ANALISIS OPERASIONAL ANGKUTAN TAKSI DI KOTA SEMARANG

  

ANALISIS OPERASIONAL ANGKUTAN TAKSI DI KOTA SEMARANG

Eersta Fiskus Artana Y. Wiwien Dwi Winarto Ir.Drs.Djoko Setijowarno, MT Mahasiswa Jurusan T. Sipil Mahasiswa Jurusan T. Sipil Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Unika Soegijapranata Unika Soegijapranata Universitas Katolik Soegijapranata Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur – Semarang Bendan Duwur – Semarang Bendan Duwur – Semarang Telp. (024) 441555 - 316142 Telp. (024) 441555 - 316142 Telp. (024) 441555 – 316142 Faks. (024) 415429 Faks. (024) 415429 Faks. (024) 415429 E-mail : unika@semarang.wasantara.net.id ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisa keberadaan angkutan taksi di wilayah Kota

Semarang. Selain itu juga untuk mengetah ui karakteristik, pengaturan dan biaya operasi kerjanya

(BOK). Metode yang digunakan adalah metode survey langsung ke sasaran objek penelitian.

Survey dilakukan dengan membagikan angket pertanyaan masing -masing kepada masyarakat

pengguna dan pengemudi ta ksi serta kepada operator taksi (Tugu Muda Taksi dan Kosti). Pemilihan

operator tersebut terutama dari kesediaan mereka untuk disurvey dan jumlah armada yang

dioperasikan dapat mewakili untuk taksi daerah Semarang. Untuk penumpang telah dipilih 9 lokasi

yaitu di sekitar Simpang Lima, Majapahit, Imam Bonjol, Pemuda, Siliwangi, kampus Unika, kampus

Undip Tembalang, Banyumanik, Tentara Pelajar dengan alasan lokasi tersebut cukup strategis karena

merupakan jalur sebaran ke semua lokasi di Semarang lengkap deng an trayek angkutan umum yang

melewatinya, sehingga sangat baik dan sangat kompetitif untuk angkutan taksi melayani lokasi -lokasi

tersebut.

Hasil dari penelitian ini didapat bahwa berdasarkan keberaadaan, angkutan taksi sangat diperlukan

terutama oleh kalangan pelajar karena dari survey didapat bahwa 60 % penumpang taksi adalah dari

kalangan pelajar dan tidak terpengaruh terhadap keberadaan angkutan umum yang lain meski taksi

beroperasi pada trayek angkutan umum ini alasannya karena karakteristik taksi dar i kecepatan,

kemudahan, kenyamanan, dan operasional taksi yang tidak dibatasi trayek dan jam pelayanan seperti

pada angkutan umum lainnya.

  

Untuk operasional dan pengaturannya angkutan taksi memiliki waktu operasi tak tentu dengan

menggunakan 3 pengemudi untuk masing-masing kendaraan, jenis operasi yang disukai adalah

mangkal dan menerima panggilan karena menurut para pengemudi tersebut dapat menghemat bahan

bakar, mobil yang digunakan adalah sedan dengan bahan bakar premium 25 -30 liter per hari, biaya

perawatan dan biaya operasi untuk preman mengalami kenaikan dari Rp. 3.000,00 sebelum krisis

menjadi Rp. 5.000,00 di masa krisis, sedang biaya operasi untuk pungutan liar jugan mengalami

kenaikan dari Rp. 300,00 sebelum krisis menjadi Rp. 500,00 di masa kris is. Biaya operasi kendaraan

mempunyai nilai Rp. 549,08 per taksi per km,untuk taksi Kosti dan Rp. 359,067 per taksi per km

untuk Tugu Muda Taksi, untuk Tugu muda Taksi memiliki nilai operasi yang lebih rendah

dikarenakan jumlah armada mereka yang banyak se hingga per armada memiliki operasi jelajah yang

kecil, dibandingkan dengan Kosti dengan armada yang sedikit dan operasi jelajah yang luas. Kata kunci : taksi, biaya operasi kendaraan, trayek

1. PENDAHULUAN

  Kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana t ransportasi di perkotaan cukup besar. Hal ini sebagai dampak dari meningkatnya pertumbuhan penduduk yang begitu cepat di sebagian besar kota di Indonesia. Untuk menunjang aktivitas ekonomi dan sosial di masa mendatang dibutuhkan sarana transportasi yang se suai dengan kebutuhan, yakni dengan melihat tingkat pelayanan yang diinginkan memiliki level of service yang tinggi, dilihat dari kecepatan ( travel time yang rendah), kenyamanan, keselamatan dan lain -lain.

  Pesatnya pertambahan jumlah penduduk kota juga be rpengaruh terhadap perluasan kawasan terbangun kota. Sehingga jarak perjalanan dari rumah ke tempat kerja makin bertambah jauh. Akibatnya, kebutuhan akan angkutanpun semakin bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan penduduk akan layanan angkutan. Je nis angkutan yang dapat dipenuhinya adalah dengan menggunakan anagkutan umum penumpang dan/atau kendaraan pribadi. Pertumbuhan kawasan pemukiman dan kawasan -kawasan lain di kota seperti kawasan industri, kawasan pendidikan dan lain -lain membutuhkan jasa a ngkutan. Dalam pembangunan angkutan umum. Seiring pertumbuhan tersebut, angkutan umum sangat diperlukan karena penduduk di wilayah kota umumnya sangat padat sehingga mempun yai mobilitas hidup yang sangat tinggi dalam kegiatannya sehari -hari. Kegiatan tersebut antara lain pergi untuk kerja, keperluan berangkat ke sekolah, ke pasar untuk berbelanja, rekreasi, kegiatan sosial, dan lain sebagainya. Pada pergerakan orang sebagai mana tersebut di atas tentunya membutuhkan angkutan yang memadai untuk dapat memudahkan dan atau membantu memperlancar pergerakan orang di wilayah kota dari tempat asal ke tempat tujuan tanpa adanya hambatan. Untuk itu sangatlah penting di wilayah perkotaa n untuk dilayani oleh angkutan umum.

  Angkutan umum dewasa ini dilayani oleh bus kota baik besar kecil atau sedang, mikrolet bahkan ojek. Dalam beroperasinya angkutan umum berpatokan pada trayek dan waktu pelayanan, sistem ini lebih dikenal sebagai moda tr ansit. Hal ini berlainan dengan angkutan taksi yang dalam operasinya tidak berpatokan pada kedua hal tersebut di atas, sehingga taksi dikenal sebagai moda paratransit. Angkutan taksi merupakan salah satu angkutan umum alternatif yang memberikan pelayanan l ain dan tidak sama dengan angkutan umum lainnya. Ada banyak alasan ketika taksi belum dapat sepenuhnya diterima sebagai salah satu angkutan umum utama, diantaranya adalah harga yang ditawarkan lebih mahal daripada harga angkutan umum pada umumnya meskipun dengan tingkat pelayanan yang berbeda, meskipun dalam hubungannya dengan jangkauan pelayanan, taksi sebagai angkutan lebih dapat sampai di tempat tujuan (dor to dor service) dan dapat berperan sebagai kendaraan pribadi daripada angkutan umum lainnya.

  Saat ini, angkutan taksi sudah menjadi salah satu kebutuhan masyaralat kota dalam hal untuk mendapatkan layanan transportasi. Karakteristik pelayanan yang bersifat dari pintu ke pintu, menyebabkan banyak diminati oleh sebagian masyarakat yang memiliki aktivit as yang cukup tinggi. Walaupun untuk itu mereka mengeluarkan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum penumpang jenis angkutan kota (angkot). Faktor waktu dan tingkat layanan merupakan komponen yang sangat diperhatikan dan diperlukan oleh sekelompok masyarakat yang memang terbiasa melakukan aktivtas tinggi. Namun tidak semua angkutan taksi dapat memberikan layanan yang diinginkan oleh penumpang. Sistem pembayaran yang tidak sesuai dengan argometer (alat pengukur pembayaran pada taksi), sopir yang kurang memperhatikan segi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang, dan banyak jenis layanan lainnya yang kurang menyenangkan merupakan keluhan yang sering dialami oleh penggunanya. Sehingga masyarakat sebagai pengguna angkuta n taksi selalu memilih perusahaan angkutan taksi tertentu yang menurut mereka dapat memberikan layanan yang diinginkan.

  Taksi adalah salah satu bagian dari sistem transportasi perkotaan, berupa angkutan umum perkotaan yang memiliki karakteristik tersendir i. Jenis kendaraan ini dioperasikan baik oleh operator maupun penyewa yang dalam hal ini tidak ada rute atau jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pengguna serta sifat pelayanannya dari pintu ke pintu ( door to door service). Definisi taksi menurut Coe (1986) suatu kendaraan dengan tempat duduk kurang dari 9 yang diijinkan beroperasi dengan disewa ( ply for hire).

  Jenis jasa angkutan taksi memiliki pangsa pasar yang cukup baik di kota -kota besar, terutama oleh penumpang dengan tujuan perjalanan dengan tin gkat kepentingan (urgensi) yang tinggi maupun, menghendaki tingkat kenyamanan dan keamanan tertentu ( Suhardono, 1999). Tetapi taksi merupakan moda angkutan dengan tingkat okupansi yang cukup rendah, yaitu 1 – 2 orang/kendaraan (Lembaga Teknologi FTUI). Keleb ihan dari tingkat penyediaan yang diberikan, tidak saja akan menyebabkan peningkatan biaya operasi yang harus dikeluarkan, melainkan merupakan beban bagi lalu lintas. Sebaiknya penyediaan yang terbatas, sedangkan permintaan cukup tinggi menyebabkan peningk atan biaya yang harus dikeluarkan masyarakat. Biaya yang mesti dikeluarkan pengguna jasa taksi yakni berdasarkan tarif awal, tarif dasar, tarif jarak dan tarif waktu yang ditunjukkan oleh argometer ( PP No. 41 tahun 1993). Perjalanan taksi yang kurang dari 22 km memperlihatkan data ongkos dari sopir lebih besar dari ongkos berdasarkan jarak. Hal ini memberikan indikasi adanya waktu tunggu. Sangat jelas data ongkos untuk jarak antara 22 km sampai 25 km terlihat bahwa ongkos berdasarkan jarak lebih tinggi daripada data ongkos dari sopir. Ini memberikan indikasi kemungkinan perjalanan dengan menyewa taksi ( Suhardono, 1999). Pola operasi taksi perkotaan umumnya mangkal di daerah dimana bangkitan pergerakannya tinggi, seperti hotel, stasiun, pusat perbelanjaan. Tetapi umumnya pengguna menginginkan taksi beroperasi dengan berkeliling di jalan dengan memperlihatkan tanda pada kendaraan atau dengan pelayanan lewat telepon ( Lembaga Pengabdian pada Masyarakat - ITB, 1999) Hasil penelitian mengenai pengoperasian taksi yang dilakukan oleh Munandar, A.S (2000) di kota Bandung, menyebutkan bahwa pola pengoperasian taksi dalam mencari penumpang lebih dominan didapat dari mangkal, kemudian disusul dengan keliling dan dari panggilan melalui radio. Kebanyakan penumpang menung gu kurang dari 10 menit dan alasannya menggunakan angkutan taksi sebagian besar dikarenakan mencari kenyamanan dan kecepatan mencapai tujuan. Krisis moneter menyebabkan penurunan sekitar 30,90% dan pengurangan jumlah perjalanan per hari rata -rata 32,68%. Sementara kenaikan biaya operasi kendaraan, peningkatan biaya variabel lebih tinggi daripada biaya tetap, yaitu 33,23% untuk biaya variabel dan 11,34% untuk biaya tetap.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Angkutan umum

  Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 pasal 1 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1993 pasal 1 juga menyebutkan bahwa kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Undang - Undang tersebut juga menyebutkan bahwa angkutan adalah pemi ndahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Dimana pengangkutan atau pemindahan orang dengan kendaraan bermotor dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, dan kendaraan umum.

  

Vuchic (1981) menguraikan, menurut penggunaan dan cara pengoperasiannya angkutan

  umum yaitu angkutan yang dimiliki dan dioperasikan oleh operator yang digunakan oleh umum dengan persyaratan umum. Sistem pemakaian umum ada 2 yaitu :

  1) sistem sewa yaitu kendaraan dapat dioperasikan baik oleh operator maupun penyewa.

  b. perkembangan wilayah perkotaan; c. tersedianya prasarana jalan. 3) wilayah operasi taksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat melampaui a. wilayah administratif Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu propinsi.

  b) dilayani oleh mobil penumpang yang dilengkapi dengan argometer;

  a) tidak terjadwal;

  Angkutan taksi diselenggarakan dengan ciri -ciri pelayanan sebagai berikut :

  Kepala Daerah Tingkat I; 4) wilayah operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b dan c ditetapkan oleh Direktur Jendral.

  c. wilayah administratif Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 3) wilayah operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Gubernur

  b. wilayah administratif Kotamadya Daerah Tingkat II lebih dari satu propinsi.

  Wilayah operasinya menurut KM Nomor 68 Tahun 1993 mempunyai beberapa wilayah, diantaranya adalah : 1) wilayah operasi taksi meliputi wilayah administratif Kotamadya Daerah Tingkat II atau wilayah administratif Daerah Khusus Ibuk ota Jakarta; 2) wilayah operasi taksi dapat melampaui wilayah administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam hal : a. kebutuhan jasa angkutan taksi makin meningkat;

  Dalam hal ini tidak ada rute maupun jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pemakai. Sistem ini sering disebut juga demand responsive system , karena penggunaannya tergantung pada adanya permintaan, cont ohnya taksi.

  2.3 Taksi

  jaringan trayek melainkan dilakukan dalam daerah operasional tertentu. Misalnya taksi dengan daerah operasional Semarang.

  

2) tidak dalam trayek adalah pelayanan angkutan umum yang dilakukan tidak dalam

  Trayek menurut Peraturan Pemeritah Nomor 41 tahun 1993 adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap, dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal. Sedangkan pada P P Nomor 41 tahun 1993 pasal 5 menyebutkan trayek pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilayani dengan : 1) trayek tetap dan teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam jaringan trayek secara tetap dan teratur, dengan jadwal tetap atau tidak ber jadwal. Misalnya bus besar, bus sedang, bus kecil, mikrolet, dan sebagainya;

  2.2 Trayek

  (menaikkan/menurunkan penumpang) disepanjang rutenya, contoh : taksi, becak, delman, bajaj dan helicak; b. mass transit, yaitu jadwal dan tempat pemberhentiannya lebih pasti, contoh : bis kota dan kereta api ringan.

  2) sistem penggunaan bersama yaitu kendaraan dioperasikan oleh operator dengan rute dan jadwal yang tetap, sistem ini dikenal dengan sistem transit. Pada sistem ini terdapat dua jenis, yaitu :

  c) pelayanan dari pintu ke pintu ( door to door service)

  Untuk wilayah Jawa Tengah pada umumnya taksi diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 12 tahun 1994. Menurut Peraturan Daerah tersebut pada bab IV pasal 1, menyebutkan pada bagian angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yang menyebutkan bahwa pengangkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek dilakukan dengan menggunakan taksi atau mobil penumpang.

  Juga diatur pula di dalamnya mengenai : 1) ijin operasi; 3) masa berlakunya ijin operasi dan cara perpanjangannya; 4) penentuan tarif angkutan taksi.

  Dalam mengkaji karakteristik pelayanan taksi, diperlukan analisis hubungan antara ketersediaan dan kebutuhan akan taksi.

  Pertama, kebutuhan taksi tidak hanya fungsi dari ongkos tetapi juga bervariasi dengan - tingkat pelayanan; Kedua, tidak semua biaya dimasukkan ke dalam bi aya yang dikeluarkan selama taksi - beroperasi; Ketiga, adalah tahapan penggunaan taksi yang meliputi ketersediaan taksi, mengirimkan - kendaraan untuk mengangkut dan penggunaannya, semuanya dibutuhkan dalam penyediaan angkutan penumpang

3. LOKASI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN

  Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Semarang, sasaran lapangannya adalah pihak pemakai jasa taksi, pengemudi, dan operator (perusahaan taksi). Alasannya karena perkembangan usaha angkutan taksi semakin banyak dan memerlukan strategi -strategi pemasaran yang tepat untuk memenangkan persaingan, dengan melalui penelitian pada sikap konsumennya diharapkan dapat memberikan masukan pada perusahaan agar dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen.

  Dalam pembagian angket/kuisioner disebarkan di setiap kesempatan dan tempat. Angket disebar ke 9 lokasi yaitu di sekitar Simpang Lima, Majapahit, Imam Bonjol, Pemuda, Siliwangi, kampus Unika Soegijapranata, kampus Undip Tembalang, Banyumanik, Tentara Pelajar. Lokasi tersebut cukup strategis karena merupakan jalur sebaran ke semua lokasi di Semarang lengkap dengan trayek angkutan umum yang melewatinya, sehingga sangat baik dan sangat kompetitif untuk angkutan taksi melayani lokasi -lokasi tersebut. Karena sebaran angket pada operator taksi hanya diper oleh dari 2 operator, maka sebaran angket untuk penumpang dan pengemudi, hanya khusus pada 2 jenis taksi tersebut, dikarenakan kesediaan mereka untuk disurvey dan jumlah armada yang dioperasikan dapat mewakili untuk taksi daerah Semarang.

3.1 Pengemudi taksi

  Dari hasil penelitian melalui angket yang kami bagikan terhadap responden atas 100 pengemudi dari kedua operator yaitu Tugu Muda Taksi dan Kosti, menyatakan bahwa: 50 responden (50%) umur para pengemudi berkisar antara 20 -30 tahun;

  • 32 responden (32%) berpendidikan SMP, dan merupakan latar belakang pendidikan
  • terbanyak; 100 responden (100%) mengunakan mobil jenis sedan dengan 58 responden (58%)
  • menghabiskan bahan bakar premium 25 -50 liter/hari yang dapat lebih dihemat lagi jika penggunaan AC dikurangi da n umur kendaraan diperhatikan;
  • jumlah operasi 10 jam dan tidak operasi karena rusak/ service 11-12 hari/tahun;

  • jenis operasi yang disukai oleh 66 responden (66%) adalah mangkal, karena menurut para responden dapat menghemat pemakaian bahan bakar dan menghem at operasi kendaraan yang dapat menekan biaya service;
  • pendapatan sopir rata-rata mengalami penurunan karena krisis moneter, tetapi pengeluaran lain-lain/hari (biaya operasi & perawatan, uang preman, pungutan liar) mengalami kenaikan;
  • untuk jam operasi yang menguntungkan tidak terdapat perbedaan yang berarti antara pagi,

   pelayanan taksi sehubungan dengan biaya 43 responden (43%) menyatakan sedang.

  d. pelayanan taksi sehubungan dengan biaya = 80% 2) operasional dan pengaturan dari angkutan taksi sangat berbeda dengan angkutan umum jenis yang lain, karena sebagian bes ar dari pengemudi mengoperasikan armadanya pada waktu tertentu, maksudnya pengemudi taksi tersebut bisa beroperasi pagi, siang, sore, bahkan malam hari, yang penting setoran untuk tiap harinya terpenuhi. Dimana tiap armada taksi dipegang oleh 3 orang penge mudi yang saling menggantikan untuk menentukan waktu operasional;

  c. keselamatan menggunakan taksi = 75%

  b. kenyamanan menggunakan taksi = 86%

  a. kecepatan sampai tujuan = 78%

  Berdasarkan analisi data, ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) dari hasil survey dan wawancara didapat :

   Tugu Muda Taksi Rp 359,067 / taksi per km Perbedaan tersebut karena unsur jumlah karyawan, jumlah armada yang beroperasi dan waktu beroperasinya kendaraan (taksi).

   Kosti Rp 549,08 / taksi per km

  Dengan data yang diberikan dari masing -masing perusahaan (Kosti dan Tugu Muda Taksi), maka didapat atau dihasilkan biaya operasi di tiap -tiap perusahaan yaitu:

  3.3 Operator taksi

  d) keselamatan menggunakan taksi 48 responden (48%) baik;

  3.2 Penumpang taksi

  c) kenyamanan, 49 responden menyatakan baik;

  b) kecepatan sampai tujuan 49 responden menyatakan sedang;

  a) lama tunggu taksi antara 10 -15 menit (42%);

   kinerja pelayanan operasi taksi; dilihat dari:

   pekerjaan para penumpang adalah pelajar dilihat dari 60 responden (60%) memilihnya;

   54 responden (54%) penumpang berpendidikan SMA;

   53 responden (53%) memilih tujuan atau maksud perjalanan lain -lain seperti rumah sakit, dokter,dan tempat ibadah;

   jarak yang ditempuh penumpang antara 5 -10 km dari 35 responden;  57 responden (57%) menggunakan tarif antara 5 – 10 ribu;

   50 responden (50%) menyatakan lama perjalanan antara 15 -20 menit;

  Melalui angket yang dibagikan terhadap responden atas 100 penumpang taksi dari dua operator yaitu Tugu Muda Taksi dan Kosti menyatakan bahw a:

4. KESIMPULAN

  3) berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa biaya operasi taksi Kosti Rp 549.08/km dan untuk biaya operasi taksi Tugu Muda Rp. 359.067/km. Nilai tersebut didapat dari asumsi rata-rata pengisian angket dan wawancara dengan pengemudi taksi. Nilai tersebut berbeda dikarenakan : a. jumlah armada yang jauh berbeda antara Tugu Muda Taksi dan Kosti. Dengan armada yang sedikit dan daerah jelajah yang sama menyebabkan biaya operasi Kosti lebih tinggi jika dibandingkan dengan Tugu Muda;

  b. jumlah karyawan juga berpengaruh pada perhitungan biaya operasi.Tugu Muda biaya operasi taksi dengan jumlah armada, berbeda dengan Kosti; c. waktu operasional armada taksi antara Tugu Muda taksi dan Kosti berbeda. Tugu

  Muda taksi memiliki waktu operasional 24 jam sehari, sedangkan Kosti memiliki waktu operasional 12 jam sehari. 4) keberadaan angkutan taksi terhadap pengembangan daerah di wilayah Kota Se marang , sangat dibutuhkan pengembangannya baik dari jumlah armadanya. Hal ini dapat dilihat dari lama tunggu penumpang untuk taksi antara 10 –15 menit

  5) berdasarkan hasil suvey dengan pengemudi taksi di Semarang, pendapat mereka umumnya mengalami penurunan sekitar 11,11% - 61,904% akibat krisis moneter dan terjadi kenaikan pada biaya operasi dan perawatan antara 10.44% - 33.33%, uang preman/mangkal antara 9.46% - 27.96%, pungutan liar antara 10.66% - 27.17% sedang jumlah perjalanan tiap hari tidak mengalami perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

  

Coe, G.A. (1986), The Taxi and Hire Car Industry in Great Britain in 1985 , Department of

Transport, TRRL, Report RR 68.

Foester, J.F and Gilbert, G (1976), Taxicab Deregulation : Economic Consequences and

Regulatory Choices , An International Journal to the Improvement of Transportation Planning

  and Practice

  

Lembaga Teknologi FTUI (1997), Studi Penetapan Kebutuhan dan Kinerja Taksi di DKI

Jakarta dan Wilayah Pengaruh Sekitarnya , UI

Munandar, A.S (2000), Kinerja Finansial Operas i Taksi di Bandung, Tesis, Program

  Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan

  

Suhardono (1999), Karakteristik Operasi Becak dan Taksi di Bandung , Tesis, Program

  Magister STJR-ITB, Bandung

  Simpson, Barry J. (1994), Urban Public Transport Today , London, E & F. N. Spon

Toner, J.P (1989), Taxi Licensing Policy : The Effect of The 1985 Transport Act , Working

  Paper 273, University pf Leeds, Institut for Transport Studies

  

Vuchic, Vukan R. (1981) Urban Public Transportation; System and Technology , Prentice

  Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, USA

  

Warpani, S. (1993), Taksi Kota Raya, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota No. 8 Triwulan

  II Juni 1993, ITB, Bandung

  

Williams, D.J., (1981), Change in Real Incomes and The Demand for Taxicabs , An

International Journal Devoted to the Improvement of Transportation Planning and Practice.

Winarto, Y.W.D dan Artana, E.F (2000), Kajian Kinerja Operasiinal Angkutan Taksi di

Kota Semarang , Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata, (tidak

  Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 68 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Angkutan Jalan dengan Angkutan Umum

  Undang-Undang No. 14 tahun 1992 ten tang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 199 tentang Angkutan Jalan

  Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 12 tahun 1994