URBANISME, URBANISASI, DAN MASYARAKAT URBAN DI JAKARTA DALAM NOVEL SENJA DI JAKARTA
URBANISME, URBANISASI, DAN MASYARAKAT URBAN DI JAKARTA DALAM NOVEL SENJA DI JAKARTA
Urbanism, Urbanization, and Urban Society in Jakarta in Novel Senja di Jakarta
Purwantini
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Indonesia 60286 Telepon (031) 5035676, Faksimile (031) 5035807, Pos-‐el: purwantini_fibunair@yahoo.co.id
(Naskah Diterima Tanggal 30 April 2016—Direvisi Akhir Tanggal 22 September 2016—Disetujui Tanggal 23 September 2016)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan memahami aspirasi dan gagasan kelompok sosial pengarang yang diekspresikan melalui sebuah pandangan dunia. Urbanisme merupakan tradisi urban yang berkaitan erat dengan pembentukan negara dan sistem dominasi. Oleh karena itu, perpindahan penduduk dari desa ke kota bertujuan mencari pekerjaan. Namun, para urbanis justru tidak men-‐ dapatkan pekerjaan yang layak, bahkan terjebak oleh hasutan kelompok komunis. Sebaliknya, pe-‐ nguasa yang berasal dari pedalaman memperoleh tempat strategis dalam pekerjaan karena be-‐ kerja sama dengan partai politik. Akibatnya, mereka melakukan tindak korupsi dan pelanggaran, baik di bidang demokrasi, nasionalisme, maupun agama. Teori yang digunakan adalah teori struk-‐ turalisme-‐genetik dengan metode dialektis Lucien Goldmann. Hasil penelitian yang diperoleh: de-‐ mokrasi telah mati, agama tersingkir dari kehidupan masyarakat, dan nasionalisme, meskipun masih eksis, kalah oleh kaum kapitalis. Akibatnya, masyarakat urban tidak mengenal arti demo-‐ krasi, nasionalisme, dan menganggap agama hanya sebagai sebuah mitos. Pandangan dunia yang diekspresikan adalah kembalikan demokrasi, hargailah kaum nasionalis, dan gunakan agama se-‐ bagai pegangan hidup.
Kata-‐Kata Kunci: pandangan dunia, urbanisme, urbanisasi, masyarakat urban
Abstract: This research aims to conceive the aspiration and thought prevailing at the author’s social group commonly expressed through the author’s world view. The migration of villagers to cities has the goal of getting jobs. Unfortunately, the urbans cannot get descent jobs. In contrast, the village ruling class hold strategic positions in their jobs for being involved with the political parties. Consequently, they engage in corruption, violations in democracy, nationalism, and infringement on values of religion. This research used genetic structuralism with Lucien Goldmann’s dialectic method. The result shows that democracy has failed, religion is swept away from the peoples’ lives, and nationalism, though still exists, is defeated by the capitalist. Consequently, urbans do not recognize the meaning of democracy and nationalism, and considers religion as a myth. The author’s world visions expressed are the restoration of democracy, respecting the nationalists, and using religion as the value of life.
Key Words: world vision, urbanism, urbanization, urban society
PENDAHULUAN
pendirinya adalah kolonial Belanda, tata Jakarta merupakan ibu kota dan pusat
ruang kota Batavia juga mengikuti pola pemerintahan Negara Republik Indone-‐
tata ruang kota di Belanda. Di tengah ko-‐ sia. Awalnya, Jakarta bernama Batavia
ta dialiri sejumlah kanal atau sungai bu-‐ yang didirikan oleh pemerintah kolonial
atan, dikelilingi dinding dan benteng. Se-‐ Belanda pada tahun 1618. Karena
tiap rumah harus terbuat dari bata.
ATAVISME, Vol. 19, No. 2, Edisi Desember, 2016: 162—175
Sukses Batavia sebagai kota perdagang-‐ Hal ini disebabkan berbagai kalangan an mengakibatkan orang-‐orang berda-‐
masyarakat pindah (urbanisasi) ke Ja-‐ tangan dari berbagai negara dan kawas-‐
karta untuk mencari pekerjaan, khusus-‐ an. Para pendatang itu hidup mengelom-‐
nya penduduk yang berasal dari daerah pok di wilayah-‐wilayah tertentu sehing-‐
pedesaan. Kedatangan penduduk desa
ga Batavia mirip dengan kota dagang ke Jakarta akhirnya menimbulkan ba-‐ dan akhirnya berubah menjadi pusat pe-‐
nyak masalah.
merintahan VOC di Indonesia (Evers dan Urbanisme di Jakarta akibat dari ko-‐ Korff, 2002, hlm. 58).
lonialisme dan westernisasi, artinya, tra-‐ Untuk keamanan, daerah sekitar
disi urban sangat erat terkait dengan Batavia diperluas melalui beberapa kali
pembentukan negara dan sistem domi-‐ peperangan dengan penguasa pedalam-‐
nasi. Dalam pengertian ini, kolonialisme an Jawa sehingga keseluruhan Pulau Ja-‐
adalah kelanjutan dari tradisi urban wa berada di bawah kekuasaan guber-‐
yang sudah ada dan sekaligus sebagai se-‐ nur jenderal yang berkedudukan di Ba-‐
buah peralihan elite dari orang pribumi tavia. Ketika ancaman militer dari dae-‐
kepada orang asing. Bentuk-‐bentuk ur-‐ rah pedalaman berhasil dipadamkan,
banisasi berkaitan erat dengan pemben-‐ orang-‐orang pindah ke daerah-‐daerah
tukan negara. Para elite ditentukan dari sekitar Batavia. Membangun kota tropis
posisinya di ibu kota negara dan dilegi-‐ berdasarkan konsep kota Belanda ter-‐
timasikan oleh suatu kosmologi yang nyata tidak cocok karena sungai buatan
mengartikulasikan dunia sekuler dan yang di Belanda banyak gunanya ternya-‐
dunia sakral. Kosmologi, di dalamnya ta di Batavia menjadi sarang nyamuk
terdapat negara dan istana raja malaria sehingga Batavia menjadi ku-‐
(Wertheim dalam Evers dan Korff, 2002, buran bagi orang kulit putih di Asia. Ru-‐
hlm. 46).
mah kokoh yang didirikan di pinggir ka-‐ Masyarakat urban adalah masyara-‐ nal kemudian digantikan villa bergaya
kat yang tidak tertentu jumlah pendu-‐ country yang luas, berventilasi banyak
duknya. Tekanan pengertian urban ter-‐ sehingga terasa sejuk, hal itu diilhami
letak pada sifat serta ciri kehidupan yang oleh gaya rumah priyayi Jawa. Demikian
berbeda dengan masyarakat pedesaan. pula, jalan-‐jalan di daerah pinggiran kota
Ada beberapa ciri yang menonjol ten-‐ itu juga dilengkapi dengan alun-‐alun
tang masyarakat urban, di antaranya yang luas dan besar sehingga mirip de-‐
adalah sebagai berikut. Pertama, kehi-‐ ngan gaya tata kota kraton Jawa. Namun,
dupan keagamaan masyarakat urban dengan bangkitnya kolonialisme Inggris,
berkurang apabila dibandingkan dengan dan semakin dominannya Inggris dalam
kehidupan keagamaan di desa. Hal ini di-‐ perdagangan, kebijakan beralih ke pro-‐
sebabkan cara berpikir rasional, dida-‐ duksi barang komoditas. Batavia ber-‐
sarkan pada perhitungan eksak yang ubah menjadi pusat pemerintahan bagi
berhubungan dengan realitas masyara-‐ seluruh wilayah di Indonesia dan ekono-‐
kat. Kehidupan masyarakat urban ber-‐ mi kolonial. Ketika Indonesia merdeka,
ada dalam lingkungan ekonomi dan per-‐ nama Batavia diganti dengan nama Ja-‐
dagangan. Kedua, orang kota umumnya karta (McGee, T.G. 1967, hlm. 51, Evers
mengurus diri sendiri tanpa tergantung dan Korff, 2002, hlm. 60-‐63).
pada orang lain. Hal yang penting adalah Sebagai pusat pemerintahan dan
manusia perseorangan atau individu. Ke-‐ pusat perekonomian, Jakarta menjadi
hidupan keluarga sukar dipersatukan tempat pertemuan berbagai suku bangsa
karena perbedaan kepentingan, paham dan penduduknya bersifat multietnis.
politik, dan agama. Ketiga, di kota
Urbanisme, Urbanisasi, dan Masyarakat Urban … (Purwantini)
terdapat orang-‐orang yang berbeda latar belakang sosial dan pendidikan sehingga individu harus mendalami bidang kehi-‐ dupan khusus. Gejala ini akan menim-‐ bulkan kelompok-‐kelompok kecil yang didasarkan pada pekerjaan, keahlian, dan kedudukan sosial yang sama. Keem-‐ pat, jalan pikiran yang rasional pada umumnya dianut oleh masyarakat per-‐ kotaan sehingga pembagian waktu sa-‐ ngat penting digunakan untuk mengejar kebutuhan individual (Soekamto, 2002, hlm. 139-‐140).
Urbanisme, urbanisasi, dan masya-‐ rakat urban dalam novel Senja di Jakarta berkaitan erat dengan keberanekara-‐ gaman penduduk kota Jakarta sebagai ibu kota negara, pusat politik, pusat eko-‐ nomi, pusat wakil rakyat, pusat orang-‐ orang miskin hingga pusat perdagangan manusia. Keanekaragaman masyarakat urban dimulai dari kehidupan orang-‐ orang miskin di pinggiran kota seperti kuli tinta, elite politik, elite bangsawan, hingga pekerja seks. Semua kelompok masyarakat tersebut adalah para pem-‐ buru harta, tetapi dengan jalan yang ber-‐ beda. Saimun adalah orang desa yang terpaksa pindah ke Jakarta karena desa tempat tinggalnya diserbu gerombolan perampok. Gerombolan perampok terse-‐ but membunuh orang-‐orang kampung termasuk kedua orang tua Saimun. Me-‐ reka kemudian membakar seluruh isi kampung. Saimun selamat. Kemudian ia pergi ke Jakarta untuk mencari peker-‐ jaan. Di Jakarta, Saimun bekerja sebagai kuli pengangkut sampah dan hidup di pinggiran kota.
Sugeng adalah pegawai negeri sipil di Kementerian Perekonomian. Sugeng terpaksa keluar dari pegawai negeri sipil karena gaji pegawai negeri sipil sangat kecil dan ia tidak tahan dengan omelan istrinya yang selalu merengek minta di-‐ belikan rumah. Sugeng kemudian masuk menjadi pegawai perusahaan milik Raden Kaslan yang bergerak di bidang
impor fiktif, tetapi gajinya sangat besar. NV Hati Suci milik Raden Kaslan tersebut baru mendapat pengakuan sebulan, se-‐ dangkan orang yang bekerja hanya di-‐ rekturnya saja yang tidak mempunyai kantor, pegawai, pengalaman, dan tidak mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, tetapi, NV Hati Suci ini telah mendapat pengakuan dari menteri.
Raden Kaslan awalnya juga pegawai negeri. Ketika terjadi pengakuan kedau-‐ latan, Raden Kaslan keluar dari pegawai negeri kemudian pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai wiraswastawan. Penge-‐ lolanya adalah orang-‐orang yang berhu-‐ bungan dengan partai politik. Setelah ke-‐ luar dari pegawai negeri, Raden Kaslan bekerja di kantor dagang Bumi Ayu se-‐ bagai direktur perusahaan. Perusahaan ini maju dengan pesat berkat bantuan dan hubungannya dengan ketua partai politik. Anak Raden Kaslan yang berna-‐ ma Suryono, sejak umur 15 tahun telah ditinggal mati oleh ibunya. Suryono per-‐ nah tinggal di Amerika selama tiga ta-‐ hun. Kini Suryono telah kembali ke Ja-‐ karta dan berada di rumah ayahnya. Ke-‐ tika Suryono berada di New York, ayah-‐ nya menikah dengan wanita seusia diri-‐ nya, yang berumur 29 tahun, sedangkan ayahnya sudah berusia 56 tahun. Ketika Suryono tiba di Jakarta, ayahnya tidak ada di rumah sehingga Suryono setiap hari tidur bersama ibu tirinya, Fatma. Se-‐ baliknya, Raden Kaslan selalu mencari wanita penjaja seks kemudian dibawa ke hotel sebagai teman tidurnya.
Kota Jakarta tidak hanya dihuni oleh orang-‐orang seperti Saimun, Itam, Sugeng, Raden Kaslan, Suryono, Fatma, dan Husin Limabra saja, tetapi juga orang-‐orang semacam Akhmad, pengi-‐ kut paham marxis, dan Halim, wartawan yang serakah serta munafik. Namun, yang lebih penting, Jakarta juga dihuni oleh orang-‐orang nasionalis, demokratis, dan kelompok agama yang memahami
ATAVISME, Vol. 19, No. 2, Edisi Desember, 2016: 162—175
penderitaan bangsanya sendiri seperti menyebutnya sebagai suatu totalitas sis-‐ Pranoto, Iesye, dan Murhalim.
tem tanda atau sistem budaya. Dengan demikian, masalah yang
Goldmann menjelaskan bahwa homologi muncul dalam novel Senja di Jakarta
itu tidak hanya sebatas hubungan pada adalah masalah demokrasi, nasionalis-‐
tingkat ideologi saja, tetapi hingga alam me, dan agama. Masalah ini mewakili
semesta dan kesadaran kolektif kelom-‐ pandangan dunia kelompok minoritas
pok totalitas. Konsep koherensi itu ber-‐ masyarakat urban di Jakarta. Tujuan pe-‐
beda untuk struktur karya sastra dan nelitian ini adalah mencari konsep pan-‐
untuk struktur kategori, jadi ada dua dangan dunia masyarakat urban, yakni
tingkat yang homolog (hlm. 34-‐35). konsep demokrasi, nasionalisme, dan
Kesamaan antara dunia sastra dan agama.
dunia nyata bukanlah kesamaan sub-‐ Teori yang digunakan adalah teori
stansial, melainkan kesamaan struktural. strukturalisme-‐genetik yang dikembang-‐
Demikian pula, homologi atau kesejajar-‐ kan oleh Lucien Goldmann. Kelompok
an struktural antara struktur karya sas-‐ kritik Marxis ini mengistilahkan metode
tra dengan struktur masyarakat sifatnya kritiknya dengan sebutan strukturalis-‐
tidak langsung, tetapi homolog dengan me-‐genetik.
pandangan dunia. Dengan demikian, ha-‐ (Eagleton, 2002), semua teks sastra da-‐
Menurut
Goldmann
nya pandangan dunia yang berhubungan pat mewujudkan struktur pikiran atau
secara langsung dengan struktur masya-‐ pandangan dunia kelas-‐kelas atau ke-‐
rakat. Kondisi struktural masyarakat da-‐ lompok sosial penulis itu berasal. Karya
pat membuat kelas-‐kelas tertentu me-‐ sastra pada awalnya tidak dilihat sebagai
ngembangkan suatu pandangan dunia ciptaan individu, tetapi dilihat sebagai
yang khas (Faruk, 2012b, hlm. 65). struktur mental transindividu dari se-‐
Strukturalisme-‐genetik adalah ga-‐ buah kelompok sosial. Goldmann ingin
bungan antara teori strukturalisme dan mencari seperangkat relasi sosial antara
teori marxisme (Faruk, 2012a, hlm. 159). teks sastra, pandangan dunia, dan seja-‐
Teori strukturalisme dalam hal ini ada-‐ rah. Oleh sebab itu, Goldmann ingin me-‐
lah strukturalisme yang dikembangkan nunjukkan bahwa situasi historis kelom-‐
oleh Piaget yang terdiri atas ide kesatuan pok sosial atau kelas sosial dapat diubah
(the idea of wholeness) ide transformasi dengan mediasi pandangan dunianya
(the idea of transformation), dan ide pe-‐ menjadi struktur karya sastra. Untuk
ngaturan diri sendiri (the idea of self-‐re-‐ melakukan hal itu, diperlukan metode
gulation) (Hawkes, 1977, hlm. 60-‐62). kritik dialektis yang terus berpindah-‐
Namun, konsep struktur yang digunakan pindah antara teks, pandangan dunia,
adalah konsep struktur Levi Strauss, dan sejarah (hlm. 39-‐41).
yang menyatakan bahwa struktur sosial Struktur karya sastra dianggap pa-‐
dalam strukturalisme-‐genetik terbangun ralel dengan struktur masyarakat karena
atas dasar dua kelas yang saling berten-‐ keduanya merupakan aktivitas struktur-‐
tangan karena terdapat dominasi dari asi yang sama. Namun, konsep paralel
satu kelas sosial terhadap kelas sosial itu berbeda dengan konsep refleksi.
lainnya. Dominasi kelas itu akan tetap di-‐ Goldmann (1981) menjelaskan bahwa
pertahankan dan diperkuat dengan ke-‐ struktur karya sastra memiliki koherensi
kuatan ideologi, tetapi kekuatan kelas fungsional dalam struktur yang lebih
yang mendominasi itu dapat berubah luas. Dengan kata lain, karya sastra ho-‐
ketika kelas yang dikuasai berupaya me-‐ molog dengan kesadaran kolektif dari
ngambil alih kekuasaan kemudian kelas sosial tertentu, sedangkan Lotman
Urbanisme, Urbanisasi, dan Masyarakat Urban … (Purwantini)
membentuk struktur sosial baru (Faruk, 2012a, hlm. 164-‐165).
Marxisme adalah teori kemasyara-‐ katan dan penerapan pentransformasian masyarakat dalam sastra tentang perta-‐ rungan kelas ketika suatu kelas berusa-‐
ha membebaskan diri dari bentuk-‐ben-‐ tuk eksploitasi dan tekanan kelas lainnya (Eagleton, 2002, hlm. vi-‐vii). Marxisme memercayai bahwa di dalam masyara-‐ kat terdapat kontradiksi-‐kontradiksi dan pertarungan kelas yang hanya dapat di-‐ selesaikan dengan perubahan sosial. Di dalam konsep teori Marxis terdapat dua tipe kelas, yaitu proletariat dan kapitalis. Proletariat adalah para pekerja yang menjual tenaga dengan imbalan upah, sedangkan orang yang memberi upah adalah kaum kapitalis (Ritzer, 2008, hlm. 65).
Goldmann (1981) menggambarkan pe-‐ nonjolan diri dari suatu kelompok ma-‐ syarakat tertentu sebagai upaya untuk merespons masalah yang ditimbulkan oleh kelompok sosial lain atau lingkung-‐ an sekitar. Dengan kata lain, pandangan dunia merupakan perspektif yang kohe-‐ ren atau satu kesatuan hubungan antara manusia dan manusia, dan antara manu-‐ sia dengan alam sekitar. Pandangan du-‐ nia bukan realitas empiris, melainkan in-‐ strumen konseptual yang dibangun oleh struktur pemikiran individual. Sebagai kesadaran kolektif, pandangan dunia adalah hasil interaksi antara subjek ko-‐ lektif dengan lingkungan sekitar kemu-‐ dian terbangun situasi dan mentalitas baru dengan meninggalkan mentalitas yang lama (hlm. 111-‐112).
Pandangan dunia pengarang tidak sekadar gagasan abstrak, tetapi merupa-‐
kan gaya hidup yang dapat mempersa-‐ tukan kelas dan membedakannya de-‐ ngan kelas sosial lainnya. Pandangan du-‐ nia ini dikaitkan dengan struktur sosial masyarakat sekitar pada saat suatu kar-‐ ya itu diciptakan. Dalam novel Senja di
Jakarta struktur sosial masyarakat ada-‐ lah struktur sosial masa pemerintahan Orde Lama.
METODE
Menurut Goldmann (Eagleton, 2002) struktur teks sastra dapat mewujudkan struktur pikiran (pandangan dunia) ke-‐ las-‐kelas atau kelompok-‐kelompok sosi-‐ al penulis berasal. Karya sastra awalnya tidak dilihat sebagai ciptaan individu, te-‐ tapi sebagai struktur mental transindi-‐ vidu kelompok sosial tertentu dan penu-‐ lis besar adalah individu istimewa yang mencoba mengubah gagasan, nilai, dan aspirasi menjadi seni pandangan dunia kelompok atau kelas (hlm. 39).
Untuk mendapatkan pengetahuan tentang struktur karya sastra yang mem-‐ punyai arti, Goldmann mengembangkan metode penelitian dialektis. Sebetulnya, metode dialektis itu bukan berasal dari Goldmann sendiri, melainkan sudah ada sejak berabad-‐abad lamanya. Gagasan dasar dialektika adalah menganggap be-‐ tapa pentingnya arti kontradiksi karena kontradiksi-‐kontradiksi tersebut selalu eksis dalam realitas. Bagi Marxisme, kon-‐ tradiksi itu penting untuk perubahan historis, misalnya kontradiksi kapitalis-‐ me dan kontradiksi kelas. Kontradiksi kapitalisme adalah hubungan antara ka-‐ pitalis, pemilik pabrik, dan para pekerja dengan kapitalisme yang semakin luas, jumlah pekerja yang dieksploitasi sema-‐ kin banyak.
Metode dialektis diawali dari sebu-‐
ah prinsip dasar bahwa pengetahuan atas fakta empiris akan tetap dangkal dan abstrak jika tidak dikonkretkan. De-‐ mikian pula, karya sastra tidak dapat di-‐ mengerti selama tetap pada level tulisan dan ide hanya merupakan aspek parsial yang abstrak dalam kehidupan manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, fak-‐ ta empiris harus diintegrasikan ke dalam satu keseluruhan, dan sebaliknya, kese-‐ luruhan hanya dapat dipahami dengan
ATAVISME, Vol. 19, No. 2, Edisi Desember, 2016: 162—175
pengetahuan parsial. Metode dialektis, menurut Goldmann (1977) sangat khas karena berawal dari teks dan berakhir pada teks. Sudut pandang dialektis tidak bergerak secara horizontal dan setiap fakta atau gagasan individual baru mem-‐ punyai arti jika ditempatkan dalam satu keseluruhan, demikian pula sebaliknya, untuk mengetahui keseluruhan harus memahami bagian-‐bagiannya. Pada gilir-‐ annya, manusia hanyalah suatu elemen dari keseluruhan. Pola pikir dialektis ti-‐ dak ada starting point yang valid dan mutlak, tidak ada masalah yang pada akhirnya diatasi secara pasti, pengetahu-‐ an ke depan ditentukan sebagai gerakan yang terus-‐menerus, bolak-‐balik, dari ke-‐ seluruhan ke bagian dan dari bagian ke keseluruhan yang bergerak secara me-‐ lingkar (hlm. 5-‐8).
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Konseptual
Konsep struktur dalam strukturalisme-‐ genetik terbangun atas dasar dua kelas yang saling bertentangan karena terda-‐ pat dominasi suatu kelas terhadap kelas lainnya. Dominasi itu akan tetap diperta-‐ hankan dan diperkuat dengan kekuatan ideologi, tetapi kekuatan kelas yang mendominasi tersebut dapat berubah ketika kelas yang dikuasai berupaya me-‐ ngambil alih kekuasaan, kemudian mem-‐ bentuk struktur sosial yang baru. Dalam strukturalisme-‐genetik, konsep struktur bersifat tematis, artinya yang menjadi pusat perhatian adalah relasi tokoh de-‐ ngan tokoh lainnya.
Levi Strauss menyebut relasi-‐relasi yang terdapat dalam teks sebagai oposisi biner atau oposisi berpasangan. Menu-‐ rut Levi Strauss (Ahimsa, 2006) oposisi biner dibedakan menjadi dua, yaitu opo-‐ sisi biner yang eksklusif dan oposisi bi-‐ ner tidak eksklusif. Oposisi biner eksklu-‐ sif misalnya pasangan antara menikah-‐ tidak menikah, sedangkan oposisi biner yang tidak eksklusif banyak ditemukan
dalam berbagai macam kebudayaan, mi-‐ salnya siang-‐malam, matahari-‐rembulan, laki-‐laki-‐perempuan, kaya-‐miskin, dan sebagainya (hlm. 69).
Seperti yang dikatakan oleh Goldmann (1981), strukturalisme-‐gene-‐ tik mengekspresikan sebuah pandangan dunia secara konseptual. Novel adalah cerita mengenai pencarian terhadap ni-‐ lai-‐nilai otentik dalam dunia yang terde-‐ gradasi. Pencarian ini dilakukan oleh se-‐ orang hero yang problematik. Struktur konseptual terbentuk melalui hubungan oposisi berpasangan.
Struktur Konseptual Novel Senja di Ja-‐ karta
Pandangan dunia kelompok demokrat, nasionalis, dan agama dioperasikan da-‐ lam novel Senja di Jakarta mulai awal hingga akhir cerita. Ketiganya merupa-‐ kan kesatuan meskipun pada akhirnya baik demokrasi, nasionalisme, maupun agama terdesak oleh dominasi Partai Ko-‐ munis Indonesia. Bahkan, tokoh agama sebagai pembela rakyat dimatikan. De-‐ mikian pula, nasionalisme dan demo-‐ krasi tertekan oleh sikap kaum borjuis. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa dekade lima puluhan hingga awal deka-‐
de enam puluhan, komunisme sedang ja-‐ ya-‐jayanya di Indonesia. Demokrasi ada-‐ lah jembatan untuk mencapai kebaha-‐ giaan bagi rakyat Indonesia, nasionalis-‐ me awalnya sebagai semboyan untuk mendukung revolusi, kini hanya sebagai mitos atau semboyan tanpa kreativitas.
Struktur konseptual dalam novel Senja di Jakarta dapat dilihat dari struk-‐ tur ruang yang terbangun atas dasar oposisi berpasangan dan alur yang me-‐ rupakan rangkaian peristiwa atau keja-‐ dian. Tokoh-‐tokoh yang dimunculkan mewakili kelompok masyarakat, seperti: Akhmad (kelompok komunisme) lawan Murhalim (kelompok agama); Raden Kaslan (kelompok borjuis) lawan Pak Ijo dan juga Saimun (kelompok orang-‐orang
Urbanisme, Urbanisasi, dan Masyarakat Urban … (Purwantini)
miskin); Suryono (kelompok apatis) la-‐ memasukkan studi Jakobson tentang sis-‐ wan Pranoto (kelompok nasionalis);
tem fonemik ke dalam studi struktur ke-‐ Sugeng (kelompok individualis) lawan
kerabatan. Kemudian, Levi Strauss me-‐ Iesye (kelompok demokratis); Husin
nunjukkan pemakaian ilustrasi mitos Limbara, Udin, dan Bambang (kelompok
Oedipus dengan menstrukturkan pengi-‐ partai) lawan Hermanto (kelompok bu-‐
sahan mitos tersebut berupa pembacaan ruh); Dahlia, Istri bekas pengikut NICA,
horizontal dari unit dasar. Tujuannya lawan Idris-‐Suami, bekas pejuang ke-‐
untuk menstrukturkan pengisahan mi-‐ merdekaan.
tos, sedangkan ruang atau kolom verti-‐ Semua oposisi berpasangan terse-‐
kal akan mengungkap arti mitos. Struk-‐ but tidak eksklusif, artinya berkaitan
tur horizontal dalam novel Senja di Ja-‐ dengan berbagai kebudayaan. Levi
karta dapat dilihat pada Tabel 1. Strauss memulai penelitiannya dengan
Tabel 1: Struktur Horizontal Novel Senja di Jakarta
Komunis /Akhmad
Agama/Murhalim
Kaya/Raden Kaslan Miskin/Pak Ijo-‐Saimun Apatis/Suryono/Fatma
Nasionalis/Pranoto/Idris Individualis/Sugeng
Demokratis/Iesye
Partai Politik/Husin Limbara
Buruh/Hermanto
Pengikut NICA
Pejuang kemerdekaan
Istri
Suami
Kelompok komunis dioposisikan kuli tersebut berasal dari desa yang pin-‐ dengan kelompok agama, antara lain
dah ke kota untuk mencari pekerjaan orang-‐orang kaya yang sangat apatis ka-‐
dan mereka menjadi kuli pengangkut rena hanya mementingkan kepentingan
sampah. Dalam bulan Mei ini, Suryono, diri sendiri atau kelompoknya saja.
anak Raden Kaslan, baru pulang dari Orang-‐orang kaya yang merupakan ke-‐
Amerika. Sampai di rumah yang dijum-‐ lompok partai politik yang mempunyai
painya adalah istri ayahnya yang ber-‐ sifat serakah dioposisikan dengan ke-‐
nama Fatma karena ayahnya tidak ada di lompok buruh yang mempunyai sifat de-‐
rumah. Mereka berdua kemudian ber-‐ mokratis. Istri atau perempuan memiliki
main cinta. Pada bulan Juni hingga Ok-‐ sifat individualistis yang mementingkan
tober, tokoh-‐tokoh yang beraneka ragam materi atau kenikmatan duniawi sehing-‐
sifat dan perilakunya ditampilkan, mulai
ga memengaruhi suami agar menghalal-‐ dari Dahlia, Raden Kaslan hingga Husin kan berbagai cara untuk memperoleh
Limbara. Dahlia adalah istri Idris yang uang. Hal ini identik dengan kaum bor-‐
selalu menjual diri ketika suaminya tidak juis, dan juga orang-‐orang pengikut
ada di rumah; Raden Kaslan adalah se-‐ NICA. Dengan demikian, orang-‐orang ka-‐
orang bangsawan dari Yogya; dan, Husin ya tidak memiliki jiwa nasionalis, rasa
Limbara, tokoh partai Indonesia yang demokrasi, bahkan tidak beragama. Aga-‐
berperilaku tidak baik karena meman-‐ ma adalah musuh orang-‐orang kaya, mu-‐
faatkan partai sebagai alat untuk men-‐ suh kelompok komunis.
cari uang. Raden Kaslan mendirikan NV-‐ Peristiwa awal dimulai pada bulan
NV kosong atas namanya, nama istrinya, Mei ketika Saimun dan Itam para kuli pe-‐
dan nama anaknya. Bulan November ngangkut sampah sedang menurunkan
hingga Januari adalah penangkapan se-‐ sampah di tempat penampungan. Kedua
cara besar-‐besaran terhadap anggota
ATAVISME, Vol. 19, No. 2, Edisi Desember, 2016: 162—175
partai Indonesia, utamanya adalah terbukti melakukan penipuan dan pe-‐ Raden Kaslan. Selain Raden Kaslan, juga
langgaran.
ada Sugeng. Awalnya Sugeng adalah pe-‐ Jika struktur horizontal bertujuan gawai negeri sipil. Karena menuruti ke-‐
untuk mencari susunan cerita, sebalik-‐ inginan istrinya, Sugeng keluar dari pe-‐
nya struktur vertikal bertujuan untuk gawai negeri sipil kemudian mendirikan
mendapatkan arti cerita. Perhatikan NV fiktif. Sugeng ditangkap polisi karena
Diagram 1.
Diagram 1: Struktur Horizontal dan Vertikal
Agama ! Miskin ! Nasionalis ! Demokratis ! Buruh ! Pejuang Kemerdekaan ! Suami -‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐ Komunis ! Kaya ! Apatis ! Individualis ! Partai Politik ! Pengikut NICA ! Istri
Partai politik hanya mementingkan dengan NICA daripada bangsanya sendi-‐ kepentingan individu atau kelompoknya
ri. Ketika terjadi penyerahan kekuasaan saja. Akibatnya negara mengalami krisis
dari Belanda kepada RIS, Idris dan moral. Demokrasi telah mati; para buruh
Dahlia bertemu, pada saat itu pula mere-‐ ditekan untuk kepentingan partai po-‐
ka menikah. Idris bekerja sebagai pega-‐ litik; pejuang kemerdekaan seperti Idris,
wai negeri dengan gaji pas-‐pasan sehing-‐ hidupnya tetap miskin. Pada umumnya,
ga Idris tidak dapat memenuhi kebutuh-‐ orang-‐orang nasionalis adalah pegawai
an hidup istrinya. Dahlia akhirnya men-‐ negeri tulen dan tidak kaya. Idris, bekas
cari kesenangan bersama laki-‐laki lain pejuang Republik dari Yogya, pindah ke
dan tambahan uang dengan jalan men-‐ Jakarta bekerja sebagai pegawai negeri
jual diri kepada laki-‐laki kaya seperti pada Kementerian PP dan K. Jadi, kaum
Suryono. Meskipun mereka berdua baru nasionalis adalah pejuang kemerdekaan
saja berkenalan, tetapi mereka sudah be-‐ yang identik dengan kemiskinan.
rani melakukan hubungan badan.
Babu mengatakan, bahwa nyonya pergi Dia mendekatkan tubuhnya pada ke Pasar Baru. Idris melihat jamnya.
Suryono, dan ke hidung Suryono mem-‐ Hari telah jam dua siang. Lama juga dia
bumbung harum minyak wangi yang berbelanja-‐belanja, entah dari mana dia
dipakainya, dan panas tubuh Dahlia mendapat uang, pikirnya. Ingat uang ini
mengalir ke badannya. menimbulkan perasaan yang menyayat
Dahlia menarik tangannya, dan mem-‐ sebentar dalam hatinya. Telah lama dia
bawanya masuk ke dalam. Dahlia me-‐ ingin bertanya dari mana Dahlia dapat
nguncikan pintu kamar. Kamar tidur itu membeli kain batik dan kebaya yang
amat necis sekali. Sprei tempat tidur bagus-‐bagus dan baru-‐baru. Sudah ti-‐
putih bersih, dan baru ditukar. Sebuah dak bisa dia percaya, bahwa Dahlia
meja berhias di sudut. Dahlia menutup amat pandai menyimpan gajinya untuk
jendela, dan segera membuka pakaian-‐ dapat membeli semua itu. (Lubis, 2009,
nya (Lubis, 2009, hlm. 105). hlm. 171-‐172)
Idris mengawini Dahlia karena cin-‐ Dahlia bukan tipe wanita yang setia
ta, tetapi Dahlia sebaliknya tanpa cinta. pada suami. Semasa masih gadis, Dahlia
Lain halnya dengan Pranoto; meskipun lebih suka bekerja dengan NICA dari-‐
mencintai Connie, Pranoto tidak dapat pada dengan bangsanya sendiri. Semasa
menikahi Connie karena perbedaan ke-‐ masih gadis, Dahlia lebih suka bekerja
bangsaan, kebudayaan, dan tingkat
Urbanisme, Urbanisasi, dan Masyarakat Urban … (Purwantini)
hidup. Connie adalah warga negara
… tahukah engkau bahwa agama Islam
Amerika, sedangkan Pranoto adalah
itu ialah kepercayaan yang dibikin oleh
warga negara Indonesia. Sikap nasiona-‐
kaum pedagang borjuis Arab dahulu
lis Pranoto adalah mencintai bangsa dan
kala engkau lihatlah di negeri Arab sen-‐
negara Indonesia dan jika menikah ha-‐ diri apa yang dibuat Islam untuk rakyat
yang terus menerus tersiksa dari abad
rus menikah dengan bangsanya sendiri
ke abad hingga sekarang, sedang kaum
bukan dengan bangsa lain. Keputusan
feodalnya hidup dalam kemewahan
Pranoto untuk tetap tinggal di Indonesia
yang berlimpah-‐limpah, dan lihat pula
karena ia ingin menebus perjuangan ka-‐
pada banyak pemimpin Islam sekarang
wan-‐kawannya yang telah mati dan ti-‐
yang berlomba-‐lomba memburu harta.”
dak ingin perjuangan itu dikotori oleh
… Ah, engkau seperti dulu saja, balas
kaum politisi yang tidak punya kehor-‐
Akhmad, tidak percaya pada kemajuan
matan.
manusia berpikir (Lubis, 2009, hlm. 290-‐291).
Saya terlalu cinta padamu Connie, de-‐
mikian dia sering menulis, untuk me-‐
Agama dilecehkan oleh kelompok
ngawinimu dan membawamu kini ke
sosial komunis atau kaum marxis, kaum
dalam hidup bangsa saya sendiri. Eng-‐
borjuis, dan kaum apatis. Negara dikua-‐
kau tidak akan bisa hidup sebagai wa-‐
sai oleh partai politik yang tidak profe-‐
nita dan istri Indonesia yang dapat saya
sional karena orang-‐orang partai terse-‐
ongkosi dengan penghasilan saya. Ting-‐
but menyalahgunakan kekuasaan de-‐
kat hidup yang engkau biasa terlalu
ngan cara menipu rakyat dan negara.
berlipat ganda lebih tinggi dari tingkat
Tindak korupsi serta penipuan dilaku-‐
hidup bangsa saya. Dan saya menghen-‐ daki agar istri saya hidup tak ubahnya
kan oleh orang-‐orang partai secara te-‐
dengan hidup bangsa saya sendiri …
rang-‐terangan dan terbuka, misalnya
Aku punya kewajiban di sini di tanah
mendirikan NV dan CV fiktif. Pada akhir-‐
airku terhadap bangsaku, yang mesti
nya, tokoh-‐tokoh partai banyak yang di-‐
aku lakukan untuk menebus perjuang-‐
tangkap dan yang melarikan diri ke luar
an kawan-‐kawanku itu mati tidak un-‐
negeri diminta pulang secara paksa.
tuk membikin negeri saya merdeka dan kemudian diisap oleh kaum politisi
Surat kabar yang terbit petang di Jakar-‐ yang tidak berwatak dan tidak punya
ta tanggal 25 Januari itu mengumum-‐ kehormatan. (Lubis, 2009, hlm. 225-‐
kan penangkapan beberapa orang pe-‐ 226).
gawai Kementerian Perekonomian, di antaranya seorang bernama S yang te-‐
Sikap nasionalisme masih tetap me-‐
lah berhenti dan mempunyai perusaha-‐
lekat pada jiwa Idris maupun Pranoto,
an sendiri, dan juga diumumkan, bah-‐
tetapi lain halnya dengan demokrasi dan
wa pihak yang berwajib telah mengirim
agama. Demokrasi telah mati. Agama di-‐
kawat kepada kedutaan kedutaan Re-‐
lecehkan sehingga agama disingkirkan
publik Indonesia di luar negeri menyu-‐
dari percaturan politik. Percakapan an-‐ ruh pulang kembali Raden Kaslan. Da-‐
lam berita tersebut selanjutnya dise-‐
tara Akhmad, tokoh komunis, dan
butkan, bahwa polisi telah membong-‐
Murhalim, tokoh agama Islam, meng-‐
kar banyak manipulasi lisensi dan men-‐
gambarkan bahwa saat itu kelompok ko-‐
dapat pengakuan di dalam Kemente-‐
munis sedang jaya-‐jayanya karena men-‐
rian Perekonomian, dan Raden Kaslan,
dapat dukungan dari pemerintah Orde
seorang tokoh partai terkenal, telah di-‐
Lama, sebaliknya Islam selalu direndah-‐
panggil pulang untuk diminta keterang-‐
kan.
annya mengenai beberapa soal yang
ATAVISME, Vol. 19, No. 2, Edisi Desember, 2016: 162—175
sedang dalam penyelidikan polisi. (Lubis, 2009, hlm. 372-‐373).
Dalam kontradiksi antara kelompok agama lawan komunis, nasionalis lawan apatis, demokratis lawan individualis, buruh lawan partai politik, pejuang ke-‐ merdekaan lawan pengikut NICA, suami lawan istri, pada akhirnya kelompok agamalah yang menang. Kelompok aga-‐ ma identik dengan sifat nasionalisme, demokrasi, semangat pejuang kemerde-‐ kaan, dan tanggung jawab seorang sua-‐ mi. Awalnya, kelompok komunis, apatis, individualis, pengikut NICA, dan istri sa-‐ ngat dominan dan berkuasa di dalam masyarakat. Pada malam tanggal 26 Ja-‐ nuari polisi susila mengadakan razia ter-‐ hadap para pelacur ibu kota yang mela-‐ curkan diri di pinggir jalan. Ketika Saimun mendengar berita tertangkap-‐ nya Neneng, saat itu pula Saimun me-‐ ngakui Neneng sebagai istrinya.
Aduh kak, “katanya” tolong aku. Kalau ada yang ngaku laki, katanya boleh pu-‐ lang sekarang. Neng, aku mau, kata Saimun, kita nikah saja nanti, kita pu-‐ lang ke kampung ... Neneng mengang-‐ guk pada Saimun. Hati Saimun amat besarnya, hingga ke-‐ tika seorang agen polisi berteriak me-‐ nyuruhnya pergi, “Hai” lu di sana nga-‐ pain dekat-‐dekat, apa memang bini lu? Maka Saimun dengan berani menja-‐ wab, “Benar pak, ini bini saya”, dan dia memegang tangan Neneng erat-‐erat. Takutnya pada polisi jadi hilang. Dia bersedia kini memperjuangkan hidup-‐ nya dengan Neneng (Lubis, 2009, hlm. 401-‐402).
Demokrasi, Nasionalisme, dan Agama dalam Struktur Sosial Masa Pemerin-‐ tahan Orde Lama
Menurut Deliar Noer (1987), tahun 1957 hingga 1965 merupakan masa menurun-‐ nya peran demokrasi di Indonesia, bah-‐ kan hampir saja berganti menjadi dikta-‐ tor.
Sekurang-‐kurangnya,
dengan
berlakunya kembali UUD 1945 pada ta-‐ hun 1959, di masa ini tercatat bangkit dan berkembangnya suatu pemerintah-‐ an otokratis yang menumpas tanpa se-‐ gan setiap pihak oposisi atau pandangan yang tidak menyetujuinya. Sistem ini se-‐ cara populer disebut demokrasi terpim-‐ pin, nama yang diberikan oleh Presiden Soekarno. Menurut Soekarno, sistem de-‐ mokrasi terpimpin dianggap sesuai de-‐ ngan keadaan dan keperluan di tanah air. Namun, pada tahun-‐tahun pertama, pemikiran atau gagasan Soekarno ber-‐ akibat pada prosedur pembentukan ka-‐ binet dan campur tangan militer dalam politik. Kabinet dalam pemerintahan Soekarno tidak berumur panjang dan se-‐ ring berganti-‐ganti. Selain itu, campur ta-‐ ngan militer diindikasikan oleh, misal-‐ nya, terjadinya pemberontakan di Suma-‐ tera dan Sulawesi pada tahun 1958. PKI berhasil meningkatkan perannya dalam pemerintahan dan bekerja sama lebih erat dengan presiden. Saat itu, presiden sangat tergantung pada negara-‐negara komunis, terutama Cina, dalam politik luar negerinya. Sebaliknya, sejak terjadi-‐ nya pemberontakan PKI di Madiun, baik PKI maupun militer saling curiga (hlm. 349-‐350).
Menurut Natsir (Noer, 1986) demo-‐ krasi atau kebebasan telah lenyap dan zaman penjajahan kembali lagi di tanah air. Empat kebebasan, yaitu kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebe-‐ basan dari kekurangan, dan kebebasan dari ketakutan telah lenyap, dan bergan-‐ ti dengan penjajahan. Demokrasi parle-‐ men adalah bentuk pemerintah yang pa-‐ ling beradab. Demokrasi tersebut me-‐ mungkinkan kita untuk menyelenggara-‐ kan perubahan sosial dan ekonomi seca-‐ ra drastis, bahkan secara revolusioner melalui proses damai (hlm. 359).