Kalau gangguan, cuma dari bahasanya mungkin
ya. Tapi kalau dari yang lain-lain, tidak ada.
Bagaimana persiapan Saudari ketika akan
melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien?
Kalau dari rumah itu kan sudah baca-baca dulu,
mungkin kalau sampai disana mereka bertanyakan
bisa.
Pokoknya berusaha untuk menjawab
pertanyaan dari mereka. Tapi kalau misalnya saya
tidak bisa menjawabnya, nanti saya akan bilang
kalau nanti saya akan menjelaskannya kepada
perawat jadi perawat yang akan menjelaskannya
karna saya kurang memahami.
Apa yang anda lakukan ketika bertemu dengan
pasien?
Kalau yang pertama pasti saya datang,
memperkenalkan diri, senyum trus salam dulu
“Selamat pagi Ibu. Bagaimana kabarnya? Tadi
malam tidurnya gimana?” Seperti itu. Terus saya
lakukan tindakan. Biasanya kita ke pasien itu untuk
melakukan TTV. Jadi sambil melakukan TTV,
ngobrol-ngobrol dengan Ibunya.
Bagaimana cara Saudari membina hubungan
saling percaya?
Kayak tadi, saya datang memperkenalkan diri,
senyum trus salam. Kalau misalnya saya mau
ambil
data
untuk
buat
askep
(asuhan
keperawatan). Saya pasti datang trus bilang “Ibu,
saya boleh permisi ga minta waktunya sebentar?
Saya akan mewawancarai Ibu, tapi Ibu bersedia
atau tidak?” terus dari situ, kalau Ibunya sudah
bersedia baru saya wawancara sama Ibu
Pesan atau informasi apa yang biasa Saudari
sampaikan kepada pasien?
Kadang tentang penkes (pendidikan kesehatan),
menjaga kesehatan sesuai dengan penyakitnya to.
Bagaimana respon Saudari saat berkomunikasi
dengan pasien?
Kalau saya, biasanya bertanya trus Ibunya
ngomong pake bahasa Jawa. Saya dalam hati
bertanya ini apa artinya jadi saya mengerutkan
109
50
55
60
65
68
69
70
75
80
85
90
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
dahi. Nah...kalau saya sudah mengerutkan dahi
nanti saya langsung bilang “Bu, maaf. Bisa pake
bahasa Indonesia ga? Soalnya saya praktek di sini,
saya bukan orang Jawa tapi orang luar Jawa.”
Bentuk pertanyaan yang biasa diajukan ke pasien,
seperti apa?
Saya bertanya, kayak “Bu, bagaimana kondisinya?
Bagaimana tidurnya tadi malam?” Jadi Ibunya
menjawab “Baik, begini…. Tapi tadi malam kayak
ga bisa tidur.” Nanti saya mengulangi lagi apa
yang dikatakan oleh pasien tersebut. Jadi kayak,
“Oh...jadi tadi malam Ibu kayak gini ya? Lain kali
tidurnya dijaga ya Bu.”
Atau kayak misalnya
makan, orang yang sakit maag itu biasanya kan ga
suka makan, jadi nanti kita kasi tau walaupun
Ibunya ga mau makan, tapi makan aja sedikitsedikit tapi sering. Jadi apa yang dibilang pasien,
nanti saya mengulanginya.
Apa yang biasa pasien ceritakan kepada Saudari?
Kalau pasien, biasa menceritakan tentang
keluarganya. Riwayat penyakit juga diceritakan,
tentang penyakit yang sekarang dia cerita.
Bagaimana respon Saudari tentang permasalahan
yang pasien ceritakan?
Kita mendengarkan. Tapi saya pernah, waktu saya
tensi kan pake stetoskop jadi ga dengar. Pas
sementara Ibunya berbicara, saya bilang “Ibu,
sebentar ya Bu.” Nanti kalau udah selesai tensi,
baru lanjut berbicara lagi. Tapi saya pernah bilang
kok “Sebentar ya Ibu”. Setelah itu baru fokus
mendengarkan pasien. Pernah juga waktu di BPS,
pasien yang impartu kala 1, itu kan sakit mereka
jadi kita kasi relaksasi dengan sambil cerita-cerita.
Bagaimana Saudari menciptakan suasana saat
melakukan komunikasi dengan pasien?
Pokoknya ketika saya datang, yang pertama salam.
Kalau salam kan mereka pasti senyum. Setelah itu
saya kan fokus dengan apa yang mereka
bicarakan, terus berikan tindakan juga sambil
berbicara.
Apa yang biasanya Saudari lakukan diakhir
pembicaraan dengan pasien?
Habis ambil data, nanti ucapkan terimakasih atas
kerjasamanya. Terus bilang kalau butuh bantuan
bisa panggil kita atau pencet bel saja.
110
95
100
105
110
115
120
122
125
130
135
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
Apakah Saudari menyimpulkan pembicaraan
dengan pasien?
Kalau saya kan mau buat askep (asuhan
keperawatan) jadi kayak saya mau memberikan
diagnosa kepada pasien, saya cuma mahasiswa
praktek jadi hanya menjalankan yang seharusnya
saya lakukan saja, memberikan bantuan kepada
pasien seperti TTV. Nanti kalau mereka bertanya,
baru saya jawab.
Tapi kalau saya mau
menyimpulkan, kayak misalnya mereka tanya sakit
apa, saya ga berani karena itu bukan hak saya.
Jadi dokter yang menjelaskan.
Bagaimana
dengan
karakteristik-karakteristik
pasien yang biasa Saudari temui?
Pasien ada yang kritis. Kalau yang pendidikannya
tinggi itu pasti banyak tanya terus banyak protes.
Kalau misalnya orang-orang tua yang dari desa,
mereka baik, mereka menerima.
Dengan karakteristik pasien yang berbeda, adakah
persiapan khusus yang Saudari lakukan?
Kayak yang tadi itu aja, di rumah baca-baca dulu
jadi kalau ada yang tanya bisa jawab
Ketemu dengan pasien, terutama dengan pasien
yang latar belakang budayanya berbeda dengan
Saudari. Ada ga perasaan cemas atau canggung
sebelum bertemu dengan pasien?
Kalau cemas, paling sedikit ya mungkin. Mungkin
kayak saya sudah berbicara trus mereka berbicara,
saya jadi mikir aduh ini mau jawab apa karna ga
ngerti. Tapi saya tidak takut kok untuk bilang bisa
menggunakan bahasa Indonesia tidak karena saya
ini orang luar Jawa. Hehehehe...
Ada perasaan nervous ya?
Iya, sedikit.
Kemudian selama ini sering ga terjadi kebingungan
atau kesalahpahaman selama komunikasi dengan
pasien yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda?
Kalau bingung ketika saya sendiri, mereka pake
bahasa Jawa jadi saya tidak mengerti. Tapi kalau
misalnya kayak di Kudus itu, saya panggil teman
saya yang berasal dari Jawa atau asisten-asisten
bidan.
Baru disitu saya tanya, makanya
komunikasinya jadi lancar.
Berarti ditransletkan?
111
140
145
150
155
160
165
170
175
180
RP3 Iya...
P
Kalau ditransletkan seperti itu, menurut Saudari
efektif tidak?
RP3 Kalau ditranslet, ga ya. Kalau saya bertanya
sendiri itu kan lebih baik. Misalnya kalau mereka
ga ada trus saya ditempatkan di tempat terpencil itu
kan bagaimana. Hehehehe...
P
Bagaimana cara anda menyampaikan pesan
kepada pasien agar pasien mengerti maksud yang
akan anda sampaikan?
RP3 Pake bahasa tubuh juga.
Kayak misalnya,
bertanya “Bu, udah makan belum?” Biasanya saya
pake gerakan pas menanyakan “Bu, udah makan
belum?” (sambil mempraktekkan, mengarahkan
tangan ke mulut). Terus waktu saya dapat pasien
yang ada di RSUD Salatiga itu kan perutnya sakit.
Ibunya juga kayak ga ngerti bahasa Indonesia jadi
saya bertanya “Bu, perutnya sakit?” Jadi saya
menunjukkan
bagian
yang
sakit
(sambil
mempraktekkan, memegang perut). Jadi untuk
mempermudah, dengan gerakanlah.
P
Apakah saudari mampu menyesuaikan diri dengan
kebudayaan lain yang Saudarai hadapi?
RP3 Kalau dilihatkan orang Ambon keras, ngomongnya
besar tapi waktu saya turun praktek, mungkin karna
saya sudah lama tinggal di Salatiga dan lingkungan
kost saya semua orang Jawa jadi saya bisa
berbicara dengan mereka dengan suara yang
tenang, lembut. Jadi mereka pikirnya, memang
tahu lihat dari tampangnya.
Di ruang OK
(Operation Room) ada Ibu yang bilang “Lho.De,
kamu orang Ambon tapi ngomongnya lebih kecil
daripada kami.” Hehehehehe... Lebih halus.
P
Sedangkan dari kebudayaan Saudari sendiri, ada
ga
hal-hal
yang
mempengaruhi
selama
komunikasi?
RP3 Kalau itu, ga ya. Kita kebudayaannya kan kayak
kalau
saya
bandingkan
dengan
Ambon,
pelayanannya berbeda. Mereka bicaranya kayak
tidak melayani pasien dengan baik. Tapi kalau
disini, kalau saya sendiri pribadi kalau mau
melayani pasien ga kayak gitu. Maksudnya saya
tahu profesi saya sebagai mahasiswa, saya tahu
apa yang harus kita lakukan.
Saya sudah
memberikan yang terbaik pada pasien.
112
185
190
195
200
205
210
215
220
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
Hal-hal yang Saudari dapatkan untuk mampu
menyesuaikan, Saudari dapat dimana sehingga
mampu untuk menyesuaikan?
Oh…kalau itu, saya lebih berteman dengan teman
yang dari Jawa, terus saya sering tanya-tanya ini
artinya apa. Kalau mereka ngomong juga saya
sering tanya kepada teman-teman ini artinya apa.
Jadi saat pasien ngomong, saya memang tidak
mengerti semuanya tapi mengerti sedikit-sedikit.
Oke, yang terakhir. Menurut Saudari, faktor- faktor
yang mempengaruhi komunikasi Saudari dengan
pasien?
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi?
Iya, yang mempengaruhi komunikasi tetap efektif
ataupun terhambat?
Kalau menurut saya, mungkin penerimaan dari
pasien itu sendiri. Mereka mau menerima kita ga.
Kemudian yang kedua itu bahasa, itu yang paling
menonjol karna saya dengan latar belakang budaya
yang berbeda dengan orang Jawa itu pasti sangat
sulit. Terus yang ketiga, cara kita berkomunikasi.
Sikap kita, ketika kita bisa mengambil hati dari
pasien itu, pasti mereka mau menerima kita dan
menjawab setiap pertanyaan kita dengan baik.
Mengambil hati yang Saudari maksud, seperti apa?
Kayak yang pertama tadi, salam berikan senyum.
Kemudian menanyakan nama.
Kemudian faktor-faktor, masih ada lagi?
Pendidikan.
Berbeda ya ketika kita berbicara
dengan orang yang pendidikannya rendah dengan
orang yang pendidikannya tinggi. Kalau orang
pendidikan rendahkan pasti mereka cuma bertanya
terus responnya “Ooo..” begitu saja. Tapi kalau
orang yang berpendidikan tinggi, mereka bertanya
terus kita jawab dan mereka terus bertanyabertanya dan bertanya. Kayak kemarin waktu saya
praktek di Panti Wilasa, ada 1 dia lulusan dari
UKSW juga jadi anaknya nangis trus dia bertanya.
Orangnya kritis sekali. Disitu kita bisa lihat kalau
orang pendidikannya cuma dibawah, ya mereka
ikut-ikut aja tapi kalau orang yang pendidikannya
atas memang suka kritis. Kemudian, pekerjaan
mungkin. Saya rasa hanya itu.
Oke...kalau begitu terimakasih untuk kerjasamanya.
Iya.. sama-sama Tanti.
113
225
230
235
240
245
250
255
260
265
Riset Partisipan 4 (RP4)
Catatan observasi:
Observasi pada RP 4 dilakukan tanggal 6 Desember 2011 di ruang
Cempaka. Saat bertemu dengan pasien, RP4 menyapa,
menanyakan keadaan dan keluhan pasien. Melakukan kontak
mata dengan pasien, memberikan sentuhan, mengklarifikasi
informasi yang kurang jelas dan ketika pasien berbicara
menggunakan bahasa Jawa, partisipan mengatakan “Saya tidak
mengerti bahasa Jawa”, terlihat bingung dan mengerutkan kening.
Pada pasien yang tidak bisa melakukan komunikasi, partisipan
melakukan komunikasi dengan keluarga.
Setelah melakukan
observasi, peneliti melakukan wawancara pada tanggal 26 Januari
2012 dan 9 Mei 2012.
Keterangan :
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP4 : Riset Partisipan 4
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat siang Saudara P...
RP4 Siang juga Tanti...
P
Ini ada lembar penjelasan penelitian dan lembar
persetujuan untuk menjadi riset partisipan
(menunjukkan lembar penjelasan penelitian dan
5
persetujuan menjadi riset partisipan). Mungkin bisa
dibaca dan ditandatangani dulu?
RP4 (membaca dan menandatangani lembar penjelasan
penelitian dan lembar persetujuan menjadi riset
partisipan).
10
P
Oke, kita mulai saja ya wawancaranya. Pertama,
dapatkah Saudara menceritakan pengalaman
komunikasi dengan pasien ketika melaksanakan
praktek klinik?
RP4 Iya bisa...
15
P
Menurut Saudara, apa itu komunikasi terapeutik?
RP4 Menurut saya komunikasi terapeutik itu komunikasi
yang dilakukan untuk memahami keadaan pasien
dan pasien juga bisa menerima dan memahami
maksud apa yang kita berikan kepada pasien dan
20
pasien pun tidak merasa seperti kebingungan gitu,
untuk saya. Kan selama ini saya komunikasi itu,
saya rasa itu mereka masih bingung karna saya
punya logat ini, saya rasa masih kendala di situ.
Tapi menurut saya itu untuk bisa memahami lebih
25
dalam keadaan pasien.
P
Bahasa apa yang Saudara gunakan saat
114
berkomunikasi dengan pasien?
RP4 Weh…campur,
kadang
keceplosan
bahasa
Kupang. Pernah waktu itu, ceplos dengan Mbahmbah bilang bobo dan Mbah tidak mengerti. Itu
pernah di rumah sakit umum, itu Mbah tidak
mengerti. Jadi bilang bobo, Mbah duduk saja jadi
makan habis, Mbah duduk saja.
P
Tapi lebih sering menggunakan bahasa apa?
RP4 Bahasa Indonesia.
P
Mengalami kendali tidak dengan penggunaan
bahasa?
RP4 Kendalanya itu, mungkin karna sering bergaul di
Fakultas dengan orang-orang Kupang, logatnya itu
sulit. Jadi sulitnya itu, mereka sering menangkap
kita punya bahasa karna logatnya itu. Sebenarnya
tidak ada kendala sich, hanya logatnya itu tidak
berubah jadi mereka sulit untuk menangkap tapi
kita pake bahasa Indonesia.
P
Pake bahasa Indonesia tapi logatnya?
RP4 Logatnya itu yang bikin sedikit bingung begitu.
P
Kalau misalnya pasien bingung, apa yang Saudara
lakukan agar pasien bisa mengerti?
RP4 Bicara ulang tapi diusah
Panduan Wawancara
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Dapatkah Anda menceritakan pengalaman komunikasi Anda
dengan pasien ketika melaksanakan praktek klinik?
Apakah yang Anda ketahui tentang komunikasi terapeutik?
Bahasa apa yang Anda gunakan saat berkomunikasi dengan
pasien?
Apakah Anda mengalami kendala dengan penggunaan bahasa
secara verbal?
Bagaimana kecepatan bicara Anda saat berkomunikasi dengan
pasien?
Bagaimana dengan bahasa non verbal yang Anda tunjukkan
kepada pasien?
Media apa yang biasa Anda gunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi kepada pasien?
Adakah gangguan yang Anda alami saat melakukan
komunikasi dengan pasien?
Kapan biasanya Anda melakukan komunikasi dengan pasien?
Bagaimana persiapan Anda ketika akan melakukan komunikasi
terapeutik dengan pasien?
Bagaimana Anda membina hubungan saling percaya dengan
pasien?
Pesan atau informasi apa yang biasanya Anda sampaikan
kepada pasien?
Bagaimana respon pasien saat berkomunikasi dengan Anda?
Bagaimana respon Anda saat berkomunikasi dengan pasien?
Apakah Anda dapat menerima informasi yang disampaikan
oleh pasien?
Bagaimana Anda menciptakan suasana saat melakukan
komunikasi dengan pasien?
Apa yang biasanya Anda lakukan diakhir pembicaraan dengan
pasien?
Bagaimana dengan karakteristik pasien yang Anda temui?
Bagaimana Anda menghadapi perbedaan-perbedaan yang
Anda temui pada pasien?
Apakah ada perasaan cemas atau canggung saat menghadapi
pasien dengan budaya yang berbeda?
Apakah sering terjadi kebingungan, kesulitan atau
kesalahpahaman selama Anda berkomunikasi dengan pasien?
Bagaimana cara Anda menyampaikan pesan kepada pasien
sehingga pasien dapat memahami maksud yang akan Anda
sampaikan?
Apakah Anda mampu untuk menyesuaikan diri dengan
kebudayaan yang Anda hadapi saat melakukan interaksi?
89
24. Dari kebudayaan Anda sendiri, adakah hal-hal yang
mempengaruhi Anda berkomunikasi?
25. Bagaimana Anda menyesuaikan pengaruh kebudayaan Anda
disaat Anda berinteraksi dengan kebudayaan lain?
26. Menurut Anda, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
proses komunikasi Anda dengan pasien?
90
Lampiran 2
Catatan observasi dan transkrip wawancara
Riset Partisipan 1 (RP1)
Catatan observasi:
Observasi dilakukan pada tanggal 7 Desember 2011 di Ruang
Anggrek. RP1 menemui pasien saat akan mengajarkan pasien
teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Sebelum melakukan tindakan, RP1 menjelaskan tujuan dari teknik
relaksasi dan meminta persetujuan pasien. Saat RP1 mengajarkan
langkah yang harus dilakukan, pasien mengeluh sakit pada bagian
jahitan sehingga pengajarkan teknik relaksasi ditunda. Selanjutnya
peneliti melakukan observasi saat RP1 melakukan tindakan
pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) yang meliputi pemeriksaan
tekanan darah, mengukur suhu tubuh dan menghitung denyut nadi.
Saat bertemu dengan pasien, RP1 terlebih dahulu mengucapkan
salam, tersenyum dan menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan.
Selama melakukan tindakan, RP1 mempertahankan kontak mata,
berbicara pelan dengan pelapalan yang jelas dan setelah selesai
melakukan tindakan, berpamitan dengan pasien.
Setelah
melakukan observasi, selanjutnya peneliti melakukan kontrak waktu
dengan RP1 untuk melakukan wawancara dan wawancara
dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2012 dan 8 Mei 2012.
Keterangan:
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP1 : Riset Partisipan 1
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat siang...
RP1 Selamat siang...
P
Oya...sebelum saya mewawancarai. Ini ada lembar
penjelasan penelitian dan lembar persetujuan untuk
menjadi riset partisipan (menunjukkan lembar
5
penjelasan penelitian dan lembar persetujuan
menjadi riset partisipan). Jadi pembicaraan kita
direkam tapi nanti namanya tidak akan saya
sebutkan kok.
RP1 Oh...Iya...
10
P
Oke, kalau gitu kita langsung mulai saja ya
wawancaranya?
RP1 Iya...
P
Pertanyaan
pertama,
dapatkah
Saudari
menceritakan pengalaman komunikasi, terutama
15
komunikasi terapeutik saat melaksanakan praktik
klinik?
91
RP1 Iya...
P
Bahasa yang Saudari gunakan saat berkomunikasi
dengan pasien, menggunakan bahasa apa?
RP1 Bahasa Indonesia.
P
Mengalami kendala tidak dengan penggunaan
bahasa?
RP1 Penggunaan bahasa sich sebenarnya ga, pasien
juga kan kebanyakan bisa bahasa Indonesia. Tapi
kalau pasien yang sudah tua, kadang ga bisa
bahasa Indonesia. Tapi ada keluarga yang bisa
membantu, soalnya keluarganya tu ada yang sudah
sekolah. Jadi biar ga susah, minta dibantuin.
Ibunya minta apa atau perlu apa, nanti keluarga
yang bisa bahasa Indonesia yang bantu jelasin ke
kita.
P
Ditransletkan gitu ya?
RP1 He’e...
P
Kalau ditransletkan begitu, menurut Saudari efektif
ga?
RP1 Kadang sich ga, soalnya waktu Ibunya ngomong ke
anaknya gitu, nanti udah kayak ada pertentangan,
“Udah Bu ga usah” tapi ga ngerti gitu kan. Jadi
yang dijelasin mereka itu yang menurut mereka
perlu dijelasin aja, nanti apa yang di keluhkan
belum maksimal.
P
Kecepatan bicara Saudari, menurut Saudari
gimana?
RP1 Kecepatan bicara bagaimana ne?
P
Kecepatan bicara saat komunikasi dengan pasien?
RP1 Oo…waktu lagi cerita gitu?
P
Iya...
RP1 Kadang sich cepat, kadang juga ga. Soalnya,
ngomongnya mesti pake bahasa Indonesia, logat
Jawa gitu kan. Jadi kadang juga masih mikir, ini
kalau logat Jawanya apa ya. Jadi kayak dibikin
lama. Soalnya kalau dibikin terlalu cepat juga
kadang balik ke logatnya kita, bahasanya kita gitu
kan tapi kalau misalnya sama Ibu-ibu yang menurut
mereka kita ngomong terlalu cepat, nanti mereka
yang kasi tau “De, terlalu cepat ngomongnya. Ga
ngerti.” “Oo…Iya Bu, maaf. Nanti kalau terlalu
cepat ngomongnya, bilang ya karna kita
ngomongnya memang cepat.”
P
Itu kan untuk bahasa verbalnya.
Kalau non
verbalnya? Bahasa tubuh yang biasa Saudari
92
20
25
30
35
40
45
50
55
tunjukkan ke pasien itu seperti apa?
RP1 Biasanya tu kalau sama orang yang masih sehatsehat aja, kalau datang udah senyum-senyum gitu
kan udah ngerti.
Kalau di Citarum itu kan
kebanyakan pasien yang baru selesai operasi
seperti di Anggrek. Jadi datang di depan pintu
mereka kan cuma liat kita, senyum aja. Nanti
dekati pasien, pegang bahunya atau tangannya
terus tanya “Bagaimana Bu perasaannya? Apa
yang sakit?” Kayak gitu kan, cuma kayak gitu tapi
awalnya harus senyum dulu.
P
Pesan-pesan atau informasi apa yang biasanya
Saudari sampaikan kepada pasien?
RP1 Informasi yang diberikan sich kadang kita masuk ke
pasien tu emang kayaknya jarang deh soalnya kan
kita punya, kalau misalnya masuk Rumah Sakit ada
sudah ditentukan “De, nanti kamu tolong ini tolong
itu kan nanti.” Kebanyakan kita masuk ke pasien,
kalau pas jaga malam. Kan selesai kasi obat gitu
udah ga ngapa-ngapain, kalau misalnya jaga
malam itu biasanya cuma satu orang, dua orang
nah gitu kita masuk ke pasien. Masuk ke pasien itu
cuma kayak ngobrol-ngobrol aja gitu kan, nanti pas
ditengah-tengah itu tanya “Trus gimana Ibu,
perasaannya sekarang? Apa udah baikan belum?
Apa yang masih sakit?” Kalau misalnya udah,
yasudah. Kalau misalnya masih sakit, ngeluh “Iya,
aku disini tu udah lama. Udah sebulan, dua bulan
gitu tapi kok sakitnya ga berkurang.” “Yasudah Ibu,
ini aturan yang diberikan diikuti aja. Obatnya
diminum teratur, terus istirahat, jangan lupa berdoa.
“ Soalnya kita juga kan ga bisa bilang “Yasudah,
minum obat aja pasti sembuh kok.” Kan ga kan.
P
Selama berkomunikasi dengan pasien, ada ga
media tambahan yang Saudari gunakan?
RP1 Media tambahan ga ada sich, langsung.
P
Bagaimana dengan respon dari pasien selama
komunikasi?
RP1 Respon dari pasien sich, responnya baik. Ga ada
yang pernah ditolak cuma kadang, kita susah sama
pasien yang ga bisa bahasa Indonesia. Kita mau
masuk, mau ngobrol jugakan ini nyambung ga.
Mau tanya juga kan, ngobrol jadi ga sama kayak
yang mereka mau kan nanti malah bikin ada marah
atau gimana gitu kan. Jadi lebih kayak jauh
hubungannya, jadi palingan kalau cuma kasi obat,
93
60
65
68
69
70
75
80
83
85
90
95
100
105
suntik, gitu aja sich.
Itu kalau untuk yang ga bisa bahasa Indonesia?
Iya, untuk yang ga bisa.
Tapi kalau untuk yang bisa bahasa Indonesia?
Kalau yang bisa bahasa Indonesia, sering cerita
malah. Kan kalau sore-sore itu kan sering jalanjalan, pasien yang bisa jalan.
Nah…itu, pas
ketemu kita di ruang perawat atau pas berdiri di
ruang perawat gitu langsung mampir, cerita-cerita,
ngomong-ngomong.
P
Apa yang biasa diceritakan?
RP1 Yang biasa diceritakan, cuma nanya aja ke kita
“Gimana De, jaga sendiri?” “Ga Bu, itu lagi disana.
Kok Ibu sendiri?” “Iya sendiri, soalnya anak saya
belum datang, sebentar lagi datang. Saya bosan di
kamar, jadi jalan-jalan aja daripada di kamar tidur
terus, belakang sakit.” kayak gitu.
P
Kapan biasanya Saudari melakukan komunikasi
dengan pasien?
RP1 Komunikasinya tu pas saat kayak lagi senggang.
Di ruang perawat itu kan, kalau ga ada kerjaan,
pekerjaan udah selesai semua dikerjakan sering
gitu kalau udah sendiri-sendiri apalagi kalau
jaganya cuma sendiri. Nah...perawatnya punya
teman di dalam. Otomatiskan dia ngomong dengan
temannya, ya kita juga diajak ngobrol tapi kadang
ga nyambung juga gitu. Jadi sering main ke
kamarnya pasien atau ke tempatnya pasien. Kayak
udah ga tau mau ngapain lagi, jadi ke kamar pasien
pura-pura tanya “Gimana Bu, infusnya habis ga?”
padahal udah tahu kalau ini infus masih full. Cuma
mau ajak ngobrol aja, nanya-nanya gitu. Sampe
pernah ada pasien yang mau pulang, saking
seringnya masuk ke kamarnya tu, ngajak ngobrol.
Pokoknya ngobrol-ngobrol gitu. Mau pulang tunggu
dulu, “Gimana De, besok jaga ga?”, “Jaga Bu, tapi
aku jaganya malam”, “Oh iya”, ga tau Ibunya
rencana pulangnya pagi eh pulangnya malam cuma
mau pamitan doang. Jadi pasiennya nunggu.
P
Sebelum bertemu dengan pasien, persiapan apa
yang Saudari lakukan?
RP1 Sebelum bertemu dengan pasien, ga ada
persiapan khusus sich. Pas ketemu langsung
masuk aja gitu, kalau dilihat pasiennya sendirisendiri, ga ada teman buat ngobrol gitu, langsung
P
RP1
P
RP1
94
110
115
120
125
130
135
140
145
150
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
aja masuk tanya “Bagaimana Bu? Apa kabar?”
Kayak gitu kan, nanti mulai ada bahas pembicaraan
dari situ.
Respon dari Saudari sendiri, seperti apa saat
pasien bercerita?
Cuma dengar aja, trus kalau ada misalnya yang
menurut saya harus diberikan motivasi, nanti
diberikan motivasi. Nanti kalau misalnya cuma
untuk dengar, jadi pendengar, ya udah jadi
pendengar yang baik. Ga nambah-nambah “Ga
boleh Bu, Ibu tu mesti begini-begini-begini lho.”
Kalau itu, ga sich.
Lebih mendengarkan ya?
Iya...
Terus kalau misalnya ada informasi dari pasien,
biasanya respon Saudari bagaimana?
Kalau ada yang ga ngerti gitu biasanya paling
banyak yang ga bisa bahasa Indonesia. Kalau ga,
bahasa Indonesia tapi penggal-penggalnya ga tau
bahasa Indonesia gitu kan, ngomongnya nanti pake
bahasa Jawa. Orang yang disamping, disamping
tempat tidurnya, minta tolong “Bu, kalau ngerti
tolong ditransletin. Aku ga ngerti Ibunya ngomong
apa.” Kalau misalnya Ibunya sendiri di kamar
kelas, ga ada yang jaga jadi balik ke ruang
perawat, minta tolong “Bu, tolong. Ibunya ngomong
pake bahasa Jawa, aku ga ngerti apa.” Dari pada
salah nantinya kan.
Ketika pasien bercerita, apakah Saudari selalu
bersedia untuk mendengarkan?
Kalau pas pasiennya cerita, pas dalam waktu luang
gitu. Ga karna pergi masuk kamar karna mau bagi
obat atau kasi suntikan, pasti bakal dengar tapi
kalau datang untuk bagikan obat trus ada obat
yang masih harus dibagikan atau masih ada
suntikan yang mau disuntikan lagi, ngomong dulu
sama Ibunya “Bu, maaf ya. Saya masih mau ke
kamar sebelah kasi obat lagi, kita ngobrolnya nanti
aja waktu lagi kosong.”
Sebelum Saudari meninggalkan pasien dari
ruangan, biasanya apa yang dilakukan?
Bilang “Bu, maaf. Saya udah harus balik ke
ruangan sekarang. Ibu yang semangat Bu, jangan
lupa berdoa.” Sambil ngomong tu di kasi sentuhan
terapeutik.
95
151
155
160
165
170
175
180
185
190
P
Apakah dilakukan kesimpulan dari pembicaraan?
RP1 Iya ada sich, kalau dari keluarga yang ga ada
masalah dalam keluarganya begitu biasanya dia
ngomongnya ga ada beban gitu.
Kayak lagi
ngomong saya dikeluarga saya gini, anak saya
segini. Tapi ada sama pasien yang kayak ada
punya masalah keluarga, nanti tanya “De, Papa
Mama kamu disini?” “Ga Pak.” Ngomong nanti
cerita, “Anak saya juga jauh, kasian saya di sini
sendirian.” Tapi pas ngomong kayak gitu, mimiknya
udah berubah. Pernah ada satu Ibu, aku datang
untuk kasi suntikan. Nah.. pas aku selesai kasi
suntikan, aku tanya “Bu, sendiri aja? Ga ada yang
temani Ibu?” Ibunya langsung nangis. “Lho…Bu,
kenapa nangis?” Aku yang nanya, langsung aduh
kayaknya udah salah ngomong. Jadi akhirnya ga
bisa ke kamar sebelah dulu, jadi aku tetap sama
Ibunya dulu. Aku tenangi “Ibu sendiri?” “Iya De,
anak saya jauh-jauh semua. Kemarin ada yang
jengukin aku tapi katanya mesti balik, ga bisa
ditinggalin kerjaannya.
Saya di rumah sakit
sendirian, ga ada yang jagain.” Jadi aku cuma eluselus aja bahunya sambil dibilangin “Udah Bu, ga
apa-apa. Ibu di sini ga sendiri kok, ada kita kalau
misalnya Ibu perlu bantuan atau mau ngapain,
nanti tinggal pencet bel aja. Nanti kita datang, kalau
bukan aku pasti ada teman-teman ku atau ada
perawat ruangan yang bakal datang temani Ibu.
Jadi ga usah khawatir.”
P
Dari Saudari sendiri, bagaimana menciptakan
suasana selama komunikasi?
RP1 Itu senyambung-nyambungnya kita aja gitu. Jadi
kalau misalnya Ibunya kita ajak ngomong pertama
responnya udah enak, kita juga ngomongnya
senyum-senyum nanggapinya. Tapi kalau Ibunya
ngomong dengan serius atau kita nanya terus
jawabnya seadanya aja jadi kita nyadar kalau
Ibunya lagi ga mau di ganggu. Jadi dari bahasa
Ibunya gitu, penyesuaianlah.
P
Terjalin hubungan yang baik ya selama ini dengan
pasien?
RP1 Iya...
P
Bagaimana cara Saudari membina hubungan
saling percaya? Teknik-teknik yang digunakan?
RP1 Teknik-tekniknya itu ya kita sambil kasi tindakan itu
sambil ngobrol, “Bu, maaf ya. Ini nanti sakit tapi ga
96
195
200
205
210
215
220
225
230
235
apa-apa kok.” Jadi sambil ngomong, kita kasi
tindakan jadi Ibunya juga ga canggung. Itu juga
kan buat kita ga gugup gitu kan.
P
Terus karakteristik pasien yang biasa Saudari
temui, seperti apa?
RP1 Banyak sich, ada orangnya yang ga sabaran. Ga
sabaran tu kayak yang “Bu, aku suntik dulu ya.”
“Iya De, dokternya datang kapan?” “Dokternya
nanti siang datangnya.” “Oo...iya” Pas selesai
suntik, kalau misalnya Ibunya keluar atau kita lewat
ke pasien yang lain, nanti Ibunya bilang “De, kok
dokternya belum datang juga.” “Iya Bu, nanti
dokternya jam segini nanti baru datang.” “Dari tadi
kan kamu ngomongnya nanti, kok ini nanti lagi?”
“Iya Bu, dokter itu kan udah punya jadwal jadi
mereka datangnya pas jadwal.” “Waduh… kita
pasien kan nunggu lama banget, kok dokternya
belum datang.” Ada yang kayak gitu, ada juga
pasien yang sakit sedikit aja “Aduh…De, ini kok
sakit banget?” Pernah ada mahasiswa mau
disuntikin obat dari selang, kita belum sempat
masukin obat, baru aja jarum dimasukin ke selang
gitu, dia udah teriak-teriak “Aduh... Mba, sakit.
Aduh… Mba, sakit.” Kita yang mau nyuntik sendiri
udah bingung, obat aja belum sempat dimasukin
tapi kok udah sakit duluan. Trus ada yang ramah
banget, kalau misalnya ketok pintu gitu mau suntik
atau apa gitu nanti penerimaannya “Oya De,
silahkan masuk aja. Maaf ya, kamarnya lagi
berantakan.” Terus ada juga yang selesai kita
suntik, “De, udah ga usah pergi dulu. Sini makan.”
Diajak makan,
dikasi roti, buah.
Pasiennya
banyak, karateristiknya beda-beda.
P
Persiapan Saudari sendiri atau cara menghadapi
pasien-pasien yang berbeda itu, ada persiapan
khusus ga?
RP1 Ga sich kalau persiapan khusus gitu. Pas datang
aja, langsung menyesuaikan di saat itu juga jadi ga
ada persiapan khusus nanti mesti gimana-gimana,
ga.
P
Apakah ada perasaan cemas atau canggung
sebelum menghadapi pasien?
RP1 Ga ada, kecuali kita masuk sama CI (Clinical
Instruktur) karna pernah CI ajak masuk sama-sama
ketemu pasien. Itu yang biasanya datang ke pasien
ketawa ketiwi gitu, sama CI jadi mikir sebentar mau
97
240
245
250
255
260
265
270
275
280
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
ngomong apa ini. Untung pasiennya kayak tau kita
mau diuji atau gimana, dia langsung “Hai Mba, apa
kabar?” Jadi kita langsung yang “Oya Pak, oya
Bu….” Ngalir aja gitu. Kalau sama CI awalnya
memang gugup tapi pas sampai ke pasien, udah ga
lagi.
Termasuk sama pasien yang beda budaya, tidak
ada rasa cemas?
Ga, ga ada.
Apakah selama ini pernah terjadi kebingungan,
kesulitan
atau
kesalah
pahaman
selama
komunikasi dengan pasien?
Sama pasien ga pernah sich, soalnya kan kalau
dapat pasien, kita udah ngomong dari awal “Bu,
maaf. Saya tidak bisa ngomong bahasa Jawa.”
Tapi kalau Ibunya juga ga bisa bahasa Indonesia,
kita langsung permisi keluar panggil teman yang
bisa temani kita. Jadi bikin serendah mungkin
tingkat kesalahpahamannya.
Terus dari Saudari sendiri, misalnya mau
menyampaikan pesan atau informasi ke pasien,
biasanya seperti apa cara yang digunakan agar
pasien paham dengan maksudnya yang ingin
disampaikan?
Biasaya tu pasien yang orang dewasa, kita
ngomong sekali aja udah ngerti. Tapi dulu pernah
di Dahlia, waktu praktek di sana ada Ibu yang
ngeluh “De, ini tolong diminumin obat ya soalnya
saya ga bisa. Saya kasi minum obat tapi terus
dikeluarkan, nangis ga mau lagi.” Yasudah, aku
ajarin. Soalya Ibunya salah, dia kasi dulu obatnya
yang pahit baru air gulanya. Jadi otomatiskan
adeknya udah ngerasa pahit duluan jadi dia ga mau
terima. Pas aku minumin, aku kasi minum yang
manis dulu baru yang pahitnya dari belakang, jadi
“Oo.. gitu to De?” “Iya Bu, maksudnya kayak gini.”
Jadi kalau misalnya Ibu ada yang ga ngerti
sesuatu, kita kasi contoh langsung.
Apakah Saudari mampu untuk menyesuaikan diri
dengan kebudayaan lain yang dihadapi?
Iya sich, ga terlalu susah. Soalnya kita praktekkan
udah lama juga baru turun praktek. Sama temanteman juga kan banyak yang Jawa jadi kita dulu
yang dari sana ngomongnya ceplas-ceplos, belajar
juga dari teman-teman jadi pas di rumah sakit, oya
98
285
290
295
300
305
310
315
320
325
P
RP1
P
RP1
P
RP1
P
RP1
ngomongnya mesti kayak gini apalagi kalau sama
Mbah-mbah. Sudah belajar duluan.
Terus dari kebudayaan Saudari sendiri, ada ga
yang mempengaruhi?
Ada sich, kalau kayak lagi capek terus ada bel
bunyi. Pas sampai di sana, pasiennya ga tapi
keluarganya yang “De, kita begini, begini, begini.”
Ada tu yang tensi, kita tensi gitu tapi dia ga percaya
“Lhoo…De, masa sampai setinggi ini?” Itu dalam
hati agak ngeyel, memang udah segitu tapi harus
sabar jadi “Iya Bu, ini hasilnya emang kayak gitu.”
Pertama ngomongnya masih baik, kedua nadanya
udah mulai tinggi sich tapi masih tetap dibikin
normal, “Iya Bu, emang segitu.” Tapi gitunya udah
beda dari tadi masuk.
Itu kalau lagi capek ya?
Kalau lagi capek, baru itu tanyanya banyak banget
kan. Apalagi kalau jaga malam, pagi-pagi tensi. Itu
tu benar-benar.
Menurut Saudari dan sepengalaman Saudari,
faktor-faktor yang mempengaruhi selama proses
komunikasi, baik komunikasi menjadi lancar atau
menjadi terhambat, dipengaruhi oleh apa?
Kalau mengalami kendala, paling besar itu bahasa.
Kalau kendala yang lain sich, ga. Soalnya pas kita
masuk mau ngajak ngobrol, liat suasana dulu.
Kalau misalnya kayak tadi kan, waktu masuk di
sapa baik-baik tapi Ibunya cuma lihat kita aja, “Bu,
aku permisi suntik ya?” “Iya De.” Cuma gitu aja, kita
ngomongnya “Iya Bu, istirahat yang baik. Terima
kasih untuk kerja samanya.” Terus langsung keluar.
Tapi kalau misalnya pas awalnya diajak ngobrol,
Ibunya ngobrol dengan baik dan kasi tanggapan
dengan kita, yasudah lanjut sampai selesai
tindakan, aku keluar gitu.
Oh...oke. Sepertinya sudah. Terimakasih ya...
Iya, sama-sama...
99
330
335
340
345
350
355
360
Riset Partisipan 2 (RP2)
Catatan observasi:
Observasi pada RP 2 dilakukan tanggal 8 Desember 2011 di ruang
Cempaka. Partisipan melakukan komunikasi pada saat melakukan
tindakan, seperti pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) pada pasien
rawat inap termasuk pada pasien yang baru masuk. Komunikasi
juga dilakukan pada pasien yang meminta bantuan untuk
mengganti posisi tidur. Saat melakukan komunikasi, RP2 terlebih
dahulu meminta ijin melakukan tindakan dengan mengucapkan kata
“permisi”, melakukan sentuhan, senyum, mempertahankan kontak
mata, menanyakan keadaan pasien, mengklarifikasi informasi yang
diberikan pasien dan keluarga saat informasi kurang jelas,
melakukan komunikasi dengan keluarga pada pasien yang tidak
bisa berkomunikasi karena penyakit yang dialami oleh pasien dan
berpamitan saat akan meninggalkan pasien. Setelah dilakukan
observasi, selanjutnya dilakukan wawancara pada partisipan
dengan melakukan kontrak waktu terlebih dahulu. Wawancara
dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2012 dan 8 Mei 2012.
Keterangan :
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP2 : Riset Partisipan 2
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat Siang...
RP2 Selamat Siang...
P
Oya...ini ada lembar tentang penjelasan penelitian
dan persetujuan untuk menjadi riset partisipan
(menunjukkan lembar penjelasan penelitian dan
5
persetujuan menjadi riset partisipan).
RP2 Iya...
P
Kita langsung aja ya wawancaranya?
RP2 Iya...
P
Dapatkah Saudari bisa menceritakan pengalaman
10
selama praktek kemarin ketika bertemu dengan
pasien.
Melakukan komunikasi, terutamakan
komunikasi terapeutik dengan latar belakang
budaya yang berbeda. Menurut Saudari, apa itu
komunikasi terapeutik?”
15
RP2 Komunikasi terapeutik itu, komunikasi yang terjalin
antar perawat dengan pasien secara professional,
dimana pasien dengan perawat melakukan
komunikasi bertujuan untuk mencari informasi
terkait dengan kondisi pasien. Komunikasi itu juga
20
berfungsi untuk menyembuhkan, dalam arti kita
memberikan motivasi tertentu terhadap pasien.
100
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
Oke. Kemudian, bahasa yang Saudari gunakan
saat berkomunikasi dengan pasien, menggunakan
bahasa apa?
Bahasa Indonesia.
Ada kendala tidak dengan penggunaan bahasa?
Tidak, kalau dari saya sendiri. Tapi kalau dari
pasien, ada sich. Pasien ku pas di Citarum.
Ngobrol sama pasien, tapi pasien jiwa juga jadi ga
nyambung.
Terus ada yang ga bisa bahasa
Indonesia, itu juga agak susah. Tapi untungnya
ada keluarganya yang bisa tapi pas sendiri. Kayak
waktu itu, ada Mbahnya tinggal sendiri,
keluarganya pergi semua. Nah... Mbahnya ga
ngerti bahasa Indonesia. Kasian sich, akhirnya ya
sudah, kita cuma gerakan tangan gini-gini.
Kalau misalnya bahasa yang menjadi kendala,
berarti mencari keluarga pasien. Jadi seperti
ditransletkan gitu, menurut Saudari efektif tidak?
Sejauh ini lumayan. Itu kalau ada keluarga tapi
kalau tidak ada?
Menurut
Saudari,
kecepatan
bicara
saat
berkomunikasi dengan pasien bagaimana?
Sejak tinggal di Jawa kayaknya jadi lebih pelan.
Untuk penggunaan bahasa tubuh, non verbal yang
biasa Saudari tunjukkan kepada pasien, seperti
apa?
Kebanyakan sich senyum, kalau ga ya cuma
perhatikan begitu. Tapi paling banyak senyum tapi
kalau saya sich yang paling saya lakukan, ga
bagus sich kayaknya, saya ‘hmmm’ (sambil
mempraktekkan mengangkat alis sebelah)
Media yang gunakan saat berkomunikasi?
Media tambahan sejauh ini sich ga ada.
Bicara langsung?
He’e...
Persiapan apa yang Saudari lakukan sebelum
bertemu dengan pasien?
Palingan penenangan diri, hehehehehe….. Kalau
dari rumah sakit kan alat-alat dan sebagainya to,
untuk tindakan? Tapi kalau untuk langsung ke
pasiennya, ya saya persiapkan diri.
Kayak
tenangkan diri, atau paling tidak siap apa sich yang
mereka mau tanya.
Ketika pertama kali bertemu dengan pasien, apa
yang biasanya Saudari lakukan?
101
25
30
35
40
45
50
55
60
65
RP2 Kalau saya senyum, ucapkan salam. Itu selalu.
P
Terus responnya pasien?
RP2 Ya senyum juga, pasti dibalas. Mereka jadi lebih
enak gitu lho. Nah…kalau kita buru-buru, mereka
malah jadi takut.
P
Respon mereka kalau takut?
RP2 Mereka jadi kayak bingung gitu lho. Ini mau
ngapain, terutama yang anak kecil to. Kalau anak
kecil kan susah mau didekati, kadang juga pernah
saya pengalaman di rumah sakit, pasien anak kecil
sich. Kita tu ga ngapa-ngapain, malah saya belum
pernah ketemu dia. Kita cuma lewat di koridornya,
dia udah nangis minta ampun karna liat kita pake
baju putih. Akhirnya kita mau ke sana ganti
infusnya jadi susah, dari jauh aja dia udah nangis
duluan.
P
Jika seperti itu, pendekatannya?
RP2 Kan ga mungkin kita langsung datangin dia, karna
dia kayak stress gitu lho. Kita balik lagi, kalau udah
tenang muncul lagi.
Nangis lagi, sama aja.
Akhirnya kita kerja sama dengan Mamanya.
P
Ketika pasien menceritakan pemasalahannya,
respon dari Saudari menanggapinya seperti apa?
RP2 Kalau memang saya bisa kasi solusi, kasi solusi.
Tapi kalau tidak, saya cukup mendengarkan dan
mungkin kasi beberapa tanggapan. Kalau saya
juga mungkin mau, bukan maksudnya bukan mau
mengerti sich tapi saya bisa mengerti apa yang
pasien rasakan.
P
Ketika ada informasi dari pasien yang tidak
dimengerti, apa yang biasanya Saudari lakukan?
RP2 Untuk sejauh ini belum ada sich informasi yang
saya ga ngerti, kebanyakan sich kita nyambung
makanya belum ada pengalaman seperti itu sejauh
ini.
P
Apakah semua pasien mau menceritakan
permasalahannya atau ada pasien yang menolak
untuk berkomunikasi?
RP2 Kalau di rumah sakit jiwa rata-rata semua mau sich.
Kalau di rumah sakit Citarum, saya kemarin
kebanyakan dapatnya dibangsal, cerita semua.
P
Apakah Saudari sering menanyakan keadaan
pasien?
RP2 Kalau pas datang itu langsung “Selamat pagi Pak,
bagaimana keadaanya hari ini? Atau apa yang
102
70
75
80
85
90
95
100
105
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
dirasakan?” Tergantung sich, kita lihat pasiennya.
Kalau anak muda, memang katanya harus formal
tapi ga lucu kalau kita tanya “Gimana keadaannya
hari ini?” Akhirnya ga dekat. Kita kalau diajarkan
memang harus terapeutik, bahasanya formal tapi
kan tidak sesuai dengan di lapangan. Kalau yang
orang tua, saya biasa pake kayak gitu “Bagaimana
keadaannya hari ini, Pak? Apa yang Bapak
rasakan?” Tapi kalau sama anak muda, “Gimana
Mas? Apa yang dirasain?” Langsung aja, kalau kita
tanyain formal nanti malah ga dekat. Kalau formal,
kita terkesan membatasi diri.
Bagaimana respon Saudari ketika pasien
menceritakan permasalahannya?
Fokus untuk mendengarkan pasien, tetapi untuk
pasien jiwa yang waham, saya kurang fokus karena
bingung mau mendengarkannya yang mana.
Hehehehe....
Bagaimana Saudari menciptakan suasana selama
dengan pasien?
Kalau saya, biasa saya ajak bercanda karena
orang sakit itu perlu tertawa. Hehehehe… Tapi
bukan berarti ga ada isinya gitu lho tapi ya sesekali
kita bikin mereka ketawa supaya ya jangan
semakin sakit lah.
Diakhir pembicaraan bertemu dengan pasien,
biasanya apa yang Saudari lakukan?
Biasanya kalau saya buat ini sich, kontrak waktu,
kapan lagi saya akan datang. Kalau ga, saya
bilang kalau memang Bapak butuh sesuatu bisa
panggil saya atau teman saya, kalau ada bel ya
tinggal pencet bel.
Lebih ke kontrak waktu ya?
He’e, sama terimakasih untuk waktunya.
Kesimpulan?
Kesimpulan kalau saya lakukan tindakan, saya
langsung kasi tau. Jadi sebelum mau permisi,
hasilnya sudah dikasi tau duluan. Jadi kayak tensi,
selesai tensi nanti saya kasi tau “Pak, ini tensinya
segini.” Kalau misalnya rendah, nanti tanya “Bapak,
tidurnya semalam gimana?” Jadi pada saat
melakukan tindakan dan sudah dapat hasil, saya
langsung menjelaskan sich.
Untuk karakteristik pasien, biasanya karakteristik
pasien yang Saudari temui seperti apa?
103
110
115
120
125
130
135
140
145
150
RP2 Kalau pasien kebanyakan lebih terbuka sich, lebih
suka curhat. Ada juga pasien yang tertutup, agak
susah sich. Ada pasien yang maunya dirayu dulu,
jadi kita rayu pake kue nagasari. Tapi bukan kita
yang kasi, kita rayu dulu karna dia ga mau makan.
Udah ga mau makan,ga mau ngomong lagi. Pas di
rayu-rayu, tanya maunya apa ternyata maunya
nagasari baru dia mau makan.
Sebelum
komunikasi, kita tanya dulu karna Bapaknya udah 2
hari itu ga mau makan, diajak komunikasi ga mau.
Kita udah bilang “Pak, ngomong aja. Ga apa-apa”
Intinya dirayu dikit dulu, baru mau terbuka. Tapi
bukan merayu dalam tanda kutip (“) lho.
Hehehehe... Bapaknya manja-manja kayak mana
gitu lho, jadi maunya kayak dimanja gitu lho.
Setelah kita rayu, bilang “Ga apa-apa Pak. Ini juga
demi kebaikan Bapak juga. Gini-gini.” Kita kasi tau
yang menunjukkan hal-hal positif dan hal-hal yang
negatifnya. Jadi kalau macam, makan nanti beginibegini terus kalau ga makan, begini-begini.
Nah..dari situ baru kita tau kalau pasiennya mau
makan nagasari bukan makan nasi.
P
Jadi sebelum makan, dikasi nagasari.
Untuk
pertemuan selanjutnya gimana?
RP2 Untuk pertemuan selanjutnya.
Hehehehe…
Bapaknya ngomong, “Saya mau ngomong kalau
ada nagasari.” Hehehehe… Kan ada keluarga, kita
kasi tau “Pak, nagasari itu memang bagus tapi nasi
juga perlu karna nasi sama lauknya itu sumber
nutrisi tapi kalau nagasari itu cuma gini-gini.” Kita
tampilkan lagi kejelekan sama keburukan makanan.
Orangnya mau lebih detail supaya tahu mana yang
baik, mana yang ga.
P
Ada ga perasaan cemas atau canggung saat akan
ketemu pasien?
RP2 Kalau agak canggung kalau kita tahu pasiennya itu
dokter atau perawat. Soalnya CI (Clinical Instruktur)
di OK (Operation Room), itu kan dirawat. Nah…dia
yang jadi pasien ku. Itu yang buat agak canggung,
soalnya kan ga lucu, pas kita mau tensi, Bapaknya
perhatikan ini dah benar apa belum. Akhirnya
kayak ujian, itu yang canggung.
P
Perasaan cemas ada ga?
RP2 Kalau saya cemas untuk tindakannya sich ga ada.
Saya cuma cemas takut mereka meninggal karna
pasienku pernah ada yang meninggal.
104
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
Berarti itu tergantung keadaan pasien ya. Sejauh
ini pernah tidak terjadi kebingungan atau
kesalahpahaman dalam komunikasi karna beda
budaya?
Untuk salah paham kayaknya ga.
Kebingungan? Kesulitan?
Kalau kebingungan, iya.
Kalau macam kita
tanyaan “Ibu umurnya berapa?” Nanti dijawab
dengan bahasa Jawa. Ya saya mana tau, nanti
akhirnya tulis dia ngomongnya itu, baru saya
translet. Hehehehe… Ada pasien jiwa yang sama
sekali ga pernah ngomong bahasa Indonesia,
waduh itu dia juga kan halusinasi apa waham gitu.
Dia menganggap dirinya dalang. Jadi ngomongnya
ya kayak gitu semua, tau lah dalang ngomongnya
kayak gimana.
Saya tanyain, “Mas, umurnya
berapa?” Itu susah, udah dia ngomongnya pake
bahasa Jawa, ga jelas lagi. Tambah parah.
Itu pasien jiwa ya?
Iya...
Kalau untuk pasien yang lain?
Biasaya Mbah-mbah. Tanya umur atau gimana
rasanya, Mbahnya udah curhat panjang lebar, saya
cuma liat dia sentuh-sentuh badannya gini-gini.
Saya pikir apa ini yang sakit (mempraktekkan
memegang beberapa anggota tubuh). Saya tanya,
“Sakit Mbah?” Nanti kalau ga dia pegang lagi.
Saya pikir ini maksudnya apa, saya ga ngerti.
Bagaimana Saudari menyampaikan informasi
kepada pasien agar pasien paham dengan pesan
atau informasi yang Saudari maksud?
Kalau kayak minum obat, biasanya saya pake
warna. Kalau ga ngerti bahasa Indonesia kan,
saya bilang “Mbah, yang orange ini malam ya?
Malam.” Pokoknya saya kasi tau berulang-ulang
sama pake gerakan tangan supaya mengerti. Kan
ada yang ga ngerti bahasa Indonesia juga. Pake
non verbal juga.
Apakah sejauh ini terjalin hubungan yang baik?
Sejauh ini, iya...
Bagaimana Saudari membina hubungan saling
percaya dengan pasien?
Kalau saya sich biasanya kalau saya ga ada
kerjaan, lagi ga ada ngapa-ngapain, saya kunjungi
pasien. Yang penting kita lihatlah apa yang mereka
105
205
210
215
220
225
230
235
240
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
P
RP2
butuhkan. Setidaknya mereka merasa diperhatiin.
Terkait kebudayaan, apakah Saudari mampu
menyesuaikan diri dengan kebudayaan lain yang
dihadapi?
Kalau saya sudah terbiasa besar sama orang
Jawa. Aku besar di Biara, susternya orang Jawa.
Jadi kalau untuk komunikasinya sendiri, ga kecuali
sama Mbah-mbah.
Kalau untuk bahasa yang
formal untuk orang tua itu memang susah. Tapi
kalau untuk bahasa anak muda yang biasa-biasa,
saya mengerti. Kalau Jawa kasar, saya mengerti.
Kalau bahasa kraton, ga ngerti.
Bagaimana sikap Saudari terhadap perbedaan
kebudayaan dengan pasien?
Saya coba hargai aja sich. Kan ada pasien yang
budaya kuat, macam pasien yang laki-laki kan kita
ga boleh bantu-bantu kayak gitu. Kalau saya sich,
selama mereka butuh bantuan ya saya bantu tapi
kalau mereka menganggapnya itu ga boleh, karna
kebiasaannya gini-gini, ya udah. Selama masih
masuk akal, seperti ganti baju ya ga masalah .
Kecuali ada hal-hal lain yang mempengaruhi
kesehatan mereka, apapun harus diperhatikan.
Dari kebudayaan Saudari sendiri, ada tidak hal-hal
yang mempengaruhi selama komunikasi?
Hmmm... Ada.
Seperti apa?
Cara ngomongnya kita kan beda. Beda dengan
kayak orang Jawa, jadi kalau menurut kami ya kami
mau bilang “Kalian lagi gini, gini, gini kan?” atau
“Gimana bu? Udah baikan?” Itukan maksudnya
untuk kami ya biasa aja, tapi kalau untuk orang
Jawa kan agak kasar to? Akhirnya jadi salah
persepsi. Mereka pikirnya bahwa ada beberapa
teman yang dipikir cara ngomongnya tu kasar.
Itu dengan pasien ya?
Iya...itu dengan pasiennya.
Jadi pasiennya merasa ngomong kasar?
Iya, kasar. Padahal kan ga. Tapi sejauh ini untuk
yang pas praktek kemarin kita kalah. Kita sudah
coba semua, ngomongnya sehalus mungkin
sampai-sampai waktu pas di ruangan, perawatnya
nanya “Kalian ini orang apa sich?”, “Ha? Orang
Ambon Bu”, “Kok ngomongnya lebih halus kalian
dibandingkan kami?” Hehehehe… saking mencoba
106
245
250
255
260
265
270
275
280
285
untuk menjadi lebih halus, akhirnya kayak “Ya bu”
(mempraktekan berbicara halus).
P
Kemudian yang terakhir, menurut Saudari, hal-hal
yang mempengaruhi selama komunikasi, baik itu
menjadikan komunikasi jadi lancar atau terhambat
dengan pasien, apa aja?
RP2 Selain bahasa itu ada usia sama pendidikan. Ada
yang sudah tua tapi kita menjelaskannya kayak
anak kecil. Itu juga cukup mempengaruhi karena
mereka tidak mengerti-mengerti jadi kita harus
ulang lagi, ulang lagi. Malah ada yang bandel,
maksudnya udah dibilang kalau ke belakang
infusnya dikunci supaya darahnya tidak naik. Satu
hari bisa 7 kali, padahal kita udah jelasin baik-baik.
Ga tau karna kita ini mahasiswa atau karna kita
baru kan, jadi kita mesti sabar. Pernah ada
perawat yang ngomong gini, “Itu tangannya di
spalak aja.” Padahal itu Bapak-bapak sudah tua.
Gitu kan kasian
P
Oh....Oke. Sepertinya sudah selesai. Terimakasih
ya...
RP2 Iya...
290
295
300
305
310
Riset Partisipan 3 (RP3)
Catatan observasi:
Observasi pada RP3 dilakukan tanggal 6 Desember 2011 di ruang
Cempaka. RP3 melakukan komunikasi saat melakukan tindakan
pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV).
Saat itu, peneliti ikut
bersama RP3 dan memperhatikan proses komunikasi yang terjadi
antara partisipan dan pasien. Sebelum melakukan tindakan, RP3
terlebih dahulu meminta ijin kepada pasien dengan mengucapkan
kata “permisi”, tersenyum, menanyakan keadaan pasien,
mempertahankan kontak mata, bertanya kembali informsi yang
kurang jelas dari pasien dan berpamitan saat akan meninggalkan
pasien.
Setelah melakukan observasi, peneliti melanjutkan
penelitian dengan melakukan wawancara pada tanggal 26 Januari
2012 dan 9 April 2012.
Keterangan :
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP3 : Riset Partisipan 3
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat siang...
RP3 Selamat siang...
107
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
Sebelum saya mewawancarai, ini ada lembar
penjelasan penelitian dan lembar persetujuan untuk
menjadi riset partisipan (menunjukkan lembar
penjelasan penelitian dan persetujuan untuk
menjadi riset partisipan). Mungkin bisa di baca dan
di tanda tangani?
Iya... (membaca dan menandatangani)
Bisa kita mulai wawancaranya?
Iya...
Pertanyaan
pertama,
dapatkah
Saudari
menceritakan pengalaman komunikasi, terutama
komunikasi terapeutik saat melaksanakan praktik
klinik?
Iya...
Apa yang Saudari ketahui tentang komunikasi
terapeutik?
Komunikasi yang kita lakukan, misalnya antara
saya dengan Tanti, terus disitu komunikasinya
secara terarah dengan ada sesuatu yang ingin
dicapai.
Bahasa apa yang Saudari gunakan saat
berkomunikasi dengan pasien?
Pake bahasa Indonesia.
Selama berkomunikasi, apakah Saudari mengalami
kendala atau masalah dengan bahasa verbal?
Yaa, masalah sich ada. Kalau disinikan rata-rata
orang Jawa jadi kalau misalnya saya berbicara
apalagi kepada orang tua itu pasti mereka tahunya
saya praktek di sana jadi yang mereka tahu
perawat yang datang jadi mereka berbicara pake
bahasa Jawa. Nanti baru saya bilang “Bu, maaf.
Bisa bahasa Indonesia ga soalnya saya orang
Ambon praktek di sini.” Nah...disitu nanti mereka
baru berbicara pake bahasa Indonesia. Tapi kalau
misalnya, ada orang yang udah tua sekali kayak
Mbah-mbah pasti ga tau jadi keluarganya yang
berbicara.
Kemudian, media apakah yang biasa digunaan
untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada
pasien?
Kalau media, kayaknya tidak memerlukan bantuan
media yang lain. Langsung saja.
Respon pasien saat berkomunikasi dengan
Saudari, biasanya seperti apa?
Komunikatif ya. Jadi kalau kita berbicara, pasien
108
5
10
15
20
25
30
35
40
45
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
menanggapinya dengan baik. Senyum. Apalagi
kalau kita perhatikan, sering datang. Kalau mereka
perlu bantuan, kita datang. Pasti disapa dengan
baik.
Mengalami gangguan ga selama komunikasi?
Kalau gangguan, cuma dari bahasanya mungkin
ya. Tapi kalau dari yang lain-lain, tidak ada.
Bagaimana persiapan Saudari ketika akan
melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien?
Kalau dari rumah itu kan sudah baca-baca dulu,
mungkin kalau sampai disana mereka bertanyakan
bisa.
Pokoknya berusaha untuk menjawab
pertanyaan dari mereka. Tapi kalau misalnya saya
tidak bisa menjawabnya, nanti saya akan bilang
kalau nanti saya akan menjelaskannya kepada
perawat jadi perawat yang akan menjelaskannya
karna saya kurang memahami.
Apa yang anda lakukan ketika bertemu dengan
pasien?
Kalau yang pertama pasti saya datang,
memperkenalkan diri, senyum trus salam dulu
“Selamat pagi Ibu. Bagaimana kabarnya? Tadi
malam tidurnya gimana?” Seperti itu. Terus saya
lakukan tindakan. Biasanya kita ke pasien itu untuk
melakukan TTV. Jadi sambil melakukan TTV,
ngobrol-ngobrol dengan Ibunya.
Bagaimana cara Saudari membina hubungan
saling percaya?
Kayak tadi, saya datang memperkenalkan diri,
senyum trus salam. Kalau misalnya saya mau
ambil
data
untuk
buat
askep
(asuhan
keperawatan). Saya pasti datang trus bilang “Ibu,
saya boleh permisi ga minta waktunya sebentar?
Saya akan mewawancarai Ibu, tapi Ibu bersedia
atau tidak?” terus dari situ, kalau Ibunya sudah
bersedia baru saya wawancara sama Ibu
Pesan atau informasi apa yang biasa Saudari
sampaikan kepada pasien?
Kadang tentang penkes (pendidikan kesehatan),
menjaga kesehatan sesuai dengan penyakitnya to.
Bagaimana respon Saudari saat berkomunikasi
dengan pasien?
Kalau saya, biasanya bertanya trus Ibunya
ngomong pake bahasa Jawa. Saya dalam hati
bertanya ini apa artinya jadi saya mengerutkan
109
50
55
60
65
68
69
70
75
80
85
90
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
dahi. Nah...kalau saya sudah mengerutkan dahi
nanti saya langsung bilang “Bu, maaf. Bisa pake
bahasa Indonesia ga? Soalnya saya praktek di sini,
saya bukan orang Jawa tapi orang luar Jawa.”
Bentuk pertanyaan yang biasa diajukan ke pasien,
seperti apa?
Saya bertanya, kayak “Bu, bagaimana kondisinya?
Bagaimana tidurnya tadi malam?” Jadi Ibunya
menjawab “Baik, begini…. Tapi tadi malam kayak
ga bisa tidur.” Nanti saya mengulangi lagi apa
yang dikatakan oleh pasien tersebut. Jadi kayak,
“Oh...jadi tadi malam Ibu kayak gini ya? Lain kali
tidurnya dijaga ya Bu.”
Atau kayak misalnya
makan, orang yang sakit maag itu biasanya kan ga
suka makan, jadi nanti kita kasi tau walaupun
Ibunya ga mau makan, tapi makan aja sedikitsedikit tapi sering. Jadi apa yang dibilang pasien,
nanti saya mengulanginya.
Apa yang biasa pasien ceritakan kepada Saudari?
Kalau pasien, biasa menceritakan tentang
keluarganya. Riwayat penyakit juga diceritakan,
tentang penyakit yang sekarang dia cerita.
Bagaimana respon Saudari tentang permasalahan
yang pasien ceritakan?
Kita mendengarkan. Tapi saya pernah, waktu saya
tensi kan pake stetoskop jadi ga dengar. Pas
sementara Ibunya berbicara, saya bilang “Ibu,
sebentar ya Bu.” Nanti kalau udah selesai tensi,
baru lanjut berbicara lagi. Tapi saya pernah bilang
kok “Sebentar ya Ibu”. Setelah itu baru fokus
mendengarkan pasien. Pernah juga waktu di BPS,
pasien yang impartu kala 1, itu kan sakit mereka
jadi kita kasi relaksasi dengan sambil cerita-cerita.
Bagaimana Saudari menciptakan suasana saat
melakukan komunikasi dengan pasien?
Pokoknya ketika saya datang, yang pertama salam.
Kalau salam kan mereka pasti senyum. Setelah itu
saya kan fokus dengan apa yang mereka
bicarakan, terus berikan tindakan juga sambil
berbicara.
Apa yang biasanya Saudari lakukan diakhir
pembicaraan dengan pasien?
Habis ambil data, nanti ucapkan terimakasih atas
kerjasamanya. Terus bilang kalau butuh bantuan
bisa panggil kita atau pencet bel saja.
110
95
100
105
110
115
120
122
125
130
135
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
Apakah Saudari menyimpulkan pembicaraan
dengan pasien?
Kalau saya kan mau buat askep (asuhan
keperawatan) jadi kayak saya mau memberikan
diagnosa kepada pasien, saya cuma mahasiswa
praktek jadi hanya menjalankan yang seharusnya
saya lakukan saja, memberikan bantuan kepada
pasien seperti TTV. Nanti kalau mereka bertanya,
baru saya jawab.
Tapi kalau saya mau
menyimpulkan, kayak misalnya mereka tanya sakit
apa, saya ga berani karena itu bukan hak saya.
Jadi dokter yang menjelaskan.
Bagaimana
dengan
karakteristik-karakteristik
pasien yang biasa Saudari temui?
Pasien ada yang kritis. Kalau yang pendidikannya
tinggi itu pasti banyak tanya terus banyak protes.
Kalau misalnya orang-orang tua yang dari desa,
mereka baik, mereka menerima.
Dengan karakteristik pasien yang berbeda, adakah
persiapan khusus yang Saudari lakukan?
Kayak yang tadi itu aja, di rumah baca-baca dulu
jadi kalau ada yang tanya bisa jawab
Ketemu dengan pasien, terutama dengan pasien
yang latar belakang budayanya berbeda dengan
Saudari. Ada ga perasaan cemas atau canggung
sebelum bertemu dengan pasien?
Kalau cemas, paling sedikit ya mungkin. Mungkin
kayak saya sudah berbicara trus mereka berbicara,
saya jadi mikir aduh ini mau jawab apa karna ga
ngerti. Tapi saya tidak takut kok untuk bilang bisa
menggunakan bahasa Indonesia tidak karena saya
ini orang luar Jawa. Hehehehe...
Ada perasaan nervous ya?
Iya, sedikit.
Kemudian selama ini sering ga terjadi kebingungan
atau kesalahpahaman selama komunikasi dengan
pasien yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda?
Kalau bingung ketika saya sendiri, mereka pake
bahasa Jawa jadi saya tidak mengerti. Tapi kalau
misalnya kayak di Kudus itu, saya panggil teman
saya yang berasal dari Jawa atau asisten-asisten
bidan.
Baru disitu saya tanya, makanya
komunikasinya jadi lancar.
Berarti ditransletkan?
111
140
145
150
155
160
165
170
175
180
RP3 Iya...
P
Kalau ditransletkan seperti itu, menurut Saudari
efektif tidak?
RP3 Kalau ditranslet, ga ya. Kalau saya bertanya
sendiri itu kan lebih baik. Misalnya kalau mereka
ga ada trus saya ditempatkan di tempat terpencil itu
kan bagaimana. Hehehehe...
P
Bagaimana cara anda menyampaikan pesan
kepada pasien agar pasien mengerti maksud yang
akan anda sampaikan?
RP3 Pake bahasa tubuh juga.
Kayak misalnya,
bertanya “Bu, udah makan belum?” Biasanya saya
pake gerakan pas menanyakan “Bu, udah makan
belum?” (sambil mempraktekkan, mengarahkan
tangan ke mulut). Terus waktu saya dapat pasien
yang ada di RSUD Salatiga itu kan perutnya sakit.
Ibunya juga kayak ga ngerti bahasa Indonesia jadi
saya bertanya “Bu, perutnya sakit?” Jadi saya
menunjukkan
bagian
yang
sakit
(sambil
mempraktekkan, memegang perut). Jadi untuk
mempermudah, dengan gerakanlah.
P
Apakah saudari mampu menyesuaikan diri dengan
kebudayaan lain yang Saudarai hadapi?
RP3 Kalau dilihatkan orang Ambon keras, ngomongnya
besar tapi waktu saya turun praktek, mungkin karna
saya sudah lama tinggal di Salatiga dan lingkungan
kost saya semua orang Jawa jadi saya bisa
berbicara dengan mereka dengan suara yang
tenang, lembut. Jadi mereka pikirnya, memang
tahu lihat dari tampangnya.
Di ruang OK
(Operation Room) ada Ibu yang bilang “Lho.De,
kamu orang Ambon tapi ngomongnya lebih kecil
daripada kami.” Hehehehehe... Lebih halus.
P
Sedangkan dari kebudayaan Saudari sendiri, ada
ga
hal-hal
yang
mempengaruhi
selama
komunikasi?
RP3 Kalau itu, ga ya. Kita kebudayaannya kan kayak
kalau
saya
bandingkan
dengan
Ambon,
pelayanannya berbeda. Mereka bicaranya kayak
tidak melayani pasien dengan baik. Tapi kalau
disini, kalau saya sendiri pribadi kalau mau
melayani pasien ga kayak gitu. Maksudnya saya
tahu profesi saya sebagai mahasiswa, saya tahu
apa yang harus kita lakukan.
Saya sudah
memberikan yang terbaik pada pasien.
112
185
190
195
200
205
210
215
220
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
P
RP3
Hal-hal yang Saudari dapatkan untuk mampu
menyesuaikan, Saudari dapat dimana sehingga
mampu untuk menyesuaikan?
Oh…kalau itu, saya lebih berteman dengan teman
yang dari Jawa, terus saya sering tanya-tanya ini
artinya apa. Kalau mereka ngomong juga saya
sering tanya kepada teman-teman ini artinya apa.
Jadi saat pasien ngomong, saya memang tidak
mengerti semuanya tapi mengerti sedikit-sedikit.
Oke, yang terakhir. Menurut Saudari, faktor- faktor
yang mempengaruhi komunikasi Saudari dengan
pasien?
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi?
Iya, yang mempengaruhi komunikasi tetap efektif
ataupun terhambat?
Kalau menurut saya, mungkin penerimaan dari
pasien itu sendiri. Mereka mau menerima kita ga.
Kemudian yang kedua itu bahasa, itu yang paling
menonjol karna saya dengan latar belakang budaya
yang berbeda dengan orang Jawa itu pasti sangat
sulit. Terus yang ketiga, cara kita berkomunikasi.
Sikap kita, ketika kita bisa mengambil hati dari
pasien itu, pasti mereka mau menerima kita dan
menjawab setiap pertanyaan kita dengan baik.
Mengambil hati yang Saudari maksud, seperti apa?
Kayak yang pertama tadi, salam berikan senyum.
Kemudian menanyakan nama.
Kemudian faktor-faktor, masih ada lagi?
Pendidikan.
Berbeda ya ketika kita berbicara
dengan orang yang pendidikannya rendah dengan
orang yang pendidikannya tinggi. Kalau orang
pendidikan rendahkan pasti mereka cuma bertanya
terus responnya “Ooo..” begitu saja. Tapi kalau
orang yang berpendidikan tinggi, mereka bertanya
terus kita jawab dan mereka terus bertanyabertanya dan bertanya. Kayak kemarin waktu saya
praktek di Panti Wilasa, ada 1 dia lulusan dari
UKSW juga jadi anaknya nangis trus dia bertanya.
Orangnya kritis sekali. Disitu kita bisa lihat kalau
orang pendidikannya cuma dibawah, ya mereka
ikut-ikut aja tapi kalau orang yang pendidikannya
atas memang suka kritis. Kemudian, pekerjaan
mungkin. Saya rasa hanya itu.
Oke...kalau begitu terimakasih untuk kerjasamanya.
Iya.. sama-sama Tanti.
113
225
230
235
240
245
250
255
260
265
Riset Partisipan 4 (RP4)
Catatan observasi:
Observasi pada RP 4 dilakukan tanggal 6 Desember 2011 di ruang
Cempaka. Saat bertemu dengan pasien, RP4 menyapa,
menanyakan keadaan dan keluhan pasien. Melakukan kontak
mata dengan pasien, memberikan sentuhan, mengklarifikasi
informasi yang kurang jelas dan ketika pasien berbicara
menggunakan bahasa Jawa, partisipan mengatakan “Saya tidak
mengerti bahasa Jawa”, terlihat bingung dan mengerutkan kening.
Pada pasien yang tidak bisa melakukan komunikasi, partisipan
melakukan komunikasi dengan keluarga.
Setelah melakukan
observasi, peneliti melakukan wawancara pada tanggal 26 Januari
2012 dan 9 Mei 2012.
Keterangan :
S
: Subjek
P
: Peneliti
RP4 : Riset Partisipan 4
S
Isi Wawancara
Kode
P
Selamat siang Saudara P...
RP4 Siang juga Tanti...
P
Ini ada lembar penjelasan penelitian dan lembar
persetujuan untuk menjadi riset partisipan
(menunjukkan lembar penjelasan penelitian dan
5
persetujuan menjadi riset partisipan). Mungkin bisa
dibaca dan ditandatangani dulu?
RP4 (membaca dan menandatangani lembar penjelasan
penelitian dan lembar persetujuan menjadi riset
partisipan).
10
P
Oke, kita mulai saja ya wawancaranya. Pertama,
dapatkah Saudara menceritakan pengalaman
komunikasi dengan pasien ketika melaksanakan
praktek klinik?
RP4 Iya bisa...
15
P
Menurut Saudara, apa itu komunikasi terapeutik?
RP4 Menurut saya komunikasi terapeutik itu komunikasi
yang dilakukan untuk memahami keadaan pasien
dan pasien juga bisa menerima dan memahami
maksud apa yang kita berikan kepada pasien dan
20
pasien pun tidak merasa seperti kebingungan gitu,
untuk saya. Kan selama ini saya komunikasi itu,
saya rasa itu mereka masih bingung karna saya
punya logat ini, saya rasa masih kendala di situ.
Tapi menurut saya itu untuk bisa memahami lebih
25
dalam keadaan pasien.
P
Bahasa apa yang Saudara gunakan saat
114
berkomunikasi dengan pasien?
RP4 Weh…campur,
kadang
keceplosan
bahasa
Kupang. Pernah waktu itu, ceplos dengan Mbahmbah bilang bobo dan Mbah tidak mengerti. Itu
pernah di rumah sakit umum, itu Mbah tidak
mengerti. Jadi bilang bobo, Mbah duduk saja jadi
makan habis, Mbah duduk saja.
P
Tapi lebih sering menggunakan bahasa apa?
RP4 Bahasa Indonesia.
P
Mengalami kendali tidak dengan penggunaan
bahasa?
RP4 Kendalanya itu, mungkin karna sering bergaul di
Fakultas dengan orang-orang Kupang, logatnya itu
sulit. Jadi sulitnya itu, mereka sering menangkap
kita punya bahasa karna logatnya itu. Sebenarnya
tidak ada kendala sich, hanya logatnya itu tidak
berubah jadi mereka sulit untuk menangkap tapi
kita pake bahasa Indonesia.
P
Pake bahasa Indonesia tapi logatnya?
RP4 Logatnya itu yang bikin sedikit bingung begitu.
P
Kalau misalnya pasien bingung, apa yang Saudara
lakukan agar pasien bisa mengerti?
RP4 Bicara ulang tapi diusah