Pengaruh Penambahan Tween 20 terhadap Disolusi Suppositoria Parasetamol Repository - UNAIR REPOSITORY

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

  ERMIN SULISTYOWATI

  PENGARUH PENAMBAHAN TWEEN 20

TERHADAP DISOLUSI

SUPPOSITORIA PARASETAMOL M 1 l

   1 K

  A

  S R A B v A f f . H t f / f ' . M L

  FAKULTAS FARMASI UN1VERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A

  1 9 9 1 PENGARUH PENAMBAHAN TWEEN 20 TERHADAP DISOLUSI SUPPOSITORIA PARASETAMOL SKRIPSI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 9 9 1 o l e h

  ERMIN SULISTYOWATI 058510704

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

K A T A PK NGANTAI t

  Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami berhasil menyusun skripsi ini guna memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  Dalam skripsi ini merupakan pengalaman belajar tersendiri karena harus merencanakan, mengerjakan dan menyusun karya ilmiah sehingga perlu mendapat bantuan dari beberapa pihak yang lebih berpengalaman.

  Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah kami mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

  • Bpk Drs Soegiharto. H, Apt , Bpk DR Aziz Hubeis, Apt,

  Bpk Roesdji Gawai , Apt, SU yang telah membimbing, memberi saran,mengarahkan serta memberi semangat dan dorongan moril yang berharga dalam pelaksanaan hingga penyelesaian skripsi ini dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.

  • Kepada Bapak Ketua Jurusan Farmasetika Fakultas Farma­ si Universitas Airlangga yang telah memberi perhatian dan ijin mempergunakan sarana dan fasilitas yang saya butuhkan dalam penelitian ini.
  • Kepada Bapak-Ibu dosen jurusan Farmasetika yang dengan rasa besar hati telah meluangkan waktu untuk memecah- kan permasalahan yang timbul selama penelitian.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  i i

  • Kepada seluruh karyawan labo r a t o r i u m Preskripsi-

  Formulasi atas bantuan dalam menyediakan bahan serta alat-alat yang kami butuhkan.

  • Akhirnya kepada ayah, ibu, adik-adik dan rekan-rekan mahasiswa yang memberi dorongan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan peneiitian ini.

  Untuk segala kebaikan yang telah kami teriaa itu semoga Allah SWT melimpahkan balasan rahmat dan hidayah- nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

  Surabaya, Pebruari 1991 Penyusun

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DA FTAK I SI

  KATA PENGANTAR....................................... i DAFTAR TABEL.......................................... vi DAFTAR GAMBAR......................................... vii DAFTAR LAMPIRAN...................................... viii

  BAB : I. PENDAHULUAN..................................

  1 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................

  5 1. Suppositoria ......... *...................

  5 1.1. Bahan dasar suppositoria ...........

  5 1.2. Bobot dan bentuk suppositoria ......

  10 1.3. Pembuatan suppositoria .............

  11

  2. Pelepasan bahan aktif dari suppositoria di rektum................................

  12 2.1. Anatomi rektum ......................

  12 2.2. Fungsi rektum .......................

  12

  2.3. Mekanisme pelepasan bahan obat dari suppositoria ..................

  13 2.4. Absorbs! ............................

  13 3. Disoiusi .................................

  14 3.1. Batasan .............................

  14 3.2. Proses melarut ......................

  14 4. Parasetamol ..............................

  17 4.1. Sifat fisika - kimia ...............

  17 4.2. Farmakologi .........................

  18

  i i i

  4.3. Toksisitas ......... ................ ... 19

  2.5. Pemeriksaan fisis Suppositoria ..... .. 24

  29

  2.6.4. Pemeriksaan keseragaman kadar parasetamol dalam suppositoria

  2.6.3. Pembuatan kurva baku ........ .. 28

  28

  2.6.2. Penentuan panjang gelombang ..

  2.6.1. Pembuatan larutan baku induk parasetamol............ .. 27

  2.6. Penentuan kadar parasetamol dalam suppositoria ................. .. 27

  2.5.3. Pemeriksaan waktu lebur...... .. 25

  2.5.2. Pemeriksaan keseragaman bobot ........................ .. 24

  2.5.1. Pemeriksaan organoleptis .... .. 24

  2.4. Pembuatan Suppositoria ............. .. 24

  5. Tween 20 ................................. ... 20

  2.3. Formula suppositoria................ ...23

  2.2. Uji kualitatif tween 2 0 ............. ...23

  2.1. Uji Kualitatif parasetamol.......... ...22

  2. Tahapan kerja ............. -............. ...22

  1.2. Alat - alat ......................... ...22

  1.1. Bahan - bahan ....................... ...22

  1. Bahan dan alat ........................... ...22

  III. Bahan alat dan metodologi penelitian ....... ...22

  5.2. Kegunaan ............................ ... 20

  5.1. Sifat fisika - kimia................ ... 20

  iv

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2.5.5. Pemeriksaan laju disolusi.....

  30

  2.7. Uji kelarutan jenuh parasetamol dalam media disolusi........................ ... 31

  2.8. Analisa data ......................... ... 32

  IV. HASIL PENELITIAN............................. ... 33

  1. Hasil pemeriksaan kualitatif

  1.1. Parasetamol.......................... ... 33

  1.2. Tween 2 0 .............................. ..34

  2. Hasil pemeriksaan Organoleptis suppositoria.............................. ...36

  3. Hasil pemeriksaan keseragaman bobot...... ...36 4. Hasil pemeriksaan kekerasan suppositoria..

  37

  5. Hasil penentuan panjang gelombang max.... ...38

  6. Pembuatan kurva baku.........................40

  7. Hasil pemeriksaan keseragaman kadar parase­ tamol dalam suppositoria. ................. ...42

  8. Hasil pemeriksaan laju disolusi.......... ...42

  9. Hasil penentuan kelarutan jenuh parasetamol. . ........................... . •

  45

  9. Hasil analisa data........................ .. 46

  V. PEMBICARAAN................................... .48

  VI. KESIMPULAN.................................... .53

  VII. SARAN - SARAN................................. .54 RINGKASAN........................................... . ..

  55 DAFTAR PUSTAKA..........................................5 7 LAMPIRAN............................................... .61

  D A F T A R T A B E L TABEL I. Formula suppositoria parasetamol.........

  24 II. Keseragaman bobot suppositoria..... ......

  36 III. Pemeriksaan kekerasan suppositoria.......

  37 IV. Nilai serapan larutan parasetamol untuk penetuan panjang gelombang maximum.......

  38 V. Nilai serapan laritan parasetamol pada panjang gelombang 240 n m .................

  40 VI. Keseragaman kadar parasetamol dalam suppositoria.......... ...................

  42 VII. Kadar parasetamol terlarut dari suppositori formula I, II, III...........

  43 VIII. Kadar kelarutan jenuh parasetamol .......

  45 IX. Hasil perhitungan efisiensi disoiusi suppositoria parasetamol dari ketiga formula dengan replikasi 3x..............

  46 X. Ringkasan anova rancangan acak lengkap dari efisiensi disoiusi suppositoria parasetamol dari ketiga formula..........

  46 XI. Nilai selisih rata-rata efisiensi disoiusi..................................

  47

  vi

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

D A FT A K GAMBAR Gambar 1 : Spektrum infra merah parasetamol........

  35 2 : Hubungan serapan vs panjang gelombang larutan parasetamol dengan kadar 5,0 mcg/ml dan 15 mcg/ml untuk penentuan panjang gelombang maksimum.............

  39 3 : Kurva baku larutan parasetamol pada panjang gelombang maksimum 240 n m ......

  41 4 : Profil disolusi suppositoria parasetamol formula I, II, III...,.....

  44

  

vii

  LAMPIRAN Lampiran I : Contoh perhitungan statistik ANOVA...

  61 II : Tabel harga F pada derajat keperca- yaan 5 % ............................. ...62

  III : Tabel harga q pada derajat keperca- yaan lebih besar 1

  X

  ....................63

  IV : Tabel harga r pada derajat keperca- yaan 5

  %

  dan 1 % ........................64 V : Sertifikat analisa Parasetamol...... .. 65

  VI : Sertifikat analisa PEG 4000 ........ .. 66

  viii

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • UNIVERSITAS A1RLANGGA’

  S U R A B A Y A Suppositoria berasal dari bahasa latin "Suppositus" yang berarti lewat bawah (1). Bentuk sediaan supposito­ ria umumnya hanya untuk efek lokal yaitu : wasir Akan tetapi terlebih penting dari itu ialah bahwa supposito­ ria dapat juga digunakan untuk pemakaian sistemik, cara pemakaian ini mempunyai beberapa kelebihan dari pada pemakaian secara oral yaitu (1,2) :

  1. Sesuai untuk obat yang dirusak atau dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas sistem lambung.

  2. Sangat sesuai digunakan oleh pasien dewasa dan anak - anak yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat.

  3. Sangat efektif untuk perawatan pasien yang suka muntah. Sediaan suppositoria terdiri atas bahan aktif dan bahan dasar. Penggunaan bahan dasar suppositoria harus memberikan pelepasan bahan obat yang memuaskan, inert dan tidak mengiritasi serta tercampurkan dengan semua bahan obat. Oleum cacao (lemak coklat) dan beberapa substansi lemak lain telah diterima sebagai bahan dasar suppositoria yang paling memuaskan, akan tetapi bahan dasar tipe ini mempunyai beberapa kerugian (3) :

  1 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2

  1. Obat yang larut dalam lemak jika diberikan dalam bentuk sediaan suppositoria dengan bahan dasar lemak cenderung terlepas sangat lambat dari bahan dasar tersebut.

  2. Bahan dasar lemak menghambat daya kerja bahan obat yang larut dalam air dengan cara melapisi mucosa dari rektum. Oleh karena itu bahan obat yang larut dalam air cenderung lebih cepat dile- p a s , baik untuk efek sistemik maupun lokal apabi- la diberikan dalam bahan dasar yang larut dalam air.

  3 Bahan dasar lemak, khususnya lemak coklat memi- liki sifat polimorfisa (keberadaan zat tersebut dalam berbagai bentuk k r i s t a l ). Ada 4 macam bentuk kristal yang mempunyai titik lebur yang berlainan. Sifat tersebut menyebabkan kesulitan dalam pembuatan dan penyimpanan, khususnya di- daerah tropis ini. Beberapa keuntungan penggunaan bahan dasar tipe lemak ini antara lain : tidak mengiritasi,serta tercampurkan dengan kebanyakan bahan obat (4).

  Selain tipe lemak dikenal bahan dasar suppositoria yang lain seperti gelatin - gliserin dan polietilen glikoi. Polietilen glikoi merupakan salah satu bahan dasar suppositoria yang larut dalam air. Berdasarkan berat molekulnya polietilen glikoi dapat digolongkan

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  daiam bontuk cair, pasta dan pactat, becitu pula .iarak Jebnrnva bervariasi ctxmana makin besar nerat moieKul-

  d

  nya, .iarak lehurnva makin meningkat ( ). Atas dasar ini maka sebagai bahan dasar suppositoria dlgunakan Kombina- si polietilen glikoi dengan berat molekul yarn? berlai- nan.

  Absorbsi obat melalui rektum pada pemberian obat dalam bentuk sediaan suppositoria melibatkan 2 tahap (6)

  1. Peiepasan bahan obat dari bahan dasar.

  2. Absorbsi obat melalui mucosa. Sedangkan faktor - faktor yang mempengaruhi absorbsi tersebut adalah <1,3) : 1'aktor-t'aktor fisiologi dan faktor-faktor fisika - kimia bahan obat dan bahan dasar. Faktor-faktor fisika-kimia bahan obat dan bahan dasar sangat berpengaruh terhadap peiepasan bahan obat dari bahan dasar.Telah banyak dilakukan modifikasi formula agar peiepasan bahan obat dari bahan dasar dapat meningkat. Salah satu cara yaitu dengan menambahkan suatu surfaktan. Hasil penelitian yang telah dilak- ukan oleh Withworth dan Larrocca menyimpulkan bahwa penambahan beberapa emulsifying agent seperti tween, span dan arlacel dapat meningkatkan peiepasan bahan obat dari bahan dasar oleum cacao (lemak coklat) (3).

  Untuk meramalkan kecepatan peiepasan bahan aktif dari bahan dasar suppositoria secara invitro dapat dilakukan poneu.iian disolus (4,5). La.iu disolusi mempe- ntfaruhi kecepatan dAn .iumlah bahan aktif yang diab- sorbsi•Yudith AN dan kawan - kawan menyimpulkan bahwa penambahan polisorbat 20 (tween 20) dapat meningkatkan disoiusi dari asam salisiiat (7).

  Sebagai model digunakan parasetamol yang mempunyai kelarutan dalam air yang kecil. Parasetamol dalam se- diaan suppositoria umumnya dibuat denean bahan dasar polietilen elikol (8,9). Berdasarkan peneiitian Plaxco dan kawan-kawan, penambahan tween 20 memberikan pelepa- san ephedrine HC1 dari bahan dasar lemak coklat yang paling baik bila dibandingkan denean penambahan tween yang lain (10)

  Peneiitian ini bertu.iuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tween 20 terhadap profil disoiusi supposito­ ria parasetamol. Penambahan tween 20 tersebut diharapkan dapat meningkatkan la.iu disoiusi parasetamol.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  B A B I

  X T N J A U A N P U S T A K A

  Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang dimasukkan dalam lubang tubuh, dimana ia akan mele­ leh, melunak dan melarut serta memberikan efek lokal maupun sistemik. Suppositoria umumnya dimasukkan melalui rektum, vagina dan uretra (5,11,12). Adapun pengertian yang terbatas adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur umumny berbentuk terpedo, dapat melarut, melunak maupun meleleh pada suhu tubuh

  (13) .

  Bentuk sediaan suppositoria sudah dikenal sejak dahulu oleh orang-orang Asiria +. 2600 SM, orang- orang Mesir + 1600 SM, orang-orang India juga pada jaman Yunani dan Romawi kuno (11). Dokter-dokter Mesir dan India pada masa itu telah menggunakan suppositoria untuk efek lokal dan sistemik* l.-l. Bahan dasar suppositoria.

  Bahan dasar suppositoria memainkan peranan penting dalam pelepasan bahan obat yang dikan- dungnya, dengan demikian juga mem p e n g a r u h i absorbsinya. Persyaratan utama suatu bahan dasar suppositoria adalah padat pada suhu kamar tetapi akan melunak, meleleh dan melarut pada suhu

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  6

  tubuh. Bahan dasar suppositoriaantara lain dapat terdiri atas lemak coklat, polietilen glikoi berat molekul tinggi dan lain-lain. Sedang bila tidak dinyatakan lain digunakan lemak coklat

  (13).

  Sebagai bahan dasar suppositoria yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria antara lain (14,15) :

  • Harus dapat meleleh pada suhu tubuh, melarut dan melunak pada cairan tubuh.
  • Stabil pada penyimpanan dan tidak menunjukkan p erub a h a n warna, bau dan peiepasan bahan aktif.
  • Perbedaan suhu saat bahan dasar mulai melunak dan meleleh kecil yaitu kurang dari 3° C.
  • Tidak toksik dan tidak mengiritasi.
  • Harus inert dan tercampurkan dengan bermacam - macam bahan aktif.
  • Dapat raengalami penyusutan volume pada waktu pendinginan sehingga tak perlu lubrikan.
  • Dapat dibuat dengan tangan, tekanan atau leburan.

  Beberapa persyaratan tambahan untuk Sup­ posit o r i a d engan bahan dasar yang berlemak antara lain (14).

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7 - Bilangan asam kurang dari dua.

  • Bilangan Iod kurang dari tujuh.
  • Bilangan penyabunan antara 200 - 245.

  Pemilihan bahan dasar yang digunakan dise- suaikan dengan sifat fisika-kimia bahan aktif, untuk bahan aktif yang larut dalam lemak se- baiknya digunakan bahan dasar yang larut dalam air. Demikian sebaliknya untuk bahan aktif yang larut dalam air digunakan bahan dasar yang larut dalam lemak (15).

  Secara garis besar bahan dasar suppositoria dibagi dalam tiga golongan (12,15) :

  • Bahan dasar berlemak.
  • Bahan dasar hidrofil.
  • Bahan dasar larut air.
  • Bahan Dasar Berlemak Bahan dasar lemak yang sering digunakan adalah lemak coklat (USP) didefinisikan seba- gai lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang .

  Sifat fisis dari lemak coklat antara lain sukar larut dalam air, meleleh pada suhu 34° C , bilangan asam tidak lebih dari 4 dan bilan­ gan penyabun antara 188° - 196° C (13).

  S e c a r a k i m i a l e m a k c o k l a t m e r u p a k a n

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  8

  trigliserida (campuran gliserin dan satu atau lebih lemak yang berbeda), oleh karenanya lemak coklat menunjukkan sifat polimorfisa atau keberadaan zat tersebut dalam berbagai bentuk kristal. Ada 4 macam bentuk kristal yaitu : cC, 0^ ,02 yang mempunyai titik

  c

  lebur yang berlainan. Bentuk C paling rendah kestabilanya, meleleh pada suhu 18° C. Bentuk

  £ 3

  m e l e l e h p a d a suhu 22° C. B e n t u k meleleh pada suhu 27° C dan yang bentuk ^ merupakan bentuk yang paling stabil meleleh pada suhu antara 34° C - 35° C.

  • Bahan Dasar Hidrofil Bahan dasar hidrofil merupakan bahan dasar yang dapat terdispersi dalam air yaitu emulsi dan surfaktan non ionik, antara lain : Polisorbat 61 (tween 61),Polioksi 40 stearat (Myrj 52) (1,12).
  • Bahan Dasar Larut Air Salah satu bahan dasar yang larut dalam air adalah PEG (polietilen glikoi). Contoh lain a dalah bahan dasar g e l a t i n - g 1 i s e r i n . Polietilen glikoi mempunyai nama lain : Carbo- w a x , Jefflox, Nikolin, Pluracol E, Poli E,

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  9 Solbase dan Sucrol (1)

  Rumus molekul : H { OCH2CH2 )n OH

  Sifat fisika-kimia (1) Secara garis besar dibagi tiga golongan berda- sarkan berat molekulnya yaitu : cair, pasta dan padat. Berat molekul antara 200 - 600 berbentuk cair, berat molekul antara 1000 -

  2000 berbentuk pasta sedang yang mempunyai berat molekul lebih besar dari 2000 berbentuk padat. Kelarutan dalam air : semakin tinggi berat molekulnya semakin menurun kelarutannya dalam air. Polietilen glikol bersifat hi- groskopis, sifat ini akan berkurang dengan semakin bertambahnya berat molekul. Suhu lebur polietilen glikol akan naik dengan bertambah­ nya berat molekul. Sebagai bahan dasar suppositoria PEG mempunyai beberapa keuntungan :

  • Stabil, inert dan tidak memerlukan lubrikan pada cetakan.
  • Dapat diperoleh konsistensi bahan dasar yang diinginkan dengan roengkombinasi bermacam-macam jenis PEG.
  • Kombinasi ini umumnya memiliki titik leleh lebih dari 42° C, oleh karena itu tidak perlu
Sedangkan beberapa kelemahan PEG antara lain :

  10 disimpan dalam tempat yang dingin (14).

  • Higroskopis, ini menyebabkan sifat iritasi, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan penambahan air + 20

  %

  pada formula atau dengan menc e l u p k a n k e d a l a m air sebelum digunakan (14).

  • Suppositoria kadang-kadang mengalarai kerapuhan pada penyimpanan terutama untuk suppositoria yang bahan dasarnya dikombinasi dengan air. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan propi- len glikol atau minyak jarak (16).

  1.2. Bobot dan bentuk suppositoria Menurut beberapa pustaka, bobot dan bentuk suppositoria bermacam-macam tergantung macam suppositoria (1,12,15,16) :

  • Suppositoria rektal : Bobot : untuk orang dewasa 2 g.

  untuk anak-anak 1 g. Bentuk : umumnya berbentuk terpedo.

  • Suppositoria Vaginal : Bobot : 3 - 5 g .

  Bentuk : umumnya berbentuk oval atau bulat.

  • Suppositoria Uretral :

  Bobot : laki-laki 4 g, panjang 100 - 150 mm

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11 diameter 5 mm.

  perempuan 2 g, panjang 60 - 75 mm diameter 5 mm. Bentuk : pada umumnya berbentuk batang atau pensil.

  Menurut farmakope Indonesia Edisi III (13), bobot kecuali dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak-anak yang ber­ bentuk terpedo dengan bahan dasar lemak coklat.

  1.3. Pembuatan Suppositoria Pada umumnya cara pembuatan suppositoria dapat dibuat dengan beberapa metoda (1,14,17) :

  • Metoda dingin, dilakukan dengan cara menggu- lung campuran homogen antara bahan dasar dan bahan aktif yang telah homogen, kemudian dipotong-potong sesuai dengan bentuknya.
  • Metode p a n a s , yaitu dilakukan dengan cara melebur bahan aktif yang tahan panas dan bahan dasar kemudian dituang dalam cetakan. Pada metode ini pembuatan suppositoria harus dile- bihkan dua atau tiga suppositoria untuk mence- gah adanya masa suppositoria yang melekat atau menempel pada wadah maupun spatel.

  Dilebihkan dua atau tiga ini untuk cetakan suppositoria yang berjumlah 12 buah.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

K

  M 1 L I PERPUSTAKAAN "UNIVERS1TAS AIRLANGGA* , 2

  S U R A B A Y A Peiepasan bahan aktif dari suppositoria di rektum

  2.1. Anatomi rektum (11) Rektum terdiri atas beberapa lapis. Lapisan paling luar disebut mucosa yang banyak mengan- dung sel-sel epitel, lapisan yang lebih dalam di sebut sub mucosa yang banyak mengandung pembuluh darah.

  P e m b u l u h darah pada rektum mempunyai 3 percabangan yaitu : pembuluh vena hemoroidal inferior yang letaknya dekat analaspinkter, pembuluh darah vena hemoroidal middle terletak pada bagian tengah. Dan percabangan yang terak- hir adalah pembuluh darah superior yang terletak pada rektum bagian atas. Pembuluh darah vena hemoroidal inferior dan middle masuk kedalam vena cava inferior. Sedang pembuluh darah vena hemoroidal superior akan menjadi satu dengan vena mesenterika inferior.

  2.2. Fungsi Rektum (11) Rektum berfungsi sebagai reserfoar sisa- sisa makanan setelah mengalami absorbsi dilam- bung dan di usus yang akhirnya dikeluarkan dalam bentuk feces.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  13

  2.3. Mekanisme pelepasan bahan obat dari suppositoria Suppositoria setelah masuk kedalam rektum akan meleleh, melunak atau melarut yang kemudian di ikuti dengan pelepasan bahan obat kedalam cairan mucosa.

  Faktor - faktor yang mempengaruhi tahap pelepasan bahan aktif dari suppositoria adalah :

  • Destruksi suppositoria dalam rektum

  Destruksi merupakan peleburan senyawa penyusun bahan dasar suppositoria. Bahan dasar yang melebur adalah lemak coklat. Sedangkan bahan dasar yang larut, destruksi merupakan pelarutan bahan dasar tersebut dalam cairan rektum.

  • Kecepatan melarut bahan aktif

  Kecepatan melarut bahan aktif tergantung pada sifat fisika-kimia bahan aktif meliputi :

  • Ukuran partikel
  • Polimorfisa - Sifat bahan aktif terhadap bahan dasar.

  Peranan formulasi sedian obat sangat menentukan kecepatan pelepasan bahan obat dari sediaan. Terutama untuk bahan obat yang ke- larutannya sangat kecil, peranan formulasi sangat besar pengaruhnya terhadap absorbsinya. Penambahan suatu surfaktan dapat meningkatkan

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  14

  peiepasan bahan aktif dari bahan dasar terse- but. Sediaan - sediaan padat baru dapat diab- sorbsi setelah berada dalam bentuk larutan, oleh karena itu untuk meramalkan kecepatan p e i e p a s a n bahan obat dari sediaan secara invitro dilakukan dengan pengujian disolusi. Beber a p a p e n e l i t i a n yang pernah dilakukan antara lain :

  1. Penelitian Withworth dan Larrocca tentang efek beberapa emulsifyng agent terhadap p e i e p a s a n bahan obat dari bahan dasar suppositoria. Diperoleh hasii sebagai

  %

  berikut : penambahan tween 61 sebesar 20 dan span 80 sebesar 15 % memberikan diso­ lusi bahan obat paling besar yaitu 71,4 %, penambahan tween 61 dan arlacel 20 roasing -

  %

  m asing sebesar 15 dan 20 memberikan disol u s i bahan obat sebesar 5,8 % daji penambahan tween 40 dan 61 masing - masing sebesar 15 dan 20 % memberikan disolusi

  %

  bahan obat sebesar 55,4 dari formula tanpa penambahan emulsifyng agent. Dari penelitian itu disimpulkan bahwa penambahan

  %

  emulsifyng agent kurang dari 20 memberi­ kan peiepasan bahan obat kurang dari 30 % dan penambahan emulsifyng agent sebesar 35

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

%

  • 40 memb e r i k a n pelepasan bahan obat paling besar serta tween merupakan emulsi- fyng agent yang sangat baik untuk memberi­ kan pelepasan bahan obat dari bahan dasar lemak coklat bila dibandingkan dengan span dan arlacel.

  Peneiitian Plaxco dan kawan - kawan tentang 2 . efek beberapa surfaktan non ionik terhadap pelepasan bahan obat dari suppositoria (9).

  Plaxco menambahkan bermacam - macam surfak­ tan non ionik seperti span, tween, myrj dan brij sebesar 5 % pada bahan dasar lemak coklat dan dengan menentukan jumlah amino- philin, ephedrine dan ephedrine HC1 yang terdisolusi secara invitro pada selang w aktu 30, 60, 90 menit diperoleh hasil sebagai berikut : dengan menambahkan sur­ faktan - surfaktan tersebut dapat mening- katkan jumlah aminophilin yang terdisolusi akan tetapi jumlah maksimum aminophilin yang terdisolusi diperoleh bila supposito­ ria dibuat dengan menambahkan surfaktan yang memiliki harga HLB antara 11 sampai

  14. Sedangkan untuk ephedrine HC1 penamba­ han surfaktan dapat meningkatkan disolusi- nya, surfaktan dengan harga HLB kurang dari

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  16

  y memberikan pengaruh yang kecil terhadap disolusi tersebut. Peningkatan disolusi terbesar diperoleh dengan menambahkan brij 60 dan tween 20.

  2.4. Absorbsi Setelah bahan aktif mengalami pelepasan dari bahan dasar supppositoria maka tahap beri- kutnya adalah absorbsi bahan aktif tersebut pada mucosa rektum. Tahap ini dipengaruhi oleh be­ berapa faktor yaitu :

  • Faktor fisiologi

  Faktor fisiologi yang mempengaruhi ab­ sorbsi obat dari rektum antara lain : kandung- an kolon, jalur sirkulasi, pH dan tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rektum.

  • Faktor fisika - kimia dari bahan obat dan bahan dasar yang mempengaruhi absorbsi obat dari rektum yaitu : koefisien partisi lemak - air, ukuran partikel dan sifat basis.

  3. Disolusi

  3.1. Batasanf11.18 1 Kecepatan disolusi adalah kecepatan peruba- han bentuk padat menjadi bentuk terlarut dalam suatu media tertentu dan pada waktu tertentu.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  3.2. Proses melarut ( 18,19) Agar terjadi proses melarut, maka molekul zat terlarut harus terlepas dari permukaannya kemudian mengadakan transport untuk masuk keda- lam pelarutnya, sementara molekul pelarut menga- tur diri sedemikian rupa membentuk lubang.

  Berdasarkan tahapan proses melarut dikenal tiga mekanisme proses melarut dimana zat dapat melarut dengan salah satu cara atau merupakan gabungan dari cara-cara berikut (18,20) :

  1. Teori film (model lapisan difusi) Teori ini beranggapan jika suatu bahan padat dimasukkan kedalam suatu pelarut maka akan terjadi suatu lapisan tipis (film) antara pelarut dan zat padatnya, dimana lapisan tipis ini bersifat diffusion layer, dengan ketebalan h cm. Cairan pada permukaan zat padat akan bergerak dengan kecepatan tertentu kecairan yang kadarnya lebih kecil.

  2. Model 1

  1 Interfacial Barier1

  1 Teori ini beranggapan bahwa pada permu­ kaan zat padat terjadi kadar yang dengan pelarutnya terdapat lapisan batas antar.

  3. Model Dankwert Teori ini beranggapan bahwa transport molekul zat padat dicapai dengan kantong -

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18 kantong atau macroscopis packets.

  4. Parasetamol

  4.1. Sifat fisika - kimia (13,16,22) Parasetamol mempunyai nama lain : asetamia- setanilida, N (4 hidroksi fenil) asetanilida. N H C O C H rumits bangun :

  OH

  Parasetamol adalah serbuk atau hablur yang berwarna putih, tidak berbau, rasa pahit, berat molekul 151,17, mempunyai titik lebur 169° C

  172° C. Indeks bias 1,293. Parasetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 20 bagin air panas, dalam 7 bagian etanol 95% P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 50 bagian kloroform, dalam 40 bagian gliserol P, dalam 9 bagian propilen glikol P dan larut dalam alkai hidroksida.

  Reaksi warna dengan larutan besi (III) klorida memberikan warna violet.

  [

  4.2. Farmakologi 2) Parasetamol termasuk golongan para amino fenol yang mempunyai khasiat sebagai analgesik

  (menghilangkan rasa nyeri) dan antipiretik (menurunkan suhu tubuh). Mekanisme kerja diduga

  19 berdasarkan efek sentral mirip salisilat.

  Parasetamol diabsorbsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran cerna dengan konsentra- si tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu kurang lebih 30 menit sampai 2 jam. Dimetabo- lisme didalam hati dan diekskresi melalui urin dalam bentuk konjugat glukoronida dan sulfat. Kurang dari 5% terekskresi tak berubah. Waktu paruh elminasi bervariasi antara 1 sampai 4 jam. Ikatan dengan protein plasma dapat diabai- kan pada konsentrasi teraputik biasa tetapi akan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi parasetamol (22).

  4.3. Toksisitas (2,22) Parasetamol dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik, terutama pada pemakaian yang kronik. Akibat dosis toksis yang paling serius adalah nekrosis hati. Hepatotoksik dapat terjadi dengan pemberian tunggal sebesar 10 sampai 15 gram (200 - 250 mg/kg B B ) parasetamol. Efek ini mempunyai peluang yang besar pada sediaan oral karena parasetamol dikonjugasi dihati. Kerusakan hepar tidak disebabkan oleh parasetamol sendiri tetapi oleh suatu metabolit yang sangat reaktif molekul vital sel hepar.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  20

  5. Tween 20 (13,16.22,23)

  Tween 20 mempunyi nama lain : Polioksieti- len sorbitan (20) monolaurat, Polisorbat 20.

  Tween 20 merupakan campuran ester laurat dari sorbitan dengan mono atau dianhidrida (17). Merupakan hasil kondensasi larutan dari sorbitan dan anhidridanya dengan etilenoksi.

  Tween 20 merupakan cairan agak kental seperti minyak, jernih, kuning, bau khas. Kelarutan : dapat campur dengan air, etanol 95% P, dengan etil asett P dan dengan roetanol P, sukar larut dalam minyak biji kapas P, dalam toluen dan dalam parafin cair P. Mempunyai bilangan asam tidak lebih dari 2, bilangan penyabunan antara 40 - 50.

  Reaksi warna : 2 ml larutan 5% b/v tambahkan 10 ml larutan amonium tiosianat kobal- to nitrat P dan dalam 5 ml kloroform P, kocok biarkan terjadi warna biru pada lapisan kloro­ form.

  5.2. Kegunaan (16,22) Tween 20 merupakan surfaktan non ionik.

  Karena harga HLB 16,7 maka tween 20 merupakan salah satu derivat polisorbat yang berfungsi

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  21

  sebagai solubilizing agent yaitu untuk mening- katkan kelarutan bahan aktif yang semula kurang larut (24). Kombinasi tween 20 dengan tween

  80 dapat meningkatkan kelarutan minyak. Penambahan surfaktan non ionik berguna untuk meningkat­ kan kecepatan pelepasan bahan obat terhadap bahan dasar dari sediaan suppositoria (4,10). ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

B A B

I I I BAHAN A L A T DAN METODOLOG1 PENELITIAN

  1. Bahan dan alat

  1.1. Bahan - bahan

  • Parasetamol pg
  • PEG 400 pg (s d m)
  • PEG 4000 pg (s d m)
  • Tween 20 pg (s
  • Metanol pa (ferax)

  1.2. Alat - alat - Cetakan suppositoria dari logam.

  • Erweka Suppositoria Tester type SBT.
  • Disolusi Erweka tipe DT.
  • Spektrofotometer Shimadzu Double Beem UV-VIS type 140-02.
  • Milipore membrane type filter HA cut nomer

  HAWP 01300 lot nomer HOE 62453 B diameter 13 mm ukuran pori 0,45 mikron.

  2. Tahapan keria

  2.1. U.ii kualitatif Parasetamol (15) U n t u k uji kualitatif dilakukan sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi III yaitu :

  • Pemerian : diperiksa bentuk, warna, bau dan rasa.
  • Identifikasi: reaksi warna dengan besi(III)

  22

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  M I L I K. PERFUSTAKAAN "UNIVEKS1TAS AIRLANGGA

  S_U R A B A Y A __ i klorida, larutan kalium bikro- mat 0,1 N . U.il kualitatif Tween 20 (15)

  Untuk uji kualitatif tween 20 dilakukan sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi III yaitu :

  • Pemerian : diperiksa bentuk dan warna
  • Identifikasi : 2 ml larutan 5 % b/v, tambahkan 10 ml larutan amoniumtiosianat- kobaltonitrat P dan dalam 5 ml k l o r o f o r m P, kocok b i a r k a n terjadi warna biru pada lapisan kloroform.

  Formula suppositoria Formula suppositoria dibuat dengan beberapa kriteria yaitu :

  • Jumlah Suppositoria dibuat sesuai dengan dosis lazim anak-anak yaitu 120 mg tiap Suppositoria - Berat tiap Suppositoria adalah 2 g.
  • Pada tiap Suppositoria ditambahkan bahan yang dapat meningkatkan kecepatan pelepasan bahan obat yaitu : tween 20 sebanyak 2,5% dan 5 %
  • Bahan dasar Suppositoria terdiri atas campuran

  PEG 400 dan PEG 4000 dengan perbandingan 10:90

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  24 TABEL I

  FORMULA SUPPOSITORIA PARASETAMOL B A H A N F C) R M U I, A

  I II

  III Parasetamol 0,120 0,120 0,120 PEG 400 10 9,75 9,5 PEG 4000 90 87,75 85,5

  • Tween 20

  2,5

  5

  2.4. Pembuatan Suppositoria Pembuatan Suppositoria dilakukan dengan cara panas yaitu melebur PEG 4000 sampai meleleh sambil diaduk. Pada peleburan suhu diatur diba- wah 60° C. Bahan dasar Suppositoria yang cair dan Tween 20 digerus dengan bahan obat sampai homogen dan dituang dalam bahan dasar yang telah meleleh, diaduk sampai homogen. Kemudian dituang dalam cetakan secara perlahan - lahan .

  2.5. Pemeriksaan fisis suppositoria

  2.5.1. Pemeriksaan Organoleptis suppositoria Dari ketiga formula masing - masing diambil lima buah suppositoria dan dia- mati bentuk, warna dan bau dari tiap - tiap suppositoria.

  2.5.2. Pemeriksaan Keseragaman Bobot (26) Diambil 20 buah Suppositoria secara

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  25

  acak selanjutnya ditimbang bobot tiap Suppositoria kemudian ditentukan bobot rata - ratanya Britis Pharmcopoeia Gdisi

  II men s y a r a t k a n tidak lebih dari dua .Suppositoria masing - masing bobotnya menyimpang lebih dari 5% dan tidak lebih besar dari 10% dari satu Suppositoria yang mengalami penyimpangan dari bobot rata - rata.

  2.5.3. Pemeriksaan Kekerasan Suppositoria Dari ketiga formula diambil 3 Sup­ positoria dan masing - masing dilakukan uji kekerasan dengan menggunakan alat ERWEKA Suppositoria Tester type SBT.

  Bagan Alat sebagai berikut :

  Ucuk'Moofeitag lii ^

  26 19' U.

  • <9

  1-

  JB- 21 - 36- 3 d ™

  Jl

  13

  1 m 3 - 50 Cara kerja :

  • Suppositoria yang akan diperiksa disim- pan terlebih dahulu minimal 24 jam.

  Q

  Umumnya pada suhu 25 Cdengan toleransi

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • 1 ,5° C - Suppositoria diletakkan vertikal dengan ujungnya pada bagian atas pada penahan yang dibuat dari plastik berwarna merah (44).
    • Ujung suppositoria ditekan dengan penekan (19) dengan hati-hati. Chamber uji ini ditutup dengan gelas (28). Penekan ini mempunyai beban seberat 600 gram.
    • Bila penekan tidak turun selama 1 menit ma k a beban d i t a m b a h lagi d e n g a n 1 lempeng seberat 200 gram , demikian seterusnya bila setelah 1 menit penekan tidak turun maka beban ditambah lagi 1 lempeng seberat 200 gram.
    • Bila berat beban penekan kurang dari 600 gram dikatakan bahwa suppositoria terlalu lunak dan tidak dapat diguna­ kan.

  2.6. Penentuan kadar parasetamol dalam suppositoria

  2.6.1. Pembuatan larutan baku induk dan baku ker.ia parasetamol Larutan baku induk parasetamol 250 meg / ml dibuat dengan cara sebagai beri- kut : ditimbang seksama 125 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol. Encerkan dengan air suling sampai volume 500,0 ml.

  S e l a n j u t n y a l a r u t a n baku k e r j a parasetamol dibuat dari larutan baku induk yang diencerkan dengan air suling sehingga didapatkan kadar yang dikehen- daki yaitu : 2,5 mcg/ml, 5 m cg/ml, 7,5 mc g /ml, 10 m c g/ml, 12,5 mcg/ml, 15 mcg/ml,

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2.6.2. Penentuan pan.iang gelombang maksimum

  • Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengamati nilai sera­ pan larutan parasetamol pada kadar 5 mcg/ml dan 10 mcg/ml (baku kerja) pada rentang panjang gelombang 220 - 270 nm.
  • Tiap - tiap kadar dilakukan pembacaan nilai serapan dengan replikasi tiga kali.
  • Dari hasil pengamatan dibuat tabel dan kurva nilai serapan vs panjang gelom­ bang sehingga dengan demikian diperoleh panjang gelombang maksimum*

  2.6.3. Pembuatan kurva baku parasetamol

  • larutan baku parasetamol dengan kadar

  2,5 mcg/ml, 5 mcg/ml, 7,5 mcg/ml, 10 mcg/ml mcg/ml, 12,5 mcg/ml, 15 mcg/ml diamati serapannya pada panjang gelom­ bang maksimum.

  • Kemudian dibuat kurva baku antara nilai serapan vs kadar dan dengan perhitungan regresi diperoleh persamaan garis kurva baku.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2.6.4. Pemeriksaan keseragaman kadar parasetamol dalam suppositoria (26) Pemeriksaan keseragaman kadar para­ setamol dalam Suppositoria dilakukan dengan mengambil 5 suppositoria untuk masing-masing formula dengan prosedur sebagai berikut :

  • Sarapel sebanyak 5 Suppositoria dilebur, dibuat homogen dan didinginkan dalam cawan dan pengaduk. Ditimbang bobotnya dengan teliti.
  • Sebagian campuran homogen tersebut di­ bang setara dengan 100 mgram parase­ tamol .
  • Masing-masing dilarutkan dalam 10 ml metanol sampai larut. Kemudian diencer- kan dengan air suling sampai volume 100,0 ml.
  • Dipipet 1,0 ml diencerkan dengan air suling sampai 100,0 ml.
  • Diamati serapannya pada panjang gelom­ bang .
  • Dihitung kadar parasetamol dengan meng- gunakan persamaan kurva baku.
  • Dilakukan dengan replikasi tiga kali.

  2.6.5. Pemeriksaan la.iu disolusi (26) Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan laju disolusi suppositoria invitro dengan mengggunakan Erweka tipe DT. Tahap - tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut :

  • Penyiapan rangkaian alat.
  • Bejana diisi dengan air suling 900,0 ml dan suhu diatur pada (37 +. 0,5) C.
  • Suppositoria dimasukkan dalam basket, kemudian basket dimasukkan dalam beja­ na. Jarak basket dan dasar bejana (2,0 + 0,5) cm.
  • Basket diputar dengan kecepatan 100 putaran per menit dan aliquot diambil pada menit ke 5,10, 15, 20, 25, 30, 45,

  60, dan 75 masing - masing sebanyak 5 m l .

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • Pada setiap pengambilan aliquot diganti air suling sama banyak.
  • Aliquot diencerkan dengan air suling sesuai orientasi.
  • Diamati serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.
  • Dihitung kadar parasetamol yang terla-

  31

  rut dengan menggunakan persamaan kurva baku yang diperoleh pada 2.6.3.

  • Laju disoiusi dari masing- masing for­ mula dilakukan dengan replikasi 3 kali.
  • Dihitung efisiensi disoiusi (Khan).

  2.7. U.ii kelarutan .ienuh Parasetamol dalam media disoiusi Untuk kelarutan jenuh Parasetamol dalam media disoiusi dilakukan dengan cara sebagai berikut : - Ditimbang Parasetamol sebanyak 20 gram.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA