PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2012) SKRIPSI Guna Memperoleh Gelar S1 Sarjana Syariah

  

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPEREMPUAN

KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MENURUT UU NOMOR 23

TAHUN 2004 TENTANG KDRT

(Studi Kasus di Polres Salatiga

Tahun 2012)

  

SKRIPSI

Guna Memperoleh Gelar S1 Sarjana Syariah

  

Oleh

SALIM

212 09 014

JURUSAN SYARIAH

  

PROGRAM STUDI AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

  MOTTO

Muslim sejati adalah yang tidak pernah menggunakan lisan dan tangannya untuk

menyakiti sesamamuslim

  

(H.R. Bukhori dan Muslim)

  

PERSEMBAHAN

  Dengan segala kerendahan hati, skripsi yang amat sederhana ini penulis persembahkan kepada.

  1. Guru Agama Islam yang pertama, Ayahandaku (Ruslan) dan Ibu ku tersayang (Kasti).

  2. Istriku tercinta (Subariyah) anak-anakku M.Sava Ufuqil A’la, Ainan Fiha Tusamma Salsabila, Izza Jaza al Aufa yang terkasih, yang telah memberikan nasihat dan semangat ketika aku dalam kegundahan.

  3. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dan mendoakan agar mencapai satu kata “kesuksesan” di dua tempat (dunia dan akhirat).

KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah, segala puji bagi-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat salam selalu tercurahkan pada pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan dan membimbing umat pada jalan yang diridhoi Allah, dengan semangat dalam menebarkan ilmunya dan nur kemulyaanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skr ipsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

  PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2012)”.

  Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

  1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

  2. Bapak IllyaMuhsin, M.H.M.Si.selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAIN Salatiga.

  3. Ibu LutfianaZahriyani, M.H.selaku dosen pembimbing akademik.

  4. IbuHeniSatarNurhaida,SH.M.Siyang telah membimbing dam memberi pengarahan sampai selesai dalam penulisan skripsi ini.

  5. Seluruh bapak dan ibu dosen serta karyawan STAIN salatiga yang telah memberi bekal pengetahan dan pelayanan kepada penulis.

  6. Bapak dan ibuku serta keluarga yang telah memberi motivasi dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

  7. Semua teman seperjuangan AS angkatan 2009.

  8. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

  Semoga amal dan budi baik yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi catatan amal kebaikan disisi Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi masyarakat pecinta ilmu dan Negara.

  Salatiga, 07 Maret 2014 Penulis

  

ABSTRAK

  Salim.2013. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan

  Dalam Rumah Tangga MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus Di Polres Salatiga Tahun 2012).

  SkripsiJurusan Tarbiyah. Program StudiHukum Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. PembimbingHeniSatarNurhaida,SH.M.Si.

  Kata kunci: Kekerasan KDRT, Perlindungan Hukum, UU KDRT.

  Pada era transisi yang dialami masyarakat Indonesia saat ini dari masyarakat agraris menuju modern.Keindahan sebuah pernikahan sering kali ternodai dengan kekerasan yang dilakukan salah satu pihak kedua mempelai dan sering menjadikannya sebuah keluarga berantakan dan hingga terhadi perceraian.Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk dan motif kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang dilaporkan di Polres Salatiga?, (2) Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di polres Salatiga?, dan (3) Apakah perlindungan hukum yang diberikan pada korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga telah sesuai dengan UU KDRT No 23 Tahun 2004?.

  Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif. Peneliti melakukan penelitian sejak tanggal 17 Juni 2013 Polres Salatiga.

  Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga memiliki beberapa motif tindak kekerasan. Diantaranya adalah : a. kecemburuan, b.perselingkuhan, c. tidak terima, dan d. penelantaran.Dan beberapa perlindungan yang dilakukan Polres Salatiga terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga adalah a. menerima laporan dari masyarakat, b. melakukan penyidikan, c. mengumpulkan bukti, d. memberikan perlindungan terhadap korban yang mendapat ancaman, e. Melakukan mediasi, dan f. Melakukan penangkapan terhadap pelaku atau tersangka. Dan dari hasil penelitian pula menunjukkan bahwasanya sudah terdapat kesesuaian tindak perlindungan yang dilakukan Polres Salatiga terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dengan UU KDRT No 23 Tahun 2004.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN LOGO STAIN ............................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING .............................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................. v

HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................. viii

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................... x

HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................................ xi

HALAMAN DAFTAR TABEL ....................................................................... xv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. RumusanMasalah .......................................................................... 4 C. Tujuandan Kegunaan Penelitian ................................................... 5 D. Penegasan istilah ............................................................................ 5 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 6 F. Metode Penelitian........................................................................... 8

  3. Sumber data .............................................................................. 9 4.

  Prosedur pengumpulan data ..................................................... 10 5. Analisis data ............................................................................. 11 6. Pengecekan keabsahan data …… ............................................ 11 7. Tahap-tahap penelitian...................... ....................................... 13 G. Sistematika Penulisan .................................................................... 15

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PerlindunganSementara…….. ........................................................ 17 B. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................................ 18 C. Pelindungan Hukum Terhadap perempuan Korban KDRT Menurut UU No. 23 Tahun 2004 ................................................... 22 D. Motif Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga ........................................................................................ 25 E. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah

  tangga ............................................................................................ 27 F. Pandangan UUKDRT Tentang Kekerasan dalam Rumah

  Tangga ............................................................................................ 29

  BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Sekilas tentang berdirinya Polres Salatiga ..................................... 43 1. Sejarah Berdirinya Polres Salatiga ............................................. 43

  c.

  Daftar nama Kapolres Salatiga .............................................. 47 d. Visi dan Misi Polres Salatiga ................................................ 59 e. Struktur Organisasi Polres Salatiga ....................................... 51 f. Wilayah Hukum Polres Salatiga ............................................ 53 B. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Polres Salatiga ................................................................ 55

  C.

  Faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT di Polres Salatiga ........................................................................................... 56 1.

  Kekerasan Fisik ......................................................................... 56 2. Kekerasan Psikis ....................................................................... 66 D. Perlindungan Hukum yang diberikan kepada Korban

  Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Salatiga ..................... 67 1.

  Menerima laporan atau pengaduan ........................................... 67 2. Penyidikan ................................................................................. 68 3. Mencari barang bukti dengan visum ......................................... 68 4. Pengamanan korban yang mendapat ancaman .......................... 68 5. Mediasi ...................................................................................... 69 6. Penangkapan ............................................................................. 69

  BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI POLRES SALATIGA

  B.

  Analisis perlindungan hokum terhadap perempuan korban kekerasan rumah tangga di Polres Salatiga dan kesesuaian dengan UUKDRT ................................................... 74 C. Analisis efektivitas perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

  Polres Salatiga ........................................................................... 83

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 85 B. Saran-saran .................................................................................. 86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia. Perseorang-

  an maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki- laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia. Pergaulan hidup rumah tangga dibina dalam suasana aman. tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami istri (Basyir.

  1995: 1).

  Fenomena kadang berbicara lain, perkawinan yang diharapkan sakinah mawaddah warohmah harus kandas di tengah jalan karena seribu satu permasalahan yang timbul dalam keluarga. Islam menyikapinya dengan memberi solusi perceraian bagi keluarga yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

  Kekerasan dalam beberapa tahun belakangan ini telah menjadi kosakata paling aktual dan sangat populer di tengah-tengah peradaban global. la telah memasuki berbagai wilayah; politik, ekonomi, sosial budaya, seni, ideologi. pemikiran, keagamaan, bahkan dalam wilayah sosial yang paling eksklusif yang bernama keluarga (Ahmad, 1999: 203).

  Di dalam rumah tangga ketegangan maupun konflik merupakan hal merupakan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (Ciciek, 1999:21).

  Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Faqih, 1997: 17). Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa menimpa siapa saja, termasuk bapak, ibu, istri, anak atau pembantu rumah tangga.

  Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

  Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) khususnya penganiayaan istri merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai temuan penelitian memastikan bahwa penganiayaan terhadap istri tidak berhenti pada penderitaan anak-anak saja. Rentetan penderitaan itu akan menular ke ruang lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat juga.

  Bentuk kekerasan terhadap perempuan dapat berupa fisik atau psikis. Selain itu, dapat dilakukan secara aktif (menggunakan kekerasan) atau pasif (menelantarkan), dan pelanggaran seksual. Yang sering terjadi adalah

  Di Indonesia, masyarakat lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah KDRT, hal ini disebabkan karena (Hasbiyanto, 1999: 190) KDRT memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup (pribadi) dan terjaga ketat

  

privacy- nya karena terjadi di dalam keluarga. KDRT sering dianggap wajar

  karena diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak-hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga.

  KDRT terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. Kultur yang menomorsatukan keutuhan dan keharmonisan keluarga juga merupakan alasan mengapa masyarakat lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

  Suatu tindakan disebut KDRT jika ada pihak yang merasa dirugikan karena telah terjadi kekerasan yang berupa pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang sehingga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan, maka dapat dilaporkan ke kantor polisi, untuk mendapatkan perlindungan hukum. Dalam hal ini peneliti mengambil tempat penelitian di Polres Salatiga yang menjadi tujuan utama tempat bagi para korban KDRT tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga mereka.

  Sebagai upaya penelitian, peneliti melakukan pra-penelitian yang menunjukkan beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan di Polres Salatiga. Bentuk kekerasan disini dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan Psikis atau lebih pada kekerasan dalam rumah tangga lebih pada kasus kekerasan dalam bentuk fisik.

  Dengan banyaknya kasus kekerasan rumah tangga yang terjadi di Salatiga, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi di Polres Salatiga Tahun 2012)".

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang penulis dapatkan dalam materi latar belakang masalah maka untuk sampai pada masalah yang akan dibahas, perlu kiranya dikemukakan rumusan masalah secara singkat dalam berkas- berkas pertanyaan sebagai berikut:

  1. Bagaimana bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang dilaporkan di Polres Salatiga?

  2. Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga?

  3. Apakah perlindungan hukum yang diberikan pada korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga telah sesuai dengan UU KDRT No 23 Tahun 2004?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.

  Tujuan penelitian dalam skripsi ini pada intinya adalah: a.

  Untuk mengetahui bentuk dan motif kekerasan yang dilaporkan ke Polres Salatiga.

  b.

  Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada perempuan korban kekerasan di Polres Salatiga.

  c.

  Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga di Pokes Salatiga sudah sesuai dengan UU No 23 Tahun 2004 Tentang KDRT.

2. Sedang kegunaan penelitian ini adalah: a.

  Dengan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagaimana perlindungan yang diberikan pada korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga.

  b.

  Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan kontribusi kepada khasanah ilmu pengetahuan.

  c.

  Untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar Sarjana Program Strata Satu (Si) dalam bidang Hukum Islam (Syariah).

D. Penegasan Istilah 1.

  Perlindungan Hukum keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

2. Kekerasan dalam rumah tangga

  Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

E. Tinjauan Pustaka

  Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan (UU No. 23 Th 2004, 2004: 2).

  Kekerasan menurut UU KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan bulcum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan mengingatkan kita pada suatu keadaan, situasi, apapun perlakuan yang berkonotasi rasa sakit, tidak nyaman dan berbagai bentuk kerugian baik fisik, seksual, psikologis.

  Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang termasuk dalam perbuatan penganiayaan jelas-jelas dilarang oleh agama manapun dan ditetapkan sebagai perbuatan pelanggaran HAM.

  Tindakan kekerasan dalam rumah tangga dapat dilaporkan pada polisi untuk mendapat perlindungan hukum bagi korban kekerasan baik untuk sendiri maupun keluarganya dari tindak kekerasan. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang semula dianggap wajar oleh kaum perempuan, sekarang tindakan kekerasan dianggap sebagai tindakan kriminal yang harus dilaporkan pada polisi, untuk mendapatkan perlindungan hukum.

  Farha Ciciek dalam buku Ihtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah

  

Tangga Belajar dari Kehidupan Rosulullah SAW , (Ciciek, 1999: 86)

  mengemukakan panjang lebar tentang kekerasan domestik yang menimpa kaum perempuan dengan bahasa yang singkat menuliskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah salah satu permasalahan yang menjadi tanggung jawab masyarakat membutuhkan peran negara.

  Dalam buku menakar harga perempuan, eksploitasi lanjut atas hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam, dengan Syafiq Hasyim selaku editor, disitu Ellin N. Hasbiyanto dalam tulisan yang berjudul "Kekerasan dalam mengemukakan secara berani tentang mitos dan fakta tentang kekerasan dalam rumah tangga, sebab-sebab KDRT dan dampak KDRT.

  Masih dalam buku yang sama, Husain Muhammad Menulis tentang "Refleksi Teologi tentang kekerasan Terhadap Perempuan" (Hasbiyanto, 1999: 86-87) disitu dia berusaha mengungkapkan atas hukum mengapa kadang terjadi salah persepsi tentang sebuah ayat yang bermuatan hukum dan dijadikan alasan untuk membenarkan sebuah perbuatan yang salah. Dia juga mengemukakan tentang lima asas perlindungan hak atas dasar wacana Islam dikenal al-kulliyat al-khoms yaitu perlindungan atas agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan dan harta. Atas dasar inilah maka, seluruh pemikiran dan sistem apapun yang melegitimasi praktik diskriminasi, marginasi, dan penindasan oleh siapapun dan terhadap siapapun, harus ditindak demi agama dan kemanusiaan.

F. Metode Penelitian

  Dalam suatu penelitian, metode mutlak diperlukan karena merupakan cara yang teratur dan berfikir secara kritis untuk mencapai suatu tujuan yang dimaksud. Metode ini diperlukan guna mencapai tujuan yang sempurna dan memperoleh hasil secara optimal.

1. Pendekatan dan jenis penelitian

  Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research), mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai unit sosial tersebut. Dalam penelitian dengan metode field research ini, penulis mewawancarai empat responden dari pihak kepolisian, maupun korban.

  Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2009: 11).

  2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di lembaga kepolisian, yaitu di Polres

  Salatiga, karena Polres Salatiga menjadi salah satu tempat pengaduan masyarakat Salatiga, dalam hal ini berkenaan tentang kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat Salatiga terlebih khususnya di tahun 2012.

  3. Sumber data Data yang dikumpulkan meliputi berbagai macam data yang

  Secara umum data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder.

  a.

  Data primer Data primer dan jenis data primer penelitian ini adalah kata- kata dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji dan bersedia memberi data atau informasi yang diperlukan. Orang-orang tersebut adalah pihak kepolisian Polres Salatiga.

  b.

  Data sekunder Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literatur yang berhubungan dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga, internet, dokumen pribadi, dan dokumen yang terkait dengan penelitian ini.

4. Prosedur pengumpulan data

  Dalam rangka untuk memperoleh data, penulis menggunakan metode pengumpulan data dalam memudahkan jalannya penelitian.

  Adapun macam cara mengumpulkan data adalah sebagai berikut: a.

  Wawancara Metode wawancara adalah komunikasi dua arah antara pewawancara dan terwawancara secara langsung (Yunus, 2010:

  357). Wawancara mendalam digunakan dalam rangka untuk mengetahui hasil pelaporan tindak kekerasan dan penanganannya dari pihak kepolisian tentang kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di kota Salatiga. Dalam wawancara tersebut penulis rekam dan ditulis ulang pada transkip wawancara.

  b.

  Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

  Dokumen bisa berbentuk lisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiono, 2009: 240). Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang sudah tertulis dan terwujud dokumentasi.

  5. Analisis data Dalam analisis data, penulis menggunakan teknik analisis data dengan menguraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar dapat menyajikan hasil penelitian.

  6. Pengecekan keabsahan data Pemeriksaan keabsahan data dilakukan atas kriteria-kriteria kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Moeloeng, 2009: 324).

  a.

  Derajat kepercayaan (credibility) Kriteria kredibilitas ini berfungsi untuk melaksanakan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Adapun teknik dalam menentukan kredibilitas ini dapat dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti di lapangan, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi.

  b.

  Kebergantungan (dependability) Konsep ini merupakan konsep pengganti dari konsep

  reability dalam penelitian kuantitatif. Reability tercapai bila alat ukur

  yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau peneliti itu sendiri. Lain dari pada itu, rancangan penelitian terus berkembang. Yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing , yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan.

  c.

  Kepastian (confirmability) Konsep ini merupakan konsep pengganti dari konsep

  “objektivitas” pada penelitian kuantitatif, objektivitas itu diukur disepakai oleh beberapa orang, maka pengalaman peneliti itu bisa dipandang objektif. Jadi persoalan objektivitas dan subjektivitas dalam penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh seseorang.

7. Tahap-tahap penelitian

  Tahap-tahap penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berkenaan dengan proses pelaksanaan penelitian. Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, penelitian kualitatif dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moeloeng, 2009: 127) a.

  Tahap Pra-Lapangan Tahap pra-penelitian adalah sebelum berada di lapangan.

  Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti. Dalam tahap ini ditambah satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan antara lain: pertama, menyusun rancangan penelitian,

  kedua , memilih lapangan penelitian, ketiga, mengurus perizinan, keempat , menjajaki dan menilai lapangan, kelima, memilih dan

  memanfaatkan informan, keenam, menyiapkan perlengkapan penelitian.

  b.

  Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap ini merupakan tahap penelitian yang sebenarnya. penelitian dan persiapan diri, kedua, memasuki lapangan, ketiga, berperanserta sambil mengumpulkan data.

  c.

  Tahap Analisis Data Analisis data adalah tahap kegiatan sesudah kembali ke lapangan. Pada tahap ini analisis data yang sudah tersedia dari sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi dan sebagainya.

  Dalam analisis data terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: 1)

  Pengumpulan Data Adalah kegiatan analisis yang mengantisipasi kegiatan atau dilakukan sebelum penelitian lapangan, ketika penelitian dirancang. 2)

  Reduksi Data Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data merupakan bagian dari analisis.

  3) Penyajian Data

  Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat data kita akan memahami apa yang menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.

  4) Kesimpulan atau Verifikasi Data

  Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mencari makna, penjelasan, dan sebab akibat.

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertahapan dalam penelitian ini adalah bentuk urutan atau berjenjang yakni dimulai dari tahap pra-penelitian, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap pasca penelitian. Namun walau demikian, sifat dari kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahap tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

G. Sistematika Penulisan

  Skripsi ini tersusun alas lima bab, masing-masing membahas persoalan tersendiri tetapi saling kait mengkait antara bab satu dengan bab yang lain. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. B A B I I : Kajian pustaka yang mengulas beberapa teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan yaknikekerasan dalam rumah ditinjau dengan hukum peraturan perundang-undangan.

  BAB III : Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian yang terdiri dari sejarah singkat Polres Salatiga, struktur organisasi di Polres Salatiga, dan beberapa kasus permasalahan tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi di Polres Salatiga serta peranan hukum di Polres Salatiga terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.

  BAB IV : Pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan-temuan. BAB V : Bab ini merupakan bab penutup. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran- saran ataupun rekomendasi.

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Perlindungan Sementara Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan

  rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan (UU No. 23 Th 2004, 2004: 2).

  Perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan atau lembaga sosial, atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

  Korban kekerasan tidak perlu takut untuk melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga karena dengan adanya UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dapat dijadikan sebagai alat hukum untuk melindungi korban kekerasan. Sebagaimana dalam UU No 23 tahun 2004 dari bab VI dari pasal 16-38 (UU No. 23 Th 2004, 2004: 2).

  Bentuk-bentuk perlindungan sementara yang diberikan pada pihak korban yang melapor, memeriksa saksi, melakukan visum pada korban, dan mencari barang bukti lain, melakukan konseling untuk menguatkan dan

B. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

  Perempuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia. Perkembangan gerakan perempuan untuk memperjuangkan hak- haknya tidak saja berkembang di banyak negara di dunia, namun juga di Indonesia. Para perempuan kian menyadari bahwa ketidakadilan yang diderita kaumnya akibat kultur masyarakat yang patriarkis (mengedepankan laki-laki) harus segera diakhiri sebab ketidakadilan tersebut antara lain menyebabkan kekerasan terhadap perempuan baik di lingkup domestik, maupun di lingkup publik (Venny, 2003: 1). Kekerasan dalam rumah tangga mengingatkan kita pada gambaran akan istri yang teraniaya atau istri yang terlanjur karena tindakan suami yang sewenang-wenang kepada mereka.

  Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan menurut Herkutanto (Herkutanto, 2000: 263): 1.

  Kekerasan Psikis bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya.

  Karena sensitifitas emosi seseorang sangat bervariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya suasana kasih sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosinya. Hal ini penting untuk perkembangan jiwa seseorang. Identifikasi akibat yang timbul pada kekerasan psikis lebih sulit diukur dari pada kekerasan fisik.

  2. Kekerasan fisik adalah bila didapati perlukaan bukan karena kecelakaan pada perempuan. Perlukaan itu dapat diakibatkan oleh suatu episode

  3. Penelantaran perempuan, penelantaran adalah kelalaian dalam memberikan kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki ketergantungan pada pihak lain, khususnya dalam lingkungan rumah tangga.

  4. Pelanggaran seksual adalah setiap aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa dan perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan pemaksaan atau tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan mengakibatkan perlukaan dan berkaitan trauma emosi yang dalam bagi perempuan.

  Bentuk kekerasan menurut Adriana Venny ada 2 bentuk kekeraan yakni kekerasan fisik dan kekerasan non fisik kekerasan nonfisik biasanya justru memiliki kecenderungan memperkuat dan mengawali terjadinya kekerasan fisik. Kedua jenis kekerasan tersebut kemudian bertali temali mengukuhkan kekuasaan si pelaku kekuasaan (Venny, 2003: 5):.

  1. Kekerasan non tisik disini berupa aktivitas-aktivitas seperti merayu, memaki, dengan kata-kata jorok, menyiul, menatap dan melontarkan lelucon berbau sex yang memiliki konotasi merendahkan perempuan.

  2. Kekerasan fisik adalah semua bentuk kekerasan yang menimbulkan penderitaan fisik bagi yang dikenai dan disini mengambil kegiatan seperti memukul, mengikat, membenturkan dan lainnya yang sejenis.

  Kekerasan seksual merupakan kekerasan atau serangan secara khusus korban. Mansour Faqih mengatakan kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas (keutuhan) mental psikologis seseorang (Faqih, 1997: 17). Menurut Herkutanto kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun secara psikis (Herkutanto, 2000: 267).

  Berdasarkan deklarasi Beijing kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk perbuatan berdasarkan gender yang akibatnya berupa atau dapat berupa kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikis termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, seperti pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di tempat umum (publik) atau di dalam kehidupan pribadi seseorang.

  Bila ditelusuri ke belakang kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh laki-laki bermula sejak manusia itu ada di muka bumi. Hal itu tetap terjadi pada masa kini dan mungkin sekali tetap berlangsung di masa mendatang.

  Sampai saat ini mekanisme kontrol dengan kekerasan masih umum dilaksanakan untuk melegitimasikan kekuasaan. Selama patriarti "disepakati" sebagai keniscayaan alamiah sejauh itu kekerasan terhadap perempuan akan terus berlangsung.

  Hal yang lebih tragis apabila perkawinan dianggap sebagai legitimasi otonom laki-laki berhak melakukan apa yang ia kehendaki dengan sedikit campur tangan pihak luar.

  Lazimnya pelaku kekerasan mempunyai status kekuasaan yang lebih besar baik dari segi otonomi. kekuasaan fisik maupun status sosial dalam keluarga. Dan karena posisinya yang khusus itu berlaku kerap kali memaksakan kehendaknya untuk diikuti orang lain. Untuk mencapai keinginannya pelaku akan menggunakan berbagai cara kalau perlu cara kekerasan atau bersikap seenaknya.

  Selain kekuasaan ketidak adilan gender juga berperan dalam bentuknya kekerasan, ketika perbedaan laki-laki dan perempuan dijadikan masalah dan ada pihak yang dirugikan maka lahirlah ketidak adilan, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Kekerasan berbasis gender adalah istilah yang merujuk kepada kekerasan yang melibatkan laki-laki dan perempuan. Dan dimana biasanya yang menjadi korban adalah perempuan sebagai akibat adanya distribusi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Disebut kekerasan berbasis gender karena menuju pada dampak status gender perempuan yang subordinat dalam masyarakat.

  Kekerasan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki- laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender seperti subordinasi, marginasi, stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja (burden) ketidakadilan ini dapat muncul dimana

  KDRT Khususnya penganiayaan merupakan salah satu penyebabkekacauan dalam masyarakat. berbagai temuan penelitian memastikan bahwapenganiayaan istri tidak berhenti pada penderitaan seorang istri atau anak raja. Rentetan penderitaan itu akan menular ke luar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat (Ciciek, 1999: 22).

  Lembaga Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang mencatat selama 2005 telah terjadi 134 kasus KDRT yang terbesar di 33 kota atau kabupaten se-Jateng.

  Penyelesaian kasus yang ditempuh berbeda-beda ada yang menempuh jalur hukum, damai, cerai, atau mendiamkannya saia.

  Persoalan kekerasan dalam rumah tangga dulu dianggapnya sebagai masalah yang biasa, dikarenakan tatanan sosial budaya masyarakat yang masih berpandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah konflik yang lumrah terjadi dalam berumah tangga bahkan itu dianggap sebagai bumbu rumah tangga. Sekarang kekerasan diatur dalam UU No 23 Tahun 2004 tersebut menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan kriminal sehingga pelaku dapat diajukan ke kepolisian.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban KDRT menurut UU No 23 Tahun 2004

  pada pertengkaran yang dahsyat dan dibarengi dengan ucapan-ucapan kotor sehingga terjadi pemukulan yang menyakitkan.

  Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan (kekerasan berbasis gender) menurut UU No 23 Tahun 2004 meliputi pasal 5 (Yanti, 2006: 8):

  1. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, luka berat seperti dipukul, ditinju, dicakar, dibanting, digigit,didorong dengan kasar, ditendang, diinjak, ditampar, disundut rokok,disekap, diikat, dilempar benda keras.

  2. psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan Kekerasan ketakutan,hilangnya rasa kemampuan bertindak, rasa tidakberdaya, dan penderitaan psikis berat pada seseorang seperti diancam akan diceraikan, diancam akan ditinggal pergi, dipisakan dari anak, tidak boleh menemui keluarganya, dilecehkan secara verbal (dikata-katai yang tidak menyenangkan), bentakan dan ancaman untuk memunculkan rasa takut.

  3. Kekerasan ekonomi dan penelantaran adalah tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan melarang bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban dibawah kendalinya seperti tidak diberi nafkah, bekerja tidak dibayar, dibatasi secara ketat, tidak boleh bekerja.

  4. Kekerasan seksual adalah kekerasan yang bernuansa seksual termasuk berbagai perilaku yang tidak diinginkan dan mempunyai makna seksual

  Adapun kiranya bentuk-bentuk kekerasan mulai dari tindak kekerasan yang umum terjadi dan nyata dalam rumah tangga seperti, pemukulan, ucapan-ucapan kotor, pemaksaan seksual, penekanan ekonomi, perselingkuhan, menelantarkan dan lain sebagainya, sampai pada tindakan yang lebih tidak tampak nyata tetapi sangat jelas seperti memberi pembatasankesempatan berusaha, ketertutupan kesempatan untuk memperliuas pelayanan kesehatan dan pendidikan serta mengalami isolasi sosial. Dengan demikian selain kekerasan fisik yang menyebabkan penderitaan fisik, juga bisa dalam bentuk tekanan lain. Misalnya pemberian beban tanggung jawab yang berat bagi perempuan.

  Perlindungan hukum menurut UU KDRT Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Perlindungan adalah perbuatan (hal) melindungi, pertolongan (Purwodarminto, 1976: 600). Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan pemerintahan dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat (Kansil, 1995: 11). Jadi perlindungan hukum adalah suatu upaya pertolongan atau penjagaan terhadap ketetapan atau peraturan- peraturan yang ditaati oleh masyarakat. Perlindungan menurut UUKDRT No 23 Tahun 2004 dalam pasal 1 Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman pada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat. lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan,

D. Motif Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga

  Kekerasan terhadap istri sangat bervariasi bisa jadi dari hal -hal yang dianggap sepele, kemudian berkomulasi sehingga menjadi penyebab tindakan kekerasan. Farha Ciciek mengemukakan beberapa hal yang dijadikan motif tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diantaranya (Ciciek, 1999: 25-27): 1.

  Fakta bahwa laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. Dalam rumah tangga suami punya hak penuh atas istri sehingga ia selalu ada dalam kontrol suami. Jika istri "keliru" menurut cara pandang suami, maka suami bisa berbuat apa saja agar istri "sadar". Termasuk di dalamnya melakukan tindakan kekerasan.

  2. Masyarakat masih membesarkan anak lelaki dengan mendidiknya agar menjadi berani dan jantan. Sehingga setelah mereka tumbuh dewasa dan menikah ada dorongan untuk menaklukkan istri biar disebut jantan. Jika mereka gagal maka berkuranglah kejantanannya. Nilai inilah yang mendorong suami melakukan kekerasan terhadap istrinya .

  3. Kebudayaan yang mendorong perempuan supaya bergantung kepada suami khususnya secara ekonomi karena istri sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suami. Akibatnya perempuan seringkali diperlakukan semena-mena sesuai kehendak atau mood suami.

4. Masyarakat tidak menganggap KDRT sebagai persoalan sosial tetapi

  5. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama yang menganggap bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan, penafsiran semacam ini mengakibatkan pemahaman turunan bahwa agama juga membenarkan suami melakukan pemukulan terhadap istri dalam rangka mendidik.

  Eli N. Hasbiyanto secara garis besar mengklarifikasikan faktor penyebab KDRT dan bisa dijadikan sebagai motif sebagai berikut (Hasbiyanto, 1999: 193-194): 1.

  Budaya patriarkat, budaya ini meyakini bahwa laki-laki adalah superior dan perempuan inverior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan.

  2. Interpretasi yang keliru atas ajaran agama, sering ajaran agama yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin diinterpretasikan sebagai pembolehan mengontrol dan menguasai istrinya.

  3. Pengaruh role model anak laki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang ayahnya suka memukul atau kasar kepada ibunya cenderung akan meniru cara tersebut kepada pasangannya.

  4. Motif lainnya yaitu mitos yang tumbuh subur di masyarakat, diantaranya (Hasbiyanto, 1999: 191-192): a.

  Istri dipukul karena membantah, melawan suami dan berbuat kesalahan besar, b.

  KDRT hanya terjadi pada pasangan yang melakukan perkawinan d.

  KDRT terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya rendah, e.

  KDRT terjadi karena suami mabuk, kalah judi, gagal dalam pekerjaan dan sebagainya, f.

  KDRT hanya dilakukan suami yang memang berperangai kasar, g.

  KDRT adalah persoalan perempuan barat, h. KDRT terjadi semata-mata karena suami lepas kontrol atau march, dan i.

  KDRT tidak akan terjadi bila suami dan istri beragama dengan baik dan taat.

  Mitos-mitos di atas pada kenyataannya berbicara lain. Karena faktanya KDRT bisa muncul kapan saja dimanapun tempatnya serta menimpa siapa saja tidak mengenal status sosial atau pendidikannya .

E. Dampak kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga

  Dari berbagai bentuk kekerasan di atas kita akan melihat dampak- dampak kekerasan domestik, khususnya terhadap perempuan (Venny, 2003: 8-9).

Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang)

1 11 52

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA (PRT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2 16 40

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENELANTARAN OLEH SUAMI DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

3 29 59

PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA STUDI KASUS DI POLRESTA PADANG

0 0 19

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGGA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGAPUSAN KDRT (Studi Kasus Polres Kota Palu) Madia Sartika Benny D. Yusman Awaliah Abstrak - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGG

0 0 13

PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh G

0 0 125

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus Angelina Juni di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang) - Test Reposit

0 0 122

ADVOKASI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI PERAN KOALISI PEREMPUAN INDONSIA (KPI) KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2015) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

0 0 100

TINJAUAN HUKUM MARITAL RAPE DALAM UU PERKAWINAN DAN UU NO 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA - Test Repository

0 0 119

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2012) SKRIPSI Guna Memperoleh Gelar S1 Sarjana Syariah

0 0 104