PENERAPAN PMRI PADA MATERI INTEGRAL KELA

PENERAPAN PMRI PADA MATERI INTEGRAL KELAS XII SMA N 3
PALEMBANG

Disusun Oleh:
Andriyansyah (14221005)
Kelas:
Matematika 1/2014
Dosen Pengampu:
Tria Gustiningsi, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2017

A. Judul
Penerapan PMRI pada materi Integral kelas SMA N 3 PALEMBANG
B. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu universal yang melingkupi berbagai bidang
dalam kehidupan. Matematika menjadi alat bantu di kehidupan yang menunjang
ilmu-ilmu kehidupan, seperti Biologi, Kimia dan Fisika: serta menjadi ilmu pokok

dalam perkembangan teknologi di dunia (Yuliati, 2013). Oleh karena itu
matematika menjadi ilmu yang sangat penting dalam kehidupan.
Sebagai ilmu yang universal pembelajaran matematika mempunyai beberapa
tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik. Menurut KEMENDIGBUD
(2016:4), tujuan pendidikan matematika yang pertama adalah memahami konsep
dan menerapkan prosedur matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian pemahaman konsep sangat penting dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tantang Sistem Pendidikan Nasional setip siswa yang berada pada jenjag
pendidikan dasar dan menengah wajib mengikuti pelajaran matematika (BAB X
pasal 37 ayat 1). Salah satu sekolah menengah di indonesia adalah SMA. Di
dalam jengang pendidikan SMA terdapat banyak kompetensi matematika.
Menurut KEMENDIGBUD (2016:5), salah satu kompetensi matematika untuk
SMA/MA/SMK/MAK adalah Integral.
Integral merupakan materi yang dipelajari di kelas XII. Didalam
mempelajarinya, ketelitian, keterampilan, dan kecepatan dalam berfikir sangat
diperlukan saat mempelajari matematika. Integal memiliki karakteristik yang
cukup abstrak, dan didalamnya berisi cukup banyak rumus. Umumnya materi
integral, diajarkan setelah siswa menyelesaikan materi prasyarat yaitu Limit dan
Diferensial. Selain kedua materi tersebut, banyak materi lain yang juga

merupakan dasar dan terkait langsung dengan operasi-operasi dalam integral.
Materi tersebut antara lain aljabar, geometri dan trigonometri. Oleh karena itu
siswa mengalami berbagai macam kesulitan untuk menyelesaikan masalah
pengintegralan (Nurimayati, 2015:14).

Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika salah satunya
adalah kurangnya pemahaman masalah konsep itu sendiri, jika siswa tidak
memahami konsep sebelumnya maka kebanyakan siswa akan macet dalam
melanjutkan langkah selanjutnya (Yudianto, 2015:34). Yasin dan Enver
menyatakan bahwa beberapa kesulitan yang teridenfikasi adalah lemahnya
pemahaman terkait konsep dasar integral..
Menurut Darma dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa masih
terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep. Hal tersebut
menunjukkan bahwa konsep-konsep matematika yang diajarkan masih kurang
dipahami, dan masih perlu untuk ditingkatkan lagi.
Faktor pendekatan belajar merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pemahaman konsep siswa. Faktor tersebut bersumber dari strategi yang digunakan
oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Untuk memberikan pemahaman
konsep kepada siswa dalam pembelajaran bukanlah hal yang mudah. Guru harus
memilih strategi pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat memahami materi

pelajaran dengan mudah (Jayanti, 2013:3). Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk dapat menanamkan konsep integral kepada siswa..
Menurut Nugraeni dan Sugiman (2013:11), dalam penelitianya menyimpulkan
bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMRI berpengaruh terhadap
pemahan konsep matematis siswa.
Menurut Dolk dalam Hartono (2008), Realistic mathematics education, yang
diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah
pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh
sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di
Negeri Belanda. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa
menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalahmasalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula
dari pemecahan masalah.
PMRI sangat cocok digunakan untuk memahamkan kepada siswa konsep
Integral. Dengan PMRI siswa diajak untuk menemukan konsep integral dari
kehidupan nyata. Salah satu objek dunia nyata yang dapat dihitung menggunakan

integral dalam kehidupan nyata adalah kelopak bunga. Kelopak bunga memiliki
bidang datar yang tidak beeraturan sehingga sulit dicari luas permukaanya.
Dengan PMRI siswa diajak bereksplorasi untuk mencari luas kelopak bunga. Hal

tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep integral kepada siswa.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengambil judul penelitian
Penerapan PMRI pada materi Integral kelas XII SMA N 3 Palembang.
C. Rumusan Masalah :
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi integral setelah digunakan
pendekatan PMRI pada siswa kelas XII?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
pemahaman konsep siswa pada materi integral setelah digunakan pendekatan
PMRI pada siswa kelas XII
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Peneliti
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai wawasan
pengetahuan tentang bagaimana penerapan PMRI pada materi integral kelas
XII
b. Bagi Guru
Adapun manfaat penelitian ini bagi guru adalah sebagaisalah satu alternatif
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menanamkan konsep

materi Integral
c. Bagi siswa
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi guru adalah siswa dapat memahami
konsep integral dengan pendekatan PMRI

d. Bagi Sekolah
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi sekolah adalah sebagai masukan
dalam menentukan kebijakan tentang pendekatan yang dapat digunakan
oleh guru sebagai upaya meningkatkan kualitas mutu pendidikan.
F.

Tinjauan Pustaka
1.

Pemahaman Konsep Matematika
a.

Pengertian
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan


konsep. Menurut KBBI pemahaman berarti proses, cara, perbuatan
memahami atau memahamkan. Sedangkan konsep berarti ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
Menurut Hamalik (2001,162) Pemahaman adalah kemampuan untuk
menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Sedangkan konsep adalah
suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum.
Sadiman (2008: 42) yang menyatakan bahwa Pemahaman atau
comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Oleh
sebab itu, belajar harus mengerti secara makna dan filosofinya, maksud
implikasi

sertaaplikasi-aplikasinya,

sehingga

menyebabkan

siswa

memahami suatu situasi.

Mulyasa (2005: 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah
kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Sejalan
dengan pendapat di atas, Rusman (2010: 139) menyatakan bahwa
pemahaman merupakan proses individu yang menerima dan memahami
informasi yang diperoleh dari pembelajaran yang didapat melalui
perhatian.
Winkel (2000: 44) menyatakan bahwa konsep dapat diartikan
sebagai suatu sistem satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep matematika disusun secara
berurutan

sehingga

konsep

sebelumnya

akan

digunakan


untuk

mempelajari konsep selanjutnya. Misalnya konsep luas persegi diajarkan
terlebih dahulu daripada konsep luas permukaan kubus. Hal ini karena

sisi kubus berbentuk persegi sehingga konsep luas persegi akan
digunakan untuk menghitung luas permukaan kubus. Pemahaman
terhadap konsep materi prasyarat sangat penting karena apabila siswa
menguasai konsep materi prasyarat maka siswa lebih mudah untuk
memahami konsep materi selanjutnya.
Sedangkan menurut Soedjadi (2000: 14) Konsep adalah ide abstrak
yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan
sekumpulan obyek. Sebagai contoh, segitiga adalah nama dari suatu
konsep abstrak dan bilangan asli adalah nama suatu konsep yang lebih
kompleks karena terdiri dari beberapa konsep yang sederhana, yaitu
bilangan satu, bilangan dua, dan seterusnya. Konsep berhubungan erat
dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi konsep.
Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran
atau lambang dari konsep yang didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa

yang dimaksud konsep tertentu.
Menurut Rosmawati dalam M, Padma Mike Putri dkk (2012: 68),
Pemahaman konsep adalah penguasaan sejumlah materi pembelajaran,
dimana siswa tidak hanya mengenal dan mengetahui, tapi mampu
mengungkapkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti serta
mampu mengaplikasikannya.
Berdasarkan beberapa definis diatas dapat disimpulkan pemahaman
konsep adalah kemampuan untuk menjelaskan dan mengartikan suatu
konsep atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Sedangkan
pemahaman

konsep

matematika

merupakan

kemampuan

untuk


menjelaskan dan mengartikan konsep-konsep atau kategori matematika.
b.

Indikator pemahaman konsep matemtika
Menurut

Shadiq

(2009:14),

Indikator

yang

menunjukkan

pemahaman konsep antara lain adalah:
1) Menyatakan ulang sebuah konsep.
2) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai

dengan konsepnya).
3) Memberi contoh dan non contoh dari konsep.

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis.
5)

Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah
Sedangkan menurut Kilpatrick dkk dalam Mutohhar (2016:8),
indikator pemahaman konsep adalah:
1) Menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari
2) Mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya
persyaratan untuk membentuk konsep tersebut
3) Menerapkan konsep secara algotitma
4) Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematika
5) Mengaitkan berbagai macam konsep (Internal dan Eksternal
matematika
Dalam penelitian ini peneliti menggambil indikator pemahaman
konsep oleh Shadik. Adapun Penjabaran dari ke enam indikatator
tersebut Menurut Mutohhar adalah:
1) Menyatakan Ulang Sebuah Konsep merupakan indikator yang
digunakan

untuk

mengukur

kemampuan

siswa

dalam

menyatakan ulang sebuah konsep dengan bahasanya sendiri.
2) Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-siffat tertentu
sesuai dengan konsepnya merupakan indikator kedua dalam
pemahaman konsep matematis. Yang dilihat dalam indikator ini
adalah kemampuan siswa dalam mengelompokan suatu masalah
berdasakan sifat-sifat yang dimili yang terdapat dalam materi
integral
3) Memberi contoh dan non contoh dari suatu konsep melihat
kemampuan siswa untuk membedakan mana yang termasuk
contoh dan bukan contoh dari konsep integral
4) Menyajikan konsep dalam berbagai

bentuk representasi

matematis, yaitu indikator yang menlihat kemampuan siswa
dalam menyajikan konsep integral

5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
adalah indikator yang melihat kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal sesuai dengan prosedur berdasarkan syarat
cukup yang telah diketahui.
6) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan
masalah adalah indikator yang terakhir. Indikator ini melihat
kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep dalam suatu
pemecahan masalah berdasrkan langkah-langkah yang benar.
c.

Tingkat Pemahaman Konsep
Sudjana (2009:24), menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan

kedalam tiga kategori, yaitu: Tingkat terendah adalah pemahaman
terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya,
mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip. Tingkat kedua adalah
pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian dengan yang
diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. Tingkat
ketiga merupakan tingkat pemahaman ekstrapolasi.
Menurut

Gulo

(2008:59-60)

kemampuan-kemampuan

yang

tergolong dalam pemahaman suatu konsep mulai dari yang terendah
sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut:
1) Translasi, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu
menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Simbol berupa katakata (verbal) diubah menjadi gambar atau bagan atau grafik.
2) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang
terdapat di dalam simbol, baik simbol verbal maupun yang
nonverbal.

Dalam

kemampuan

ini,

seseorang

dapat

menginterpretasikan sesuatu konsep atau prinsip jika ia dapat
menjelaskan secara rinci makna atau konsep atau prinsip,
ataudapat

membandingkan,

membedakan,

atau

mempertentangkan dengan sesuatu yang lain.
3) Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau
arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Kalau kepada siswa

misalnya dihadapi rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, maka dengan
kemampuan ekstrapolasi mampu menyatakan bilangan pada
urutan ke-6, ke-7 dan seterusnya.
2.

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia

a) Sejarah Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan
matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika
yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari
Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Proyek pertama
yang berhubungan dengan RME adalah proyek Wiskobas oleh Wijdeveld dan
Goffree. Menurut Freudenthal, matematika harus dihubungkan dengan
kenyataan, berada dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan
masyarakat agar memiliki nilai manusiawi. Pandangannya menekankan
bahwa materi-materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas
manusia (human activity). Pendidikan seharusnya memberikan kesempatan
siswa untuk “re-invent” (menemukan/menciptakan) matematika melalui
praktek (doing it). Dengan demikian dalam pendidikan matematika,
seharusnya tidak sebagai sistem yang tertutup tetapi sebagai suatu aktivitas
dalam proses pematematikaan (Siswono, 2006:2).
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan
matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan
kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah
nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari
pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima
pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan
konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini
dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi,
2005).
Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar
matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata
pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata
digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan

bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika
realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia
nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang tak
berujung (lihat Gambar 1) (Hadi, 2005).
Dunia Nyata

Matematisasi

Matematisasi

dan aplikasinya

dan refleksi
Abstraksi dan
formalisasi

Treffer

dalam

pematematikaan
Pematematikaan

Siswono
yaitu,

(2006:2)

merumuskan

pematematikaan

horisontal adalah

horisontal

dua

tipe

dan

proses
vertikal.

siswa dengan pengetahuan

yang

dimilikinya (mathematic basic) dapat mengorganisasikan dan memecahkan
masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pematematikaan
vertikal adalah proses reorganisasi dalam sistem matematika itu sendiri.
Sebagai contoh menemukan cara singkat hubungan antara konsep-konsep dan
strategi-strategi, dan kemudian menerapkan strategi-strategi itu. Singkatnya,
Freudhental mengatakan pematematikaan horisontal berkaitan dengan
perubahan dunia nyata menjadi simbol-simbol dalam matematika, sedangkan
pematematikaan vertikal adlah pengubahan dari simbol-simbol ke simbol
matematika lainnya (moving within the world of symbnol). Meskipun
perbedaan antara dua tipe ini menyolok, tetapi tidak berarti bahwa dua tipe
tersebut terpisah sama sekali. Freudhental menekankan bahwa dua tipe
tersebut sama-sama bernilai. Pemerinta Belanda mereformasikan pendidikan
matematika dengan istilah “realistic” tidak hanya berhubungan dengan dunia
nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah nyata yang dapat
dibanyangkann (to imagine). Kata “to imagine” sama dengan “zich Realiseren” dalam bahasa Belanda. Jadi penekanannya pada membuat suatu masalah
itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep yang
abstrak (formal), dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa, selama konsep

itu nyata berada (dapat diterima oleh) pikiran siswa.
b) Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Zainurie dalam Soviawati (2011:3) matematika realistik adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik
digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau
pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas
berorientasi pada karakteristik-karakteristik Realistic Mathematics Education
(RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali
konsep-konsep

matematika

atau

pengetahuan

matematika

formal.

Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam
bidang lain.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah
satu jenis pendekatan pembelajaran matematika yang mengadaptasi dari
Realistic Mathematics Education (RME). Dalam RME, matematika diawali
dengan

masalah

kontekstual

yang

dialami

siswa.

Masalah-masalah

matematika yang abstrak dibuat menjadi nyata dalam pemikiran siswa.
Perbedaan RME dengan pembelajaran matematika biasa terletak pada
langkah guru menyampaikan materi, dalam RME, pemahaman lebih
kompleks dan kontekstual. Prinsip dalam PMRI sama dengan prinsip RME,
namun ada beberapa hal yang berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
budaya, sosial dan kondisi alam (Budhianti, 2010).
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar
mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal dalam Soviawati
(2011:3) yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita
dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus
dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas
dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses

pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika
secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu halhal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik
lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah
lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga
maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam
hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
c) Karakteristik dan Ciri-Ciri PMRI atau RME
Menurut Treffers dalam Soviawati (2011:4) karakteristik RME, adalah
sebagai berikut:
1. Menggunakan konteks dunia nyata, yang menjembatani konsep-konsep
matematika dengan pengalaman anak sehari-hari.
2. Menggunakan model-model (matematisasi), artinya siswa membuat model
sendiri dalam menyelesaikan masalah.
3. Menggunakan produksi dan konstruksi, dengan pembuatan produksi bebas
siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka
anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang
berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber
inspirasi dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
4. Menggunakan interaksi, secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang
berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan
atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk
informal siswa.
5. Menggunakan

keterkaitan

(intertwinment),

dalam

mengaplikasikan

matematika biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan
tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai
pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benarbenar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa
dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal. Cara-cara informal
yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan
konsep matematika.

Adapun karakteristik RME yang juga merupakan karakteristik PMRI
menurut Marpaung dalam Budhiani (2010:24) adalah :
1. Murid Aktif, Guru Aktif ( Matematika Sebagai Aktivitas Manusia)
Menurut Freudental, penggagas pembelajaran relistik, matematika
adalah aktivitas manusia (human activity). Itu berarti bahwa ide–ide
matematika ditemukan orang

(pembelajar) melalui kegiatan atau

aktivitas. Aktif di sini berarti aktif berbuat (kegiatan tubuh) dan aktif
berpikir

(kegiatan

mental).

Jadi

konsep–konsep

matematika

ditemukan lewat sinergi antara pikiran (fungsi otak, abstrak) dan
tubuh (jasmani, konkret atau real). Indera menerima informasi (dari
lingkungan: luar diri atau dalam diri sendiri), diteruskan ke otak.
Disana di olah (refleksi) dan disimpan dalam memori jangka panjang
(internalisasi), pada suatu saat diambil lagi dibawa ke ingatan jangka
pendek (di recall) untuk diolah bersama informasi baru yang masuk
(transformasi), lalu disimpan lagi (retained) dalam bentuk baru
(restrukturisasi).
2. Pembelajaran Sedapat Mungkin Dimulai Dengan Menyajikan
Masalah Kontekstual Atau Realistik
Siswa akan memiliki motivasi untuk mempelajari matematika, bila
dia melihat dengan jelas bahwa matematika bermakna atau melihat
manfaat matematika bagi dirinya (dapat memenuhi kebutuhannya
sekarang dan kelak). Salah satu manfaat itu ialah dapat memecahkan
masalah yang dihadapi (khususnya masalah dalam kehidupan seharihari). Bermakna dapat juga berarti dia melihat hubungan antara
informasi baru yang dia terima dengan pengetahuan/ pengalaman yang
sudah dimiliki. Jadi masalah kontekstual atau realistik adalah masalah
yang berkaitan dengan situasi dunia nyata (real) atau dapat
dibayangkan oleh siswa. Pada dasarnya, masalah kontekstual atau
realistik adalah suatu masalah yang kompleks, yang menuntut level
kognitif dari yang rendah sampai tinggi.
3. Berikan Kesempatan Pada Siswa Menyelesaikan Masalah Dengan
Cara Sendiri

Tidak hanya ada satu cara dalam menyelesaikan masalah. Ada
banyak

cara,

itu

tergantung

pada

struktur

kognitif

siswa

(pengalamannya). Guru tidak perlu mengajari siswa bagaimana cara
menyelesaikan masalah. Mereka harus berlatih menemukan cara
sendiri untuk menyelesaikan soal. Guru dapat membantu dengan
memberikan sedikit petunjuk. Itupun sedapat mungkin dilakukan jika
semua siswa tidak mempunyai ide, hendaknya guru mendorong siswa
tadi mensharingkan idenya kepada teman–temannya (interaksi).
4.

Guru Berusaha Menciptakan Suasana Pembelajaran Yang
Menyenangkan
Mencoba

menciptakan

suasana

yang

menyenangkan,

dan

menghargai anak–anak sebagai manusia (nguwongke wong) maka
perlahan–lahan sikap dan motivasi siswa dapat dikembangkan dan hal
ini akan memberikan dampak meningkatkan prestasi belajar mereka.
Pendekatan ini disebut pendekatan SANI (santun terbuka dan
komunikatif), yang pada dasarnya mempraktekkan “nguwongke
wong”. Selain itu perlu diciptakan kondisi lain yang menyenangkan.
Belajar sambil bermain, belajar dalam kelompok, belajar di luar kelas
atau di luar sekolah, membuat ruangan menarik dan sebagainya adalah
beberapa cara lain untuk membuat suasana belajar menyenangkan.
5. Siswa Dapat Menyelesaikan Masalah Dalam Kelompok (Kecil
Atau Besar)
Belajar dengan bekerjasama (sinergi) lebih efektif dari pada belajar
secara individual. Memang harus diakui bahwa ada banyak tipe
belajar, ada yang lebih senang belajar individual, ada yang lebih
senang belajar dalam kelompok, ada yang cenderung visual, ada yang
auditif, ada yang kinestetik (enaktif). Saling tukar informasi penting
untuk memahami sesuatu.Interaksi antara siswa dengan siswa atau
siswa merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang baik dan
efektif. Siswa lebih terbuka dan berani berdiskusi dengan sesama
daripada dengan orang yang lebih dewasa dari mereka.
6. Pembelajaran Tidak Perlu Selalu Di Kelas

Rasa bosan mengurangi ketertarikan untuk mendengarkan atau
berbuat sesuatu, termasuk untuk berpikir. Orang memerlukan variasi
untuk merangsang organ–organ tubuh melakukan fungsinya dengan
baik. Variasi ini juga dapat membuat suasana yang menyenangkan
dalam belajar. Suasana di kelas yang selalu sama menimbulkan rasa
bosan bagi siswa. Oleh karena itu guru perlu melakukan variasi
pembelajaran.
7. Guru Mendorong Terjadinya Interaksi Dan Negosiasi
Salah satu ciri penting PMRI adalah interaksi dan negosiasi. Siswa
perlu belajar untuk mengemukakan idenya kepada orang lain (kawan–
kawan atau gurunya), supaya mendapat masukan berupa informasi
yang melalui refleksi dapat dipakai memperbaiki atau meningkatkan
kualitas pemahamannya. Untuk itu perlu diciptakan suasana yang
mendukung. Dalam PMRI, terdapat proses konstruksi, dalam
mengkonstruksi pengetahuannya siswa perlu melalui berbagai macam
proses, diantaranya interaksi dan negosiasi. Dengan adanya interaksi
dan negosiasi baik dengan guru maupun dengan teman yang lain,
diharapkan siswa mampu mengkonstruksi pemahamannya dengan
mendalam dan mempunyai kemampuan penyelesaian masalah yang
kuat.
8. Siswa Bebas Memilih Modus Representasi Yang Sesuai Dengan
Struktur

Kognitif

Sewaktu

Menyelesaikan

Suatu

Masalah

(Menggunakan Model)
Pemahaman

siswa

dapat

diamati

dari

kemampuannya

menggunakan berbagai modus representasi (enaktif, ikonik, atau
simbolik) untuk membantunya menyelesaikan suatu

masalah.

Misalnya pada siswa SD, hendaknya siswa tidak langsung dibawa ke
level formal, tetapi diberi banyak waktu untuk bermain dengan
menggunakan benda–benda konkret.
9. Guru Bertindak Sebagai Fasilitator
Dalam pembelajaran matematika, hendaknya guru tidak mengajari
siswa atau mengantarkannya ke tujuan, tetapi memfasilitasi siswa

dalam belajar. Guru dapat membimbing siswa jika mereka melakukan
kesalahan atau tidak mempunyai ide, dengan memberi motivasi atau
sedikit arahan agar mereka dapat melanjutkan bekerja mencari
strateginya menyelesaikan masalah. Dalam PMRI, pembelajaran
berpusat pada siswa, siswa dapat menentukan cara mana yang mereka
gunakan untuk penyelesaian masalah. Pembelajaran yang berpusat
pada

siswa,

berarti

konstruktivisme

proses

dimana

pembelajaran
siswa

itu

menggunakan

mengkonstruksi

sendiri

pengetahuannya. Dapat dikatakan bahwa faham konstruktivisme
menjadi dasar bagi PMRI.
10.

Kalau Siswa Membuat Kesalahan Dalam Menyelesaikan
Masalah Jangan Dimarahi Tetapi Dibantu Melalui Pertanyaan–
Pertanyaan
Hukuman hanya menimbulkan efek negatif dalam diri siswa, tetapi

motivasi, khususnya motivasi internal dan sikap siswa yang positif
dapat membantu siswa belajar efektif. Perasaan senang dalam
melakukan sesuatu membuat otak bekerja optimal untuk memenuhi
keinginan

si

pebelajar.

Perasaan

senang

jelas

tidak

dapat

dikembangkan lewat ancaman atau hukuman, tetapi dapat lewat sikap
empatik, penghargaan atau pujian.
Adapun menurut Zulkardi dalam Budhiani (2010:28), ada 5
karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR), yaitu :
1. Menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak
pembelajaran.
2. Mengembangkan model, skema dan simbolisasi yang dibangun
sendiri oleh siswa.
3. Menggunakan kontribusi siswa.
4. Mengutamakan Interaktivitas.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lain.

Menurut Budhiani (2010:30), berdasarkan karakteristiknya, PMRI
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah
1. Siswa lebih mudah menangkap materi pembelajaran, karena
pembelajaran menggunakan masalah-masalah nyata atau
kontekstual.
2. Materi pembelajaran akan lebih lama melekat pada pikiran siswa,
karena siswa menyusun pengetahuannya sendiri.
3. Siswa menjadi lebih kritis dan kreatif
Menurut Budhiani (2010:30), PMRI memiliki beberapa keunggulan,
tetapi ada juga kelemahan dari PMRI, diantaranya adalah
1. Waktu pembelajaran PMRI memerlukan waktu yang lama baik
dari persiapan sampai pelaksanaan.
2. Tidak semua materi dapat menggunakan PMRI
Menurut Suryanto dan Sugiman dalam Supinah (2008), Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan pembelajaran yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang
sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan
masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah
kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang
sangat penting.
2. Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja
dengan matematika (alat matematis hasil matematisasi horisontal).
3. Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi
kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah
bimbingan guru.
4. Pembelajaran terfokus pada siswa.
5. Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar
meliputi kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik,
mengorganisasikan pengalaman matematis, dan mendiskusikan
hasil-hasil pemecahan masalah tersebut.

d) Prinsip-Prinsip PMRI Atau RME
Realistic Mathematic Education (RME) mempunyai tiga prinsip kunci
(Siswono, 2006), antara lain:
1.

Guided

reinvention

(menemukan

kembali)/

progressive

methematizing (matematisasi progresif
Peserta didik harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang
sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran
dimulai dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya
melalui aktivitas siswa diharapkan menemukan kembali sifat, definisi,
teorema atau prosedur-prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Perbedaan penyelesaian atau
prosedur peserta didik dalam memecahkan masalah dapat digunakan
sebagai langkah proses pematematikaan baik horisontal maupun vertikal.
Pada prinsip ini siswa diberikan kesempatan untuk menunjukkan
kemampuan berpikir kreatifnya untuk memecahkan masalah, sehingga
menghasilkan jawaban maupun cara atau strategi yang berbeda
(divergen) dan “baru” secara fasih dan fleksibel (Siswono, 2006).
2.

Didactical Phenomenology (fenomena didaktif)
Situasi-situasi yang diberikan dalam suatu topik matematika

disajikan atas dua pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan aplikasi
dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam proses pematematikaa.
Tujuan

penyelidikan

fenomena-fenomena

tersebut

adalah

untuk

menemukan situasi-situasi masalah khusus yang dapat digeneralisasikan
dan dapat digunakan sebagai dasar pematematikaan vertikal. Pada prinsip
ini memberikan kesempatan bagi siswa menggunakan penalaran
(reasoning) dan kemampuan akademiknya untuk mencapai generalisasi
konsep matematika (Tatag, 2006).
3.

Self Developed Models (pengembangan model sendiri)
Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal

dan matematika formal. Model dibuat siswa sendiri dalam memecahkan
masalah. Model pada awalnya adalah suatu model dari situasi yang
dikenal (akrab) dengan siswa. Dengan suatu proses generalisasi dan

formalisasi, model tersebut akhirnya menjadi suatu model sesuai
penalaran matematika. Prinsip ini memberikan kontribusi untuk
pengembangan kepribadian siswa yang yakin percaya diri dan berani
mempertahankan pendapat (bertanggung jawab) terhadap model yang
dibuat sendiri serta menerima kesepakatan atau kebenaran dari pendapat
teman lain. Prinsip ini juga mendorong kreativitas siswa untuk membuat
model sendiri dalam memecahkan masalah (Siswono, 2006).
Selain ketiga prinsip di atas, menurut Erna Suwangsih dan Tiurlina (2009)
terdapat lima strategi utama dalam “kurikulum‟ pembelajaran realistik, yaitu:
1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal
yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema,
dan simbol-simbol.
3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa
memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin
berupa alogaritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing
peserta didik dari level matematika informal menuju matematika
formal.
4. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika,
dan
5. Intertwinment (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Berkaitan dengan penggunaan masalah kontekstual yang realistik, menurut
De Lange dalam Supinah (2008) ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Titik awal pembelajaran harus benar-benar hal yang realistik, sesuai
dengan pengalaman siswa, termasuk cara matematis yang sudah
dimiliki oleh siswa, supaya siswa dapat melibatkan dirinya dalam
kegiatan belajar secara bermakna.
2. Di samping harus realistik bagi siswa, titik awal itu harus dapat
dipertanggung jawabkan dari segi tujuan pembelajaran dan urutan
belajar.

3. Urutan pembelajaran harus memuat bagian yang melibatkan aktivitas
yang diharapkan memberikan kesempatan bagi siswa, atau membantu
siswa, untuk menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari
kegiatan matematis informalnya.
4. Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut, siswa harus terlibat secara
interaktif, menjelaskan, dan memberikan alas an pekerjaannya
memecahkan masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami
pekerjaan (solusi) temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya
setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan alternatif
pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu.
5. Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan
masalah realistik itu mengarah ke intertwining (pengaitan) antara
bagian-bagian materi.
e) Konsepsi PMRI
Dikemukakan oleh Sutarto Hadi dalam Supinah

(2008) bahwa teori

PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti
konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL). Namun baik
konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar
secara umum, sedangkan PMRI suatu teori pembelajaran yang dikembangkan
khusus untuk matematika. Juga telah disebutkan terdahulu, bahwa konsep
matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki
pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan
mengembangkan daya nalar. Lebih lanjut berkaitan dengan konsepsi PMRI
ini, Sutarto Hadi mengemukakan beberapa konsepsi PMRI tentang siswa,
guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan
paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di
Indonesia.
1. Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut:
a. Siswa memiliki

seperangkat

konsep

alternatif

matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

tentang

ide-ide

b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan
itu untuk dirinya sendiri;
c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan
penolakan;
d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri
berasal dari seperangkat ragam pengalaman;
e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu
memahami dan mengerjakan matematik.
2. Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut.
a. Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran;
b. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif;
c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif
terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa
dalam menafsirkan persoalan real; dan
d. Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam kurikulum, tetapi
aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisikmaupun sosial.
3. Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek
berikut.
a. Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’riil’
bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya,
sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.
b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut;
c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara
informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan;
d. Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,
menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain,
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil pembelajaran.

f)

Implementasi PMRI
Dalam PMRI, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia

nyata”), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman
sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai
dari situasi nyata dinyatakan sebagai matematisasi konseptual. Melalui
abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih
komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika
ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu,
untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak
sehari-hari

perlu

diperhatikan

matematisasi

pengalaman

sehari-hari

(mathematization of everday ecperince) dan penerapan matematika dalam
sehari-hari (Arifin, 2013:25).
Untuk memberikan gambaran tentang implementasi PMRI berikut ini
diberikan contoh pembelajaran pecahan di Madrasah Ibtisaiyah (MI)/Sekolah
Dasar (SD). Pecahan di MI/SD diinterpretasi sebagai bagian dari keseluruhan.
Interpretasi ini mengacu pada pembagian unit ke dalam bagian yang
berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka kerja siswa adalah daerah
panjang, dan model volume. Dalam pembelajaran, sebelum peserta didik
masuk pada sistem format, terlebih dahulu mereka dibawa ke “situasi”
informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian
menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi
loncatan pengetahuan informal peserta didik dengan konsep-konsep
matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah mereka memahami
pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Ini
sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR) dimana
peserta didik sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis
pecahan (Arifin, 2013:25).
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI
dilakukan dengan tiga tahapan untuk menuju matematika formal. Tahapantahapan tersebut adalah tahapan nyata, tahapan pembentukan skema, dan
tahapan pembangunan pengetahuan. Tahapan tersebut berjalan sesuai dengan
5 karakteristik pendekatan PMRI. Adapun cara mengajarkan konsep pecahan

kepada siswa kelas IV dengan pendekatan PMRI, salah satunya adalah
melalui konteks “membagi makanan”. Adapun menutut Arifin (2013:29)
implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran matematika pada
materi pecahan sederhana adalah sebagai berikut:
“Implementasi Pembelajaran PMRI”
Tahapan
Tahapan Nyata

Langkah-langkah Pembelajaran PMRI
1. Guru mengawali pembelajaran dengan mempersiapkan
beberapa buah apel, beberapa buah pisau dan beberapa
piring sebagai alas.
2. Guru membagi siswa atas beberapa kelompok kecil yang
terdiri dari 2 anak, 3 anak, dan 4 anak. Kemudian guru
membagikan satu buah apel kepada setiap kelompok.
3. Siswa-siswa diminta untuk membagi satu buah apel
tersebut secara adil sesuai dengan jumlah anak dalam
setiap kelompok. Pada kegiatan ini siswa diberikan
kebebasan untuk membuat kalimat untuk membagika
sebuah apel tersebut sesuai dengan bahasa mereka sendiri.
4. Setelah semua kelompok selesai memotong apel menjadi
bagian-bagian yang sesuai dengan banyak aanggota pada
setiap kelompok, guru meminta mereka memegang apel
yang mereka dapatkan.
5. Secara bergantian guru bertanya kepada siswa “berapa
bagian apel yang kamu dapatkan dari kelompokmu”.
6. Setelah siswa menjawab, guru memperbolehkan siswa
memakan apel yang mereka dapatkan. Oleh karena itu
pembelajaran akan menyenagkan dan mampu mendorong

Tahapan

aktivitas dan interaktivitas siswa.
1. Pada tahap pembentukan skema (model), guru tidak lagi

Pembentukan

membawa buah apel, tetapi buah apel tersebut sudah

Skema

dimodelkan dengan sebuah kertas warna-warni yang
berbentuk persegi.
2. Guru membagi siswa atas beberapa kelompok dengan
anggota

kelompok

sama

banyak,

kemudian

guru

memberikan selembar kertas warna-warni untuk setiap
kelompok.
3. Siswa-siswa

bekerja

kelompok

membuat

setengah,

seperempat, dan sepertiga dari kertas persegi yang telah
disediakan dan menempelkan pada tempat yang telah
disediakan pada LKS. Kemudian siswa diminta untuk
menuliskan pecahan yang sesuai pada bagian yang telah
Tahapan

dipotong.
1. Pada tahap ini pengetahuan mereka dibangun untuk

Pembangunan
Pengetahuan

menuju kepada tahap formal.
2. Konteks buah apel dan penskemaan buah apel yang telah
dimodelkan dengan kertas warna-warni sudah tidak
berlaku lagi.
3. Guru mulai menjelaskan siswa tentang pecahan sederhana
dalam bentuk formal.
4. Dalam soal matematika formal, buah apel digambarkan
dengan sebuah gambar persegi yang sudah dibagi menjadi
beberapa bagian.
5. Kemudian guru memberikan beberapa soal pecahan
sederhana untuk dikerjakan siswa secara individu.

3.

Integral

a) Anti Turunan
Definisi
Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I. Fungsi F yang
memenuhi F’ (x) = f (x) pada I dinamakan anti turunan atau fungsi primitif
dari fungsi f pada I.
Contoh :
1.

F(x) = cos x anti turunan dari f (x) = sin x sebab F’(x) = sin x

1.

a(x) = 2x2 anti turunan dari f (x) = 4x sebab a’ (x) = 4x

1.

1
v(x) = 3 x 3 anti turunan dari g(x) = x2 sebab v’ (x) = x2

Definisi

Anti diferensial dari fungsi f pada selang terbuka I adalah bentuk yang
paling umum dari anti turunan atau fungsi primitif dari f pada selang
tersebut. Jika F'(x) = f(x) pada selang terbuka I, maka anti diferensial dari
fungsi f pada I adalah y = F(x) + C, C konstanta.

Definisi
Misalkan y = F(x) + C adalah anti turunan dari y = f (x) maka :

f (x)dx =

F(x) + C
Bentuk f (x) dx dinamakan integral tak tentu dari fungsi y = f (x)
Lambang “ ” dinamakan “ integral ” yaitu merupakan operasi “anti
differensial”
Dalil 1
1.
2.
3.

a dx = ax + C

∫ a xn

∫ 1x

5.

a n+1
x
n+1
dx =
+ C ; n  1

sin x dx =  cos x + C

4. cos x dx = sin x + C
Dalil 2

6.

dx = ln x + C

∫ex

dx =

ex

sec 2 x dx = tg x + C
7. 
cos ec 2 x dx =  ctg x + C
8. 

1. [f(x)  g(x)] dx = f (x) dx  g (x) dx
2. k. f(x) dx = k. f (x) dx ; k suatu konstanta.
Contoh :
1.

Hitung

∫ ( x 2−3 x +5 ) dx

Jawab :
2
(x 3x 5) dx

2
=  x dx 3 x dx  5 dx =

2.

∫( sin x + cos x − e x + 2x) dx

Tentukan

Jawab :

+C

1 x3  3 x2
3
2

+ 5x + C

x
(sin x  cos x  e + 2x) dx

= sin x dx +

 cos x  sin x-ex  x2  C

=
3.

cos x dx exdx+ 2x dx

Tentukan ( x x)( x 1) dx

Jawab :
( x  x)( x  1) dx =

∫( x−√ x−x √ x+ x ) dx
1

3

2
2
= ∫(−√ x−x √ x+2 x) dx = ∫ (-x − x +2 x ) dx

3

5

2
2
2
2
− x 2 − x 2 +x2 +C=- x √ x− x2 √ x+x2 +C
3
5
3
5
=
3

4.

√ x+2
dx
∫ x −2x+
x√x

Tentukan

Jawab :
1



x 3−2x+x 2 +2
x

3
2

dx

3

=

∫ ( x 2− 2x
5

1
−2

3

1 −
+ +2x 2 ) dx
x

1

1


2 2
x − 4x 2 + ln x − 4x 2 + C
= 5

2 2
4
x
x−
4
x+
ln
x

+C


√x
= 5
5.

Tentukan

∫( √ x− x)2

dx

Jawab :

∫( √ x− x)2

6.

dx =

∫( x− 2x √ x+x 2 )

dx

=

∫ x−2 x 3/2+ x 2 dx

=

1 2 4 5/2 1 3
x − x + x +C
2
5
3

=

1 2 4 2
1
x − x √ x + x 3 +C
2
5
3

Gradien garis singgung pada grafik

y = (x) di setiap titik (x , y)

dinyatakan oleh bentuk dy/dx = 2x  5. Bila grafik y = f (x) melalui titik
A (1 , 7), tentukan persamaan fungsi y = f (x) !
Jawab :

dy
dx = 2x  5

 dy = (2x - 5) dx

 dy = (2x  5) dx  y =

∫( 2x−5 )dx

= x2  5x + C

Grafik melalui titik A(1 , 7), jadi 7 = 12  5(1) + C didapat C = 11
Akibatnya persamaan y = f (x) adalah y = f (x) = x2  5x + 11
b) Integral Dengan Substitusi
Misalkan u = u (x) dan y = f (u) masing-masing anti turunan dari u'(x)
dan f ' (u), maka :

∫ f ' (u)du=f (u)+C
Bentuk integral di atas, dikenal dengan bentuk integral dengan subtitusi.
Dalil 3
n

ax  b  dx 






1.

1 1
n1
.
. ax  b 
C
a n 1

1
sin(ax  b)dx   cos
a

2.

cos(ax  b)dx 

3.

1
sin
a

5.

eax bdx 



ax  b   C

ax  b   C

1
1
dx  .ln(ax  b)  C
ax  b
a

4.
Contoh :

11

3x  6 

1.



2.



3.



2.



3.



4

1 1
1
12
11
. . 3x  6   C 
. 3x  6   C
3 12
36

dx 

5x  2dx 

1/4

5x  2 



dx 

1 4
5/4
. . 5x  2 
C
5 5

sin(2t  )dt   1 cos(2t  )
2
sin x
dx 
1  cos x

tan4 xdx 

=
=

d(1  cos x)
 2 1  cos x  C
1  cos x



tan2 x tan2 xdx 



tan2 x sec2 xdx 



tan2 xdx



1
tan3 x  tan x  x  C
3

c) Integral Parsial

tan2 x(sec2 x  1)dx


=

tan2 xd(tan x) 



(sec2 x  1)dx



1 ax b
e
a

Misalkan u = u(x) dan v = v(x) fungsi-fungsi yang differensiabel pada
daerahnya, maka dinamakan bentuk integral parsial.

∫ udv=uv−∫ vdu
Contoh :
1.

Tentukan

∫ x sin x dx

Jawab :
Misalkan u = x dan dv = sin x dx, maka didapat du=dx dan v = cos x

∫ x sin x dx
2.

Tentukan

=  x cos x 

∫ √xdx
x+1

∫ (−cos x )dx

= …….. dst.

dengan rumus integrasi parsial

Jawab :

dx
√ x+1

Misalkan u = x dan dv =

∫ √xdx
x+1

=2x

√ x+1



maka du = dx dan v = 2

∫ 2 √ x+1 dx=

√ x+1

……… dst.

d) Integral Tertentu
Definisi
Misalkan y = F(x) anti turunan dari y = f(x) dan masing-masing terdefinisi
pada daerah :
b

f(x) dx



a  x  b, maka

= F(x) 

a

b
a

= F(b) – F(a)

Bentuk integral di atas disebut integral tertentu dari y = f(x)
a dan b disebut batas integral dengan a merupakan batas bawah dan b
merupakan batas atas.
Dalil 4
a

1.
2.
3.

Bila f(a) terdefinisi, maka
b

∫ f ( x) dx=0
a

a

∫ f ( x) dx=−∫ f ( x) dx
a
b

b

c

c

∫ f ( x) dx+∫ f ( x) dx=∫ f ( x) dx
a

b

a

Contoh :
2
2

1.

Hitung

(x

 x) dx

0

Jawab :
2

(x2  x) dx



= 1/3 x3 – ½ x2 

0

2
0

1
1
1
1
8
2
( 8  4)  ( 0  0)   2 
3
2
3
2
3
3

=



2.

Hitung

cos

(2t  ) dt

0

π
0



cos (2t  ) dt

Jawab :



= ½ .sin (2t ) 

0

= ½ [sin (2  ) – sin (0  )]
= ½ [sin  – sin ( )] = 0
2

3.

Hitung

(3x

1

4)2

2

Jawab :

dx

0

∫0 (3 x+ 4 )

3
2

dx

=

1
3

2
5 (3 x+

5
2

4) 

5

=
=

2
0

5

2
2
2
15 [(6+4 ) −( 0+4 ) ]
2
15

5
5
2
[ 10 2 −4 )2 ]=15 (100 √ 10−32 )

d) Luas Daerah
Misalkan y = f(x) berharga positif pada daerah a  x  b dan kontinu
pada daerah tersebut, maka luas daerah yang dibatasi oleh grafik y = f(x)
dengan sumbu x dari x = a ke x = b adalah
y

b

L=

f

∫ f ( x) dx
a

0

a

b

x

Bila y = f(x) berharga negatif pada daerah a  x  b maka luas daerah
yang dibatasi oleh y = f(x) dengan semubu x dari x = a ke x = b adalah
y

b

L=

b

a

∫ f ( x) dx

0

x

a

f

Misalkan f(x)  g (x) pada daerah a  x  b maka luas daerah yang
dibatasi oleh grafik y = f(x) dan y = g(x) adalah
y

b

∫ [ f ( x )−g( x) ]dx

L=

f

a

g
a

1.

x

b

Tentukan luas daerah yang dibatasi oleh grafik y = x2 + 2x dengan
sumbu x
2

Jawab
Y :

L =

∫ y dx
0

2
L
0

2

X

=

∫ (−x 2 +2 x ) dx= 13 x3 + x 2
0

= (
2.

1
3

. 8 + 4) – 0 =



2
0

4
3

Tentukan luas daerah yang dibatasi oleh grafik y = x2 dengan garis y = x
+8
Jawab :

y=x

2

y=x+6
-2 0

3

y = x2

……... (1)

y=x+6

……… (2)

Dari (1) dan (2) didapat
x2 = x + 6
x2 – x – 6 = 0
x1 = 3 ; x2 = 2
Luas daerah, L =

∫ (x+6−x 2 ) dx= 12 x 2+6 x−( 13 )x 3|3−2
9
2

=(
f)

+ 18 – 9)  (2 – 12 +

8
3

) = 4 ½ + 51/3 = 21

1
2

Isi Benda Putar
Misalkan y = f(x) terdefinisi dan integrabel pada daerah a  x  b, bila

daerah yang dibatasi oleh y = f(x) dan sumbu x dari x = a ke x = b diputar
mengelilingi sumbu x, maka isi benda putar yang terjadi adalah :
Y

a

X

b

I=

∫ y2 dx=π ∫ [ f ( x)]2 dx

Contoh :
Tentukan isi benda putar bila daerah yang dibatasi oleh grafik y = x 2 dari

1.

x = 0 ke x =1 diputar mengeliling sumbu x
Jawab :
Isi benda putar yang terjadi
Y

0

1

I=
2.

X

I

∫y
0

1

2

dx=π ∫ x 4 dx=π 15 x 5|1 = 15 π
0
0

Tentukan isi benda putar bila daerah yang dibatasi oleh grafik y = x2 dan
garis y = x + 2 diputar mengeliling sumbu x

Y
y = x2

y= x+ 2
-1

0

2

X

Jawab :
Batas integral

2

y=x ¿} ¿ ¿¿

 x2 = x + 2

x2 – x – 2 = 0 didapat x1 = 1 dan x2 = 2. Isi benda putar yang terjadi :
2

2
2

∫ ( x +2 ) −( x )

I= 
=

2 2

−1

dx=π ∫ [( x 2 + 4 x+ 4 )−x 4 ] dx
−1

1
π ( x3 +2 x 2 +4 x− 15 x5 )|2−1
3

=

174
π
15

Latihan Soal
1)

2)

∫ ( √ x−1 )( √ x +1) dx



[

2

√ x+2 √ x −x
dx
√x

]

4)

∫ ( √ x−1 )2 dx
∫ (cos2 θ−sin2 θ )dθ

5)

∫ x 5 √ 1+2x 3 dx

6)

xdx
∫ sin
3
√1+cos x

3)

7) Hitung luas daerah tertutup D yang dibatasi oleh parabola f(x) = 4x  x2,
garis x=1 dan sumbu X.
π /3

8) Tunjukkan bahwa
4.

1
1
√ 1+sec x dx≤ 3 π √ 3
3 π √2≤ ∫
0

Hubungan Pendekatan PMRI dengan Pemahaman Konsep

Menurut Yuniarti (2016:9) Belajar matematika adalah sebagai proses di
mana mate

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25