APLIKASI IDENTIFIKASI KARAKTER TRUSS MORPHOMETRICS DAN MERISTIK PADA IKAN TONTOBI (Nematalosa erebi) JANTAN DAN BETINA DI DANAU RAWA BIRU MERAUKE PAPUA

  

APLIKASI IDENTIFIKASI KARAKTER TRUSS MORPHOMETRICS

DAN MERISTIK PADA IKAN TONTOBI (Nematalosa erebi) JANTAN

DAN BETINA DI DANAU RAWA BIRU MERAUKE PAPUA

1) 2) 3)

Oleh

  

Putri Eka Auliana , Suhestri Suryaningsih ,SitiRukayah

1) 2) 3)

Pemrasaran , Pembimbing I , Pembimbing II

Fakultas Biologi Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

e-mail: putriauliana.pea@gmail.com

  

ABSTRACT

  Tontobi fish (Nematalosa erebi Gunther, 1868) is one of dominant spesies found in eastern Indonesian, Papua New Guinea and Australia, also found in Rawa Biru Lake, Merauke, Papua. Tontobi fish is freshwater fish species that included into familia Clupeidae that have economic value and very potential to be developed. Tontobi fish is spesies that lacks sexual dimorphism. Differences in morphological characters of male and female fish can be seen through truss morphometrics technique.To support the characteristics through truss morphometrics techniques, Tontobi fish males and females required character of meristic. This research aims to distinguish male and female tontobi using truss morphometrics technique and meristic characters, and also knowing the distance truss morphometrics and meristic characters that can be used as distinguishing feature of Tontobi male and female. The method uses survey and simple random sampling. Sampling are taken two times and overall numbers sample to be taken 28 fishes. Research result based on “t” test and chi square showed that there is a distance of truss distinguishing among male and female tontobi fish, namely A3 (the distance between the leading edge of the mouth and the front of the dorsal fin) and the number of anal fin.

  

Key words: Tontobi fish (Nematalosa erebi), sexual dimorphism, truss morphometrics,meristic, Rawa

Biru Lake .

  PENDAHULUAN

  Danau Rawa Biru merupakan lahan basah, dimana banyak kehidupan akuatik yang menjadi komponen penting bagi keanekaragaman hayati, salah satunya yaitu ikan air tawar (Anggraeni et al., 2015).Ikan tontobimerupakan ikan air tawar bertulang sejati dan termasuk ikan pelagis. Ikan tontobi dapat ditemukan di Danau Rawa Biru, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Ikan tontobi sering ditemukan di dekat tumbuhan air dan vegetasi submerge lainnya. Ikan tontobi ditemukan berkelompok di bagian dangkal perairan pada siang hari. Individu dewasa secara umum hidup di berbagai habitat termasuk perairan dangkal maupun dalam(Whitehead, 1985).

  Secara umum apabila ikan diamati dari aspek reproduksinya, terbagi menjadi dua yaitu jantan dan betina. Pembedaan kedua jenis kelamin ini yang umum dilakukan dengan membedah ikan dan melihat ciri seksual primernya. Ciri seksual primer adalah organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yaitu testis dan salurannya pada ikan jantan, serta ovarium dan salurannya pada ikan betina (Burhanuddin, 2008). Namun hasil pembedahan juga belum tentu positif, terlebih apabila belum diketahui sifat seksual lain ikan tersebut. Umumnya pada ikan-ikan muda sifat seksual primernya sukar ditentukan. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan ciri seksual sekunder yang dapat digunakan untuk mendukung pembedaan ikan jantan dan betina pada tanda-tanda luar tubuh (Effendie, 2002).

  Apabila satu spesies ikan mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina, maka ikan tersebut mempunyai dimorfisme seksual (Effendie, 1997). Dimorfisme seksual dapat terjadi akibat beberapa faktor diantaranya peran reproduksi yang berbeda, nische dari setiap jenis kelamin, preferensi satu jenis kelamin untuk sifat tertentu dari jenis kelamin lainnya, dan betina secara kasat mata (Pusey et al., 2004). Maka dari itu perlu dilakukan karakterisasi dengan teknik truss morphometrics dan meristik. Menurut Gustiano (2003), karakterisasi spesies ikan dapat dilakukan melalui pengukuran morfologi yaitu morfometrik dan meristik.

  Ikan tontobi memiliki ciri khusus yaitu modifikasi sirip punggung yaitu pada jari-jari terakhir sirip punggung memanjang membentukfilamen. Kepala ikan tontobi tidak bersisik (scaleless). Moncongnya tumpul dan bulat dengan mulut yang berukuran kecil. Tubuhrelatif tinggi dan pipih. Sisik ikan tontobi termasuk dalam jenis sisik cycloid dan mudah terlepas. Jenis kelamin secara eksternal tidak dapat dibedakan. Warna ikan tontobi cenderung terang putih keperakan, kadang- kadang kehijauanabu-abu di punggung. Sirip terlihat bening atau putih buram. Ikan tontobi setelah diawetkan berwarnaagak putih, warna keperakan tetap ada namun sangat sedikit (Pusey et al., 2004).

  Truss morphometrics merupakan teknik pengukuran jarak truss pada bagian tertentu di luar

  tubuh, atas dasar titik-titik patokan (titik-titik truss morphometrics). Titik-titik tersebut saling dihubungkan oleh jarak truss morphometrics secara horizontal, vertikal, dan diagonal sehingga bentuk tubuh ikan dapat dianalisis secara rinci dan spesifik (Brezky dan Doyle, 1988). Teknik truss

morphometrics berupa pengukuran titik-titik tanda yang dibuat pada bagian tertentu di luar tubuh.

Berdasarkan titik-titik tertentu dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin ikan berdasarkan morfologi dengan hasil yang cukup meyakinkan. Teknik truss morphometrics telah terbukti lebih akurat dalam mendeskripsikan morfologi ikan dari pada morfometrik sederhana (Strauss dan Bookstein, 1982).Oleh karena itu, teknik truss morphometrics lebih dianjurkan dibandingkan dengan teknik morfometrik biasa karena pada teknik tersebut jumlah jarak truss-nya sangat terbatas sehingga kurang mampu memberikan gambaran bentuk tubuh (Brezky dan Doyle, 1988).

  Meristik adalah bagian dari karakter morfologi atas dasar penghitungan secara kuantitatif beberapa bagian tubuh ikan. Karakter meristik dapat digunakan untuk karakterisasi spesies ikan, atau digunakan untuk identifikasi spesies yang belum diketahui. Karakter meristik selalu digambarkan dengan angka-angka singkat yang disebut rumus meristik (Turan, 1999). Bagian tubuh ikan yang dihitung dapat berupa jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung (Affandi et al.,1992).

  Penelitian terkait truss morphomtrics telah dilakukan oleh banyak peneliti antara lain oleh Atang et al. (2015) bahwapada karakter truss morphometrics pada spesies ikan Betutu (Oxyeleotris

  

marmorata ) dengan analisis uji “t” didapatkan hasil perbedaan ikan Betutu jantan dan betina yang

  sangat nyata yaitu terletak pada jarak A2 (pangkal moncong atas-ujung dorsal kepala), A4 (pangkal rahang bawah-pangkal sirip perut), B5 (pangkal sirip perut – ujung depan sirip punggung I), B6 (pangkal sirip perut-permulaan sirip dubur), sedangkan hasil yang berbeda nyata terletak pada jarak D1 (ujung belakang sirip dubur-pangkal sirip ekor bagian bawah) dan D3 (ujung belakang sirip punggung II-pangkal sirip ekor bagian bawah). penghitungan karakter meristik dilakukan pada sembilan karakter yaitu jumlah sisik pada gurat sisi, jumlah sisik melintang badan, jumlah sisik di depan sirip punggung, jumlah sisik di sekeliling batang ekor, sirip punggung, sirip perut, sirip dada, sirip dubur, dan sirip ekor. Pada penelitian ini nilai meristik yang dihitung berbeda nyata, yaitu pada jari-jari keras sirip punggung yang memiliki 3 buah jari-jari keras dan 9 buah jari-jari lemah. Hal ini diduga karena perbedaan bentang alam sehingga ikan beradaptasi terhadap lingkungan dimana ikan itu berada.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk membedakan ikan tontobi jantan dan betina dengan menggunakan teknik truss morphometrics dan karakter meristik, dan mengetahui jarak truss

  

morphometrics dan karakter meristik yang dapat dijadikan ciri pembeda antara ikan tontobi jantan dan

  betina. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dimorfisme seksual ikan tontobi atas dasar teknik truss morphometrics dan karakter meristik. Selain itu penelitian ini bermanfaat untuk data base ikan tontobi yang masih sangat terbatas.

  METODE

A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

  1. Materi Penelitian

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain ikan tontobi (Nematalosa erebi) koleksi milik Dra. Siti Rukayah, M.Si, formalin 10%, alkohol, pewarna asetokarmin, kertas label, plastik, dan

  tissue

  Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah jangka sorong, milimeter blok, jarum pentul, loop, gunting bedah, bak preparat, objek glass, cover glass, pinset, pipet tetes, sarung tangan latex, masker, alat tulis, kamera digital dan lampu meja.

  2. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Lokasi pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di Danau Rawa Biru, Taman Nasional Wasur, Kabupaten Merakue, Provinsi Papua, sedangkan pengamatan karakter dan analisis data dilakukan di Laboratorium Ekologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Waktu penelitian dimulai sejak September 2016 yaitu pengambilan sampel, sedangkan pengukuran dan penghitungan karakter dimulai pada Mei hingga Juli 2017.

B. Metode Penelitian

  1. Rancangan Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling yaitu sampel dipilih secara khusus sesuai dengan tujuan penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan penangkapan ikan pada 8 stasiun di Danau Rawa Biru Merauke Papua menggunakan jaring nelayan dengan tiap lubang jaring berukuran ± 2-3 cm. Sampel

  2. Variabel dan Parameter Penelitian

  Variabel yang diamati adalah jarak antara titik truss pada tubuh, jumlah tapis insang, jumlah jari-jari keras dan jari-jari lemah pada beberapa sirip (dorsal, anal, dan pectoral), jumlah sisik duri dan sisik pada bagian tubuh tertentu (bagian garis rusuk, bagian atas dan bawah garis rusuk) pada tubuh ikan tontobi. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah perbandingan jarak antara titik-titik

  truss pada ikan tontobi.

  3. Prosedur Kerja Penelitian 1)Pengambilan Sampel

  Ikan hasil sampling yang beragam jenisnya dipilih atau diseleksi secara manual menggunakan tangan berdasarkan ciri morfologi yang sama. Ikan yang diambil sebagai sampel yaitu ikan tontobi. Ikan tontobi yang telah dibersihkan, kemudian dimasukkan sementara dalam plastik dan dimasukkan ke dalam ice box yang berisi es batu.

  2)Pengawetan Ikan

  Ikan tontobi yang telah ditangkap disuntikkan formalin 10% ke bagian dalam tubuh ikan, selanjutnya dibawa ke laboratorium Ekologi untuk diawetkan dengan alkohol.

  3)Identifikasi Ikan

  Ikan diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi yang terdapat dalam buku Freshwater Fishes of North-Eastern Australia (Pusey et al., 2004), dan karakter-karakter yang termuat dalam website Fishbase (Diakses pada 2017).

  4)Pengukuran Ikan dengan Teknik Truss Morphometrics

  Ikan diletakkan di atas millimeter blok yang telah dilaminasi, yang diberi dasar sterofoam, dengan posisi ikan diatur menghadap ke kiri (Sudarto & Rizal, 2007). Pengukuran panjang standar dilakukan dari ujung depan moncong sampai pangkal sirip ekor ikan. Setiap sampel ditentukan 11 titik yang dijadikan patokan titik truss morphometrics sehingga diperoleh 23 karakter. Titik-titik tersebut ditandai dengan menancapkan jarum ke preparat hingga menembus sterofoam, kemudian diukur jaraknya sesuai dengan pedoman pengukuran truss morphometrics menggunakan jangka sorong denganketelitian 0,05 mm. Titik patokan truss morphometrics tersebut adalah pangkal rahang bawah, ujung terdepan moncong, batas kepala dan badan ventral, batas kepala dan badan dorsal, pangkal depan sirip ventral, pangkal depan sirip dorsal, pangkal depan sirip ventral, pangkal belakang sirip dorsal, pelipatan ekor bagian ventral, pelipatan ekor bagian dorsal (Gambar 3.1.; Tabel 3.1.).

Gambar 3.1. Letak titik-titik dan jarak truss morphometrics ikan tontobi (Brezky & Doyle, 1988 dengan modifikasi)Tabel 3.1. Keterangan jarak truss morphometrics yang digunakan dalam penelitian Bidang Kode Deskripsi Jarak

  A1 Jarak antara titik pangkal rahang bawah - batas (1-3) kepala dan badan ventral

  A2 Jarak antara titik pangkal rahang bawah - ujung (1-2) terdepan moncong

  A3 Jarak antara titik ujung terdepan moncong - batas (2-4) kepala dan badan dorsal

  Kepala A4 Jarak antara titik batas kepala dan badan ventral -

  (3-4) batas kepala dan badan dorsal A5 Jarak antara titik ujung terdepan moncong - batas

  (2-3) kepala dan badan ventral A6 Jarak antara titik batas kepala dan badan dorsal -

  (4-1) pangkal rahang bawah B1 Jarak antara titik di sebelah ventral dari titik terdepan

  Tubuh Bagian (3-5) sirip ventral

  Anterior B2 Jarak antara titik tertinggi bagian anterior sirip dorsal

  (4-6)

  • – B3 Jarak antara titik pangkal depan sirip dorsal (6-5) pangkal depan sirip ventral

  B4 Jarak antara titik batas kepala dan dorsal

  • – pangkal (4-5) depan sirip ventral

  B5 Jarak antara titik pangkal depan sirip dorsal – batas (6-3) kepala dan badan ventral

  • – C1 Jarak antara titik pangkal depan sirip ventral

  (5-7) pangkal depan sirip anal

  • – C2 Jarak antara titik pangkal depan sirip dorsal (6-8) pangkal belakang sirip dorsal
  • – Tubuh Bagian C3 Jarak antara titik pangkal belakang sirip dorsal

  Posterior (8-7) pangkal depan sirip anal

  • – C4 Jarak antara titik pangkal depan sirip dorsal (6-7) pangkal depan sirip anal
  • – C5 Jarak antara titik pangkal belakang sirip dorsal (8-5) pangkal depan sirip ventral

  C6 Jarak antara pangkal belakang sirip dorsal – pangkal (8-11) belakang sirip ventral

  C7 Jarak antara pangkal depan sirip dorsal – pangkal (6-11) belakang sirip ventral

  D1 Jarak antara titik pangkal depan sirip anal

  • – pelipatan (7-9) ekor bagian ventral
  • – D2 Jarak antara titik pangkal depan sirip dorsal (8-10) pelipatan ekor bagian dorsal
  • – D3 Jarak antara titik pelipatan ekor bagian dorsal

  Ekor (10-9) pelipatan ekor bagian ventral

  • – D4 Jarak antara titik pangkal belakang sirip dorsal (8-9) pelipatan ekor bagian ventral

  D5 Jarak antara titik pangkal depan sirip anal

  • – pelipatan (10-7) ekor bagian dorsal

5)Pengukuran Karakter Meristik

  Karakter meristik yang diamati antara lain perhitungan jumlah jari-jari sirip anal, sirip dorsal, sirip pectoral, dan jumlah sisik duri, sisik di atas dan di bawah garis rusuk, jumlah sisik gurat sisi, dan jumlah insang (Gambar 3.2.). Cara kerja perhitungan karakter meristik adalah sebagai berikut:

  a. Perhitungan Jari-Jari Sirip 1.

  Jari-jari sirip ikan dibersihkan dari lendir dan air.

  2. Jari-jari diamati dengan seksama menggunakan lampu belajar dan kaca pembesar.

  Jumlah jari-jari sirip biasanya yang digambarkan hanya jumlah pangkal jari-jari yang nyata terlihat (Affandi et al., 1992).

  4. Jumlah jari-jari kemudian dicatat.

  b. Perhitungan Sisik 1.

  Perhitungan jumlah sisik duri yaitu dengan menghitung sisik duri yang terdapat di bagian abdomen dari sekitar lubang anal hingga bawah operculum.

  2. Perhitungan jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk dapat dilakukan dengan cara membuat garis tegak lurus dari permulaan sirip punggung pertama sampai ke pertengahan dasar perut dan menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis sisi.

  3. Perhitungan jumlah gurat sisi (linea lateralis) yaitu dengan cara menghitung jumlah sisik sepanjang garis sisi. Garis rusuk atau garis sisi dapat ditarik suatu garis dari bagian tengah operculum sampai ke pertengahan sirip ekor (Affandi et al., 1992).

  4. Jumlah jari-jari kemudian dicatat.

Gambar 3.2. Karakter meristik yang diamati pada ikan tontobi (Affandi et al., 1992 dengan modifikasi)

  Keterangan:

  1. Perhitungan jumlah jari-jari sirip dorsal

  2. Perhitungan jumlah jari-jari sirip pectoral

  3. Perhitungan jumlah sisik duri

  4. Perhitungan jumlah jari-jari sirip anal

  5. Perhitungan jumlah sisik garis rusuk

  6. Perhitungan jumlah sisik di atas garis rusuk

  7. Perhitungan jumlah sisik di atas garis rusuk

  c. Perhitungan Jumlah Tapis Insang Perhitungan jumlah insang yang penting untuk identifikasi adalah jumlah tapis insang pada lengkung insang bawah yang pertama pada satu sisi badan, kecuali jika ada ketentuan lain. Jumlah termasuk yang rudimenter (Affandi et al., 1992).

6) Pembedahan Ikan

  Secara morfologi ikan tontobi tidak dapat dibedakan antara jantan dan betina sehingga untuk memastikan dilakukan pembedahan yaitu dengan cara sebagai berikut: a. Ikan diposisikan menghadap ke sebelah kiri, kemudian bagian abdomen dibersihkan dengan tissue.

  b. Pada bagian anus dibedah ke arah anterior menggunakan gunting bedah dengan hati-hati agar tidak merusak gonad, setelah terbuka diambil gambar dari topografi gonad menggunakan kamera.

  c. Topografi gonad diamati, umumnya testis berbentuk memanjang dan menggantung pada bagian atas rongga tubuh, berjumlah sepasang dengan bentuk yang lebih kurang sama, ukuran dan warna bervariasi sesuai dengan tingkat kematangan gonad. Ovarium berbentuk memanjang, biasanya berjumlah sepasang, bergantung pada bagian atas rongga tubuh, warna berbeda-beda, sebagian besar berwarna keputih-putihan pada waktu masih muda, dan menjadi kekuningan pada waktu sudah matang atau siap dipijahkan (Affandie et al.,1992).

  d. Sebagian kecil gonad diambil untuk dilakukan pengamatan histologis menggunakan pewarnaan asetokarmin, khususnya pada gonad dengan tingkat kematangan gonad rendah.

C. Analisis Data

  Data hasil pengukuran sampel ikan tontobi menggunakan teknik truss morphometrics yang telah dibandingkan dengan panjang standar dan penghitungan karakter meristik selanjutnya dilakukan analisis statistik dengan uji “t” dan uji chi square menggunakan software SPSS versi 16.0 antara ikan tontobi jantan dan betina.

  HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Deskripsi lokasi penelitian

  Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Danau Rawa Biru yang terdapat di bagian tenggara Pulau Papua. Danau Rawa Biru termasuk dalam kawasan Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke

  Provinsi Papua(Menteri Kehutanan, 1997). Kawasan Taman Nasional Wasur terdapat lebih kurang 39 spesies ikan dari 72 spesies ikan yang diperkirakan ada dan 32 spesies diantaranya terdapat di Danau Rawa Biru, sementara 7 spesies lainya terdapat di sungai Maro. Banyak spesies ikan unik yang terdapat di kawasan ini dan juga beberapa spesies lainya yang memiliki nilai ekonomik bagi penduduk sekitar kawasan, salah satunya adalah spesies dari familia Clupeidae, yang dikenal sebagai ikan tontobi (Hartono et al., 2006).

  Spesies yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan tontobi. Ikan tontobi mempunyai karakter yang setelah dicocokkan dengan karakter dalam buku White et al. (2013), Pusey et al. (2004) dan Fishbase (2017) menunjukkan bahwa ikan tersebut adalah Nematalosa erebi (Gunther, 1868). Jumlah ikan yang telah diteliti sebanyak 28 ekor. Panjang standar tubuh ikan tontobi antara 79,11 mm sampai 212,90 mm. Ikan tontobi yang telah diteliti memiliki ciri-ciri tubuh pipih. Bagian kepala ikan tontobi tidak bersisik, moncongnya tumpul dan membulat dengan bukaan mulut relatif kecil. Ikan tontobi termasuk ikan yang berukuran sedang, warna tubuh abu-abu keperakan. Ikan tontobi pada jari-jari terakhir dari sirip dorsal bermodifikasi menjadi filamen memanjang. Rumus sirip ikan tontobi yang telah diteliti adalah D.IV.6-15, A.V.13-16, dan P.11-19. Jumlah tapis insang 10 dengan sisir insang ramping. Ikan tontobi dapat dengan mudah dibedakan dari spesies ikan tawar lain berdasarkan ciri-ciri morfologinya (Pusey et al., 2004). Ikan tontobi tidak mempunyai sifat seksual sekunder. Atribut seksual seperti organ spesial, perbedaan morfologi dan perbedaan warna antara jantan dan betina tidak dimiliki ikan tontobi, atau dapat dikatakan ikan jantan serupa dengan ikan betina. Ikan tontobi secara kasat mata tidak dapat dibedakan antara jantan dan betina atau disebut tidak memiliki dimorfisme seksual (Gambar 4.1.), sehingga penentuan atau identifikasi jenis kelamin perlu dilakukan dengan cara pembedahan. Hal ini sesuai dengan penelitian Utami (2014) bahwa pada ikan yang tidak mempunyai sifat seksual sekunder, maka penentuan jenis kelamin ikan dilakukan dengan cara pembedahan. Pada penelitian tersebut, individu ikan yang berada pada tingkat kematangan gonad tinggi mudah diidentifikasi, sehingga pengamatan dilakukan secara visual berdasarkan anatomi gonadnya, sedangkan individu ikan dengan tingkat kematangan gonad yang rendah (belum matang gonad) sulit diidentifikasi, sehingga pengamatan gonad dilakukan secara mikroskopis.

Gambar 4.1. Morfologi ikan tontobi (N. erebi).

  Keterangan: (a) jantan dan (b) betina. Sumber:Dokumentasi pribadi

  Hasil pengamatan pada gonad ikan tontobi secara visual menunjukkan bahwa gonad jantan atau testis yang diamati berbentuk memanjang, berjumlah sepasang, terletak di bagian posterior gelembung renang dan berwarna bening sampai putih susu. Gonad betina atau ovarium pada ikan tontobi yang diamati secara visual memiliki bentuk memanjang, berjumlah sepasang, terletak di bagian posterior gelembung renang dan berwarna bening sampai kekuningan pada fase gonad berkembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumantadinata (1981) & Rahardjo et al. (2011) bahwa gonad ikan berbentuk memanjang, menggantung pada bagian rongga tubuh, terletak di bagian posterior gelembung renang, dan terletak di bagian anterior anus. Gonad ikan berjumlah sepasang dengan ukuran dan warna bervariasi sesuai dengan fase perkembangannya. Testis memiliki warna bening sampai putih susu sedangkan ovarium berwarna bening hingga kekuningan. Gambar gonad jantan dan betina ikan tontobi dapat dilihat pada Gambar 4.2. dan 4.3

Gambar 4.2. Gonad ikan tontobi (N. erebi) jantan.

Gambar 4.3. Gonad ikan tontobi (N. erebi) betina.

  Keterangan: (1) ovarium.Sumber: Dokumentasi pribadi

3) Karakter truss morphometrics ikan tontobi

  Hasil penghitungan rasio jarak truss yang berupa perbandingan antara jarak truss dengan panjang standar melalui uji “t” antara ikan tontobi jantan dan betina disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan

Tabel 4.1. terdapat satu dari 21 rasio jarak truss yang signifikan antara ikan tontobi jantan dan betina yaitu rasio jarak truss A3, diperkuat dengan hasil analisis uji chi square pada rasio jarak truss A3

  dapat digunakan sebagai pembeda ikan tontobi jantan dan betina (Lampiran 8.). Diperjelas dengan Gambar 4.3. bahwa rasio jarak truss yang signifikan pada ikan tontobi jantan dan betina adalah A3. Rasio jarak truss A3, merupakan rasio jarak antara titik ujung terdepan moncong dan batas kepala dan badan dorsal dengan panjang standar, pada ikan jantan nilainya 0.2222, lebih besar dibandingkan dengan ikan betina yakni 0.2046.

Tabel 4.1. Hasil perbandingan antara jarak truss dan panjang standar ikan tontobi (Nematalosa erebi

  ) dari Danau Rawa Biru berdasarkan uji “t” Jarak Rata-rata rasio Keputusan No. truss jarak truss (mm) uji “t” Betina Jantan

  1 A1 0.1309 0.1327 NS

  2 A2 0.1001 0.1045 NS 3 * A3 0.2046 0.2222

  4 A4 0.2329 0.2302 NS

  5 A5 0.2200 0.2264 NS

  6 A6 0.2170 0.2258 NS

  7 B1 0.2912 0.2950 NS

  8 B2 0.3164 0.3018 NS

  9 B3 0.4218 0.3857 NS

  10 B4 0.4172 0.4164 NS

  11 B5 0.4423 0.4215 NS

  12 C1 0.2961 0.2779 NS

  13 C2 0.1423 0.1349 NS

  14 C3 0.3292 0.3275 NS

  15 C4 0.4180 0.4104 NS

  16 C5 0.4288 0.3919 NS

  18 C7 0.5268 0.4346 NS

  19 D1 0.2964 0.2938 NS

  20 D2 0.4120 0.4086 NS

  21 D3 0.1133 0.1136 NS

  22 D4 0.4344 0.4338 NS

  23 D5 0.3649 0.3584 NS Keterangan: NS : Keputusan uji “t” non signifikan

  : Keputusan uji “t” signifikan *

Gambar 4.4. Jarak truss ikan tontobi yang signifikan (garis kuning) dan non signifikan (garis hitam)

  Hasil penelitian dengan rasio jarak truss signifikan berdasarkan uji “t” yang sama dengan ikan tontobi adalah hasil penelitian Windarti et al. (2012) yaitu pada ikan sepat mutiara dari Rawa Banjiran Riau, sebagai sesama ikan air tawar menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada jarak A3. Jarak A3 pada ikan sepat mutiara jantan lebih besar dibandingkan dengan ikan sepat mutiara betina, seperti halnya pada ikan tontobi. A3 adalah rasio jarak antara titik ujung terdepan moncong dan batas kepala dan badan dorsal dengan panjang standar. Hasil penelitian lain yang memiliki rasio jarak truss yang sama, terdapat pada ikan sepat siam (Trichogaster leeri) yang dilakukan oleh Muslimatun et al. (2013). Terdapat perbedaan signifikan pada ikan jantan dan betina yaitu pada jarak antara ujung moncong terdepan dan pangkal depan sirip dorsal. Ikan sepat siam jantan seperti halnya pada ikan tontobi, memiliki rasio jarak truss antara ujung moncong terdepan dan pangkal depan sirip dorsal dengan panjang standar yang lebih besar dibandingkan ikan sepat siam betina.

  Hasil penelitian lain yang terkait karakter morfometrik ikan air tawar juga dilakukan oleh Nasution et al. (2004) yang menunjukkan bahwa pada ikan Rainbow Selebensis(Telmatherina

  

celebensis Boulenger) dari Danau Towuti, Sulawesi Selatan terdapat karakter pembeda antara jantan

  dan betina. Karakter yang paling berpengaruh pada ikan Rainbow Selebensis jantan dicirikan oleh A3 (jarak antara ujung terdepan mulut sampai sirip punggung pertama) dan B3 (tinggi badan). Perbedaan ikan Rainbow Selebensis pada A3, ikan jantan nilainya juga lebih besar (kepala lebih memanjang) umum tinggi tubuhnya lebih besar (tubuh lebih tinggi). A3 merupakan jarak yang secara visual mudah dikenali sehingga dapat diaplikasikan sebagai pedoman untuk sexing. Umumnya secara visual ikan jantan tubuhnya nampak lebih ramping dengan kepala yang lebih memanjang. Hal ini dapat diaplikasikan dalam membedakan ikan tontobi jantan dan betina (Windarti et al., 2012).

  4) Karakter meristik ikan tontobi Hasil pengujian dari perhitungan karakter meristik yang disajikan pada Tabel 4.2.

  memperlihatkan perbedaan antara ikan tontobi jantan dan ikan tontobi betina yaitu pada karakter jumlah jari-jari sirip anal. Diperkuat dengan hasil analisis uji chi square pada karakter jumlah jari-jari sirip anal dapat digunakan sebagai pembeda ikan tontobi jantan dan betina (Lampiran 9.). Hasil ini sesuai dengan penelitian Muhotimah et al. (2013) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah jari-jari sirip anal antara ikan nila hitam janti betina dan jantan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Mahmoud et al. (2016) yang menyatakan bahwa pada spesies ikan

  

Carangoides bajad dan Caranx melampygus tidak ditemukan dimorfisme seksual pada karakter

  jumlah tapis insang, jumlah jari-jari sirip dorsal, pectoral, dan anal. Menurut Effendie (2002), kondisi lingkungan dapat berpengaruh pada pola adaptasi ikan. Dampak tersebut dapat terjadi pada bentuk tubuh, ukuran serta jumlah beberapa bagian tubuh. Karakter meristik memiliki dasar genetik, tetapi lingkungan dapat pula memodifikasi ekspresi dari karakter tersebut. Komponen lingkungan (temperatur, salinitas, oksigen, pH, dan makanan) dalam karakter meristik ditentukan selama masa awal larva. Komponen lingkungan tersebut dapat memodifikasikan sifat keturunan (Smith et al., 2002).Perbedaan karakteristik morfometrik dan meristik, pada spesies antar region, kemungkinan dihasilkan dari perbedaan genotip atau faktor lingkungan. Ketika kedua karakteristik morfometrik dan meristik merespon perubahan lingkungan, keduanya memberikan respon yang berbeda pada beberapa situasi (Ismen, 2000).

Tabel 4.2. Hasil perhitungan karakter meristik pada ikan tontobi (N. erebi) jantan dan betina berdasarkan uji “t”

  No. Karakter meristik Hasil uji “t”

  1 Jumlah jari-jari sirip dorsal NS

  2 Jumlah jari-jari sirip pectoral NS

  3 Jumlah jari-jari sirip anal *

  4 Jumlah sisik pada garis rusuk NS

  5 Jumlah sisik bagian atas garis rusuk NS Jumlah sisik bagian bawah garis

  6 NS rusuk

  7 Jumlah sisik duri NS

  8 Jumlah tapis insang NS Keterangan:

  NS : Hasil uji “t” non signifikan

  • : Hasil uji “t” signifikan

KESIMPULAN DAN SARAN

  A. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.

  Karakter truss morphometrics dan meristik dapat diaplikasikan dalam identifikasi ikan tontobi jantan dan betina.

  2. Karakter truss morphometrics yang dapat dijadikan ciri pembeda antara ikan jantan dan betina adalah jarak antara titik ujung terdepan moncong sampai batas kepala dan badan dorsal, karakter meristik yang dapat dijadikan ciri pembeda antara ikan jantan dan betina adalah jumlah jari-jari sirip anal.

  B. Saran

  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spesies ikan tontobi (N. erebi) berdasarkan karakter taksonomi lainnya maupun berdasarkan karakter genetik untuk memperkuat hasil penelitian karakter morfometrik dan meristik.

DAFTAR REFERENSI

  Affandi, R., D. S. Sjefei, M. F. Rahardjo, dan Sulistyono. 1992. Iktiologi: Suatu Pedoman Kerja

  Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat . Bogor: Institut Pertanian Bogor.

  Anggraeni, T. Dessy, Qomariyah, dan Khalidah. 2015. Penyebaran dan Budidaya Ikan Air Tawar di Pulau Jawa Berbasis WEB . Semarang: Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim.

  Atang, S. Suryaningsih, dan M. N. Abulias. 2015. Penentuan Jenis Kelamin Benih Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata Blkr.) dengan Teknik Truss Morphometrics, Biosfera, 32(1): 29-34. Brezky, V. J. dan R. W. Doyle. 1988. A Morphometric Criterian for Sex Discrimination in Tilapia In

  R.S.V. Pullin, T. Bhukaswan, K. Tonguthai dan J. L. Maclean (eds) The Second International Symposium on Tilapia in Aquaculture. ICLARM Conference Proceeding 15. Philipines: Department of Fisheris, Bangkok, Thailand & International Center for Living Aquatic Resources Management, Manila.

  Burhanuddin, A. I. 2008. Peningkatan Pengetahuan Konsepsi Sistematika dan Pemahaman Sistem Organ Ikan yang Berbasis SCL pada Mata Kuliah Ikhtiologi. Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan. Laporan Modul Pembelajaran Berbasis SCL. Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

  Effendie, M. I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Fishbase. 2017. Australian river gizzard shad (Nematalosa erebi Gunther 1868). http://www.fishbase.org/summary/Nematalosa-erebi.html. Diakses pada 15 Maret 2017. Gustiano, R. 2003. Taxonomy and Philogeny of Pangasiidae Catfishes from Asia (Ostariophysi, Siluriformes).

  Thesis for the Doctor’s Degree (Ph.D). Belgium: Katholieke Universiteit Leuven.

  Hartono, T. B. S., Meteray, Farda N. M., dan Kamal, M., 2006. Kajian ekosistem air permukaan

  Rawa Biru-Torasi Merauke Papua menggunakan Citra Penginderaan Jauh dan SIG . Forum Geografi. 20(1): 1-12.

  Ismen, A. 2000. Use of a Determinant Function for the Morphometric and Meristic Saperation of Whiting Stocks, Merlangius Euxinus, Along the Turkish Black Sea Coast. Faculty of Fisheries, Turk Journal Zool , 25: 2001-2019.

  Kitano, J., M. Setichi, dan L. P. Catherine. 2007. Sexual Dimorphism in the External Morphology of the Treespine Stickleback (Gasterosteus aculeatus). Copeia, 2: 336-349. Mahmoud, U. M., F. M. Sahar, dan S. M. Ashraf. 2016. Sexual Dimorphism of Morphometrics and

  Meristics of Carangoides bajad (Forsskal, 1775) and Caranx melampygus (Cuvier, 1833) From The Southern Red Sea, Egypt. International Journal of Science and Research (IJSR), 1(5): 448- 456.

  Menteri Kehutanan. 1997. Taman Nasional Wasur. Kpts II. No: 282. Muhotimah, B. Triyatmo, S. B. Priyono dan T. Kuswoyo. 2013. Analisis Morfometrik Dan Meristik

  Nila (Oreochromis sp.) Strain Larasati F5 Dan Tetuanya. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (1): 42-53. Muslimatun, R. M. Putra, dan D. Efizon. 2013. Meristics, Morphometrics, Fish Growth Patterns And

  Pearl Sepat (Trichogaster leeri). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, pp: 1- 13. Nasution, S. H., Sulistiono, D. S. Sjafei, dan G. S. Haryani. 2004. Variasi Morfologi Ikan Endemik Rainbow Selebensis (Telmatherina celebensis Boulenger) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan.

  Jurnal Akuakultur Indonesia , 3(2): 5-11.

  Pusey, B., M. Kennard, dan A. Angthirton. 2004. Freshwater Fishes of North-Eastern Australia.

  Collingwood Australia: CSIRU Publisher. Rahardjo, M. F., S. S. Djadja, A. Ridwan, dan Sulistiono. 2011. Iktiologi. Bandung: Lubuk Agung. Rahman, A., M. B. Mulya, dan Desrita. 2014. Studi Morfometrik dan Meristik Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara , pp: 1-6.

  Smith, P. J., P. J. McMillan, B. Bull, S. M. McVeagh, P. M. Gaflhey, dan S. Chow. 2002. Genetic and Meristic Variation in Black and Smooth Oreos in the New Zealand Exclusive Economic Zone.

  J. Mar. Freshw . Res. 36: 737-750. New Zealand.

  Strauss, R. E. dan F. L. Bookstein. 1982. The Truss: Bodu Form Recontraction in Morphometrics.

  Systematic Zoology , 31(2): 113-135.

  Sudarto dan F. Rizal. 2007. Variasi Morfometri Ikan Botia (Botia mcracanthus, Bleeker) dari Perairan Sumatera dan Kalimantan. Jurnal Perikanan (J. Fish. Scl.) 9 (20): 214-219. Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan di Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya. Turan, C. 1999. A Note on the Examination of Morphometric DifferentiationAmong Fish Populations: The Truss System. Journal of Zoology, 23: 259-263. Utami, D. 2014. Perbedaan Ikan Hampala (Hampala macrolepidota C.V.) Jantan dan Betina Berdasarkan Truss Morphometrics. Skripsi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman. White, W. T., P. R. Last, Dharmadi, R. Faizah, U. Chodrijah, B. I. Prisantoso, J. J. Pogonoski, M.

  Puckridge, dan S. J. M. Blaber. 2013. Market Fishes of Indonesia. ACIAR Monograph. Australian Center for International Agricultural Research, Australian Government.

  Whitehead, P. J. P. 1985. Clupeoid Fishes of the World (Suborder Clupeioidei). An Annotated and Illustrated Catalogue of the Herrings, Sardines, Pilchards, Sprats, Shads, Anchovies and Wolf- herrings. FAO Fish. Synop. 125(7/1):1-303. Rome: FAO Species Catalogue.

  Windarti, S. Rezeki, dan R. M. Putra. 2012. Meristik, Morfometrik dan Pola Pertumbuhan Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leeri) di Rawa Banjiran Sungai Tapung Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, pp: 1-12