ANALISIS SISTEM USAHATANI LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR FARM SYSTEM ANALYSIS OF ALOE VERA IN BOGOR REGENCY

Penerimaan Usahatani Lidah Buaya

Analisis penerimaan usahatani lidah buaya digunakan untuk mengetahui besaran penerimaan yang diperoleh oleh petani lidah buaya baik petani metode herbisida maupun manual. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dapat dituliskan (Soekartawi, 2002):

TR = Y x Py Keterangan: TR = Total Penerimaan (Rupiah) Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani

(Kg) Py = Harga produk per unit (Rupiah/Kg)

Penerimaan dalam kegiatan usahatani terdiri dari dua jenis sumber penerimaan, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang didapatkan dari hasil kegiatan produksi usahatani yang dijual. Penerimaan tidak tunai adalah hasil produksi yang tidak dijual oleh petani, namun hasil tersebut digunakan untuk keperluan lain, seperti untuk konsumsi atau benih. Sehingga penerimaan total usahatani merupakan hasil keseluruhan nilai produksi yang usahatani yang dijual, dikonsumsi keluarga, serta yang dijadikan persediaan.

Pendapatan Usahatani Lidah Buaya

Menurut Soekartawi (2002) pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

π = TR - TC

Keterangan : π = Pendapatan Usahatani TR = Penerimaan total usahatani

TC = Total biaya Usahatani

Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya

Analisis rasio penerimaan dan biaya bisa juga di tulis rasio R/C, kegunaan analisis ini ialah

untuk melihat efisiensi dari sebuah usahatani jika dijalankan. Rasio R/C membandingkan

antara penerimaan dengan biaya. Nilai rasio ada dua jenis yaitu nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas biaya total, secara matimatis dapat dituliskan:

Analisis rasio imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk melihat berapa penerimaan yang diperoleh oleh petani dari setiap rupiah yang telah dikeluarkan untuk usahataninya sebagai manfaat. Terdapat beberapa kriteria keputusan yang digunakan untuk melihat hasil dari analisis R/C rasio adalah sebagai berikut (Soekartawi 2002):

• R/C rasio > 1 : Usahatani menguntungkan,

dikatakan efisien karena setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya.

• R/C rasio = 1 : Usahatani impas, dikatakan

kegiatan usahatani berada pada kondisi impas (keuntungan normal).

• R/C rasio < 1 : Usahatani rugi, dikatakan tidak

efisien karena setiap tambahan biaya yang dikeluarkan kan menghasilkan tambahan

penerimaan yang lebih kecil.

Uji Beda Mann-Whitney U Test

Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Mann Whitney U test. Uji statistik ini berguna untuk melihat perbedaan penggunaan

input fisik, output panen, besaran biaya input dan penerimaan usahatani lidah buaya antara

petani yang menggunakan metode herbisida dan metode manual. Dengan cara menguji petani yang menggunakan metode herbisida dan metode manual. Dengan cara menguji

mengakses dan memperoleh input-input yang yang saling bebas atau tidak berhubungan.

dibutukan. Rata-rata luas lahan garapan petani Penggunaan uji beda Mann-Whitney U Test

responden sebesar 0,56 ha. Berdasarkan dikarenakan ada komponen-komponen yang

metode penyiangannya, petani metode diuji tidak menyebar normal (Populasi kurang

herbisida seluas 0,79 ha dan petani metode dari 30). Adapun uji beda Mann-Whitney U Test

manual seluas 0,21 ha. Sebanyak 76,92 persen adalah sebagai berikut (Nazir, 2003):

responden melakukan usahatani lidah buaya di lahan sewa dan 23,08 persen responden melakukan dilahan milik pribadi. Biaya sewa berkisar antara Rp 300 sampai Rp 1.000 / tahun/m2. Bibit lidah buaya yang ditanam oleh semua petani lidah buaya di Kabupaten Bogor adalah jenis Aloe vera chinensi. Umur rata-rata

Keterangan : tanaman lidah buaya yang ditanam oleh petani n 1 = Jumlah sampel metode herbisida

responden lidah buaya di Kabupaten Bogor n 2 = Jumlah sampel metode manual

adalah 3,28 tahun, dimana umur tanaman lidah R 1 = Jumlah rank/peringkat untuk sampel

buaya pada petani herbisida adalah 3,74 tahun metode herbisida

dan pada petani manual adalah 2,56 tahun. R 2 = Jumlah rank/peringkat untuk sampel

Kebutuhan bibit per hektar mencapai 10.686 metode manual

tanaman. Tenaga Kerja yang digunakan adalah TKDK dan TKLK laki-laki. Upah tenaga kerja

Adapun hipotesis dapat dituliskan sebagai laki-laki berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp berikut:

80.000, dengan lama bekerja 7 jam per hari.

H o = input fisik/output panen/biaya input/ Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang penerimaan petani metode herbisida=

kotoran domba, dengan durasi pemupukan 2 input fisik/output panen/biaya input/

bulan sampai 6 bulan sekali, rata-rata durasi penerimaan petani metode manual

pemupukan 3 bulan sekali. Harga pupuk

H 1 = input fisik/output panen/biaya input/ kandang per karung dengan berat 20 kg berkisar penerimaan petani metode herbisida

antara Rp 5.000 sampai Rp 9.000. Akses untuk ≠ input fisik/output panen/biaya input/

pupuk kandang relatif mudah, namun dalam hal penerimaan petani metode manual

pengadaannya petani ada yang kurang puas karena pupuk kandangnya tidak murni.

Dikarenakan data populasi kurang dari 20, maka dilihat nilai U yang paling kecil dan

Keterkaitan ke depan (Forward Linkages) dibandingkan dengan tabel Mann-Whitney.

menjelaskan performa pada sistem usahatani Kesimpulan terhadap hipotesis, tolak Ho bila

lidah buaya dengan kegiatan pasca panen nilai u hitung < u tabel atau saat P value < α

mencakup kegiatan pemasaran dan sebaliknya terima Ho bila nilai u hitung > u

pengolahan. Petani lidah buaya di Kabupaten tabel atau saat P value > α.

Bogor menjual hasil panennya ada beberapa saluran pemasaran. Petani ada yang menjual

HASIL DAN PEMBAHASAN

melalui tengkulak, langsung ke pabrik ada juga yang langsung ke pengolahan rumah tangga.

Keterkaitan ke Belakang (Backward Namun yang paling sering petani melakukan

Linkages) dan ke Depan (Forward Linkages)

menjual hasil panennya melalui tengkulak.

pada Usahatani Lidah Buaya

Hasil dari wawancara dengan masing-masing Keterkaitan ke belakang (Backward Linkages)

petani diketahui bahwa sebanyak 76,92 persen menjelaskan performa pada usahatani lidah

responden menjual hasil panennya kepada buaya dengan pengadaan sarana produksi

tengkulak. Sedangkan 23,08 persen responden atau input yang dibutuhkan dalam melakukan

langsung menjual ke pabrik tanpa perantara produksi. Beberapa input yang diperlukan

tengkulak. Berdasarkan hasil wawancara dalam kegiatan usahatani lidah buaya dengan petani responden hanya sebanyak diantaranya bibit, lahan, pupuk, obat-obatan,

41.15 persen responden selama tahun 2014 tenaga kerja, serta alat-alat pertanian untuk

pernah menjual kepihak supermarket baik pengolahan, perawatan dan pemanenan. lewat tengkulak atau jaringan supermarket. Backward Linkages akan memiliki performa

Mekanisme penjualan ke supermarket, petani

88 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99 88 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99

penanaman dan pemeliharaan pada awal juga tidak pasti. Kendala yang dihadapi petani

penanaman tidak dihitung.

jika menjual ke tengkulak mendapatkan harga yang lebih rendah jika dibandingkan menjual

Penggunaan bibit dipengaruhi oleh luas langsung ke pihak supermarket atau pabrik, hal

lahan dan jarak tanam lidah buaya. Semakin tersebut mengindikasikan petani tidak memiliki

luas lahan dan semakin rapat jarak tanam kekuatan tawar atau kekuatan tawar petani

yang diterapkan maka akan semakin banyak lemah. Pabrik yang saat ini membeli hasil panen

kebutuhan bibitnya. Bibit pada lidah buaya lidah buaya petani yaitu CV. Zio Nutri Prima

diambil dari anakan yang muncul dari tanaman yang bertempat di Jakarta. Kebutuhan pabrik

induknya. Anakan yang layak dijadikan bibit saat ini mencapai 100 ton/bulan, namun saat

rata-rata berukuran 15 sampai 20 cm. Setiap ini baru bisa terpenuhi 40 sampai 60 ton/bulan.

batang induk dapat menghasilkan 5 sampai 8 Pengolahan lidah buaya di Kabupaten Bogor

anakan yang tumbuh di sekelilingnya. Rata-rata saat ini masih kurang berkembang, hanya

petani responden menggunakan jarak tanam pengolahan skala kecil (campuran es cincau),

antar baris 1 sampai 1,2 meter dan jarak dalam sebagian sudah ada yang di ekstrak, pada tahun

baris 0,8 sampai 1 meter, sehingga rata-rata 2015 ini ada produk dengan merek dagang Aloe

bibit yang digunakan per hektarnya mencapai Jr yang menjual minuman dari olahan lidah

10.686 tanaman. Jika berdasarkan metode buaya. Dari hasil penelitian diketahui, bahwa

penyiangannya, petani metode herbisida dalam saat ini sudah banyak alternatif penjualan

penanamannya menggunakan jarak tanam pelepah lidah buaya dan keadaannya sudah

antar baris 1 sampai 1,2 meter dengan jarak jauh berbeda dengan saat Nugraha (2008) dan

dalam baris 0,7 sampai 1 meter sehingga per Adhiana (2005) melakukan penelitian, dimana

hektar menggunakan bibit rata-rata sebanyak saat diadakan penelitian pada waktu itu petani

10.741 tanaman, sedangkan petani metode mengalami kesulitan dalam hal pemasaran

manual dalam penanamannya menggunakan hasil panen yang berakibat petani tidak dapat

jarak tanam antar baris 1 sampai 1,2 dengan memanen secara teratur.

jarak dalam baris 0,8 sampai 1 meter sehingga per hektarnya menggunakan rata-rata bibit

Keragaan Usahatani Lidah Buaya

sebanyak 10.600 tanaman. Kebutuhan bibit lidah buaya petani metode herbisida lebih

Penggunaan Input

banyak dari petani metode manual. Terlihat dari Kegiatan usahatani lidah buaya di Kabupaten

penggunaan jarak tanam pada petani metode Bogor sebenarnya sudah dilakukan sejak

herbisida yang lebih rapat mengakibatkan rata- lama hal tersebut terlihat dari hasil penelitian

rata penggunaan bibit pada petani herbisida Adhiana (2005) dan Nugraha (2008), dimana

lebih banyak dari petani manual. Jika melihat Kabupaten Bogor pernah dicanangkan sebagai

penggunaan bibit lidah buaya saat ini, jika tempat pengembangan komoditas lidah buaya

dibandingkan dengan penelitian Nugraha di Provinsi Jawa Barat. Namun yang terlihat di

(2008) dan Adhiana (2005) tidak jauh berbeda. lapang, petani yang menanam lidah buaya saat

Dimana pada waktu dilakukan penelitian pada ini merupakan petani baru. hal ini tercermin

waktu itu petani menggunakan jarak tanam dari rata-rata umur tanaman lidah buaya yang

antar baris 1 x 1 meter dan jarak dalam baris 0.8 dibudidayakan oleh petani. Rata-rata umur

sampai 1 meter sehingga populasi tanaman per tanaman lidah buaya petani secara keseluruhan

hektar mencapai 10.000 tanaman. Kebutuhan adalah 3,28 tahun, sedangkan umur tanaman

rata-rata bibit per hektar pada masing-masing berdasarkan metode penyiangannya adalah

metode dapat dilihat pada Tabel 2. 3,75 tahun untuk petani metode herbisida

dan 2,75 tahun untuk petani metode manual. Kurangnya wawasan dan pengetahuan Keragaan usahatani lidah buaya dikaji untuk

mengenai budidaya lidah buaya yang beragam mengetahui gambaran tentang kegiatan dan tidak ada pendampingan dari penyuluh

usahatani lidah buaya di lokasi penelitian. berdampak pada proses penggunaan input Keragaan yang dijelaskan berupa penggunaan

untuk budidaya dan metode penyiangan yang input, teknik budidaya dan hasil output dari

digunakan petani dalam usahatani lidah buaya kegiatan usahatani lidah buaya. Penelitian ini

antar petani berbeda. Penggunaan pupuk dilakukan pada petani yang melakukan panen

pada usahatani lidah buaya di Kabupaten minimal satu tahun, sehingga komponen input

Bogor hanya menggunakan pupuk kandang

Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 89 Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 89

petani atau pekerja hanya bekerja selama 6 daerah Pontianak, petani menggunakan pupuk

hari kerja, dan setiap hari jumat atau minggu organik dan pupuk kimia. Pupuk organik yang

pekerja libur. Sehingga dalam penelitian ini digunakan adalah pupuk abu yang digunakan

menggunakan perhitungan 1 HOK = 1 HKP, untuk menetralkan tanah dan pupuk kimia Urea,

dengan 1 HKP = 7 jam kerja pria, sedangkan KCL dan TSP (Burhansyah, 2002). Penggunaan

untuk penyetaraan HKW maka menggunakan input fisik khususnya kotoran domba (pupuk),

asumsi 1 HKW = 0,7 HKP, sehingga 1 HKW herbisida, koran pembungkus dan karung untuk

= 0,7 HOK. Perhitungan ini sesuai dengan proses panen dalam keragaan usahatani lidah

UU No.13 tentang ketenagakerjaan pasal 77 buaya petani di Kaupaten Bogor dapat dilihat

ayat 2. Penggunaan input tenaga kerja paling pada Tabel 3.

banyak pada usahatani lidah buaya secara keseluruhan responden pada kegiatan

Klasifikasi tenaga kerja untuk kegiatan pemanenan yaitu sebesar 40,74 HOK untuk usahatani lidah buaya terbagi menjadi dua

TKDK dan 200,03 HOK untuk TKLK. Pada yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan

petani metode herbisida penggunaan tenaga tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Perhitungan

kerja terbesar pada kegiatan pemanenan tenaga kerja menggunakan standar hari orang

yaitu sebesar 43,72 HOK untuk TKDK dan kerja (HOK) yaitu 7 jam/HOK. Hari orang kerja

183,91 HOK untuk TKLK, sedangkan untuk dihitung pada setiap proses budidaya yang

petani metode manual penggunaan TKDK dilakukan oleh petani. Jam kerja yang digunakan

paling banyak pada kegiatan pemanenan petani dilahan khususnya untuk perawatan

sebesar 35,97 HOK dan TKLK pada kegiatan tanaman lidah buaya di lahan selama 7 jam

penyiangan gulma sebesar 316,80 HOK. kerja, dimana petani mulai kerja pukul 07.30

Petani metode herbisida menggunakan hingga pukul 11.30 dan dilanjut lagi mulai pukul

tenaga kerja tambahan yaitu dalam kegiatan

13.00 sampai pukul 16.00. Usahatani lidah pembubunan sebesar 15,61 HOK untuk buaya khususnya dalam hal perawatan dan

TKDK dan 146,42 HOK untuk TKLK. pemanenan petani menggunakan TKLK laki-

Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani laki semuanya dan pada waktu pemanenan

lidah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada ada sebagian TKDK perempuan yang ikut

Tabel 4.

Tabel 2. Kebutuhan Bibit lidah buaya

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Tabel 3. Penggunaan input pupuk, herbisida,karung, koran pembungkus per hektar per tahun

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Tabel 4. Penggunaan tenaga kerja usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga

90 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99

Teknik Budidaya

dalam barisan berjarak 0,7 meter sampai 1 Keragaan usahatani lidah buaya baik metode

meter dan antar bedengan berjarak 1 sampai herbisida maupun manual di Kabupaten Bogor

1,2 meter, sedangkan pada petani metode dijelaskan juga tentang teknik atau kegiatan

manual jarak tanaman dalam baris 0,8 budidaya yang dilakukan. Kegiatan budidaya

meter sampai 1 meter dan antar bedeng 0,8 merupakan aspek yang perlu diperhatikan agar

meter sampai 1 meter. Setelah pembuatan dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas

lubang tanam selesai selanjutnya petani hasil panen yang baik. Kegiatan budidaya

memberikan pupuk dasar (1 Kg/lubang dan lidah buaya yang dilakukan petani responden

dibiarkan 3 sampai 4 hari).

di Kabupaten Bogor secara umum sama, • Penanaman: Rata-rata populasi tanaman meliputi tahap pengolahan lahan, pembuatan

dalam 1 ha pada petani metode herbisida lubang tanam, penanaman, pemeliharaan dan

sebanyak 10.741 tanaman, sedangkan pada pemanenan. Hanya perbedaan yang sangat

petani metode manual rata-rata mencapai mencolok pada tahap perawatan tanaman

10.600 tanaman. Secara keseluruhan petani lidah buaya, dimana dalam proses penyiangan

responden, rata-rata populasi tanaman per gulma ada dua metode yang digunakan yaitu

hektar mencapai 10.686 tanaman. metode dengan menyemprotkan herbisida • Penyulaman: Petani melakukan dan metode secara manual. Pada metode

Penyulaman jika ada bibit yang mati atau herbisida petani menggunakan obat herbisida

terserang cendawan.

untuk membersihkan lahannya dan pada petani • Penyiangan Gulma: Penyiangan gulma perlu manual menggunakan alat koret, cangkul

dilakukan karena pertumbuhan tanaman dan daruk untuk membersihkan rumputnya.

lidah buaya akan terganggu dengan adanya Dengan adanya perbedaan metode tersebut

gulma (pertumbuhan pelepah lidah buaya dalam kegiatan budidaya usahatani lidah buaya

tidak maksimal) serta dapat mengundang mengakibatkan perbedaan biaya yang harus di

hama bekicot. Penyiangan gulma rutin keluarkan oleh petani. Dari hasil pengamatan

dilakukan 2 bulan sekali. Metode penyiangan lapang dan wawancara dengan petani, selama

ada dua cara yaitu menggunakan metode ini petani tidak mendapatkan wawasan atau

menyemprotkan cairan herbisida dan ada penyuluhan mengenai budidaya lidah buaya

yang menggunakan metode manual. yang baik dan benar dari dinas terkait. Petani

• Pemupukan: rutin dilakukan oleh mendapatkan ilmu cara bercocok tanam lidah

petani antara 2 sampai 6 kali per tahun, buaya melalui membaca buku, informasi dari

menggunakan pupuk kandang kotoran internet dan melalui petani yang terlebih dahulu

domba. Pemilihan pupuk kandang karena telah menanam lidah buaya.

lebih awet dan saat musim kemarau penyusutan bobot pelepah lidah buaya tidak

• Penyiapan Lahan: lahan yang digunakan terlalu banyak dan warnanya juga tidak harus yang subur, kaya akan bahan organik,

terlalu kemerahan.

gembur dan memiliki drainase yang baik. • Penjarangan Anakan: Penjarangan anakan Rata-rata petani menggunakan lahan yang

perlu dilakukan, karena jika anakan di sekitar tidak ada aliran irigasi (biaya sewa murah).

tanaman induk tidak diambil akan menjadi • Pembersihan lahan: Penyemprotan alang-

beban bagi induknya dan menghambat alang dengan herbisida (1 ha = 6 liter sampai

pertumbuhan induknya. Anakan sudah mulai

10 liter) dan pendongkelan. tumbuh sekitar 5 bulan sampai 6 bulan • Pengolahan lahan: menggunakan alat

setelah penanaman.

cangkul atau traktor. Sistem upah yang • Pembumbunan: Tujuan pembumbunan berlaku borongan, dengan upah per 1.000 m2

untuk menaikkan tanah yang berada di sebesar Rp 1.000.000 sampai Rp 1.500.000.

sekitar bedengan dan menutupi batang lidah • Pembuatan bedengan: Tujuan untuk

buaya agar merangsang pertumbuhan akar, tempat menanam lidah buaya dan mengatur

menggemburkan tanah dan memperkokoh drainase di lahan saat musim penghujan

berdirinya tanaman.

agar tanaman lidah buaya tidak tergenang • Pemanenan: Dapat dilakukan pada umur oleh air.

9 bulan sampai 12 bulan setelah tanam. • Pembuatan Lubang Tanam dan

Pemanenan dapat dilakukan sebanyak 1 Pemupukan Dasar: Kedalaman lubang

sampai 2 kali dalam 1 bulan. Saat musim tanam antara 10 cm sampai 15 cm. Jarak

hujan rata-rata hasil panen pelepah lidah tanam pada petani metode herbisida yaitu

buaya petani responden dalam luasan 1

Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 91 Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 91

menyemprotkan cairan herbisida dengan petani metode herbisida sebesar 9.523,37 kg

bantuan alat hand sprayer ke lahan tanpa dan 9.929,27 kg untuk petani metode manual.

mengenai tanaman lidah buaya (disela-sela Pada musim kemarau atau tidak ada hujan

tanaman). Tabel 5 menunjukkan perbedaan hasil panen bisa turun hampir 30 sampai 50

dan kesamaan teknik budidaya petani metode persen. Ada proses grading ,sebanyak 46,15

herbisida dan manual.

persen responden melakukan proses grading (23,08 persen responden metode herbisida,

Output usahatani lidah buaya adalah hasil 23,08 persen responden metode manual).

panen pelepah lidah buaya. Bobot per pelepah grade A yaitu pelepah yang memiliki bobot

lidah buaya hasil panen berkisar antara 0,40 per pelapahnya diatas 0,6 kg. Sedangkan

kg sampai 1,00 kg. Hasil panen pelepah lidah pelepah yang masuk grade B yaitu pelepah

buaya digolongkan berdasarkan beratnya, yang bobot per pelepahnya antara 0,4 kg

penggolongan ini bertujuan untuk melayani sampai 0,6 kg.

penjualan ke supermarket, namun hanya • Peremajaan: kegiatan ini dilakukan jika

46,15 persen responden yang pada tahun batang lidah buaya sudah terlalu panjang,

2014 melakukan penjualan ke supermarket. jarak pangkal pelepah sudah terlalu jauh

Kebanyakan petani menjual hasil panennya ke dengan permukaan tanah dan akar-akar

pabrik baik lewat tengkulak atau langsung ke yang ada di atas sudah banyak dan tidak

pabrik. Petani menjual grade B yaitu dengan tertutup oleh tanah.

berat 0,40 sampai 0,60 kg untuk pasokan ke pabrik. Jika untuk grade A tidak ada permintaan,

Secara keseluruhan, teknik budidaya antara maka pelepah yang memiliki berat 0,60 keatas petani manual dan petani herbisida tidak jauh

juga dijual ke pabrik. Perbedaan hasil panen berbeda. Perbedaan hanya terdapat pada

antara petani metode herbisida dan manual kegiatan pembubunan dan metode penyiangan

yang disajikan pada tabel 6 diduga dipengaruhi gulma. Petani metode manual saat melakukan

oleh teknik dan kegiatan dalam budidaya. penyiangan gulma, dibarengi dengan Hal ini mengacu pada Arifin (2015) bahwa pembubunan ringan yaitu hanya menaikan

tanaman lidah buaya merupakan tanaman tanah yang jatuh dari bedengan tanpa ada

yang memiliki perakaran dangkal, sehingga penggemburan. Petani metode herbisida kegiatan yang dilakukan di permukaan tanah melakukan kegiatan tambahan pembubunan,

(sekitar perakaran) akan dapat mempengaruhi yaitu dengan menggemburkan tanah di sekitar

penyerapan nutrisi. Agar lebih jelasnya tanaman dan menaikkan tanah yang jatuh dari

perbedaan hasil panen dipengaruhi oleh teknik bedengan dan diletakkan di sekitar tanaman

dan kegiatan dalam budidaya, maka perlu ada lidah buaya. Teknik penyiangan gulma pada

penelitian yang lebih lanjut dan mendalam. petani metode manual menggunakan tangan

Tabel 6 menunjukkan hasil panen pelepah lidah atau bantuan cangkul/sabit untuk menyiangi

buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014 dalam gulma. Sedangkan metode penyiangan gulma

luasan satu hektar.

Tabel 5. Perbedaan dan kesamaan teknik budidaya petani metode manual dan herbisida

Sumber : Data Primer, 2015

92 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99

Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 93

Uji beda Mann-Whitney U test menggunakan taraf nyata 5 persen. Berdasarkan hasil uji beda komponen input dan output antar metode herbisida dan manual diketahui yang berbeda nyata hanya pada komponen penggunaan herbisida, TKLK dan tenaga kerja total, sedangkan pada komponen output yaitu hasil panen tidak ada komponen yang berbeda nyata. Hasil output olahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Analisis Pendapatan Usahatani Lidah Buaya

Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan kegiatan usahatani yang sedang dijalankan. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis pendapatan usahatani lidah buaya ini adalah dengan cara membandingkan antara pendapatan petani lidah buaya yang menggunakan penyiangan dengan metode manual, petani yang menggunakan metode herbisida serta rata-rata petani secara keseluruhan.

Menurut Soekartawi (2011), penerimaan usahatani adalah nilai dari perkalian antara total produksi dengan harga satuan produk usahatani. Berikut ini akan dilakukan analisis terhadap penerimaan usahatani lidah buaya pada petani yang menggunakan metode herbisida dan metode manual. Pelepah lidah buaya yang dipanen oleh petani di lokasi penelitian yaitu dua pelepah terbawah dari tanaman lidah buaya. Petani melakukan panen pelepah lidah buaya setiap bulan dengan durasi pengambilan dua minggu sekali atau satu bulan

sekali, tergantung berat yang diminta konsumen baik itu dari pabrik atau supermarket. Namun petani dalam satu tahun tidak dapat melakukan panen sebanyak 12 kali, dikarenakan terkendala pada musim kemarau sehingga dalam satu tahun petani hanya melakukan panen sebanyak 8 sampai 9 kali panen. Hasil penen pelepah lidah buaya dibagi menjadi 2 grade, yaitu grade A dan grade B. Pelepah yang termasuk grade A adalah pelepah yang memiliki berat lebih dari 0,6 kg dan masuk penjualan ke supermarket. Pelepah yang masuk ke dalam grade B adalah pelepah yang memiliki berat antara 0,4 sampai 0,6 kg dan penjualannya ke pabrik. Dengan adanya grade pada hasil panen akan mempengaruhi harga hasil panen. Namun jika tidak ada permintaan grade A, petani akan menjual pelepah hasil panennya ke pabrik. Dari hasil wawancara dengan para petani responden pada kedua metode, kebanyakan petani menjual pelepah hasil panen ke pabrik.

Penerimaan usahatani masing-masing berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah produksi, saluran pemasaran, penjualan hasil lidah buaya berdasarkan grade, dan harga jual yang diterima. Hasil panen rata-rata grade B petani responden lidah buaya di Kabupaten Bogor per hektar per tahun sebesar 79.083,04 kg, sedangkan hasil panen lidah buaya jika dihitung berdasarkan metode penyiangannya didapatkan, metode herbisida rata-rata hasil panen grade B per tahun per hektar sebesar 77.348,62 kg, sedangkan pada petani metode manual sebesar 81.858,12 kg. Sedangkan hasil panen rata-rata grade A petani responden lidah

Tabel 6. Output hasil petani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014 (kg/ha/tahun)

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Tabel 7. Output Uji Mann-Whitney U Test rata-rata penggunaan input dan hasil output petani lidah buaya metode herbisida dan metode manual

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

pengolahan (7,69 persen responden metode lidah buaya jika dihitung berdasarkan metode

herbisida dan 15,38 persen responden metode penyiangannya didapatkan, petani metode manual). Tabel 8 menunjukkan bahwa harga herbisida rata-rata hasil panen grade A per tahun

yang diterima petani metode manual lebih per hektar sebesar 1.858,39 kg, sedangkan

tinggi, dikarenakan kebanyakan petani metode pada petani metode manual sebesar 3.040,00

manual menjual hasil panennya tanpa melewati kg. Perbedaan penerimaan grade A pada kedua

tengkulak. Berdasarkan Tabel 8, didapatkan metode tersebut dikarenakan jumlah petani

hasil bahwa penerimaan rata-rata petani lidah metode manual lebih banyak yang menjual

buaya di Kabupaten Bogor dengan luasan hasil panen grade A (3 petani dari 5 petani)

satu hektar selama satu tahun sebesar Rp daripada petani metode herbisida (3 petani dari

184.211.428,57. Sedangkan penerimaan petani

8 petani). Penerimaan usahatani lidah buaya berdasarkan metode penyiangan per hektar per di Kabupaten Bogor berdasarkan metode dan

tahun yaitu, untuk metode herbisida sebesar rata-rata petani secara keseluruhan per hektar

Rp 171.917.971,43 dan untuk metode manual per tahun dapat dilihat pada Tabel 8.

sebesar Rp 203.880.960,00. Harga yang diterima oleh petani responden

Besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani lidah buaya di Kabupaten Bogor berkisar antara

metode herbisida untuk sarana produksi Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram untuk

pupuk kandang sebesar Rp 15.039.204,55, grade B dan Rp 2.500 sampai Rp 3.500 per

sedangkan untuk petani metode manual kilogram untuk grade ¬A. Perbedaan harga

sebesar Rp 17.500.000 dan rata-rata biaya terjadi disebabkan oleh perbedaan saluran

yang dikeluarkan petani responden secara pemasaran yang dilalui petani, dan tidak

keseluruhan sebesar Rp 15.985.664,34. Biaya dipengaruhi oleh metode budidaya (metode

pupuk yang dikeluarkan petani lidah buaya di herbisida atau manual). Rata-rata harga

kabupaten Bogor sangat murah karena hanya yang diterima petani responden lidah buaya di

menggunakan satu jenis pupuk saja yaitu Kabupaten Bogor untuk grade A sebesar Rp

pupuk kandang berbeda halnya dengan sistem 2.833,33 per kilogram. Petani yang menjual

budidaya lidah buaya di daerah kalimantan yang hasil panen grade A hanya 46,15 persen

menggunakan tiga jens pupuk dan berdasarkan responden (23,08 persen responden metode

jurnal dari penelitian Yurisinthae et al (2012) herbisida dan 23,08 persen responden metode

menyebutkan bahwa biaya terbesar dalam manual), dimana 30,77 persen responden

usahatani lidah buaya adalah biaya tenaga penjualannya melalui tengkulak, dan 15,38

kerja dan pengeluaran terbesar kedua pada persen responden menjual hasil panen grade A

komponen biaya pemakaian pupuk urea dan abu langsung ke jaringan supermarket. Sedangkan

yang mencapai 21,91 persen. Sedangkan pada untuk penjualan hasil panen grade B, harga

penggunaan Round-Up hanya digunakan oleh rata-rata yang diterima petani responden petani metode herbisida, dengan penggunaan sebesar Rp 2.230,77 per kilogram. Petani yang

selama satu tahun dengan luasan lahan satu menjual grade B ke tengkulak sebanyak 76,92

hektar sebanyak 28,373 liter, jika diuangkan persen responden dan hanya 23,08 persen

menghabiskan biaya sebesar Rp 2.128.003,25.

Tabel 8. Penerimaan usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

94 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99

Sedangkan jika dirata-rata, pengeluaran biaya responden per hektar per tahun di Kabupaten untuk penggunaan Round-Up petani responden

Bogor sebesar Rp 37.594.208,41, dengan secara keseluruhan sebesar Rp 1.309.540,46

rincian biaya yang dikeluarkan untuk TKDK per hektar per tahun. Pembungkus koran

sebesar Rp 4.482.478,47 dan Rp 33.111.729,94 digunakan untuk penjualan lidah buaya grade

untuk biaya TKLK. Rata-rata upah tenaga kerja

A. Biaya yang di keluarkan untuk pembungkus untuk usahatani lidah buaya di Kabupaten koran petani metode manual sebesar Rp 80.700

Bogor sebesar Rp 55.384,61 per HOK. Jika dan pada petani metode herbisida sebesar

dilihat pengeluaran biaya total tenaga kerja Rp 36.000. Sedangkan jika dirata-rata secara

pada masing-masing metode penyiangan keseluruhan, pengeluaran biaya koran petani

per hektar per tahun yaitu total biaya tenaga responden lidah buaya di Kabupaten Bogor per

kerja yang dikeluarkan pada usahatani lidah hektar per tahun sebesar Rp 53.192,31. Karung

buaya petani metode herbisida sebesar perlu diganti setiap tahunnya karena karung

Rp 33.672.910,10, dengan rincian biaya digunakan untuk proses pemanenan, dan jika

yang dikeluarkan untuk TKDK sebesar Rp karung terus menerus terkena getah dari lidah

4.569.027,52 dan Rp 29.103.882,58 untuk biaya buaya maka akan cepat rapuh. Biaya yang

TKLK. Rata-rata upah kerja yang dikeluarkan dikeluarkan petani metode herbisida untuk

petani metode herbisida sebesar Rp 56.250 per karung per tahunnya sebesar Rp 72.072,51,

HOK. Sedangkan pada usahatani lidah buaya sedangkan untuk petani metode manual metode manual total biaya yang keluarkan sebesar Rp 162.000,00. Jika dirata-rata secara

sebesar Rp 43.868.285,71, dengan rincian keseluruhan petani responden mengeluarkan

biaya yang dikeluarkan untuk TKDK sebesar Rp biaya karung per tahun sebesar Rp 106.660,01.

4.344.000,00 dan Rp 39.524.285,71 untuk biaya TKLK. Rata-rata upah yang harus dikeluarkan

Upah tenaga kerja laki-laki berkisar antara petani metode manual sebesar Rp 54.000 per Rp 50.000 sampai Rp 80.000, dengan waktu

HOK. Tabel 9 menampilkan biaya tenaga kerja kerja selama 7 jam. Pada Tabel 8 disajikan

usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor informasi mengenai penggunaan biaya tahun 2014. TKDK dan TKLK per hektar per tahun pada petani metode herbisida maupun manual Biaya sewa lahan petani lidah buaya di bedakan serta rata-rata petani responden secara menjadi biaya sewa lahan milik sendiri, nantinya keseluruhan. Rata-rata biaya terbesar pada

akan masuk ke biaya diperhitungkan (23,08 petani responden secara keseluruhan pada

persen responden (7,69 persen responden kegiatan pemanenan. Hal ini disebabkan metode herbisida, 15,38 persen responden kegiatan pemanenan selalu di lakukan oleh

metode manual)) dan dikenai biaya pajak, petani responden secara keseluruhan hampir

sedangkan biaya petani yang sewa masuk ke setiap bulan. Jika dilihat biaya yang dikeluarkan

biaya tunai. Tabel 10 memperlihatkan rata- petani berdasarkan metode penyiangan, biaya

rata biaya pajak yang dikeluarkan petani pada yang dikeluarkan petani metode manual lebih

masing-masing metode.

banyak mengeluarkan biaya daripada petani metode herbisida karena pada petani manual

Total biaya penyusutan alat pertanian petani lebih banyak mengeluarkan biaya dalam hal

responden lidah buaya di Kabupaten Bogor per penyiangan karena masih menggunakan hektar per tahun sebesar Rp 1.077.624,33. Jika metode manual. Meskipun dalam kegiatan

dilihat besaran biaya penyusutan alat pertanian penyiangan petani metode herbisida per hektar per tahun berdasarkan metode mengeluarkan biaya yang relatif kecil, namun

penyiangan di Kabupaten Bogor diketahui petani metode herbisida harus mengeluarkan

pada petani metode herbisida sebesar Rp biaya tambahan untuk melakukan kegiatan

1.057.088,60 dan Rp 1.087.588,27 untuk petani pembubunan. Besarnya biaya pembubunan

metode manual. Biaya penyusutan alat terbesar pada petani metode herbisida tidak sebesar

pada petani metode manual. Biaya penyusutan biaya yang dikeluarkan petani metode manual

alat terbesar pada masing-masing metode dalam kegiatan penyiangan, sehingga besaran

yaitu, pada petani metode herbisida adalah biaya yang dikeluarkan petani manual masih

biaya penyusutan hand sprayer dan pada lebih besar dari petani metode herbisida.

petani metode manual adalah biaya pisau. Total biaya bibit yang dikeluarkan petani responden

Total biaya tenaga kerja yang digunakan lidah buaya di Kabupaten Bogor per hektar per pada usahatani lidah buaya rata-rata petani

tahun sebesar Rp 4.310.782,97. Jika dilihat

Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 95

96 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99

Total biaya penyusutan alat pertanian petani responden lidah buaya di Kabupaten Bogor per hektar per tahun sebesar Rp 1.077.624,33. Jika dilihat besaran biaya penyusutan alat pertanian per hektar per tahun berdasarkan metode penyiangan di Kabupaten Bogor diketahui pada petani metode herbisida sebesar Rp 1.057.088,60 dan Rp 1.087.588,27 untuk petani metode manual. Biaya penyusutan alat terbesar pada petani metode manual. Biaya penyusutan alat terbesar pada masing-masing metode yaitu, pada petani metode herbisida adalah biaya penyusutan hand sprayer dan pada petani metode manual adalah biaya pisau. Total biaya bibit yang dikeluarkan petani responden lidah buaya di Kabupaten Bogor per hektar per tahun sebesar Rp 4.310.782,97. Jika dilihat pengeluaran biaya bibit pada masing-masing metode berdasarkan metode penyiangan per hektar per tahun, pada petani metode herbisida sebesar Rp 4.208.147,32 dan pada petani metode manual sebesar Rp 4.475.000,00. Perhitungan bibit menggunakan umur produktif

8 tahun (Arifin, 2015). Uji beda Mann-Whitney U test pada biaya

input dan penerimaan antara petani lidah buaya metode herbisida dan manual dengan taraf nyata 5 persen diketahui hanya pada komponen biaya herbisida, TKLK dan tenaga kerja total yang ada indikasi berbeda nyata. Komponen penyusutan bibit, pupuk, TKDK, biaya sewa lahan, biaya penyusutan peralatan dan komponen penerimaan (penerimaan grade

A, grade B, penerimaan total) tidak ada yang berbeda nyata. Tabel 11 menampilkan hasil uji beda biaya input dan penerimaan pada usahatani liah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014.

Analisis pendapatan usahatani lidah buaya terdiri dari analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan terhadap biaya total. Pendapatan usahatani lidah buaya didapat dari pengurangan penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Komponen biaya pada analisis pendapatan ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi seperti pupuk dan pestisida, biaya pembungkus koran, karung, biaya tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga (TKLK), biaya

Tabel 9. Biaya tenaga kerja pada usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Tabel 10. Biaya pajak dan sewa lahan usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014 (Rp/ha/ tahun)

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Rp 118.825.752,09 jika dilihat berdasarkan tidak tunai antara lain biaya penyusutan alat-alat

metode penyiangannya pada petani metode pertanian, biaya bibit, biaya tenaga kerja yang

herbisida sebesar Rp 110.874.664,15 dan berasal dari dalam keluarga (TKDK) dan biaya

pada petani metode manual sebesar Rp sewa lahan milik sendiri. Pada akhir analisis

131.570.386,01. Rendahnya pendapatan petani pendapatan akan dilakukan perhitungkan metode herbisida daripada petani metode terhadap nilai R/C atau nilai imbangan antara

manual dikarenakan total panen pelepah lidah penerimaan dan biaya yang merupakan buaya petani metode manual lebih banyak perbandingan antara penerimaan kotor yang

dari petani metode herbisida, adanya biaya diterima petani usahatani lidah buaya baik

tambahan pada kegiatan pembubunan pada metode herbisida maupun manual dari setiap

petani metode herbisida dan petani manual rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi.

memperoleh harga jual yang lebih tinggi Penerimaan, pengeluaran, pendapatan dan

ketimbang harga jual petani metode herbsida. nilai R/C usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014 per hektar per tahun dapat

Nilai rasio R/C atas biaya tunai rata-rata petani dilihat pada Tabel 12.

lidah buaya di Kabupaten Bogor sebesar 3,40, sedangkan jika berdasarkan metode penyiangan

Berdasarkan tabel 12, pendapatan atas biaya diketahui nilai rasio R/C metode herbisida tunai yang dihasilkan rata-rata petani lidah

sebesar 3,41 dan pada metode manual sebesar buaya di Kabupaten Bogor per hektar per tahun

3,39. Nilai R/C atas biaya total petani metode sebesar Rp 130.074.842,99, sedangkan jika

herbisida, manual dan rata-rata petani secara berdasarkan metode penyiangannya petani

keseluruhan di Kabupaten Bogor memiliki metode manual lebih besar pendapatannnya

nilai yang sama, yaitu sebesar 2,82. Nilai R/C yaitu sebesar Rp 143.726.974,29 dari memiliki interpretasi jika terdapat penambahan pendapatan petani metode herbisida, yang

biaya sebesar Rp1 maka penerimaan yang hanya sebesar Rp 121.542.260,93 Sedangkan

diperoleh akan bertambah sebesar nilai pendapatan atas biaya total, rata-rata petani

R/C. Nilai rasio R/C memiliki interpretasi jika responden lidah buaya di Kabupaten Bogor

terdapat penambahan biaya sebesar Rp1 maka

Tabel 11. Output uji beda Mann-Whitney U Test raat-rata biaya penggunaan input dan penerimaan pada usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014 (α = 5 %)

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Tabel 12. Penerimaan, pengeluaran, pendapatan dan nilai rasio R/C usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor tahun 2014

Sumber : Data Primer, 2015, Diolah

Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 97 Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 97

lebih dari 1. Nilai R/C atas biaya tunai petani R/C usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor

lidah buaya di Kabupaten Bogor sebesar dikarenakan sewa lahan petani yang murah

3,40. Jika dilihat nilai R/C atas biaya tunai karena petani menggunakan lahan yang tidak

berdasarkan metode penyiangannya, metode potensial untuk dijadikan tempat bertani, selain

herbisida sebesar 3,41 dan 3,39 pada petani itu petani hanya menggunakan pupuk kandang

metode manual. Sedangkan nilai R/C atas dan harganya relatif murah.

biaya total petani lidah buaya di Kabupaten Bogor baik metode manual, herbisida dan

KESIMPULAN

petani secara keseluruhan yaitu sama, sebesar 2,82. Meskipun kedua metode sama-

Keterkaitan ke belakang (backward linkages) sama menguntungkan (nilai R/C > 1), namun sistem usahatani lidah buaya dengan usahatani lidah buaya dengan metode manual pengadaan sarana produksi atau input-input

lebih menguntungkan. Hal ini dilihat dari nilai produksi sudah baik dikarenakan petani pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya sudah dapat mengakses dan memperoleh

total petani metode manual lebih tinggi dari faktor-faktor produksi dengan mudah namun

metode herbisida. Prinsip petani yang lebih pengadaan pupuk kandang kotoran domba

penting adalah pendapatan riil yang diterima. masih belum terkontrol. Keterkaitan ke depan (forward linkages) sistem usahatani lidah buaya

Beberapa hal yang dapat dilakukan lebih lanjut memiliki performa yang juga baik, dimana saat

dari usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor ini sudah ada kejelasan pasar untuk pemasaran

agar usahatani lidah buaya dapat berkembang. hasil panen dan sudah ada usaha pengolahan

Masih beragamnya cara budidaya dapat disiasati di sekitar wilayah Kabupaten Bogor, namun

dengan pembuatan SOP dan sosialisasi SOP kekuatan tawar petani rendah jika petani

mengenai budidaya lidah buaya yang baik. menjual ke pihak tengkulak. Sedangkan untuk

Hal ini bertujuan agar teknik budidaya menjadi keragaan usahatani lidah buaya dalam hal

seragam dan petani dapat menghasilkan budidaya relatif sudah baik, berdasarkan hasil

panen yang optimal. Selain itu pihak penyuluh penelitian petani tidak memiliki kesulitan dalam

diharapkan berperan aktif dalam melakukan hal budidaya namun masih beragamnya cara

pendampingan petani dalam budidaya lidah budidaya antar petani mulai dari jarak tanam

buaya, sehingga petani dapat memperoleh yang berbeda-beda, penggunaan pupuk wawasan mengenai usahatani lidah buaya yang yang bervariasi serta cara penyiangan yang

baik khususnya dalam hal budidaya. Lemahnya berbeda-beda mengakibatkan produktivitas kekuatan tawar petani jika menjual ke pihak panen lidah buaya yang tidak maksimal.

tengkulak dapat disiasati dengan membentuk Penggunaan input dalam usahatani lidah suatu lembaga yang menaungi para petani buaya antara metode penyiangan manual dan

lidah buaya yang saat ini sudah mengusahakan herbisida berbeda nyata pada taraf 5 persen

lidah buaya atau petani yang akan menanam sedangkan pada output tidak berbeda nyata.

lidah buaya. Lembaga ini seperti kelompok tani Pada penggunaan input, komponen yang

atau koperasi. Tujuan dibentuknya lembaga ini berbeda nyata adalah penggunaan herbisida,

untuk memberikan wadah agar petani dapat tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja

saling bertukar pikiran, memperkuat kekuatan keseluruhan. Sedangkan pada outputnya tawar petani lidah buaya di Kabupaten Bogor

tidak ada perbedaan secara signifikan, baik serta dapat menjadi wadah untuk memperluas pada hasil panen grade A, grade B dan hasil

pasar hasil panen lidah buaya. panen secara total pada kedua metode. Total hasil panen metode manual lebih besar dari

UCAPAN TERIMA KASIH

metode herbisida. Besarnya penerimaan tunai yang diperoleh petani manual selain karena

Terima kasih penulis sampaikan kepada Siti hasil panen yang lebih tinggi, juga karena faktor

Jahroh Ph.D, selaku dosen pembimbing yang harga yang diterima petani metode manual

selalu membantu penulis dalam penyusunan lebih tinggi.

karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih kepada petani lidah buaya di Kabupaten Bogor dan

Secara keseluruhan kegiatan usahatani lidah semua pihak yang telah membantu selama buaya metode herbisida dan metode manual

pengumpulan data. Ungkapan terima kasih yang dilakukan petani di Kabupaten Bogor

dan penghargaan juga penulis sampaikan

98 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99 98 | CR Journal | Vol. 02 No. 01, Juni 2016 | 83-99

Kementrian Pertanian.

dan kasih sayangnya. Selain itu penulis juga Kebijakan Kesehatan Indonesia (2015) berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah

Kemkes Kembangkan Budaya Minum banyak membantu selama proses penyusunan

Jamu [WWW] Kebijakan Kesehatan karya ilmiah ini, teman-teman program sinergi

Indonesia. Diperoleh dari: http://www. Agribisnis IPB angkatan 3, seluruh teman-

kebijakankesehatanindonesia.net/juli/25- teman Agribisnis IPB angkatan 2011 dan semua

berita/berita/2078-kemkes-kembangkan- teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu

budaya-minum-jamu/ [Diakses 08/04/15] persatu oleh penulis. Terima kasih juga penulis

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia sampaikan kepada Dewan Redaksi CR Journal

(2014) Omzet Jamu dan Obat Tradisional BP3Iptek Provinsi Jawa Barat atas dukungan

Menjacai 15T [WWW] Kementrian dan bantuannya sehingga karya ilmiah ini dapat

Perindustrian RI. Diperoleh dari: http:// diterbitkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

www.kemenperin.go.id/artikel/9889/Omzet- Jamu-dan-Obat-Tradisional-Capai-Rp-15T/

DAFTAR PUSTAKA

[Diakses 15/12/14]. Kurniawan, D. (2010). Alternatif Pengembangan

Adhiana. (2005) Analisis Efisiensi Ekonomi Ekonomi Lokal di Kota Pontianak Studi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di

Pertanian Lidah Buaya. Jurnal Perencanaan Kabupaten Bogor .Tesis. Institut Pertanian

Wilayah dan Kota, Vol 21 No 1 April 2010 Bogor.

halaman 19-36.

Arifin, J. (2015) Intensif Budidaya Lidah Buaya Nazir, M. (2003) Metode Penelitian. Jakarta: Usaha dengan Prospek yang Kian Berjaya.

Ghalia Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Nugraha, S. (2008) Analisis Kinerja Usahatani Destina, A. (2013) Lidah Buaya Khas Lahan

dan Pengolahan Lidah Buaya di Kabupaten Gambut Kalbar [WWW] Badan Litbang

Bogor. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Pertanian Lahan Rawa. Diperoleh dari:

Bogor.

http://www.balittra.litbang.pertanian. Sen, A. (1981) Proverty and Famines As Essay go.id/index.php?option=com_content&v

on Entitlement and Deprivation. London: iew=article&id=1328:lidah-buaya-khas-

Clarendon Press Oxford. lahan-gambut-kalbar&catid=13:info-

Soekartawi. Dillon, J L. Hardaker, J B. Dan aktual&Itemid/ [Diakses 09/04/15].

Soeharjo, A. (2011) Ilmu Usahatani dan Burhansyah, R. (2002) Analisis Ekonomi

Penelitian untuk Pengembangan Petani Usahatani Lidah Buaya di Kota Pontianak.

Kecil. Jakarta: UI Press. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. (2002) Analisis Usahatani.

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jakarta:UI Press.

Provinsi Jawa Barat (2014) Produksi Suratiyah, K. (2008) Ilmu Usatani. Jakarta: Tanaman Obat di Jawa Barat Tahun 2008-

Penebar Swadaya.

2014 [WWW] Dinas Pertanian dan Tanaman Yurisinthae, E. Eva, D. dan Ani, M. (2012). Pangan Provinsi Jawa Barat. Diperoleh

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dari: http://diperta.jabarprov.go.id/ [Diakses

Produksi Usahatani Lidah Buaya di 12/12/14].

Sentra Produksi Kota Pontianak Provinsi Direktorat Jenderal Hortikultura. (2013)

Kalimantan Barat. Jurnal Ilmu Pengetahuan Pedoman Teknis Kegiatan Pengembangan

Rekayasa Politeknik Negeri Pontianak, Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2014.

Edisi Januari 2012, 18-26.

Analisis Sistem Usahatani Lidah Buaya Di Kabupaten Bogor | 99