Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit T1 462008081 BAB IV

(1)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

Penelitian dilakukan selama 6 bulan, yaitu pada bulan Desember 2011 hingga Mei 2012. Penelitian pertama kali dilaksanakan dengan melakukan observasi. Observasi dilaksanakan selama 5 hari pada tanggal 6-10 Desember 2011. Jadwal dimana peneliti melakukan observasi merupakan minggu terakhir mahasiswa PSIK FIK UKSW melaksanakan praktek klinik yang bertempat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Saat melakukan observasi, mahasiswa terbagi di beberapa ruangan antara lain ruang Cempaka, ruang Anggrek, ruang Dahlia, ruang Peristi dan Unit Gawat Darurat. Ruang Cempaka merupakan ruang rawat inap pasien penyakit dalam, ruang Anggrek merupakan ruang rawat inap pasien medikal bedah, ruang Dahlia merupakan ruang rawat inap anak, ruang Peristi merupakan ruang perawat bayi baru lahir yang beresiko tinggi, sedangkan Unit Gawat Darurat merupakan unit dimana pasien yang masuk adalah pasien yang mendapatkan pertolongan emergency. Jadi, berdasarkan karakterisitik partisipan yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti,


(2)

30

dimana riset partisipan yang akan diamati adalah mahasiswa PSIK FIK UKSW yang sedang menjalankan praktik klinik di Rumah Sakit yang melakukan interaksi dengan pasien dan berasal dari luar Jawa, maka peneliti memilih untuk melakukan observasi pada mahasiswa yang berada di ruangan Cempaka dan Anggrek dengan pertimbangan bahwa kedua ruangan ini merupakan ruang rawat inap pasien dewasa, dimana mahasiswa akan lebih banyak melakukan interaksi dengan pasien.

Peneliti melakukan observasi pada pagi dan sore hari. Selama melakukan observasi, interaksi mahasiswa dengan pasien lebih sering dilakukan pada saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) yang meliputi pemeriksaan tekanan darah, menghitung nadi dan mengukur suhu tubuh. Selain pemeriksaan TTV, komunikasi dengan pasien dilakukan ketika memandikan pasien atau mengganti cairan infus. Melalui wawancara dengan mahasiswa, mengatakan bahwa jadwal dimana peneliti melakukan observasi, merupakan minggu terakhir mahasiswa melaksanakan praktek klinik sehingga pengkajian ataupun tindakan perawatan kepada pasien khusus yang dirawat oleh mahasiswa, sudah tidak lagi dilaksanakan dan pasien yang


(3)

31

dirawat oleh mahasiswa pada minggu sebelumnya sudah keluar dari rumah sakit.

Dari hasil observasi yang dilakukan selama 5 hari, peneliti menjumpai 11 mahasiswa yang sesuai dengan karakteristik riset partisipan yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Setelah melakukan observasi, peneliti menjadwalkan untuk melakukan wawancara yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2012. Ketika peneliti melakukan wawancara, mahasiswa sudah tidak melaksanakan praktek klinik karena praktek klinik berakhir pada tanggal 10 Desember 2011. Selesai melaksanakan praktek klinik, mahasiswa mendapatkan jadwal liburan sehingga peneliti dapat melanjutkan penelitian berupa wawancara yang dimulai pada bulan Januari 2012. Dari 11 mahasiswa yang dijumpai saat melaksanakan observasi dan memenuhi kriteria, hanya 9 mahasiswa yang bersedia menjadi riset partisipan sehingga peneliti hanya melakukan wawancara pada 9 mahasiswa, dengan melakukan kontrak waktu terlebih dahulu.


(4)

32 4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Riset Partisipan 1 (RP1)

4.2.1.1 Gambaran Umum RP1

RP1 berinisial Sdri. F dan saat ini partisipan berusia 22 tahun. RP1 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP1 yaitu tinggi badan ± 165 cm, rambut panjang dan kulit sawo matang. Menurut RP1, saat melaksanakan praktek klinik di rumah sakit, RP1 menemukan pasien yang kebanyakan bisa menggunakan bahasa Indonesia, sehingga tidak mengalami kendala dalam hal bahasa. Kendala dalam hal bahasa, biasanya dijumpai pada pasien lansia yang menggunakan bahasa daerah sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, RP1 meminta bantuan keluarga membantu menjelaskan informasi yang disampaikan oleh RP1 kepada pasien, demikian sebaliknya. Menurut RP1, hubungan yang terjalin dengan pasien yang menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi, akan lebih akrab jika dibandingkan dengan pasien yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah. Menyadari kondisi perbedaan budaya antara RP1 dan pasien, biasanya RP1 terbuka dengan pasien dengan kondisi latar belakang budayanya. RP1 mengatakan bahwa kecepatan bicara saat melakukan komunikasi terkadang masih seperti


(5)

33

logat asalnya yang cendrung cepat. Akan tetapi, melalui pergaulan dengan teman-teman yang berasal dari Jawa sebelum melaksanakan praktek klinik, RP1 belajar untuk menyesuaikan diri dengan cara bicara kebudayaan Jawa yang menurut RP1 hal tersebut tidak terlalu sulit untuk disesuaikan. RP1 lebih sering berkomunikasi dengan pasien ketika melakukan tindakan atau memanfaatkan waktu luang dengan bertemu pasien, hal tersebut dilakukan sebagai salah satu bentuk menjalin hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga.

4.2.1.2 Analisa Data RP1

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP1, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

Selama melaksanakan praktek klinik, RP1 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun pasien menggunakan bahasa daerah ketika berkomunikasi, RP1 akan


(6)

34

merespon dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan meminta bantuan keluarga untuk membantu menerjemahkan. Menurut RP1, kecepatan bicaranya terkadang masih cepat karena terbawa logat asalnya. Namun partisipan berusaha untuk menyesuaikan kecepatan dan penggunaan logat bicara pasien yang dijumpai. Jika menurut pasien, partisipan berbicara terlalu cepat maka pasien akan memberitahukan bahwa partisipan berbicara terlalu cepat.

2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan oleh RP1 setiap kali bertemu dengan pasien yaitu tersenyum serta melakukan kontak mata selama berinteraksi dengan pasien. RP1 akan memberikan sentuhan jika dirasa perlu, seperti ketika menenangkan pasien.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP1 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:


(7)

35 1) Mengajukan Pertanyaan

RP1 mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan perasaan dan keadaan pasien. Bentuk pertanyaan yang digunakan adalah bentuk pertanyaan terbuka, seperti:

“Bagaimana Bu perasaannya? Apa yang sakit?” (RP1, 68-69). “Trus gimana Ibu, perasaannya sekarang? Apa udah baikan belum? Apa yang masih sakit?” (RP1, 83-85). “Bagaimana Bu? Apa kabar” (RP1, 151).

Mengajukan pertanyaan dilakukan RP1 untuk memulai pembicaraan ataupun diajukan ditengah pembicaraan dengan pasien.

2) Mendengarkan

Respon yang diberikan oleh RP1 terhadap pembicaraan yang dilakukan dengan pasien berbeda-beda. RP1 lebih banyak mendengarkan dan memberikan respon jika dirasa perlu.

Cuma dengar aja terus kalau ada misalnya yang menurut saya harus diberikan motivasi, nanti diberikan motivasi. Nanti kalau misalnya cuma untuk dengar, jadi pendengar, yasudah jadi pendengar yang baik. Ga nambah-nambah “Ga boleh Bu, Ibu tu mesti begini-begini-begini lho.” Kalau itu, ga sich. (RP1, 155-160)


(8)

36 3) Menetapkan Observasi

Menetapkan observasi dilakukan RP1 ketika bertemu dengan pasien yang sedang sendirian. Bentuk menetapkan observasi yang dilakukan oleh RP1 dengan mengajukan pertanyaan untuk memastikan keadaan pasien pada saat itu.

Pernah ada satu Ibu, aku datang untuk kasi suntikan. Nah.. pas aku selesai kasi suntikan, aku tanya “Bu, sendiri aja? Ga ada yang temani Ibu?” Ibunya langsung nangis. “Lho…Bu, kenapa nangis?” Aku yang nanya, langsung aduh kayaknya udah salah ngomong. Jadi akhirnya ga bisa ke kamar sebelah dulu, jadi aku tetap sama Ibunya dulu. Aku tenangi “Ibu sendiri?” “Iya De, anak saya jauh-jauh semua. Kemarin ada yang jengukin aku tapi katanya mesti balik, ga bisa ditinggalin kerjaannya. Saya di Rumah Sakit sendirian, ga ada yang jagain.” Jadi aku cuma elus-elus aja bahunya sambil dibilangin “Udah Bu, ga apa-apa. Ibu di sini ga sendiri kok, ada kita kalau misalnya Ibu perlu bantuan atau mau ngapain, nanti tinggal pencet bel aja. Nanti kita datang, kalau bukan aku pasti ada teman-teman ku atau ada perawat ruangan yang bakal datang temani Ibu. Jadi ga usah khawatir.” (RP1, 205-220)

Keberadaan RP1 untuk tetap bersama dengan pasien menunjukkan kesediaan untuk menanggapi keluhan yang dirasakan oleh pasien dan RP1 berusaha untuk menenangkan pasien dengan memberikan sentuhan.


(9)

37 4.2.2 Riset Partisipan 2 (RP2)

4.2.2.1 Gambaran Umum RP2

RP2 berinisial Sdri. V dan saat ini partisipan berusia 23 tahun. RP2 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP2 yaitu tinggi badan ± 163 cm, rambut lurus dan panjang, kulit sawo matang. Meskipun berasal dari Ambon, namun RP2 telah beberapa kali pindah tempat tinggal sehingga berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya merupakan hal yang sudah biasa bagi dirinya. Bahkan mempelajari bahasa Jawa sudah pernah dilakukan dan menurut RP2, belajar bahasa Jawa cukup sulit terutama Jawa kromo, namun untuk mengerti bahasa Jawa yang digunakan sehari-hari, RP2 cukup bisa memahami karena pernah tinggal di Biara bersama Suster yang berasal dari Jawa. Pada saat melaksanakan praktek klinik di rumah sakit, menurut RP2 kendala datang dari pasien yang tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia, namun demikian RP2 tetap menghargai perbedaan antara RP2 dengan pasien dan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan pasien seperti intonasi bicara lebih diperkecil dan dibuat sehalus mungkin. Jika bertemu dengan pasien yang menggunakan bahasa daerah, maka RP2 akan meminta bantuan oranglain untuk mempermudah komunikasi, akan tetapi jika tidak ada yang


(10)

38

membantu maka RP2 akan menggunakan bahasa non verbal dengan menggunakan gerakan tangan dan berusaha menyimak pasien untuk memahami maksud yang ingin disampaikan pasien. Pendekatan pada pasien dilakukan berbeda-beda oleh RP2 sesuai dengan tingkat usia pasien. Pada pasien anak, biasanya RP2 melakukan komunikasi dengan bantuan orangtuanya. Untuk menjalin hubungan yang baik dengan pasien, RP2 biasanya menemui pasien ketika waktu luang dan sebelum bertemu dengan pasien, RP2 menenangkan diri terlebih dahulu.

4.2.2.2 Analisa Data RP2

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP2, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

Selama melaksanakan praktek klinik, RP2 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. Menurut RP2, kecepatannya


(11)

39

menjadi lebih pelan sejak tinggal di Jawa sehingga dari dirinya tidak mengalami kendala.

2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan oleh RP2 selama komunikasi antara lain seperti senyum, sentuhan, melakukan kontak mata. Menurut RP2, ketika tersenyum dengan pasien maka pasien akan membalas dan menjadikan suasana lebih nyaman. Partisipan juga biasa menggunakan gerakan tangan untuk membantu komunikasi saat mengalami kendala dengan penggunaan komunikasi verbal, terutama ketika tidak ada orang yang bisa membantu pada situasi tersebut.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP2 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:

1) Mengajukan Pertanyaan

Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pasien adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keadaan dan apa yang dirasakan oleh pasien. Cara RP2 mengajukan pertanyaan berbeda-beda, bergantung pada tingkat usia pasien.


(12)

40

Kalau pas datang itu langsung “Selamat pagi Pak, bagaimana keadaannya hari ini? Atau apa yang dirasakan?” Tergantung sich, kita lihat pasiennya. Kalau anak muda, memang katanya harus formal tapi ga lucu kalau kita tanya “Gimana keadaannya hari ini?” Akhirnya ga dekat. Kita kalau diajarkan memang harus terapeutik, bahasanya formal tapi kan tidak sesuai dengan di lapangan. Kalau yang orang tua, saya biasa pake kayak gitu “Bagaimana keadaannya hari ini, Pak? Apa yang Bapak rasakan?” Tapi kalau sama anak muda, “Gimana Mas? Apa yang dirasain?” Langsung aja, kalau kita tanyain formal nanti malah ga dekat. Kalau formal, kita terkesan membatasi diri. (RP2, 110-120) 2) Mendengarkan

Ketika pasien bercerita, maka RP2 akan fokus untuk mendengarkan, kecuali pada pasien yang mengalami gangguan jiwa karena RP2 mengalami kebingungan dengan apa yang diceritakan oleh pasien. Selain mendengarkan, RP2 biasanya merespon pasien dengan memberikan solusi jika dirasa perlu dengan bersikap empati.

Fokus untuk mendengarkan pasien, tetapi untuk pasien jiwa yang waham, saya kurang

fokus karena bingung mau

mendengarkannya yang mana. Hehehehe.... (RP2, 125)

Kalau memang saya bisa kasi solusi, kasi solusi. Tapi kalau tidak, saya cukup mendengarkan dan mungkin kasi beberapa tanggapan. Kalau saya juga mungkin mau, bukan maksudnya bukan mau mengerti sich tapi saya bisa mengerti apa yang pasien rasakan. (RP2, 90)


(13)

41

3) Menyimpulkan dan Memberikan Informasi

Kesimpulan dilakukan setelah RP2 melakukan tindakan, sehingga bentuk kesimpulan yang dilakukan merupakan kesimpulan hasil tindakan yang dikaitkan dengan menanyakan kondisi ataupun aktivitas pasien sebelumnya. Setelah melakukan kesimpulan dan bertanya, selanjutnya RP2 memberikan informasi dan penjelasan terkait kondisi pasien dan hasil tindakan.

Kesimpulan kalau saya lakukan tindakan, saya langsung kasi tau. Jadi sebelum mau permisi, hasilnya sudah dikasi tau duluan. Jadi kayak tensi, selesai tensi nanti saya kasi tau “Pak, ini tensinya segini.” Kalau misalnya rendah, nanti tanya “Bapak, tidurnya semalam gimana?” Jadi pada saat melakukan tindakan dan sudah dapat hasil, saya langsung menjelaskan sich. (RP2, 145-150)

4) Mengklarifikasi

Klarifikasi dilakukan ketika ada informasi yang kurang jelas dari pasien maka RP2 akan meminta pasien untuk mengulang kembali. Ketika bertemu dengan pasien yang tidak bisa melakukan komunikasi karena penyakit yang dialami, RP2 melakukan komunikasi dengan keluarga. Hal tersebut peneliti dapatkan saat melakukan observasi.


(14)

42 5) Humor

Menurut RP2, orang yang sakit perlu diajak tertawa sehingga sesekali RP2 mengajak pasien untuk bercanda.

Kalau saya, biasa saya ajak bercanda karena orang sakit itu perlu tertawa. Hehehehe… Tapi bukan berarti ga ada isinya gitu lho tapi ya sesekali kita bikin mereka ketawa supaya ya jangan semakin sakit lah. (RP2, 130)

4.2.3 Riset Partisipan 3 (RP3)

4.2.3.1 Gambaran Umum RP3

RP3 berinisial Sdri. L dan saat ini partisipan berusia 21 tahun. RP3 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisk RP3 yaitu tinggi badan ± 158 cm, rambut lurus dan panjang, kulit sawo matang. Menurut RP3, ketika melakukan komunikasi dengan pasien saat melaksanakan praktek klinik, RP3 berbicara lebih tenang, lembut dan halus. Menurut RP3, hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya tinggal di Salatiga dan lingkungan tempat tinggal yang mayoritas orang Jawa sehingga ketika pasien berbicara menggunakan bahasa Jawa, RP3 dapat mengerti sedikit-sedikit. RP3 biasanya terbuka dengan pasien tentang latar belakang budayanya dan keterbatasan untuk memahami bahasa Jawa. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, RP3


(15)

43

biasanya meminta bantuan oranglain ataupun menggunakan bahasa tubuh untuk dapat berkomunikasi dengan pasien. Agar terjalin hubungan yang baik, ketika bertemu dengan pasien biasanya RP3 memberikan senyuman, sapaan, memperkenalkan diri dan menanyakan nama pasien.

4.2.3.2 Analisa Data RP3

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP3, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

Selama melaksanakan praktek klinik, RP3 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia.

2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan oleh RP3 saat melakukan komunikasi antara lain seperti senyum ketika bertemu dengan pasien, melakukan kontak mata dan menggunakan gerakan tangan untuk membantu komunikasi verbal.


(16)

44 b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP3 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut: 1) Mengajukan Pertanyaan

Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pasien adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi pasien, sebagai berikut:

“Bu, bagaimana kondisinya? Bagaimana tidurnya tadi malam?” (RP3, 68-69)

Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP3 memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan kondisi yang dialaminya.

2) Mendengarkan

Terhadap permasalah yang diceritakan oleh pasien, RP3 fokus dan bersedia untuk mendengarkan apa yang diceritakan oleh pasien.

Kita mendengarkan. Tapi saya pernah, waktu saya tensi kan pake stetoskop jadi ga dengar. Pas sementara Ibunya berbicara, saya bilang “Ibu, sebentar ya Bu.” Nanti kalau udah selesai tensi, baru lanjut berbicara lagi. Tapi saya pernah bilang kok “Sebentar ya Ibu”. Setelah itu baru fokus mendengarkan pasien. (RP3, 115-122)

Pokoknya ketika saya datang, yang pertama salam. Kalau salam kan mereka pasti senyum. Setelah itu saya kan fokus dengan apa yang mereka bicarakan, terus berikan tindakan juga sambil berbicara. (RP3, 125-130)


(17)

45

3) Mengulang dan Memberi Informasi

RP3 biasanya mengulangi kembali informasi yang disampaikan oleh pasien, seperti ketika pasien menceritakan kondisinya. RP3 akan mengulang kembali apa yang disampaikan sambil memberi informasi tambahan.

Saya bertanya, kayak “Bu, bagaimana kondisinya? Bagaimana tidurnya tadi malam?” Jadi Ibunya menjawab “Baik, begini…. Tapi tadi malam kayak ga bisa tidur.” Nanti saya mengulangi lagi apa yang dikatakan oleh pasien tersebut. Jadi kayak, “Oh...jadi tadi malam Ibu kayak gini ya? Lain kali tidurnya dijaga ya Bu.” Atau kayak misalnya makan, orang yang sakit maag itu biasanya kan ga suka makan, jadi nanti kita kasi tau walaupun Ibunya ga mau makan, tapi makan aja sedikit-sedikit tapi sering. Jadi apa yang dibilang pasien, nanti saya mengulanginya. (R3, 100-105)

4.2.4 Riset Partisipan 4 (RP4)

4.2.4.1 Gambaran Umum RP4

RP4 berinisial Sdra. P dan saat ini partisipan berusia 22 tahun. RP4 berasal dari Kupang dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP4 yaitu tinggi badan ± 167 cm, rambut keriting dan kulit sawo matang. Menurut RP4, melakukan komunikasi dengan pasien yang berbeda budaya dengan dirinya merupakan suatu hal yang cukup rumit karena sering terjadi kebingungan yang disebabkan karena


(18)

46

perbedaan bahasa. Pasien biasanya melakukan komunikasi dengan bahasa daerah. Selain keadaan dimana pasien menggunakan bahasa daerah, kendala juga datang dari RP4 dimana RP4 melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, namun logat RP4 masih dipengaruhi oleh logat daerah asalnya yaitu Kupang. RP4 mengatakan bahwa dalam kesehariaannya lebih sering bergaul dengan teman-teman dari Kupang. Sehingga ketika berkomunikasi dengan pasien, RP4 mengulang kembali dengan memperjelas maksud yang ingin disampaikan. Sedangkan, jika kendala datang dari pasien yang menggunakan bahasa daerah maka RP4 akan meminta bantuan oranglain untuk membantu proses komunikasi. RP4 mengatakan bahwa komunikasi lebih sering dilakukan dengan pasien yang merupakan pasien khusus yang dirawat RP4 saat pengkajian dan ketika dikaji, pasien terbuka. Menurut RP4, keterbukaan pasien dikarenakan kemampuan untuk merespon pembicaraan pasien serta melakukan kontak mata.

4.2.4.2 Analisa Data RP4

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan


(19)

47

oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP4, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

Selama melaksanakan praktek klinik, RP4 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. RP4 sendiri mengakui kalau kendala yang dialami tidak hanya dari pasien yang menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi dari dirinya yang merasa lebih sering bergaul dengan orang-orang Kupang sehingga logatnya masih tetap meskipun menggunakan bahasa Indonesia, namun sesekali keceplosan dengan bahasa Kupang. Menurut RP4, pasien mengalami kesulitan untuk menangkap pembicaraan dari RP4 sehingga dilakukan berulang-ulang untuk memperjelas.

2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang sering ditunjukkan RP4 pada pasien, antara lain senyum, kontak mata, ekspresi wajah yang menyesuaikan situasi pasien saat itu. Kontak mata dilakukan


(20)

48

sebagai salah satu bentuk membangun hubungan saling percaya.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP4 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut: 1) Mengajukan Pertanyaan

Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP4, yaitu menanyakan keadaan dan apa yang dirasakan oleh pasien.

Yang saya lakukan yaitu sapa, terus menanyakan keadaan terus apa yang dirasakan. Jadi itu yang saya lakukan, mengerti keadaan pasien kan? Terapeutik kan, mengerti keadaan pasien. Menanyakan keadaannya seperti apa. Begitu saja. (RP4,115)

2) Mendengarkan

RP2 bersedia untuk mendengarkan apa yang pasien ceritakan, akan tetapi RP2 terkadang mengalami kebingungan. Kebingungan yang dialami oleh RP4 dikarenakan pasien yang menggunakan bahasa daerah ataupun karena RP4 kurang menguasai materi yang menjadi permasalahan pasien, namun RP4 tetap menyimak dan merespon. RP4 lebih banyak melakukan komunikasi pada pasien yang menjadi pasien khusus


(21)

49

yang akan dirawat oleh RP4 karena lebih sering melakukan pengkajian.

Iya. Saya memang mendengarkan, menyimak tapi kebingungannya itu luar biasa, pertama kali pengkajian, mereka tanya. Baru pengkajian beikutnya saya jelaskan begini begini. Tapi waktu itu saya menyimak karna bagaimana ya, itu merupakan saya punya pasien untuk saya kaji jadi apa yang dia kasi tau, saya perlu untuk merespon balik dengan menyimak, data yang saya dapat tidak akan sepenuhnya kalau saya tidak menyimak jadi kebanyakan saya komunikasi sama pasien yang saya kaji. Selain itu tidak pernah, ya begitu. Komunikasi itu kebanyakan pasien yang saya kaji saja. (RP4, 170-180)

3) Mengulang

Mengulang kembali informasi, dilakukan ketika RP4 memberikan respon. Ketika pasien bertanya kepada RP4, maka RP4 akan menjawab dengan mengulang kembali pertanyaan yang disampaikan oleh pasien.

Mereka biasa ini kasi pertanyaan jadi saya ulang kembali dia punya kata-kata sambil kasi dia punya jawaban. (RP4, 70)

4) Menyimpulkan

Bentuk kesimpulan yang dilakukan RP4 yaitu dengan memberikan kesimpulan tentang kondisi pasien ketika data mencukupi setelah dilakukan beberapa kali pengkajian oleh RP4.

Kalau saya sich biasanya pertemuan kedua baru memberikan kesimpulan. Jadi kalau ini


(22)

50

menurut saya begini, begini, begini jadi kesimpulannya itu pertemuan pengkajian kedua. Kalau pertemuan pertama itu jarang saya langsung “Ooo…terimakasih atas informasinya.” Begitu, langsung pulang. Biasanya pengkajian kedua atau pengkajian terakhir di orang yang dikaji begitu. Dipertemuan selanjutnya, jadi sudah akhir. Data yang saya data sudah cukup untuk saya kaji, itu baru saya kasi kesimpulan. (R4, 215-220)

5) Empati

Jika pasien menceritakan hal yang sedih maka RP4 akan menunjukkan ekspresi wajah yang sedih, sedangkan jika pasien dalam keadaan senang maka pasien akan menunjukkan ekspresi wajah yang senang. Menurut peneliti, respon tersebut merupakan salah satu cara menunjukkan empati dengan keadaan pasien.

Kalau saya ini menciptakan suasana, kayak humor itu jarang paling kayak ekspresi wajah saja yang saya ciptakan. Mungkin kalau cerita sedih, buat muka sedih. Kalau mereka senang, buat muka senang. Selama cerita-cerita dengan pasien itu kurang, suasana hanya dengan saya punya ekspresi wajah saja jadi kalau mereka cerita sedih, sedih. Cerita senang, ikut senang. Hehehehe… (RP4, 185-190)

4.2.5 Riset Partisipan 5 (RP5)

4.2.5.1 Gambaran Umum RP5

RP5 berinisial Sdri. Y dan saat ini partisipan berusia 22 tahun. RP5 berasal dari Sumba dan tinggal di Salatiga


(23)

51

sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP5 yaitu tinggi badan ± 160 cm, rambut panjang dan kulit sawo matang. Menurut RP5, kebiasaan cara bicara dari daerah Timur seperti daerah asalnya, ketika melakukan komunikasi, intonasi bicara agak tinggi dan cepat. Namun, karena tinggal di Jawa dan melaksanakan praktek klinik di Jawa maka saat melakukan komunikasi, lebih menyesuaikan dengan cara bicara orang Jawa yang cenderung lebih pelan. RP5 biasanya terbuka dengan pasien tentang latar belakang budayanya yang berbicara agak cepat. Ketika bertemu dengan pasien yang berbicara menggunakan bahasa daerah, RP5 meminta bantuan kepada oranglain seperti keluarga pasien untuk membantu komunikasi dan pada pasien yang tidak dapat melakukan komunikasi, maka RP5 akan melakukan komunikasi dengan keluarga untuk membahas kondisi dan perkembangan pasien.

4.2.5.2 Analisa Data RP5

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP5, sebagai berikut:


(24)

52 a. Bentuk Komunikasi

1) Komunikasi Verbal

Saat melaksanakan praktek klinik, RP5 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung menggunakan bahasa Indonesia dan menyesuaikan dengan dialeg Jawa. Menurut RP5, kecepatan bicaranya diusahakan untuk pelan dan diperlambat, namun terkadang cepat dan diingatkan oleh pasien kalau partisipan berbicara cepat. Agar pasien dapat memahami maksud dari pesan yang akan disampaikan, RP5 melakukan komunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. 2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan RP5 saat melakukan komunikasi dengan pasien, antara lain melakukan kontak mata dan melakukan sentuhan.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP5 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:


(25)

53

1) Mengajukan Pertanyaan dan Memberi Informasi Bentuk pertanyaan yang diajukan RP5 kepada pasien adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi pasien. Ketika pasien memberikan informasi kondisinya, maka RP5 akan merespon dengan memberikan informasi terkait keadaan pasien.

Biasanya kalau kita habis TTV, kalau kayak pasien yang tekanan darahnya tinggi atau tekanan darahnya terlalu rendah biasanya ditanya dulu “Bu, tekanan darahnya sebelum ini, terakhir berapa?” Kalau dia sampaikan berapa, kalau naik atau turun ditanya dulu tidurnya seperti apa. Jadi palingan kalau tensi darahnya tinggi, disuruh kurangi makanan yang agak bergaram tapi itu kan sudah diatur rumah sakit biasanya jadi istirahatnya harus baik, bagus. Tidak boleh banyak kepikiran. Sama orang yang darahnya rendah juga begitu. Istirahatnya cukup sama tidak terlalu banyak kepikiran, itu saja. Kadang juga saya kasi tau, cara-cara misalnya seperti yang biasalah kalau orang sakit, istirahatnya bagus jadi lebih kepada cara dia mengatasi sakitnya sendiri supaya pemulihannya lebih bagus. (RP5, 145-160)

2) Mendengarkan dan Menyimpulkan

Ketika pasien bercerita, RP5 lebih memilih untuk mendengarkan dan memberikan respon jika dirasa perlu. Setelah mendengarkan, RP5 menyimpulkan dan melaporkan kepada perawat ruangan untuk menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi pasien.


(26)

54

Tergantung keadaan pasien, kalau pasiennya lagi cerita biasanya cuma mendengarkan. Misalnya kalau dia minta untuk perlu dikasi respon ya kasi respon. Tapi kalau tidak ya cukup mendengarkan saja. Intinya kalau misalnya pasien menceritakankan masalah yang dihadapi selama di rumah sakit kan pada saat kita mendengarkan, misalnya setelah mendengarkan disimpulkan. Kalau saya

sich, setelah saya dengarkan, saya

simpulkan, nanti keluar dari situ saya laporkan dengan perawat yang bekerja di rumah sakit. Tadi pasiennya bilang begini-begini. Bagaimana solusinya, biasanya seperti itu.(RP5,120-130)

4.2.6 Riset Partisipan 6 (RP6)

4.2.6.1 Gambaran Umum RP6

RP6 berinisial Sdra. S dan saat ini partisipan berusia 22 tahun. RP6 berasal dari Papua dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik RP6 yaitu tinggi badan ± 169 cm, rambut gelombang dan kulit coklat. Menurut RP6, ketika melaksanakan praktek klinik dan berinteraksi dengan pasien, perbedaan bahasa ditanggapi RP6 dengan cukup serius sehingga jika ada kata atau kalimat yang tidak dimengerti, maka RP6 akan segera bertanya atau meminta bantuan oranglain untuk menerjemahkan maksud yang disampaikan oleh pasien, demikian sebaliknya. Meminta bantuan keluarga untuk melakukan komunikasi, dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk menjalin hubungan yang baik


(27)

55

juga dengan keluarga. RP6 mengatakan bahwa melakukan interaksi dengan pasien, ada pasien yang menolak untuk melakukan komunikasi sehingga keluarga merupakan sarana untuk melakukan pendekatan kepada pasien dan jika dikaitkan dengan kebiasaan yang dimiliki oleh RP6 jika ada orang yang menolak, maka RP6 akan bersikap cuek. Akan tetapi, saat melaksanakan praktek klinik, ketika ada pasien yang menolak maka RP6 akan berusaha untuk tetap melakukan komunikasi.

4.2.6.2 Analisa Data RP6

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP6, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

Selama melaksanakan praktek klinik, komunikasi yang digunakan oleh RP6 diucapkan secara langsung dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jika ada pasien yang melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa daerah, maka RP6 akan merespon dengan menggunakan bahasa Indonesia.


(28)

56

Menurut partisipan, kecepatannya bisa dikontrol namun terkadang kebiasaan bicara cepat karena gugup. Agar maksud yang ingin disampaikan dapat diterima oleh pasien, RP6 akan berbicara dengan selambat-lambatnya dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien.

2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan RP6 kepada pasien yaitu senyum. RP6 memberikan senyuman sebagai salah satu cara untuk membuat pasien merasa lebih tenang. Selain senyum, RP6 menggunakan gerakan tangan.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP6 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:

1) Mengajukan Pertanyaan

Pasien yang dijumpai RP6 merupakan pasien yang sering menceritakan permasalahannya dan aktif untuk bertanya, sedangkan bentuk pertanyaan yang diajukan RP6 kepada pasien merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi dan aktivitas pasien.

Biasanya itu membalas seperti “Oh…begitu ya Bu?” terus macam Ibunya berkata begitu,


(29)

57

misalnya ada pertanyaan yang diberikan dari orang yang menyampaikan informasi itu, saya merespon dengan menjawab. Biasa juga ada pasien yang tanya, “Ini kapan sich

sembuhnya?”, “Ini obat apa yang

diberikan?”, terus “Mas,kalau tensinya rendah itu tambah parah atau tidak?” biasa mereka bertanya, misalnya saat kita memberikan obat nanti mereka tanya “Ini obat apa, bagus tidak untuk kesembuhan?” terus kalau misalnya kita tensi, kemudian kita mengatakan tensinya, mereka suka bilang kalau dikaitkan dengan penyakit mereka itu tambah parah atau gimana. Misalnya kalau tensinya tinggi, nanti ditanya tadi malam tidurnya nyenyak atau tidak gitu terus ditanya “Pak, ini udah makan atau belum?” (RP6, 100-115)

2) Mendengarkan

RP6 sangat antusias kepada pasien yang menceritakan permasalahannya sehingga selalu bersedia untuk mendengarkan. Menurut RP6, hal tersebut merupakan salah satu cara menjalin hubungan yang baik dengan pasien.

Biasanya saya sangat antusias kepada pasien yang berani memberikan curhatnya karna dengan begitu hubungan timbal balik pasti terjalin dengan baik. Jadi saya selalu mendengarkannya. (RP6, 95)

Untuk dapat menerima dan mengerti informasi yang disampaikan oleh pasien, RP6 akan menyimak terutama ketika mengalami kendala perbedaan bahasa.


(30)

58

Biasanya sich mengerti. Awalnya memang tidak mengerti tapi lama kelamaan mulai ngerti, jadi kalau cerita itu kan mulai dari awal walaupun bahasanya berbeda tapi kalau kita menyimak terus-terus kan lama-lama kita mengerti. (RP6, 120)

3) Mengklarifikasi

Klarifikasi dilakukan jika ada informasi dari pasien yang tidak dimengerti, maka RP6 akan bertanya kembali kepada pasien.

Biasanya sich kalau saya tidak mengerti, saya akan bertanya dulu. Saya mengklarifikasikan, tapi kalau klarifikasi saya salah maka mereka akan membenarkan. Kalau saya mengerti, ya lanjut (RP6, 135) 4) Memberi informasi

RP6 biasanya memberikan informasi seperti pendidikan kesehatan yang sederhana kepada pasien sesuai dengan apa yang dimiliki karena menurut RP6, dirinya masih mahasiswa jadi tidak berani memberikan banyak informasi kepada pasien karena takut salah.

Mungkin seperti masalah yang pasien tanyakan, kita memberikan solusinya gitu terus misalnya seperti pasien yang infusnya, darahnya naik itu biasanya saya anjurkan kalau mau jalan, infusnya diberikan agak tinggi dari tangan yang ada infusnya. Kalau ke kamar mandi, usahakan menggunakan tiang. Biasanya juga saya kasi penkes (pendidikan kesehatan) yang sederhana saja. Masih tingkat mahasiswa kayak gini, saya takut memberikan informasi yang salah


(31)

59

jadi ya biasa memberikan informasi apa adanya. Seperti misalnya yang ceritakan tadi, tentang infus yang darahnya sampai naik. Terus obat, makannya jangan terlalu sedikit karna obatnya keras, misalnya kalau ada jenis-jenis obat yang keras, makannya harus diimbangi. Terus buat pasien yang harus banyak minum, dianjurkan banyak minum. (RP6, 140-150)

5) Empati

RP6 antusias kepada pasien yang ingin menceritakan permasalahannya dan RP6 berempati dengan keadaan pasien. Teknik tersebut juga digunakan untuk menciptkan suasana yang nyaman selama melakukan komunikasi dengan pasien.

Menciptakan suasana dalam komunikasi, jadi saya membuka dirilah jadi saya pun ikut empati dengan keadaan pasien. (RP6, 155)

6) Mengulang dan Menyimpulkan

RP6 biasanya mengulang sekaligus memberi kesimpulan tentang keluhan pasien yang selanjutnya ditulis pada buku laporan pasien.

Biasanya kalau macam pasien bilang “Saya sudah sakit segini, begini-begini.” Jadi saya bilang “Oh...jadi gitu ya Pak? Bapak gini-gini. Oya, nanti saya tanya kan atau tulis di buku laporannya.” begitu. Biasa ada keluhan-keluhan, jadi saya ulangi lagi. “Oh…jadi Bp keluhannya begini-begini.” Jadi nanti saya tuliskan dibuku laporan tensinya, itu ada keterangan. Disitu biasa kita nulis biar bisa dibaca. (RP6,170-175)


(32)

60 7) Humor

Salah satu cara yang dilakukan oleh RP6 untuk menciptakan suasana selama komunikasi, selain membuka diri dan berempati, RP6 biasanya melakukan humor dengan pasien.

Biasanya juga kalau saya biasa bawa dengan hal-hal yang funny begitu, lucu biar pasiennya menanggapinya baik. Selama ini pasiennya ya menanggapinya dengan baik, malahan ada yang mengajak guyon gitu. (RP6,165)

4.2.7 Riset Partisipan 7 (RP7)

4.2.7.1 Gambaran Umum RP7

RP7 berinisial Sdra. R dan saat ini partisipan berusia 21 tahun. RP7 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik RP7 yaitu adalah tinggi badan ± 170 cm, rambut pendek dan kulit sawo matang. Menurut RP7, kecepatan bicaranya masih cendrung cepat karena dipengaruhi kebudayaan asalnya yaitu cepat. Meskipun belum banyak menguasai tentang kebudayaan Jawa, RP7 mencoba mempelajari kebudayaan kebudayaan Jawa melalui kehidupan sehari-hari selama tinggal di Jawa dan melalui Mama RP7 yang berasal dari Jawa, sehingga saat berkomunikasi dengan pasien, RP7 berbicara lebih diperlambat. Ketika menemui pasien yang menggunakan


(33)

61

bahasa daerah maka RP7 akan meminta bantuan oranglain untuk melakukan komunikasi. Selain itu, RP7 juga biasanya terbuka dengan pasien tentang latar belakang budayanya dengan harapan pasien juga dapat mengerti. RP7 menemui pasien dan melakukan komunikasi, selain ketika melakukan tindakan, interaksi dengan pasien dilakukan ketika waktu luang. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan hubungan saling percaya.

4.2.7.2 Analisa Data RP7

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP7, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

RP7 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. Menurut RP7, kecepatan bicara masih dipengaruhi kebudayaan asalnya yaitu agak cepat. RP7 juga mengatakan kalau pasien pernah mengutarakan langsung bahwa kecepatan bicaranya terkadang cepat.


(34)

62 2) Komunikasi Non Verbal

Bentuk komunikasi non verbal yang biasa ditunjukkan oleh RP7 seperti melakukan kontak mata, senyum, memberikan sentuhan dan menggerakkan tangan.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP7 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:

1) Mengajukan Pertanyaan

Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP7 kepada pasien bergantung pada tujuan ketika akan bertemu pasien dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.

Tergantung sich kebutuhan apa di pasien. Kalau misalnya datang untuk TTV, ya bilang mau tensi trus tanya kabarnya gimana, udah baikan belum. Tanya-tanya begitu biasa trus sapaan juga. Tergantung apa yang dibutuhkan. (RP7, 90)

2) Mengklarifikasi

Ketika bertemu dengan pasien, RP7 akan mendengarkan apa yang disampaikan oleh pasien. Jika ada informasi yang tidak dimengerti, RP7 akan mengklarifikasi dengan menanyakan maksud yang ingin disampaikan oleh pasien melalui keluarga. Hal


(35)

63

tersebut dilakukan oleh RP7 ketika menemukan pasien lansia dan menggunakan bahasa daerah.

Pertama itu mungkin faktor usia, terus faktor yang itulah kalau bicara sedikit-sedikit pake bahasa Jawa, sedikit-sedikit pake bahasa Indonesia. Itu yang parah. Trus di depan pasien mendengar. Menyimak kalau ada yang tidak dimengerti, menanyakan kembali maksudnya apa karna kalau mau laporan, kami kan harus pahami to karna mau melanjutkan informasi lagi. Sebagian besar, kami harus mencari informasi dari pasien atau dari dia punya keluarga. (RP7, 100-105)

3) Mendengarkan

Jika informasi yang disampaikan oleh pasien berhubungan dengan kondisi kesehatan pasien, RP7 akan bersedia untuk mendengarkan dan jika dirasa perlu diberikan respon maka RP7 akan memberikan respon , akan tetapi jika RP7 dalam kondisi capek, biasanya terlihat lemah, tidak bergairah didepan pasien serta tidak fokus dan terkadang menolak untuk melakukan komunikasi, apalagi jika cerita yang disampaikan oleh pasien dirasa kurang penting seperti masalah keluarga ataupun ekonomi.

Tergantung. Kalau sibuk, tidak. Kalau tidak sibuk, bersedia. Tapi kalau lagi sibuk dan penting, mau. Tapi kalau tidak sibuk dan tidak penting, kadang-kadang tidak mau. (RP7, 110); Kalau dia sakit, itu penting. Kalau yang tidak penting itu biasanya dia cerita masalah keluarga, itu tidak penting.


(36)

64

Kalau bicara soal kesehatan, itu penting. Kalau menceritakan dirinya tentang kesehatan, itu masih masuk akal tapi kalau menceritakan untuk sampai ke sini, ke sana, kayak keluarga begini-begini kayaknya kurang penting. Ekonomilah, malas. (R7, 120); Kalau bersedia kayak tadi, iya-iya terus kalau ada pendapat yang bisa diutarakan, ya dikasi. Biasa kalau menolak, bilang ini hanya mau tensi, beri suntik atau beri obat. Itukan untuk memberi alasan. Tapi kalau sudah capek, saya sudah tidak fokus lagi. Didepan pasien itu kelihatan lemah, tidak bergairah. (RP7, 130)

4) Menyimpulkan

Bentuk kesimpulan yang dilakukan oleh RP7 yaitu dengan menjelaskan penyebab dari keluhan yang disampaikan oleh pasien.

Biasa iya, kadang-kadang kalau pasien tidak bisa tidur, dia kan cerita-cerita to. Nanti dikasi tau “Ooo,,,itu karna tekanan darah yang berpengaruh” kayak gitu. Biasa dikasi kesimpulan. (RP7, 150)

4.2.8 Riset Partisipan 8 (RP8)

4.2.8.1 Gambaran Umum RP8

RP8 berinisial Sdri. L dan saat ini partisipan berusia 21 tahun. RP8 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik RP8 yaitu tinggi badan ± 151 cm, rambut lurus dan panjang, kulit sawo matang. Menurut RP8, kendala melakukan komunikasi biasanya terjadi pada pasien lansia dan kurang mengerti bahasa Indonesia


(37)

65

sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, RP8 meminta bantuan oranglain serta menggunakan bahasa verbal dan non verbal. Untuk menjalin hubungan yang baik dengan pasien, RP8 melakukan pertemuan beberapa kali dengan pasien.

4.2.8.2 Analisa Data RP8

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP8, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

RP8 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun pasien merespon dengan menggunakan bahasa Jawa, jika RP8 mengerti yang dimaksud oleh pasien maka RP8 akan memberikan merespon dengan menggunakan bahasa Indonesia. Menurut RP8, kecepatan bicara disesuaikan dengan pasien sehingga keceapatan bicaranya diperlambat.


(38)

66 2) Komunikasi Non Verbal

Penggunaan bahasa tubuh yang biasa ditunjukkan oleh partisipan antara lain melakukan kontak mata, memberikan sentuhan dan menggunakan gerakan tangan. Gerakan tangan dilakukan RP8 untuk membantu komunikasi verbal.

b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP8 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:

1) Mendengarkan

RP8 merespon pasien ketika bercerita dengan mendengarkan dan memberikan respon.

Kita mendengarkan terus biasanya kalau pasien kasi jawaban gitu dari pertanyaan, ya kita respon “Oh, iya Ibu.” Ada pertanyaan balik, respon balik. “Terus ini gimana?” Ada respon baliklah. (RP8, 72)

2) Mengajukan Pertanyaan

Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pasien adalah pertanyaan yang terkait dengan kondisi kesehatan pasien.

Setiap kali mau masuk tindakan, selalu tanya keadaannya. Apakah hari ini dengan kemarin, ada beda. Maksudnya lebih baik atau kah bagaimana. (RP8, 78)

Tingkatkan BHSPnya ke pasien, terus setiap kali datang ke pasien, ajak ngobrol.


(39)

67

Pendekatan ke pasien, beberapa hari nanti lama kelamaan, baru dia terbuka dengan kita. Kita juga memancing pertanyaan. Kalau misalnya pengkajian tu kan, kalau misalnya cuma tanya misalnya kalau cuma tanya awal penyakit kan, kalau misalnya asma begitu. Trus “Ibu merasa kayak bagaimana to? Sebelum merasa sesak napas, Ibu ngapain?” Dia cuma bilang masak, begitu. Tidak menjelaskan masaknya tu masak apa-apa. Nanti baru kita tanya “Ibu masaknya masak apa” misalnya masak pedas begitu? “Sudah sering kah ibu merasa sesak napas?” Baru dia cerita biasanya begini-begini. (RP8, 125-135)

Mengajukan pertanyaan dilakukan RP8 dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dari pasien. Untuk dapat melakukan pengkajian kepada pasien, RP8 terlebih dahulu melakukan pertemuan beberapa kali dengan pasien, hal tersebut juga dilakukan sebagai salah satu bentuk membina hubungan saling percaya.

3) Mengklarifikasi

Jika ada informasi yang kurang dimengerti dari pasien, RP8 akan melakukan klarifikasi dengan menanyakan kembali kepada pasien ataupun keluarga.

Menanyakan kembali kepada pasien, ini maksudnya kayak gimana atau tanya ke keluarganya. (R8, 87)


(40)

68 4) Menyimpulkan

Bentuk kesimpulan yang dilakukan oleh RP8 yaitu menyimpulkan pembicaraan yang dilakukan dengan pasien, namun hal ini tidak selalu dilakukan.

Kadang memberikan kesimpulan, kayak “Oh..jadi begini, begini, begini ya Bu?” tapi ada kalanya juga tidak. (R8, 112)

4.2.9 Riset Partisipan 9 (RP9)

4.2.9.1 Gambaran Umum RP9

RP9 berinisial Sdri. E dan saat ini partisipan berusia 22 tahun. RP9 berasal dari Toraja dan tinggal di Salatiga sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik riset partisipan yaitu tinggi badan ± 158 cm, rambut pendek, tomboy dan kulit sawo matang. Menurut RP9, dirinya berasal dari Indonesia Tengah dengan cara bicara yang tidak begitu cepat. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kecepatan bicara pasien, kecepatan bicaranya lebih cepat sehingga RP9 lebih menyesuaikan kecepatan bicaranya dengan kecepatan bicara pasien dengan lebih diperlambat. Jika menemukan pasien yang menggunakan bahasa daerah, maka RP9 akan meminta bantuan oranglain untuk melakukan komunikasi. Sedangkan komunikasi pada anak kecil, dilakukan melalui orangtuanya. Bergaul dengan teman-teman kuliah yang berasal dari Jawa dan berada pada lingkungan tempat tinggal orang Jawa,


(41)

69

secara tidak langsung telah membentuk RP9 untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang dihadapi. 4.2.9.2 Analisa Data RP9

Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang dilakukan oleh RP9, sebagai berikut:

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

RP9 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. Menurut RP9, kecepatan bicaranya tidak terlalu cepat karena dirinya berasal dari daerah Indonesia Tengah dan ketika berbicara dengan pasien, kecepatan bicaranya lebih diperlambat.

2) Komunikasi Non Verbal

Penggunaan bahasa tubuh yang sering ditunjukkan saat melakukan komunikasi, mempertahankan kontak mata, memberikan sentuhan pada bagian yang tidak sensitif serta tidak membuat pasien merasa risih.


(42)

70 b. Teknik Komunikasi

Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP9 ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:

1) Memberi Informasi

RP9 memberikan informasi kepada pasien yang berkaitan dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien.

Iya, disitu memberikan komunikasi terapeutik sambil memberikan penkes (pendidikan kesehatan) juga tentang strokenya itu kenapa sampai Bapak harus berbaring untuk sementara dan setiap Bapak membutuhkan, pokoknya kalau dia mau mandi atau buang air besar atau buang air kecil itu harus pake pispot. Nah...disitu perawat melakukan tugasnya memberikan e membantu Bapak tadi. Membantu Bapaknya kalau mau membuang air besar menggunakan pispot trus sibinnya trus mem\berikan makan, obat injeksi, yang lewat oral, TTV setiap hari. (RP9, 50-55)

2) Mendengarkan

RP9 fokus untuk mendengarkan permasalahan yang diceritakan pasien, memberikan masukan dan semangat.

Selama praktek kemarin, fokus mendengarkan curhatan terus bagaimana dengan peningkatan kesehatan mereka, mulai dari awal masuk sampai pada saat hari-hari terakhir mereka mengalami kesembuhan total untuk bisa diijinkan pulang, karna itu kan sudah merupakan


(43)

71

tugas dan kewajiban kita dalam melayani klien. Jadi saat pasien bercerita tentang bagaimana kemajuan kesehatannya, saya mengatakan kepada pasien. misalnya seperti ini “Oya Bu, selama Ibu dalam masa perawatan seperti ini, Ibu harus mematuhi pesan-pesan dari perawat dan dokter, obat-obat yang disarankan untuk diminum sampai habis kalau bisa Ibu habiskan, supaya Ibu cepat sembuh. Terus setelah Ibu sembuh nanti, Ibu sebaiknya mengikuti saran-saran seperti Ibu tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit Ibu kambuh lagi atau makan-makanan yang dipantangi untuk penyaitnya Ibu, itu jangan diulang lagi,

dimakan lagi seperti kemarin supaya

penyakit Ibu tidak kambuh lagi.” (RP9, 180-200)

Nanti kalau pasien bercerita, saya selalu duduk, mendengarkan terus memberikan masukan kalau pasien membutuhkan masukan atau kadang mereka hanya membutuhkan kita untuk mendengarkan saja. Adakan pasien yang merasa sudah senang kalau kita mendengarkan dan mengiyakan dan memberikan semangat. Itu aja sich. Kebetulan yang seperti itu hanya beberapa, tidak banyak yang curhat. (RP9, 245-250)

3) Mengklarifikasi

Klarifikasi dilakukan dengan meminta pasien untuk mengulang kembali informasi yang disampaikan ketika ada yang tidak dimengerti. Hal tersebut dilakukan pada pasien yang biasanya menggunakan bahasa daerah.

Tapi sebelumnya coba minta pasien untuk mengulang kembali maksudnya dia tapi kalau ada yang tidak dimengerti, tidak dimengertinya itu kalau mereka


(44)

72

menggunakan bahasa Jawa gitu. (RP9, 285)

4) Mengevaluasi

RP9 melakukan evaluasi dengan menanyakan kembali kepada pasien tentang informasi yang telah disampaikan oleh RP9. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan informasi yang disampaikan oleh RP9, sudah dimengerti oleh pasien.

Biasanya kalau habis memberikan, kayak misalnya memberikan saran atau apa gitu, saya itu biasa menanyakan kembali. “Ibu, Mbah, Bapak, Mas sudah mengerti?” Kalau sudah mengerti, saya langsung bilang “Ooo…yasudah, kalau Ibu, Mbah, Bapak, Mas sudah mengerti, bisa diulang ga apa yang tadi saya bilang?” Kadang mereka lupa setengahnya, kalau mereka lupa, saya ulangi. Tapi biasa mereka langsung ingat sich, walaupun kadang mereka ngomongnya kayak terbata-bata. Mencoba mengingat kembali apa yang kita bilang. Yasudah, habis itu saya pamit dan bilang, “Kalau masih membutuhkan bantuan lagi, langsung panggil perawat aja.” (RP9, 320-330)

5) Mengajukan Pertanyaan

Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP9 adalah pertanyaan yang berkaitan dengan perkembangan kesehatan pasien.

Nanti berikan salam dan tanya, “Selamat pagi Ibu. Bagaimana keadaannya? Masih seperti yang kemarin atau sudah ada perubahan.” Kalau Ibunya mengatakan seperti kemarin, nanti kita berikan support, terus ingatkan untuk minum obat serta


(45)

73

banyak makan dan minum. Harus semangat untuk kesembuhannya sendiri. (RP9, 360)

4.3 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan dengan menggunakan triangulasi teknik dan sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara dan hasil observasi, sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan wawancara pada pasien, keluarga pasien dan pembimbing klinik mahasiswa.

4.4 Pembahasan

a. Bentuk Komunikasi 1) Komunikasi Verbal

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, mahasiswa melakukan komunikasi kepada pasien dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung dan menggunakan bahasa Indonesia. Ketika pasien memberikan respon dengan menggunakan bahasa daerah, mahasiswa menanggapi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Beberapa mahasiswa mengatakan bahwa kecepatan bicara masih cenderung cepat karena kebiasaan yang merupakan bagian dari pengaruh budaya.


(46)

74

Sedangkan menurut Forsyth (dalam Suryani, 2005), kecepatan bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Sehingga permasalahan yang terjadi pada bentuk komunikasi verbal adalah perbedaan bahasa dan kecepatan bicara, namun mahasiswa mengatasi hal tersebut dengan meminta bantuan oranglain dan menyesuaikan kecepatan bicara untuk lebih lambat. 2) Komunikasi Non Verbal

Melakukan kontak mata, sentuhan dan senyum merupakan bentuk komunikasi non verbal yang sering dilakukan oleh mahasiswa. Mempertahankan kontak mata merupakan salah satu bahasa tubuh yang menunjukkan kesediaan untuk mendengarkan pasien dengan penuh perhatian. Menurut Stuart (dalam Suryani, 2005) mengemukakan bahwa kontak mata pada level yang sama atau sejajar berarti menghargai pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi, sedangkan sentuhan yang dilakukan pada saat pasien merasa sangat sedih, memiliki arti empati. Pada pelaksanaanya sangat perlu untuk memahami siapa, kapan dan mengapa sentuhan dilakukan karena komunikasi non verbal ini


(47)

75

mempunyai efek yang berbeda pada setiap individu (Brammer & Mc Donald, dalam Suryani, 2005). Penggunaan kontak mata dan sentuhan harus diperhatikan karena ada kebudayaan tertentu, melakukan kontak mata atau sentuhan merupakan hal yang tidak sopan. Selain itu, partisipan menggunakan gerakan tangan untuk membantu menjelaskan informasi yang disampaikan kepada pasien sebagai bentuk penekanan terhadap komunikasi verbal.

b. Teknik Komunikasi

Dari hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, setiap mahasiswa melakukan teknik komunikasi yang berbeda-beda. Adapun teknik komunikasi yang dilakukan mahasiswa yaitu mengajukan pertanyaan, mendengarkan, menyimpulkan, mengklarifikasi, membuka diri, memberi informasi, mengulang, empati, humor, menyampaikan observasi dan mengevaluasi. 1) Mengajukan Pertanyaan

Mengajukan pertanyaan merupakan teknik yang dilakukan oleh semua mahasiswa dan bentuk pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi pasien seperti bagaimana


(48)

76

keadaan pasien hari ini dan apa yang dirasakan. Bentuk pertanyaan tersebut merupakan bentuk pertanyaan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari pasien tentang kondisi kesehatannya serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi perasaan dan pikirannya.

2) Mendengarkan

Selain mengajukan pertanyaan, teknik komunikasi yang juga dilakukan oleh mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini adalah mendengarkan. Menurut Stuart (dalam Suryani, 2005) mengungkapkan bahwa mendengarkan berarti mengkomunikasikan kepada pasien tentang minat dan penerimaan perawat secara nonverbal. Dengan demikian, mendengarkan merupakan teknik yang efektif dalam proses komunikasi karena pasien akan merasa dihargai dan diterima sehingga dapat meningkatkan hubungan saling percaya. Mahasiswa lebih sering memilih untuk mendengarkan saja dan memberikan tanggapan atau respon jika dirasa perlu, seperti memberikan motivasi yang bergantung pada kondisi dan pembicaraan yang dilakukan dengan dan pasien.


(49)

77 3) Menyimpulkan

Mahasiswa melakukan kesimpulan pada situasi yang berbeda-beda. Ada mahasiswa yang memberikan kesimpulan terhadap hasil tindakan yang dilakukan, memberikan kesimpulan tentang kondisi pasien setelah dilakukan beberapa kali pengkajian serta melakukan kesimpulan dari hasil pembicaraan atau keluhan pasien. Kesimpulan juga dilakukan dengan tujuan untuk memastikan inti informasi yang diberikan pasien telah sesuai dengan yang dimaksudkan. Informasi yang diberikan oleh pasien, selanjutnya akan dilaporan pada perawat di ruangan. Menurut Suryani (2005), menyimpulkan merupakan teknik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi point penting dari interaksi. Sehingga kesimpulan akan lebih tepat jika dilakukan dengan mengulang kembali inti dari pembicaraan yang telah dilakukan. Menyimpulkan dapat meningkatkan rasa kepercayaan pasien karena dapat menunjukkan bahwa mahasiswa telah memahami pesan yang disampaikan.


(50)

78 4) Mengklarifikasi

Klarifikasi lebih sering dilakukan mahasiswa jika ada informasi yang kurang jelas dari pasien, sehingga mahasiswa seringkali meminta pasien untuk mengulang kembali. Geldard (dalam Suryani, 2005) mengatakan bahwa klarifikasi berarti menjelaskan kembali ide atau pikiran yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Kurang jelasnya informasi, lebih sering ditemui karena faktor usia ataupun bahasa, sehingga tidak jarang klarifikasi dibantu oleh keluarga pasien.

5) Memberi informasi

Memberi informasi yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu mahasiswa memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien. Untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien, mahasiswa harus mengetahui permasalahan kesehatan pasien dengan melakukan pengkajian terlebih dahulu. Geldard (dalam Suryani, 2005) mengatakan bahwa sebelum memberikan informasi kepada pasien, seharusnya dilakukan pengkajian terlebih dahulu untuk mengetahui


(51)

79

informasi apa yang dibutuhkan oleh pasien. Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien tentang keadaan pasien. Setelah pasien menjelaskan kondisi ataupun perkembangan kesehatannya, maka mahasiswa akan merespon dengan memberikan informasi atau pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan keluhan pasien, berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa. Selain memberikan informasi tambahan yang berkaitan dengan kesehatan pasien, menurut Potter & Perry (2005) memberikan informasi akan mendorong timbulnya respon lebih lanjut sehingga komunikasi yang berjalan akan lebih efektif.

6) Mengulang

Teknik mengulang dilakukan ketika mahasiswa memberikan respon atau menjawab petanyaan klien dengan mengulang kembali pertanyaan yang diberikan oleh pasien. Menurut Suryani (2005) mengulang berarti menunjukkan bahwa perawat mendengarkan dan memvalidasi, menguatkan dan mengembalikan perhatian pasien pada sesuatu yang telah diucapkan.


(52)

80 7) Empati

Empati menururt Wiseman (dalam Suryani, 2005) merupakan kesadaran yang objektif akan pikiran dan perasaan orang lain. Sedangkan menurut Taufik & Juliane (2010) empati merupakan suatu perasaan dan penerimaan terhadap perasaan yang dialami oleh pasien dan kemampuan dalam dunia pribadi pasien. Mahasiswa membuka diri dan berempati ketika pasien menceritakan permasalahannya. Empati juga dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah. Wheeler dan Wolberg (dalam Suryani, 2005) mengatakan bahwa empati terbagi atas 2 tipe yaitu empati dasar yang merupakan respon alamiah seseorang untuk memahami orang lain dan empati terlatih yang didapatkan melalui training.

Potter & Perry (2005) mengungkapkan bahwa empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan yang membantu. Dengan demikian, empati merupakan hal yang penting dalam hubungan antara perawat dan pasien sebagai suatu hubungan membantu, dalam hal ini empati dari seorang perawat akan membantu pasien menjelaskan dan mengkaji perasaannya sehingga


(53)

81

pemecahan permasalahan yang dihadapi pasien dapat terjadi.

8) Humor

Meskipun tidak banyak dilakukan oleh mahasiswa, akan tetapi humor merupakan salah satu teknik yang diterapkan oleh mahasiswa. Mengajak pasien untuk bercanda dilakukan mahasiswa dengan tujuan agar pasien tertawa dan merasa terhibur. Menurut Sullivan-Dean (dalam Taufik & Juliane, 2010) humor merangsang kotekolamin sehingga seorang merasa sehat. Tertawa dapat mengurangi ketegangan dan rasa sakit. Menurut Anonyomus (dalam Suryani, 2005) humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi. Stuart (2006) mengungkapkan bahwa humor dapat meningkatkan pemahaman dengan menekankan topik secara sadar, dapat mengatasi paradoks, agresi kemarahan dan memberikan pilihan baru, merupakan bentuk sublimasi yang paling dapat diterima secara sosial.

9) Menetapkan Observasi

Mahasiswa menetapkan observasi dengan mengajukan pertanyaan seperti ketika melihat pasien


(54)

82

sendirian dan setelah diajukan pertanyaan, pasien menangis dan mengungkapkan perasaannya. Dengan demikian, mahasiswa telah mampu menetapkan observasi karena telah menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non verbal pasien (Taufik & Juliane, 2010).

10) Mengevaluasi

Mahasiswa melakukan evaluasi untuk memastikan informasi yang disampaikan telah dimengerti oleh pasien dengan mengajukan pertanyaan. Evaluasi dilakukan sebelum mahasiswa meninggalkan pasien. Brammer & Mc Donald (dalam Suryani, 2005) menyatakan bahwa meminta pasien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap terminasi. Dalam melakukan evaluasi, sebaiknya tidak terkesan menguji kemampuan pasien, akan tetapi terkesan sekedar mengulang dan menyimpulkan.

Komunikasi merupakan proses yang terus dipelajari dan dikembangkan, seperti yang dikatakan oleh Sheldon (2009) bahwa cara perawat menggunakan keterampilan komunikasinya dengan pasien, akan berkembang seiring


(55)

83

dengan waktu dan pengalaman. Jika dilihat pada aspek komunikasi antarbudaya, perbedaan secara verbal merupakan perbedaan yang sangat mudah untuk dirasakan ketika mahasiswa melakukan komunikasi dengan pasien, baik dari bahasa maupun kecepatan bicara, namun demikian mahasiswa melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan memperlambat kecepatan bicaranya untuk mempertahankan proses komunikasi.

Sheldon (2009) mengemukakan bahwa keterampilan yang baik dalam melakukan komunikasi, tidak hanya penting untuk menyampaikan informasi, akan tetapi dapat menciptakan kepercayaan, menunjukkan rasa hormat terhadap kebutuhan dan perasaan pasien, serta memperoleh penghargaan dalam berhubungan dengan pasien. Selain itu, kata-kata yang diberikan perawat dapat meringankan penderitaan pasien, menciptakan hubungan yang baik, melihat kondisi dan masalah pasien secara akurat, memberikan dukungan, membantu membuat keputusan dan melaksanakan intervensi yang efektif. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya sebuah keterampilan komunikasi seorang perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena dengan


(56)

84

memiliki keterampilan dalam berkomunikasi, perawat diharapkan akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan.


(1)

79

informasi apa yang dibutuhkan oleh pasien. Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien tentang keadaan pasien. Setelah pasien menjelaskan kondisi ataupun perkembangan kesehatannya, maka mahasiswa akan merespon dengan memberikan informasi atau pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan keluhan pasien, berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa. Selain memberikan informasi tambahan yang berkaitan dengan kesehatan pasien, menurut Potter & Perry (2005) memberikan informasi akan mendorong timbulnya respon lebih lanjut sehingga komunikasi yang berjalan akan lebih efektif.

6) Mengulang

Teknik mengulang dilakukan ketika mahasiswa memberikan respon atau menjawab petanyaan klien dengan mengulang kembali pertanyaan yang diberikan oleh pasien. Menurut Suryani (2005) mengulang berarti menunjukkan bahwa perawat mendengarkan dan memvalidasi, menguatkan dan mengembalikan perhatian pasien pada sesuatu yang telah diucapkan.


(2)

80 7) Empati

Empati menururt Wiseman (dalam Suryani, 2005) merupakan kesadaran yang objektif akan pikiran dan perasaan orang lain. Sedangkan menurut Taufik & Juliane (2010) empati merupakan suatu perasaan dan penerimaan terhadap perasaan yang dialami oleh pasien dan kemampuan dalam dunia pribadi pasien. Mahasiswa membuka diri dan berempati ketika pasien menceritakan permasalahannya. Empati juga dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah. Wheeler dan Wolberg (dalam Suryani, 2005) mengatakan bahwa empati terbagi atas 2 tipe yaitu empati dasar yang merupakan respon alamiah seseorang untuk memahami orang lain dan empati terlatih yang didapatkan melalui training.

Potter & Perry (2005) mengungkapkan bahwa empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan yang membantu. Dengan demikian, empati merupakan hal yang penting dalam hubungan antara perawat dan pasien sebagai suatu hubungan membantu, dalam hal ini empati dari seorang perawat akan membantu pasien menjelaskan dan mengkaji perasaannya sehingga


(3)

81

pemecahan permasalahan yang dihadapi pasien dapat terjadi.

8) Humor

Meskipun tidak banyak dilakukan oleh mahasiswa, akan tetapi humor merupakan salah satu teknik yang diterapkan oleh mahasiswa. Mengajak pasien untuk bercanda dilakukan mahasiswa dengan tujuan agar pasien tertawa dan merasa terhibur. Menurut Sullivan-Dean (dalam Taufik & Juliane, 2010) humor merangsang kotekolamin sehingga seorang merasa sehat. Tertawa dapat mengurangi ketegangan dan rasa sakit. Menurut Anonyomus (dalam Suryani, 2005) humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi. Stuart (2006) mengungkapkan bahwa humor dapat meningkatkan pemahaman dengan menekankan topik secara sadar, dapat mengatasi paradoks, agresi kemarahan dan memberikan pilihan baru, merupakan bentuk sublimasi yang paling dapat diterima secara sosial.

9) Menetapkan Observasi

Mahasiswa menetapkan observasi dengan mengajukan pertanyaan seperti ketika melihat pasien


(4)

82

sendirian dan setelah diajukan pertanyaan, pasien menangis dan mengungkapkan perasaannya. Dengan demikian, mahasiswa telah mampu menetapkan observasi karena telah menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non verbal pasien (Taufik & Juliane, 2010).

10) Mengevaluasi

Mahasiswa melakukan evaluasi untuk memastikan informasi yang disampaikan telah dimengerti oleh pasien dengan mengajukan pertanyaan. Evaluasi dilakukan sebelum mahasiswa meninggalkan pasien. Brammer & Mc Donald (dalam Suryani, 2005) menyatakan bahwa meminta pasien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap terminasi. Dalam melakukan evaluasi, sebaiknya tidak terkesan menguji kemampuan pasien, akan tetapi terkesan sekedar mengulang dan menyimpulkan.

Komunikasi merupakan proses yang terus dipelajari dan dikembangkan, seperti yang dikatakan oleh Sheldon (2009) bahwa cara perawat menggunakan keterampilan komunikasinya dengan pasien, akan berkembang seiring


(5)

83

dengan waktu dan pengalaman. Jika dilihat pada aspek komunikasi antarbudaya, perbedaan secara verbal merupakan perbedaan yang sangat mudah untuk dirasakan ketika mahasiswa melakukan komunikasi dengan pasien, baik dari bahasa maupun kecepatan bicara, namun demikian mahasiswa melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan memperlambat kecepatan bicaranya untuk mempertahankan proses komunikasi.

Sheldon (2009) mengemukakan bahwa keterampilan yang baik dalam melakukan komunikasi, tidak hanya penting untuk menyampaikan informasi, akan tetapi dapat menciptakan kepercayaan, menunjukkan rasa hormat terhadap kebutuhan dan perasaan pasien, serta memperoleh penghargaan dalam berhubungan dengan pasien. Selain itu, kata-kata yang diberikan perawat dapat meringankan penderitaan pasien, menciptakan hubungan yang baik, melihat kondisi dan masalah pasien secara akurat, memberikan dukungan, membantu membuat keputusan dan melaksanakan intervensi yang efektif. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya sebuah keterampilan komunikasi seorang perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena dengan


(6)

84

memiliki keterampilan dalam berkomunikasi, perawat diharapkan akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta T1 462012061 BAB I

0 1 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta T1 462012061 BAB IV

0 10 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Hemodialisa: Studi Kasus di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta T1 462012035 BAB IV

1 1 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit T1 462008081 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit T1 462008081 BAB II

2 17 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit T1 462008081 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Keterampilan Mahasiswa Praktek dalam Melakukan Komunikasi dengan Pasien di Rumah Sakit

0 0 80

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Etnosentrisme terhadap Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana T1 362008007 BAB IV

0 0 5

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB IV

1 1 15