KEPASTIAN HUKUM DALAM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PELANGGARAN HAM BERAT LEGAL CERTAINTY IN THE PROTECTION OF WITNESSES AND VICTIMS OF GROSS HUMAN RIGHTS VIOLATIONS

KEPASTIAN HUKUM DALAM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PELANGGARAN HAM BERAT LEGAL CERTAINTY IN THE PROTECTION OF WITNESSES AND VICTIMS OF GROSS HUMAN RIGHTS VIOLATIONS

Nanda Ivan Natsir

Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Fascasarjana Universitas Mataram Email : [email protected]

Naskah diterima : 01/01/2013; revisi : 10/02/2013; disetujui : 28/02/2013

A bstrAct

Law certainty in the protection of witnesses and victims of major human rights violation. The human right is a right that every human posses by not view any difference on race, skin color, gender, language, religion, political or other opinion. The Human rights is legally covered by a Human rights law that perhaps keep individuals or group protect from actions violating basic freedom as well as dignity and prestige for human being. One of the of HR laws with existence is a Universal Declaration for Human Rights of 1948 enacted by the United Nations. For law enforcement on Human rights the Indonesian government also has another Human Rights law namely the Regulations NO. 39 of 1999 about Human Rights and the Regulations No. 26 of 2000 about Human rights Court. In addition, this Government also has already ratified some instruments of International Human rights such as a convention on Political Right of Women that ratified by the Regulations No. 68 of 1958. Ratification is an official expression of a state for obeying without any pressure upon the content of agreement. On 17th July 1998, within a Diplomatic Conference of UN there was already resulted an important step in law enforcement for Human rights namely for agreeing Roman Statute means an agreement to establish an International Criminal Court with the intends to keep try the human criminal in action and cut off any chain on law immune. Out of 148 states of participant in conference took part and that time found at least 120 states support it, 7 to opposite and 21 abstain. There are four sorts found as a seriously violation act that regulated in Roman Statutes, they are: 1. Genocide 2. Evil on Human 3. War Evil 4. Aggression evil. Since so many violation cases on Human right heavy on this country such as Aceh case, East Timor case, Trisakti case and so forth till today the process for completion not satisfied any more. According to Government reasonable point out for refusing to ratify the Roman Statute concerned the International Criminal Court seemly to undermine the government authority. Whereas the International Criminal Court has its complementary principle, namely the International court is only as complement for the national court system whenever our national court unable or wish no to try the suspected. In addition, if the Indonesian government may ratify the Roman Statute politically it shall give advantages for Indonesia since other see how seriously the Indonesian government to keep completion the problem of Human right violation. It is at last, the international conviction over the national court in Indonesia may get recovery according to their view.

Keyword : Criminal Act, Criminal Policy

A bStrAk

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki setiap manusia tanpa memandang perbedaan ras, wama kulit, gender, bahasa, agama, politik atau pendapat lainnya. HAM secara hukum dijamin dengan hukum HAM yang melindungi individu-individu atau

Kajian Hukum dan Keadilan 94 IUS

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 95

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban.............................

kelompok dari tindakan-tindakan yang melanggar kebebasan dasar serta harkat dan martabat manusia. Hukum HAM satu diantaranya adalah Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia tahun 1948 yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam hal penegakan HAM Pemerintah Indonesia juga memiliki hukum HAM diantaranya adalah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Selain itu Pemerintah juga te1ah meratifikasi beberapa instrumen HAM internasional diantaranya adalah Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 68 Tahun 1958. Ratifikasi adalah ungkapan resmi dari sebuah Negara untuk tunduk tanpa paksaan atas isi kesepakatan. Tanggal 17 Juli 1998, dalam Konferensi Diplomatik PBB telah dihasilkan satu langkah penting dalam penegakan HAM yaitu disetujuinya Statuta Roma, yaitu sebuah perjanjian untuk membentuk Mahkamah Pidana Intemasional (International Criminal Court) untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai kekebalan hukum. Dari 148 negara peserta konferensi yang. ikut saat itu sebanyak 120 negara mendukung, 7 menentang dan 21 abstain. Ada empat jenis tindak pelanggaran serius yang diatur dalam Statuta Roma, yaitu: 1. Genosida 2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan 3. Kejahatan Perang 4. Kejahatan Agresi Banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM berat di tanah air seperti kasus Aceh. kasus Timor-timur, kasus Trisakti dan sebagainya hingga kini penyelesaiannya masih belum memuaskan. Hal yang sering dijadikan alasan Pemerintah untuk menolak Ratifikasi Statuta Roma adalah Mahkamah Pidana Internasional akan menggerogoti kedaulatan Negara. Padahal Mahkamah Pidana Internasional memiliki prinsip komplementaritas, yakni pengadilan intemasional hanyalah sebagai pelengkap bagi sistem pengadilan nasional apabila pengadilan nasional tidak mampu atau tidak mau mengadili tersangka. Selain itu apabila Pemerintah Indonesia mau meratifikasi Statuta Roma secara politis akan menguntungkan Indonesia karena Indonesia terlihat cukup serius dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM. Pada akhimya kepercayaan dunia intemasional terhadap peradilan di Indonesia juga akan pulih.

Kata Kunci : : Tindak Pidana, Kebijakan Hukum Pidana

PENDAHULUAN

k eberPihAkAn hukum terhAdAP saksi dan korban yang timpang terlihat dari beberapa

peraturan yang lebih banyak memberikan hak-hak istimewa kepada tersangka mau- pun terdakwa. KUHAP sebagai landasan untuk beracara dalan perkara pidana cend- erung lebih banyak memberikan porsi per- lidungan kepada terdakwa dan tersangka dari pada kepada saksi. Dengan kondisi ini, KUHAP sendiri menjadi tameng hukum yang efektif bagi terdakwa dan tersangka atas kejahatannya.. Posisi yang sebaliknya dialami oleh para korban dan saksi, mereka tidak mendapatkan hak-hak yang seharus- nya mereka terima sebagai seorang saksi yang ikut berperan serta dalam penegakan hukum dan korban tidak mendapatkan hak-hak pemulihan bagi dirinya maupun keluarganya.

Perlindungan terhadap saksi dan kor- ban menjadi sesuatu yang penting dalam perkara pelanggaran HAM yang berat. Pelanggaran HAM yang berat merupakan kejahatan yang diklasi fikasikan sebagai ke- jahatan yang ber dampak luas baik tingkat nasional maupun internasional dan me- nimbulkan kerugian materiil maupun

immateriil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat. Kerusakan dan ke- rugian itu telah mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan korban dan keluarg- anya Pelaku pelanggaran HAM yang berat biasanya adalah seseorang yang sangat berkuasa dan dilakukan dengan pola-pola tertentu. Para pelaku mempunyai kekua- saan dan sumber daya untuk melakukan tindakan-tindakan penghilangan barang bukti, mempengaruhi aparat penegak hukum maupun penekanan terhadap saksi-saksi. Hal-hal tersebut akan berefek

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

pada susahnya membuktikan pelanggaran tara memberikan keterangan secara benar berat HAM yang terjadi. 1

dengan ancaman terhadap “masa depan”. Hak-hak korban pelanggaran HAM yang

Para pelaku untuk kasus-kasus pelang- berat tidak pernah disinggung kecuali

garan HAM yang berat yang terjadi di hanya dinyatakan dalam undang-undang

identifikasi sebagai bagian dari aparat dan peraturan pemerintah. Hak-hak kor-

negara. Mereka punya kekuatan untuk ban yang secara tegas dapat diberikan ti-

melakukan penekanan terhadap saksi dan dak menjadi bagian dari proses peradilan

korban. Para saksi yang biasanya pihak HAM ini. Baik jaksa maupun hakim tidak

yang lemah baik secara ekonomi maupun pernah menyinggung sedikitpun tentang

posisinya dalam masyarakat terutama upaya-upaya pemulihan bagi korban, pa-

relasi kekuasaan dengan terdakwa sangat dahal pelanggaran HAM yang berat di

rentan terhadap ancaman, intimidasi, ter- Timor-Timur telah diakui terjadi oleh

or dan segala bentuk gangguan yang dapat Pengadilan. Proses peradilan hanya di-

mengakibatkan dirinya tidak dapat mem- fungsikan untuk mencari siapa pelaku dan

berikan keterangan secara benar. menghukumnya tapi keadilan bagi korban

Pengalaman dari pengadilan HAM ad secara nyata tidak menjadi bagian pent- Hoc untuk kasus pelanggaran HAM berat ing. Hak atas kompensasi, restitusi dan di Timor-Timur menunjukkan bahwa rehabilitasi yang secara jelas dinyatakan ancaman dan tekanan pada saksi bukan oleh undang-undang bahkan tidak dapat saja terjadi pada saksi korban tetapi juga dijalankan sama sekali. Melihat dari con- saksi-saksi yang bukan korban. Saksi toh kasus di atas, perlindungan terhadap

korban ini terpaksa berhadapan langsung saksi dan korban tidak kalah pentingnya denga para pelaku yang merupakan orang dibandingkan dengan upaya-upaya pen- yang sangat berkuasa di daerahnya dan egakan hukum lainnya. Perlindingungan adanya perasaan trauma atas perbuatan terhadap saksi dan korban ini akan mem- para terdakwa. Perlakukan terhadap saksi berikan efek yang besar terhadap proses korban selama memberikan keterangan di 2 peradilan pelanggaran HAM yang berat.

pengadilan juga tidak lepas intimidasi dan Dampak yang paling nyata adalah ad-

teror yang berakibat terhadap ancaman anya jaminan bagi saksi untuk memberi-

psikologis saksi. Saksi yang bukan korban, kan keterangan tanpa adanya tekanan

ter utama yang merupakan bawahan ancaman, gangguan, intimidasi dan se-

ter dakwa tidak dapat memberikan ke- gala bentuk yang lainnya. Korban akan

saksian secara leluasa karena diakui atau mendapatkan hak-hak yang dapat memu-

tidak mereka masih mempunyai relasi lihkan ke dalam kondisi semula sebelum

kekuasaan yang tidak sama dengan para hak-haknya dirampas oleh pelaku. Pembe-

terd akwa. Mereka terikat dengan institusi rian hak-hak terhadap saksi dan korban

tempat mereka bekerja yang sampai sebagai bagian dari bentuk perlindngan

sekarang masih menganggap apa yang akan menjadi jaminan bahwa Pelanggaran

terjadi di Timor-Timur bukan merupakan HAM yang berat akan dapat diselesaikan

pelanggaran HAM berat dan tetap secara maksimal, dan keadilan bagi kor-

mendukung para terdakwa. ban sepenuhnya akan dapat terwujud.

Dalam konteks seperti ini, saksi men- Berdasarkan latar belakang di atas, ada

galami dilema yang sangat luar biasa an- beberapa permasalahan yang akan dikaji

untuk mengetahui bagaimanakan

1 ELSAM, Perlindungan Saksi dan Korban Pelangga- ran HAM Berat , Lembaga Studi dan Advokasi Masya-

rakat, hlm. 3.

2 Ibid . Elsam, hlm. 4.

96 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban.............................

Bagaimanakah Pengaturan Hak-Hak PEMBAHASAN

Korban Pelanggaran HAM yang Berat Berangkat dari perspektif sejarah hukum, dan Mekanisme Perlindungan Saksi dan pemanipulasian HAM yang dilakukan oleh Korban dalam Hukum Nasional Indo- penguasa kepada rakyatnya memunculkan nesia; Bagaimana Mekanisme Inter- krisis kemanusiaan. Hal ini terjadi karena nasional Mengenai Perlindungan Saksi perkataan Raja adalah Hukum dan Raja dan Korban Serta Upaya Pemulihan adalah Sumber Hukum yang Absolut. (Rehabilitasi) Korban Pelanggaran HAM Kemudian, hukum tertulis muncul untuk yang Berat; Bagaimanakah Proyeksi Per- me minimalisir kesewenang-wenangan pe- lindungan Saksi dan Korban dalam Pelang- nguasa tersebut dalam bentuk dokumen- garan HAM Berat di Masa Mendatang. dokumen resmi pengakuan Hak Asasi Artikel ini merupakan penelitian Nor- Manusia (HAM). Magna Charta di Inggris matif. Penelitian hukum normatif di (1215), yang pada masa itu dipimpin oleh sebut juga penelitian hukum doktrinal. Raja John Lochkland memberikan hak bagi Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali rakyat, sekaligus membatasi kekuasaan hukum di konsepkan sebagai apa yan Raja yang sebelumnya adalah Absolut/ tertulis dalam peraturan perundang- Mutlak. The Virginia Bill of Right dan undangan (Law in books) atau hukum di Declarations Independence yang mendorong konsepkan sebagai kaidah atau norma kemerdekaan Amerika Serikat pada tahun yang merupakan patokan berprilaku 3 1776, juga memberikan jaminan kebebasan manusia yang di anggap pantas. Individu terhadap kekuasaan Negara dan

Dalam penelitian ini diguanakan Hak individu tersebut diklasifikasikan beberapa pendekatan, pertama: pendeka- dalam 2 bentuk, yaitu; tan Perundang-undangan (Statute Appro- ach

1. Hak Pertama adalah Hak untuk hidup ) yaitu pendekatan dengan meng- (life), Hak atas kemerdekaan (liberty), kaji peraturan Perundang-undangan dan Hak atas harta benda (property). yang terdiri atas bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder yang ada

2. Hak Kedua (1941), Pada masa F.D Roo- kaitan nya dengan permasalahan yang di-

sevelt dikenal adanya 4 bebas yaitu; Ke- kaji dengan menelaah semua peraturan

bebasan berbicara dan mengeluarkan perundang-undangan dan regulasi yang

pendapat, Kebebasan beragama, Kebe- berhubungan dengan isu yang sedang

basan dari rasa takut, dan bebas dari dihadapi atau berkembang.

kemiskinan/kemelaratan. Kedua: Pendekatan konseptual (Con-

Di Prancis, Dokumen Declarations des sep tual Approach ) yaitu pendekatan Droits L Home et Du Cituyen (1789) mun-

yang dilakukan dengan mengkaji teori, cul sebagai dokumen sejarah HAM se- pendapat para ahli yang ada kaitannya lanjutnya. Menurut dokumen ini, manu- dengan permasalahan yang dikaji dan sia pada prinsipnya adalah baik dan oleh ber anjak dari perundang-undangan dan karena itu hidup bebas/merdeka dan pers- doktrin-doktrin dalam ilmu hukum se- amaan dalam hukum adalah hak setiap hingga melahirkan pengertian, konsep, individu. Selanjutnya, pada tahun 1948 dan asas hukum yang relevan dengan isu Dokumen Declaration of Human Rights hukum yang dihadapi.

PBB semakin meneguhkan pengakuan HAM secara Internasional dan menjamin hak-hak sipil, hak-hak social dan hak-hak

kebebasan politik.

3 Amiruddin dan H. Zaenal Asikin, Metode Peneli-

tian Hukum . Rajawali Pers : Jakarta. 2004, hlm. 118.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 97

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

Dalam sejarah politik bangsa Indo- Kitab Undang-Undang Hukum Acara nesia, HAM pernah dituding sebagai

Pidana (KUHAP). Hal ini merupakan produk liberalis dan individualistik kare-

konsekuensi pengaturan bahwa hukum na merupakan adopsi dari Negara barat

acara yang digunakan untuk mengadili yang individual dan liberalistik. Diskur-

kasus pelanggaran HAM yang Berat sus me ngenai hal ini dikemukakan oleh

adalah KUHAP sesuai dengan Pasal 10 Muladi bahwa dalih tersebut di atas di-

UU No. 26 Tahun 2000 tentang penga- mungkinkan sepanjang yang dibicara-

dilan HAM yang menyatakan bahwa kan adalah HAM generasi pertama yang

dalam hal tidak ditentukan lain dalam bernuansa hak-hak sipil dan politik, se-

undang-undang ini, hukum acara atas bagaimana tersurat dan tersirat dalam

perkara pelanggaran HAM yang berat Piagam HAM Universal tahun 1948. Pia-

dilakukan berdasarkan ketentuan hu- gam tersebut disusun oleh Negara-negara

kum acara pidana (KUHAP). pemenang Perang Dunia II yang didomi-

Dalam Pasal 1 angka 35 KUHAP nasi oleh Negara-negara barat. Dalam

menyatakan bahwa saksi adalah orang perkembangan selanjutnya, adanya peran

yang dapat memberikan keterangan Negara-negara berkembang dalam menyu-

guna kepentingan penyidikan, pe- sun generasi HAM kedua, 1966 (hak-hak

nuntutan, dan peradilan tentang Ekonomi, Sosial, dan Budaya) tidak dapat

suatu perkara pidana yang ia dengar dipungkiri, dan semakin besar dan sangat

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami diwarnai oleh kepentingan negara-negara

sendiri. Saksi bisa merupakan saksi berkembang pada Generasi HAM ketiga,

korban dan saksi bukan korban. 1986 (Hak kolektif, termasuk hak untuk

Saksi korban pada hakekatnya adalah pengembangan). Selain itu, keberadaan

korban yang menjadi saksi. KUHAP konvenan di atas, dapat dianggap sebagai

juga menjelaskan tentang tentang kommpromi antara Negara-negara barat

saksi yang memberatkan terdakwa (a yang liberal-individualistik dengan Neg-

charge ) dan saksi yang meringankan ara-negara timur yang kebanyakan Asian

4 Values terdakwa (a decharge). Pihak lain tentang HAM. yang dapat dipersamakan dengan

Pengertian HAM itu sendiri, menurut saksi adalah seorang ahli tertentu Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang

yang memberikan keterangan untuk HAM adalah seperangkat hak yang me-

kepentingan pemeriksaan perkara lekat pada harkat dan keberadaan ma-

disidang pengadilan, tetapi dalam nusia sebagai makhluk Tuhan YME dan

KUHAP dinyatakan pemberian ke- merupakan anugrah-Nya yang wajib di

terangan ini sebagai bagaian dari alat hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi

bukti yang dikenal dengan keterangan oleh negara, hukum, pemerintah dan se-

ahli. 5

tiap orang, demi kehormatan serta per- Definisi tentang saksi juga terdapat lindungan harkat dan martabat manusia.

dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2002 tentang tata cara Perlindu-

1. Pengertian Saksi dan Korban ngan bagi saksi dan korban menyatakan

a. Pengertian Saksi bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna ke-

Pengertian tentang saksi dalam kasus pentingan penyelidikan, penyidikan,

pelanggaran HAM yang berat sama penuntutan dan atau pemeriksaan

pengertiannya dengan saksi dalam di sidang pengadilan tentang perkara

4 Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik, dan Sistem Peradilan Pidana , Semarang: BP UNDIP, 1997, hlm.. x.

5 diakses dari www. Legalitas. Com.

98 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban............................. pelanggaran hak asasi manusia yang be-

efektif dan mengambil tindakan rat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri,

terhadap anak buahnya yang me- dan alami sendiri, yang memerlukan

lakukan pelanggaran HAM berat. perlindungan fisik dan mental dari an-

Dengan adanya delik ini saksi dalam caman, gangguan, teror, dan kekerasan

kasus pelanggaran HAM berat terutama dari pihak manapun. 6 pada terdakwanya dituntut dengan by omission maka saksi-saksi dalam

Definisi tentang saksi juga terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No 13

perkara ini bisa sangat beragam. 8 Tahun 2006 menyatakan bahwa saksi

Dari kompleksnya jenis kejahatan yang adalah orang yang dapat memberikan

termasuk pelanggaran HAM berat ini, keterangan guna kepentingan pe-

pihak-pihak yang potensial menjadi nyelidikan, penyidikan, penuntutan

saksi untuk kasus pelanggaran HAM dan pemeriksaan di sidang pengadilan

berat ini adalah korban pelanggaran tentang suatu perkara pidana yang ia

HAM berat itu sendiri, pelaku dengar sendiri, ia liihat sendiri dan

lapangan, pihak-pihak yang ikut serta atau ia alami sendiri. Dari pengertian

me ngambil kebijakan, dan level dari ini, saksi dalam kasus pelanggaran

pengambil kebijakan ini bisa sangat HAM yang berat adalah orang-orang

panjang bahkan sampai dengan tingkat yang mempunyai kaitan dengan suatu

pengambil keputusan tertinggi yaitu pelanggaran HAM berat tertentu. 7 presiden. Kasus pelanggaran HAM berat

Selanjutnya, dalam UU No. 26 Tahun di Tim-tim yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa saksi-saksi yang

2000 tentang Pengadilan HAM dikenal delik kejahatan terhadap kemanusiaan,

diperiksa mulai dari pelaku lapangan yang biasanya adalah prajurit setingkat

dan salah satu unsur deliknya adalah adanya kebijakan negara atau organisasi

pratu sampai dengan panglima ABRI pada saat itu. Demikian pula dengan

tertentu untuk adanya ke jahatan ter- hadap kemanusiaan ter sebut. Ada-

wilayah kepolisian yang di mana saksi- saksi yang dipanggil adalah prajurit

nya unsur ini menjadikan saksi untuk pemeriksaan kasus kejahatan dilapangan sampai dengan Kapolda. Di tingkat sipil, saksi adalah warga

terhadap kemanusiaan tidak terbatas pada saksi yang mengalami dan me-

masyarakat biasa, bupati, gubernur dan sampai tingkat Presiden.

lihat sendiri kejadian dilapangan te- tapi juga pada tahap pihak-pihak yang

b. Pengertian Korban

juga me ngetahui proses dan jalannnya Pengertian dan ruang lingkup Korban

pengambilan kebijakan atas kejahatan menurut Resolusi Majelis Umum

terhadap kemanusiaan. Faktor yang PBB No. 40/34 Tahun 1985 adalah

juga menentukan tentang siapa yang orang-orang, baik secara individual

menjadi saksi dalam pelanggaran maupun kolektif, yang menderita

HAM berat ini adalah adanya delik kerugian akibat perbuatan atau tidak

tentang tanggung jawab komando berbuat yang melanggar hukum

yang merupakan delik by omission, pidana yang berlaku disuatu negara,

yaitu suatu delik yang dapat dikenakan termasuk peraturan yang melarang

kepada seorang atasan karena tidak penyalahgunaan kekuasaan. Dalam

dapat melakukan pengendalian yang bagian lain dikemukakan khususnya

6 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2002 8 ELSAM, Perlindungan Saksi dan Korban Pelangga- 7 UU nomor 13 tahun 2006 tentang Pelindungan Sak-

ran HAM Berat . Lembaga Studi dan Advokasi Masya- si dan Korban rakat, hlm. 5.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 99

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

sewaktu menjelaskan “Victims of act ) tetapi meliputi pula kelalaian atau Power ”, bahwa termasuk juga dalam

kegagalan mencegah suatu pelanggaran pengertian “Korban” orang-orang

berat HAM yang terjadi atau dikenal yang menjadi Korban dari perbuatan-

dengan istilah by omission. perbuatan atau tidak berbuat yang

A. Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM walaupun belum me rupakan pelang-

Yang Berat dan Mekanisme Perlindungan garan terhadap hukum pidana nasional,

Saksi dan Korban dalam Hukum Nasi- tetapi sudah merupakan pelanggaran

onal Indonesia

menurut norma HAM yang diakui secara internasional. Pengertian ke-

UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM rugian (harm) menurut Resolusi ini merupakan Payung Hukum (Umbrella

Majelis Umum PBB No. 40/34 Tahun Act ) dari seluruh peraturan perundang- 1985, meliputi kerugian fisik maupun undangan tentang HAM, karena ini meru- mental (physical or mental injury), pakan wujud dari pengejawantahan/ratifi- penderitaan emosional (emotional suf- kasi dari Declaration of Human Right PBB, fering ), kerugian ekonomi (economic sehingga pengaturan mengenai HAM loss ), atau perusakan substansial dari dalam UU ini berpedoman kepada deklar- hak-hak asasi para korban (substansial asi HAM PBB, Konvensi PBB tentang impair ment of their funda mental Penghapusan Segala bentuk diskriminasi rights ). Selanjutnya disebutkan, bahwa terhadap wanita, Konvensi PBB tentang seseorang dapat dipertimbangkan Hak-hak anak, dan berbagai instrument sebagai Korban tanpa melihat apakah internasional lain yang mengatur tentang si pelaku kejahatan itu sudah diketahui,

HAM. 10

ditahan, dituntut, atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga

Berkaitan dengan pelanggaran HAM antara si pelaku dan Korban. Istilah yang berat dalam UU No 26 Tahun 2000

Korban juga mencakup keluarga tentang Pengadilan HAM. Pelanggaran dekat atau orang-orang yang menjadi 11 HAM Berat meliputi :

tanggungan Korban, dan juga orang-

a. Kejahatan Genosida;

orang yang menderita kerugian karena berusaha mencegah terjadinya Korban. 9 Kejahatan genosida adalah setiap per- buatan yang dilakukan dengan maksud

Pengertian tentang korban menurut untuk menghancurkan atau memusnah- Resolusi Majelis Umum PBB di atas kan seluruh kelompok atau sebagian ke- me njadi rujukan yang komprehensif lompok bangsa, ras, kelompok etnis, ke- untuk menjelaskan tentang siapa lompok agama, dengan cara korban dan apa yang menjadi kerugian

bagi korban. Dari pengertian istilah

1. Membunuh anggota kelompok korban di atas tidak hanya mengacu pada

2. Mengakibatkan penderita an fisik atau perse orangan, tetapi mencakup juga

mental yang berat terhadap anggota kelompok dan masyarakat. Selain itu,

kelompok.

pengertian di atas merangkum hampir semua jenis penderitaan yang mungkin

3. Menciptakan kondisi kehidupan dialami oleh korban. Berkenaan dengan

kelompok yang akan mengakibatkan penyebabnya, dalam pengertian itu,

kemusnahan secara fisik baik seluruh ditujukan bukan hanya terbatas pada

atau sebagiannya.

perbuatan yang sengaja dilakukan (by

10 Kesbanglinmas, Buku Pedoman Demokratisasi dan Hak Asasi Manusia . 2003. hlm. 35.

9 diakses dari www, Legalitas. Com

11 Ibid , hlm. 38.

100 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban.............................

4. Memaksakan tindakan-tindakan No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan yang bertujuan mencegah kelahiran HAM, ayat 1 menyatakan bahwa setiap di dalam kelompok; atau

korban dan saksi dalam pelanggaran HAM

5. Memindahkan secara paksa anak– berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror,

anak dari kelompok tertentu ke ke- lompok lain

dan kekerasan dari pihak manapun, ayat

2 menyatakan bahwa perlindungan seb-

b. Kejahatan terhadap kemanusiaan agaimana dimaksud dalam Ayat 1 wajib

Kejahatan kemanusiaan adalah dilaksanakan oleh aparat penegak hukum salah satu perbuatan yang dilakukan se- secara cuma-cuma dan ayat 3 menyatakan bagai bagian dari serangan yang meluas ketentuan mengenai tata cara perlindun- atau sistematik yang diketahuinya bahwa gan terhadap korban dan saksi diatur lebih 13 serangan tersebut ditujukan secara lang- lanjut dengan peraturan pemerintah. sung terhadap penduduk sipil berupa:

Peraturan pemerintah (PP) tentang

1. Pembunuhan tata cara pemberian perlindungan saksi dan korban adalah PP No. 2 tahun 2002.

2. Pemusnahan Dalam PP ini dinyatakan bahwa perlind-

3. Perbudakan ungan merupakan suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat pen-

4. Pengusiran atau pemindahan pen- egak hukum atau aparat kemanan untuk duduk secara paksa memberikan rasa aman baik fisik maupun

5. Perampasan Kemerdekaan atau per- mental, kepada korban dan saksi, dari an- ampasan kebebasan fisik lain secara caman, gangguan, teror, dan kekerasan seenang -wenang yang melanggar dari pihak manapun, yang diberikan pada (asas-asas) ketentuan pokok hukum tahap penyelidikan, penyidikan, penuntu- internasional

tan, dan atau pemeriksaan disidang pen-

6. Penyiksaan

gadilan.

7. Perkosaan, perbudakan seksual, pe- Tata cara pemberian perlindungan lacuran secara paksa, pemaksaan menurut Pasal 29 UU no 13 Tahun 2006 kehamilan, pemandulan/sterilisasi tentang Perlindungan Saksi dan Korban secara paksa atau bentuk-bentuk ke- yaitu: kerasan seksual lain yang setara.

a. Saksi dan atau korban yang bersangkutan

8. Penganiayaan terhadap suatu kelom- baik atas inisiatif sendiri maupun atas pok tertentu atau perkumpulan yang

permintaan pejabat yang berwenang, didasari persamaan paham politik, ras

mengajukan permohonan secara tertu- , kebangsaan, etnis, budaya, agama,

lis kepada Lembaga Perlindungan Saksi jenis kelamin atau alasan lain yang

dan Korban (LPSK)

telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarag menurut hukum in-

b. LPSK segera melakukan pemeriksaan ternasional

terhadap permohonan sebagaimana di- maksud pada huruf a

9. Penghilangan Orang secara Paksa atau 10.Kejahatan Apartaid. 12 Istilah Perlindungan saksi dan korban

secara jelas dinyatakan dalam Pasal 34 UU

13 ELSAM, Perlindungan Saksi dan Korban Pelang- garan HAM Berat , Lembaga Studi dan Advokasi Masya-

12 Ibid , hlm. 38.

rakat, hlm. 7.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 101

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

c. Keputusan LPSK diberikan secara tertu- di dalam Pasal 33 – 36 UU No 13 Tahun lis paling lambat 7 hari sejak permohonan 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Ko-

perlindungan diajukan . 14 rban, pada intinya bahwa bantuan diberi- kan kepada saksi dan atau korban atas

Pasal 5 ayat 1 UU No 13 Tahun 2006 permintaan tertulis dari yang bersangku-

tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tan atau yang mewakilinya kepada LPSK.

mengatur beberapa hak yang diberikan Keputusan LPSK mengenai pemberian

kepada saksi dan korban : bantuan pada saksi dan atau korban harus

a. Memperoleh perlindungan atas keaman- diberitahukan secara tertulis pada yang an pribadi, keluarga dan harta bendanya bersangkutan dalam waktu paling lambat serta bebas dari ancaman yang berkenaan

7 hari kerja sejak diterimanya permin- dengan kesaksian yang akan, sedang, atau taan. Dalam melaksanakan pemberian telah diberikan.

perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerjasama dengan instansi terkait ses-

b. Ikut serta dalam proses memilih dan uai dengan kewenangannya yang diatur menentukan bentuk perlindungan dan di dalam UU No 13 Tahun 2006 tentang dukungan keamanan.

Perlindungan Saksi dan Korban.

c. Memberikan keterangan tanpa tekanan Persidangan kasus Pelanggaran HAM

d. Mendapat Penerjemah yang berat dalam proses beracaranya lebih banyak menggunakan mekanisme KU-

e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat HAP, sedangkan di KUHAP sendiri tidak secara nyata ditegaskan mengenai adanya

f. Mendapatkan informasi mengenai istilah perlindungan saksi dan korban. perkembangan kasus Namun, adanya pemberian hak-hak ter-

g. Mendapatkan informasi mengenai pu- tentu kepada saksi disepakati bahwa hal

tusan pengadilan itu merupakan juga bentuk perlindungan saksi dan korban. hak-hak yang diberikan

h. Mengetahui dalam hal terpidana dibe- KUHAP kepada saksi yaitu: 16 baskan

a. hak untuk diperiksa tanpa tekanan dari

i. Mendapatkan identitas baru siapapun dan dalam bentuk apapun (Pas- j. Mendapatkan tempat kediaman baru

al 117);

b. hak untuk diperiksa tanpa hadirnya ter- k. Memperoleh penggantian biaya trans- dakwa pada saat saksi diperiksa (Pasal portasi sesuai dengan kebutuhan

l. Mendapatkan nasihat hukum dan/ atau

c. hak untuk mendapatkan penterjemah atas m. Memperoleh bantuan biaya hidup semen-

saksi yang tidak paham bahasa indonesia tara sampai batas waktu perlindungan

(Pasal 177 Ayat 1);

berakhir. 15

d. hak saksi yang bisu atau tuli dan tidak bisa menulis untuk mendapatkan pen-

Mengenai tata cara pemberian bantu- erjemah (Pasal 178 Ayat 1);

an kepada saksi dan atau korban diatur

e. hak untuk mendapatkan pemberitahuan

sebelumnya selambat-lambatnya 3 hari

14 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban 15 UU NO 13 Tahun 2006 dalam Dikdik M.Arief

Mansur, dan Elis Satris Gultom, Urgensi Perlindungan 16 ELSAM. Perlindungan Saksi dan Korban Pelang- Korban Kejahatan antara Norma dan Realita . PT Raja

garan HAM Berat Lembaga Studi dan Advokasi Masya- Grapindo Persada : Jakarta, 2006, hlm.153.

rakat , hlm. 8.

102 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban............................. sebelum menghadiri sidang (Pasal 227

media teleconference sebagai sebuah cara Ayat 1);

untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi belum menjadi hukum yang dapat

f. hak untuk mendapatkan biaya pengganti diaplikasikan karana adanya jaminan oleh

atas kehadiran disidang pengadilan (Pas- undang-undang tetapi lebih banyak kare-

al 229 Ayat 1). na penafsiran dan pertimbangan dari ha-

Jika dikaji lebih jauh ketentuan men- kim. genai saksi dapat diperiksa tanpa bertatap muka dengan terdakwa dalam PP No. 2

Selanjutnya, di samping adanya pem- Tahun 2002 sama dengan Pasal 173 KU- berian hak-hak tertentu tertentu tersebut,

HAP tentang hak untuk diperiksa tanpa saksi juga terikat dengan kewajiban ter- hadirnya terdakwa. Dalam KUHAP me- tentu seperti yang diatur dalam KUHAP kanismenya adalah hakim ketua dapat yaitu Pasal 159 ayat 2, Pasal 161 dan Pasal mendengar keterangan saksi mengenai 171. Pasal 159 ayat (2) menyetakan dalam hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa, un- hal Saksi tidak hadir, meskipun telah di- tuk itu hakim meminta terdakwa keluar panggil dengan sah dan hakim ketua si- dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu dang mempunyai cukup alasan untuk me- pemeriksaan perkara tidak boleh diterus- nyangka bahwa saksi itu tidak akan mau kan sebelum kepada terdakwa diberitahu- hadir, maka hakim ketua sidang dapat kan semua hal pada waktu ia tidak hadir.

memerintahkan supaya saksi tersebut dih- adapkan ke persidangan. Pasal 161 : Dalam

Dalam penjelasannya Pasal 173 KU- hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah HAP tersebut menyatakan bahwa apabila menolak untuk bersumpah atau berjanji seorang hakim merasa saksi itu tertekan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 atau tidak bebas dalam memberikan ket- ayat (3) dan (4), maka pemeriksaan terha- erangan apabila terdakwa hadir di sidang, dapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan maka untuk menjaga hal yang tidak di- surat penetapan hakim ketua sidang dapat inginkan hakim dapat menyuruh terda- dikenakan sandera di tempat rumah tah- kwa ke luar untuk sementara dari persi- anan negara paling lama empat belas hari. dangan selama hakim mengajukan pertan- Pasal 174 ayat (2) menyatakan apabila yaan kepada saksi. Mekanisme pemberian saksi tetap pada keterangannya itu, hakim kesaksian tanpa bertatap muka dengan ketua sidang karena jabatannya atau atas terdakwa dalam prakteknya dilakukan permintaan jaksa penuntut umum atau melalui media teleconference yang sebetul- keterangan yang dimaksud disini adalah nya juga bertatap muka dengan terdakwa keterangan palsu sesuai dengan ketentu- tetapi tidak secara langsung.

an Pasal 174 ayat (1) KUHAP terdakwa Landasan yuridis atas pemberlakuan dapat memberi perintah supaya Saksi itu

ditahan untuk selanjutnya dituntutperka- media teleconference adalah bahwa kesada-

ran mejelis hakim bahwa “hukum itu se- 17 ra dengan dakwaan sumpah palsu. lalu tertinggal dari peristiwanya” sehing-

Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 me-

ga pengaturan teleconference yang belum nyatakan, ayat 1, bahwa korban pelang- ada dalam KUHAP dapat diberlakukan. garan HAM yang berat dan atau ahli waris- Alasan lainnya adalah bahwa media tele- nya dapat memperoleh kompensasi, res- conference sudah lazim digunakan dalam titusi dan rehabilitasi. Ayat 2 menyatakan praktek peradilan internasional disamp- bahwa kompensasi, restitusi dan rehabili- ing bahwa media teleconference ini sesuai tasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dengan ketetuan dalam PP No. 2 Tahun 2003. disini dapat disimpulkan bahwa

17 ibid., hlm. 9.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 103

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

dicantumkan dalam amar putusan Pen- proses pemeriksaan dan pangadilan yang gadilan HAM. Ayat 3 menyatakan bahwa tidak sah kepada aparat penegak hukum ketentuan mengenai kompensasi, restitusi dan juga oleh korban atas kerugian yang dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan dideritanya kepada pelaku. sedangkan peraturan pemerintah. Dalam penjelasan ketentuan mengenai rehabilitasi adalah Pasal tersebut kompensasi diartikan se- berkenaan dengan hak-hak terdakwa. bagai ganti kerugian yang diberikan oleh Dari pengertian ini mekanisme yang dita- negara, karena pelaku tidak mampu mem- warkan oleh KUHAP untuk hak-hak ko- berikan ganti kerugian yang sepenuhnya rban adalah mekanisme untuk ganti rugi yang menjadi tanggung jawabnya. Resti- kepada korban oleh pelaku. tusi diartikan sebagai ganti kerugian yang

Mekanisme pengajuan ganti kerugian diberikan kepada korban atau keluarganya

dalam KUHAP ini dapat dilakukan den- oleh pelaku atau pihak ketiga yang ganti

gan dua cara yaitu dengan mengajukan rugi ini dapat berupa pengambalian harta

gugatan perdata setelah perkara pidan- milik, pembayaran ganti kerugian untuk

anya diputus atau menggabungkan an- kehilangan atau penderitaan atau peng-

tara pengajuan ganti kerugian dengan gantian biaya untuk tindakan terterntu.

pokok perkaranya. Mekanisme pertama Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan

tidak dapat dilakukan dalam dalam kon- pada kedudukan semula, misalnya kehor-

teks kompensasi, restitusi dan rehabilitasi matan, nama baik, jabatan, atau hak-hak

18 dalam pelanggaran HAM berat ini karena lainnya.

harus ada putusan dari pengadilan HAM

Peraturan Pemerintah yang mengatur berat ini. Mekanisme kedua yaitu melalui tentang pemberian kompensasi, restitusi penggabungan, dan dapat dilakukan dalam dan rehabilitasi terhadap korban pelang- konteks restitusi untuk pelanggaran HAM garan HAM berat adalah PP No. 3 tahun berat ini. 2002. PP ini lebih banyak mengatur ten-

Mekanisme panggabungan perkara pi- tang mekanisme pemberian kompensasi,

dana dengan tuntutan ganti rugi diatur restitusi dan rehabilitasi setelah adanya

dalam Pasal 98 ayat 1 KUHAP yang me- putusan mengenai restitusi, kompensasi

nyatakan bahwa jika suatu perbuatan yang dan rahabilitasi dalam amar putusan. PP

menjadi dasar dakwaan di dalam suatu ini hanya sebagai pelaksana dari ketentu-

pemeriksaan perkara pidana oleh penga- an Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000. tidak

dilan negeri menimbulkan kerugian bagi ada peraturan secara khusus bagaimana

orang lain, maka hakim ketua sidang atas pengajuan tentang kompensasi, restitusi

permintaan orang itu dapat menetapkan dan rahabilitasi terhadap korban pelang-

untuk menggabungkan perkara ganti ke- gran HAM berat dapat dimintakan ke

rugaian kepada perkara pidana itu. 19 Cara pangadilan.

untuk pemulihan kerugian korban dapat

Untuk mengetahui tentang mekanisme digabungkan dalam perkara pidana adalah tentang pengajuan kompensasi, restitusi dengan permintaan perhatian penuntut dan rahabilitasi harus melihat kembali umum agar hakim dapat mencantumkan pada ketentuan yang ada dalam KUHAP. dalam diktum putusan pidana. Dalam Pas- Dalam KUHAP terdapat mekanisme al 98 ayat 2 KUHAP saksi korban dapat tentang ganti kerugian dan rehabilitasi. mengajukan “petitum” tersendiri secara Ganti kerugian bisa dimintakan oleh ter- lisan maupun tulisan dalam persidangan sangka, terdakwa dalam kaitannya dengan sebelum hakim menjatuhkan putusannya.

18 Ibid., hlm. 10

19 Ibid ., hlm. 11

104 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 105

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban............................. Pengaturan tentang pengajuan kompen-

sasi dan rehabilitasi oleh korban dalam ka- sus pelanggaran HAM berat tidak diatur secara jelas. Mekanisme yang pengajuan yang paling mungkin dilakukan adalah pengajuan permintaan kompensasi, resti- tusi dan rehabilitasi yang akan diajukan oleh jaksa bersamaan dengan tuntutan dakwaan. Dengan demikian, persoalan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi un- tuk korban akan sangat bergantung pada perhatian jaksa atas masalah pemenuhan

hak-hak korban. 20

B. Mekanisme Internasional Mengenai Perlindungan Saksi dan Korban Serta Upaya Pemulihan (Rehabilitasi) Korban Pelanggaran HAM yang Berat

1. Mekanisme Internasional Mengenai Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pelanggaran HAM Yang Berat

Pengaturan tentang perlindungan sak- si dan korban juga diatur secara khusus dalam International Criminal Court (ICC). Statuta Roma 1998 yang merupakan lan- dasan untuk berdirinya ICC dalam Pasal

68 statuta tersebut tentang perlindungan terhadap korban dan saksi dan keikutser- taan mereka dalam persidangan menentu- kan hal-hal yang dapat dikategorikan seb- agai upaya untuk perlindungan saksi dan korban. Dalam huruf 1 pada pokoknya menyatakan bahwa mahkamah harus mengambil tindakan-tindakan secuku- pnya untuk melindungi keselamatan, ke- sejahteraan fisik dan psikologis, martabat dan privasi para korban dan saksi. Jaksa penuntut umum harus mengambil tinda- kantindakan tersebut terutama selama penyelidikan dan penuntutan terhadap kejahatan semacam itu. Tindakan-tinda- kan ini tidak boleh merugikan atau tidak sesuai dengan hak-hak para tertuduh dan dengan persidangan yang adil dan tidak memihak.

20 Ibid., hlm. 12

Huruf 2 Statuta Roma 1998, secara khusus mengatur tentang model pemer- iksaan kesaksian, dinyatakan bahwa se- bagai suatu perkecualian terhadap prin- sip pemeriksaan kesaksian terbuka yang ditetapkan dalam Pasal 67 (tentang hak- hak tertuduh) kamar-kamar mahkamah, untuk melindungi korban dan saksi atau seorang tertuduh, dapat melakukan seba- gian in camera atau memperbolehkan pen- gajuan bukti dengan sarana elektronika atau sarana khusus lainnya. Secara khusus tindakan-tindakan tersebut harus dilaku- kan dalam hal seorang korban kekerasan seksual atau seorang anak yang menjadi korban atau saksi, kecuali kalau diperin- tahkan lain oleh mahkamah, setelah mem- pertimbangkan semua keadaan, terutana pandangan-pandangan para korban dan saksi.

Huruf 4 Pasal 68 statuta ini menyatakan bahwa unit korban dan saksi dapat mem- ber nasehat kepada jaksa penuntut dan mahkamah mengenai tindakan perlind- ungan yang tepat, pengaturan keamanan, pemberian nasehat hukum dan bantuan sebagaimana disebut dalam Pasal 43 Ayat

6. sedangkan Pasal 43 Ayat 6 sendiri men- gatur tentang pembentukan unit korban dan saksi dalam kepaniteraan di mana unit ini menyediakan, setelah berkonsultasi dengan kantor jaksa penuntut, langkah- langkah perlindungan dan pengaturan ke- amanan, jasa nasehat dan bantuan yang perlu bagi saksi, korban yang menghadap di depan mahkamah dan orang-orang lain yang mungkin terkena resiko karena kes- aksian yang telah diberikan oleh para sak- si tersebut. Unit ini mencakup staf den- gan keahlian mengatasi trauma, termasuk trauma yang terkait dengan kejahatan ke- kerasan seksual.

Ketentuan-ketentuan lain dalam Pas- al 68 Statuta Roma ini juga menyatakan bahwa dalam hal kepentingan para korban terpengaruh maka pandangan dan perha- tian mereka dapat dikemukakan dan di-

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

pertimbangkan. Pengungkapan atas suatu

3. Adanya unit korban dan saksi khusus bukti atau Informasi yang akan menye-

dalam kepaniteraan di mana adanya staf babkan timbulnya bahaya yang gawat ke-

yang mempunyai keahlian mengatasi pada seorang saksi atau keluarganya maka

trauma termasuk staf dengan keahlian jaksa penuntut umum untuk keperluan

mengatasi trauma yang terkait dengan perkara yang dilakukan sebelum dimu-

kejahatan seksual. Unit khusus ini mem- lainya persidangan dapat menahan bukti

punyai tugas untuk :

atau informasi tersebut dan mengajukan - Menyediakan langkah-langkah per-

suatu ikhtisar dari bukti atau informasi lindungan dan pengaturan keamanan

tersebut. Ketentuan lainnya yaitu dalam huruf 6 Pasal 68 ini menyatakan bahwa

- Menyedikan jasa nasehat dan ban- suatu negara dapat mengajukan permo-

tuan yang perlu bagi saksi, korban honan untuk tindakan-tindakan yang

yang menghadap di depan mahkamah perlu untuk diambil berkenaan perlind-

dan orang-orang lain yang mungkin ungan terhadap pegawai-pegawai dan per-

terkena resiko karena kesaksian yang wakilannya dan perlindungan terhadap

diberikan oleh saksi tersebut. informasi rahasia dan sensitif. 21

- Memberi nesehat kepada jaksa penun- Ketentuan lainnya yang berkenaan per-

tut umum dan mahkamah mengenai lindungan terhadap saksi adalah menge-

hal-hal pada point a dan b. nai model kesaksian dalam persidangan.

4. Adanya tindakan untuk menahan bukti Dalam Pasal 69 statuta Roma butir ke 2

dan informasi tertentu dan digantikan dibolehkannya kesaksian viva voce (lisan)

dengan suatu ikhtisar yang dilakukan atau kesaksian terekam dari seorang saksi

oleh jaksa penuntut sebelum dimulai- dengan sarana teknologi video atau audi,

nya persidangan karena adanya kekha- maupun diajukannya dokumen atau tran-

watiran bahwa informasi tersebut akan skripsi tertulis, yang tunduk pada statuta

menimbulkan bahaya yang gawat bagi ini dan sesuai dengan hukum acara dan

korban dan saksi.

pembuktian.

5. Adanya mekanisme kesaksian viva voce Dari ketentuan di atas bentuk-bentuk

(lisan) atau kesaksian terekam dari perlindungan terhadap saksi dan korban

seorang saksi dengan sarana teknologi adalah sebagai berikut :

video atau audio, maupun diajukannya dokmen atau transkrip tertulis. 22

1. Adanya tindakan dari mahkamah untuk mengambil tindakan secukupnya untuk

2. Upaya Pemulihan (Rehabilitasi) Kor- melindungi keselamatan, kesejahteraan

ban Pelanggaran HAM Yang Berat fisik dan psikologis martabat dan privasi

para korban. Prinsip-prinsip internasional, meru- pakan rekomendasi dari pelapor khusus

2. Adanya metode persidangan in camera PBB yang diajukan oleh Theo Van Boven atau memperbolehkan pengajuan bukti tentang pemulihan bagi korban pelang- dengan sarana elektronika atau sarana garan HAM yang berat. Prinsip-prinsip khusus lainnya. Tindakan-tindakan umumnya adalah bahwa di bawah hukum ini secara khsusus harus dilaksanakan internasional, pelanggaran terhadap se- dalam hal seorang korban kekerasan tiap HAM menimbulkan suatu hak atas seksual atau seorang anak yang menjadi pemulihan bagi korban. Perhatian utama korban atau saksi.

harus diberikan kepada pelanggaran berat

21 Ibid ., hlm.. 13

22 Ibid ., hlm. 14

106 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 107

Nanda Ivan Natsir | Kepastian Hukum Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban............................. HAM dan kebebasan dasar. Setiap negara

mempunyai kewajiban untuk memberi- kan pemulihan dalam hal terjadi suatu pelanggaran terhadap kewajiban di bawah hukum internasional untuk menghormati dan memastikan penghormatan tarhadap hak-hak asasi manusia, termasuk kewa- jiban untuk mencegah pelanggaran, kewa- jiban untuk menyelidiki pelanggaran, ke- wajiban untuk mengambil tindakan yang layak terhadap para pelanggar, dan kewa- jiban untuk memberikan penanganan hu- kum kepada para korban. Negara harus memastikan bahwa tidak ada orang yang mungkin bertanggung jawab atas pelang- garan berat HAM akan mempunyai keke- balan dari tanggung jawab atas tindakan mereka.

Pemulihan untuk pelanggaran HAM mempunyai tujuan untuk meringankan penderitaan dan memberikan keadilan kepada para korban dengan menghilan- gkan atau memperbaiki sejauh mungkin akibat-akibat dari tindakan salah dengan mencegah dan menangkal pelanggaran. Pemulihan seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan para korban. pemulihan haruslah proporsional dengan beratnya pelanggaran dan kerusakan yang ditimbulkan dan haruslah mencakup : res- titusi, kompensasi, rehabilitasi dan jami- nan untuk tidak terulang lagi. Pemulihan untuk pelanggaran berat HAM tertentu yang menjadi kejahatan di bawah hukum international mencakup suatu kewajiban untuk menuntut dan menghukum para pelaku. Impunitas bertentangan dengan prinsip ini. Pemulihan dapat dituntut oleh korban langsung dan sejauh dipandang mungkin oleh keluarga dekat, orang-orang yang berada di bawah tanggungan korban atau orang-orang lain yang mempunyai hubungan khusus dengan korban lang- sung. Disamping memberikan pemulihan kepada perorangan, negara seharusnya membuat ketentuan yang memadai bagi kelompok-kelompok korban untuk men-

gajukan klaim kolektif dan untuk mem- peroleh pemulihan kolektif. Tindakan khusus haruslah diambil untuk keperluan memberikan kesempatan untuk pengem- bangan diri dan kemajuan bagi kelom- pok yang sebagai akibat dari pelanggaran HAM, telah dirampas haknya untuk mem- peroleh kesempatan tersebut.

Sedangkan mengenai bentuk-bentuk pemulihan bagi korban yang diusulkan oleh Theo van Boven adalah : 23

1. Restitusi haruslah diberikan untuk menegakkan kembali, sejauh mungkin, situasi yang ada bagi korban sebelum terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Restitusi mengharus- kan, antara lain, pemulihan kebebasan, kewarganegaraan atau tempat tinggal, lapangan kerja atau hak milik.

2. Kompensasi akan diberikan untuk setiap kerusakan yang secara ekonomis dapat diperkirakan nilainya, yang timbul dari pelanggaran HAM, misalnya :

- kerusakan fisik dan mental; - kesakitan, penderitaan dan takanan

batin; - kesempatan yang hilang temasuk pen-

didikan; - hilangnya mata pencarian dan kemam-

puan mencari nafkah; - kerugian terhadap hak milik atau usaha,

termasuk keuntungan yang hilang; - kerugian terhadap reputasi atau marta-

bat; - biaya dan bayaran untuk masuk akal

untuk bantuan hukum atau keahlian untukmemperoleh suatu pemulihan.

3. Rehabilitasi haruslah disediakan, yang mencakupi pelayanan hukum, psikolo- gis, perawatan medis, dan pelayanan atau perawatan lainnya, maupun tindakan un-

23 Ibid ., hlm. 15

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 1 | April 2013 | hlm, 94~112

tuk memulihkan martabat dan reputasi Prosedur dan mekanisme yang di- (nama baik) sang korban.

usulkan adalah bahwa setiap negara akan mempertahankan prosedur disiplin, ad-

4. Tersedianya atau diberikannya kepuasan minsitratif, sipil dan kriminal yang cepat

dan jaminan bahwa perbuatan serupa dan efektif, dengan yursidiksi universal

tidak akan terulang lagi di mana depan, untuk pelanggaran HAM yang merupakan

yang mencakupi : kejahatan menurut hukum internasional.

- dihentikannya pelanggaran yang ber- Sistem hukum, khususnya dalam masalah-

kelanjutan; masalah perdata, administratif dan prose- dural, harus disesuaikan sehingga menja-

- verifikasi fakta-fakta dan pengungka- min bahwa hak atas pemulihan dapat diak- pan kebenaran sepenuhnya dan se- ses dengan mudah, tidak dihambat secara cara terbuka; tidak masuk akal dan mempertimbangka

- keputusan yang diumumkan demi ke- kerentaan potensial dari para korban. Se-

pentingan korban; tiap negara akan mengumumkan, lewat

- permintaan maaf, termasuk penga- media dan mekanisme yang tepat lainnya,

kuan didepan umum mengenai fak- prosedur yang tersedia untuk memperoleh ta-fakta dan penerimaan tanggung pemulihan. Keadaan kedaluarsa tidak ber-

jawab; laku bagi jangka waktu di mana selama itu

tidak ada upaya perbaikan yang efektif un-

- diajukannya ke pengadilan orang- tuk pelanggran HAM. Klaim-klaim yang

orang yang bertanggung jawab atas berkaitan dengan pemulihan bagi pelang- pelanggaran;

garan berat HAM sepantasnyalah kalau - peringatan dan pemberian hormat ke- 24 tidak tekena batas waktu.