PENGARUH INQUIRY TERHADAP KEMAMPUAN BERP

PENGARUH INQUIRY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA
LAPORAN SINTESIS
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Analisis Jurnal Internasional pendidikan Biologi

Disusun Oleh:
Ayu Ratna Santika
1502373

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
1

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran di sekolah masih cenderung berpusat pada guru

(teacher centered). Hal tersebut menyebabkan siswa tidak terlibat secara aktif
dalam pembelajaran sehingga berakibat pada kurangnya sikap ilmiah dan
kemampuan penalaran saintifik pada diri siswa. Sementara untuk memenuhi
tuntutan pada abad 21 ini siswa memerlukan kemampuan yang cukup agar bisa
mengembangkan kemampuan diri dalam menghadapi persaingan global. Untuk
mengatasinya diperlukan model pembelajaran yang mampu mengatasi kesulitan
guru dalam mengajar dan juga mengatasi kesulitan siswa dalam belajar. Model
pembelajaran yang dimaksudkan adalah model pembelajaran yang mengaktifkan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran secara mandiri sehingga
pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Mata pelajaran Biologi sebagai bagian dari sains, menuntut kompetensi
belajar pada ranah pemahaman tingkat tinggi yang komperhensif (Trianto,
2009:67).

Mata

pelajaran

Biologi


dianggap

sulit

dipahami

karena

pembelajarannya cenderung dilakukan secara abstrak dan hafalan. Siswa
seharusnya mengalami belajar biologi sebagai suatu kebutuhan, sebagai suatu
bekal

untuk

dapat

menggunakan

pengetahuannya


dalam

memecahkan

permasalahan kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Guru harus mulai
menumbuhkan pengembangan pendidikan partisipatif, yaitu pendidikan yang
dalam prosesnya menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Indrawati (Trianto, 2009:165) menyatakan, bahwa suatu pembelajaran
pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model
pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan
model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang
berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Inti
dari berpikir adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang didasari oleh
kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Pembelajaran aktif

3
melibatkan aktivitas mencari informasi baru, mengatur informasi secara
bermakna, dan memperoleh kesempatan untuk menjelskannya ke orang lain
(Allen dan Tanner, 2005). Model pembelajaran berdasarkan pembelajaran
pemecahan masalah adalah model pembelajaran inquiry.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penulis dapat merumuskan permasalahan, yaitu “pengaruh model inquiry terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa”.
C. Tujuan Makalah
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh inquiry
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
D. Kegunaan Makalah
1. Kegunaan Teoretis
Sebagai bahan informasi mengenai model inquiry terhadap kemampuan
siswa berpikir kritis.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Guru
Memberikan informasi kepada guru mengenai pembelajaran yang dapat
diterapkan di kelas khususnya mengenai inquiry terhadap kemampuan
siswa berpikir kritis.
b. Bagi Siswa
Agar siswa dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang konsep evolusi biologi yang telah diajarkan oleh gurunya serta
hasil dari belajarnya dari sumber-sumber buku yang terkait dengan

evolusi biologi.
c. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan tambahan wawasan pengetahuan mengenai inquiry
terhadap kemampuan siswa berpikir kritis.

4
BAB II
ISI
A. Pengertian Inquiry
Inquiry adalah model yang dapat meningkatkan keterampilan siswa untuk
berpikir secara kritis (Kitot, Ahmad & Seman, 2010). Inquiry juga merupakan
pendekatan yang dapat mengembangkan nilai dan sikap yang diperlukan untuk
berpikir secara ilmiah. Sagala 2004 & Latif, 2011). Trowbridge in Saliman (2010)
mendefiniskan bahwa inquiry merupakan proses untuk menjelaskan dan
menyelidiki

masalah,

merumuskan


hipotesis,

merencanakan

percobaan,

mengumpulkan data, dan menguraikan kesimpuan dari suatu masalah. Inquiry
adalah kegiatan beraneka segi yang melibatkan dalam mebuat pengamatan, sikap
bertanya, meenilai buku dan sumber informasi lainnya, merencakan penyelidikan,
meninnjau apa yang sudah dibuktikan, menggunakan alat untuk mengumpulkan
data, menganalisis dan menafsirkan, mengusulkan jawaban, menjelaskan dan
meprediksi, dan mengkomunikasikan hasil. (NRC, 1996, p. 23). Model inquiry
merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir
ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam siswa lebih banyak belajar mandiri,
mengembangkan kreativitas untuk memperoleh dan mendapatkan informasi
dengan melakukan observasi dan atau eksperimen dalam mencari jawaban atau
memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang
belajar karena siswa berupaya untuk menemukan jawaban-jawaban tentang
permasalahan yang diajukan guru di kelas.
Memperbolehkan siswa untuk merasakan ketertarikan terhadap sebuah

penemuan baru adalah sebuah cara yang baik dalam mengajarkan ilmu
pengetahuan. (National Research Council, 2000, 2003; Lord et. all., 2007; Prince
and Felder, 2007; Shaffer et.all.,2010). Siswa belajar lebih banyak ketika mereka
diberi kebebasan dan kesempatan untuk aktif dalam menemukan “kenapa” dan
“bagaimana” sesuatu terjadi. Dan sedini mungkin siswa terlibat dalam sebuah
penelitian, akan lebih banyak lagi manfaat yang akan mereka dapat. Ada 5
komponen umum inquiry menurut Garton, 2005 yaitu, terdiri dari banyak

5
pertanyaan, keterlibatan siswa, interaksi kerjasama, evaluasi kinerja, dan variasi
sumber.
Diskusi yang berkembang pada pendidikan Biologi baru-baru ini adalah
bagaimana cara yang tepat untuk membekali siswa dengan kemampuan yang
memadai untuk menghadapi persaingan global yang terjadi pada abad 21. Dewasa
ini siswa dituntut untuk dapat mengidentifikasi masalah, memperoleh dan
menggunakan informasi baru, menggunakan teknologi, dan menerapkan
keterampilan berpikir kreatif dan kritis. (US Department of Labor, 1991; Bybee et
al., 2007;Conley, 2007).
Bagi kebanyakan guru, mereka sendiri hal ini memerlukan memikirkan
kembali baru praktik dan mengembangkan peran baik untuk diri mereka sebagai

guru dan untuk siswanya (Darling-Hammond and McLaughlin, 1995). Banyak
guru belajar untuk mengajar menggunakan model belajar mengajar di yang
berfokus berat pada menghafal fakta (Porter and Brophy, 1988; Cohen et al.,
1993; Darling-Hammond and McLaughlin, 1995) dan ini adalah pembelajaran
tradisional dan model didaktik masih mendominasi kelas di U.S .Pengamatan
studi nasional baru menemukan bahwa hanya 14 % pembelajaran sains yang
berkualitas tinggi , menyediakan kesempatan untuk siswa belajar konsep penting
banilower (Banilower et al., 2006). Pengembangan profesi harus memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengambarkan dengan kritis dalam prakteknya
dan cara pengetahuan baru meyakini tentang konten , pedagogik, dan pelajar
(Darling-Hammond and McLaughlin, 1995; Wei et al., 2010).
Prinsip-prinsip pembelajaran inquiry (Sanjaya, 2014) adalah:
1. Berorientasi pada pengembangan intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran
inquiry adalah pengembangan kemampuan berpikir. Pembelajaran inquiry ini
berorentasi pada hasil dan proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan
dari proses pembelajaran tidak ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran, tetapi sejauh manansiswa beraktivitas mencari
dan menemukan sesuatu melalui proses berpikir.

6

2. Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik
interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi
lingkungan. Ini berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur itu sendiri.
3. Bertanya. Peran guru adalah sebagai penanya. Berbagai jenis dan teknik
bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu hanya bertanya hanya
sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya
untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji.
4. Belajar untuk berfikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, belajar
adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan
potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran
berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
5. Keterbukaan Siswa diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan
perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang
bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan
sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya secara terbuka.
B. Inquiry dalam Membangun Kemampuan Berpikir Kritis
Pada pengembangan inquiry, kemampuan siswa untuk berpikir kristis
terbentuk melalui langkah-langkah yang sudah terdapat dalan inquiry itu sendiri.
Penelitian beberapa minggu atau inkuiri berbasis laboratorium terbukti

meningkatkan cara berpikir kritis, daya ingat pengetahuan, perolehan kemampuan
teknik dan kemampuan untuk mengolah data, juga rasa ketertarikan terhadap ilmu
pengetahuan dan memperbaiki persiapan mereka untuk pendidikan tingkat lanjut
(Hathaway et all., 2002; Seymour et all.,2004; Hunter et all.,2007;Russell et
all.,2007). Tidak hanya inquiry yang mendasari laboratorium, pembelajaran yang
berbasis

inkuiri

merupakan

sebuah

metode

yang

digunakan

untuk


menggabungkan scientific inquiry kepada pembelajaran siswa, berdasarkan ide
dari “sains sebagai kata kerja” daripada “sains sebagai kata benda”. Pembelajaran
berbasis inkuiri ini melibatkan aktivitas siswa dalam pertanyaan yang berorientasi

7
santifik sehingga membolehkan siswa untuk merumuskan hipotesis, membuat
observasi, menganilisi data, mengevaluasi bukti, dan mengkomunikasikan
penemuan dan ide.
Struktur model pengajaran ilmiah (termasuk inquiry) memiliki banyak
bentuk tapi pada dasarnya meliputi elemen-elemen atau tahapan-tahapan berikut:
1. Tahap pertama, siswa disajikan bidang penelitian yang meliputi metodologimetodologi yang digunakan.
2. Tahap kedua, masalah mulai disusun sehingga siswa dapat mengidentifikasi
masalah, pada tahap ini bisa jadi siwa akan mengalami kesulitan yang harus
mereka atasi seperti interpretasi data, pembektukan data, control ujicoba,
atau pembuatan kesimpulan.
3. Tahap ketiga, siswa diminta untuk berspekulasi tentang masalah tersebut
sehingga dia dapat mengidentifikasi kesulitan yang dilibatkan dalam
penelitian.
4. Tahap empat. Siswa diminta untuk berspekulasi tentang cara-car
memperjelas kesulitan tersebut, dengan merancang kembali percobaan,
mengolah

data

dengan

cara

yang

berbeda,

menghasilkan

data,

mengembangkan konstruk, dan sebagainya.
Pemahaman siswa tentang suatu juga
siswa terlibat langsung dalam

mengalami peningkatan ketika

aktivitas yang sama seperti seorang ilmuan

lakukan. Hal tersebut terjadi karena siswa secara langsung mengetahui dan
melakukan tahapan dari proses sains. Dapat dilihat pada tahap diatas, ketika siswa
diminta untuk berspekulasi, mengolah data, merancang percobaan, kegiatan itu
tidak dapat sembarangan dalam pengerjaannya dibutuhkan kecermatan yang
tinggi. Pada pendekatan berbasis inquiry untuk belajar dan mengajar menyediakan
satu kerangka kerja untuk siswa membangun kemampuan berpikir kritis dan
memecahkan masalah (Association for the Advancement of Science [AAAS],
1993; National Research Council [NRC], 2000; Capps et al., 2012).
C. Penerapan Inquiry pada Pembelajaran

8
Penerapan inquiry dalam pembelajaran IPA bisa dalam beragam bentuk.
Dalam penerapannya, guru ditempatkan tidak hanya sebagai fasilitator, tetapi juga
guru bisa ditempatkan

sebagai motivator, penanya, administrator, pengarah,

ataupun manajer sesuai dengan kondisi. Dengan demikian proses pembelajaran
bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan
proses pemerolehan pengetahuan yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara
aktif dan langsung. Misalnya siswa terlibat aktif dalam suatu peneltian yang
mengharuskan siswa memiliki sikap ilmiah. Proses pembelajaran demikian lebih
bermakna dan menjadikan skema dalam diri siswa menjadi pengetahuan
fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh siswa untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian tentang penerapan inquiry
dalam

pembelajaran

IPA

menunjukkan

keberhasilan

model

ini

dalam

meningkatkan kemampuan siswa dalam membangun penalaran secara hipoteses
deduktif, kualitas data penelitian, memperbaiki kemampuan untuk berpikir krtitis,
menambah pemahaman siswa dalam penelitian ilmiah, menambah ketertarikan
siswa untuk belajar Biologi, meningkat kepercayaan diri siswa dalam menjawab
pertanyaan, pengunaan inquiry dalam pembelajaran sains membuat guru mengerti
bagaimana harus membangun aktivitas pembelajaran untuk siswa mereka agar
memaksimalkan pembelajaran. Joyce dan Weil, 2009:194 menyatakan inti dari
model ini adalah melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar
orisinil dengan cara menghadapkan mereka pada bidang investigasi, membantu
mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang
tersebut, dan mengajak mereka untuk merancang cara-cara memecahlan masalah

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah ini mendeskripsikan bagaimana kemampuan berpikir kritis
dibangun dengan menggunakan model inquiry yang merupakan rangkaian
kegiatan pembelajaran untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan. Hal ini dapat memberikan informasi tentang
pengembangan dan pelaksanaan inquiry dalam

pembelajaran memberikan

perubahan yang signifikan sehingga mereka dapat mengalami perbaikan yang
akan pengaruh positif siswa pada siswa khususnya dalam kemampuan siswa untuk
berpikir kritis.
B. Saran
Dalam pelaksanaan pembelajaran inquiry diharapkan instruktur/guru dapat
memahami secara mendalam tentang tahapan-tahapannya agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Juga agar ketika penyampaiannya, siswa tidak mengalami
kebingungan sehingga dapat mencapai apa yang diinginkan.

10

DAFTAR PUSTAKA

Gasper, Brittany J., Stephanie M. Gardner. 2013. Engaging
Students in Authentic Microbiology Research in an
Introductory Biology Laboratory Course is Correlated with
Gains in Student Understanding of the Nature of Authentic
Research and Critical Thinking. Journal Of Microbiology &
Biology Education. Volume 14, Number 1. http://dx.doi.org/
10.1128/jmbe.v14i1.460
Kalinowski, Steven T., Tessa M. Andrews., Mary J. Leonard.,
Meagan Snodgrass. 2012. Are Africans, Europeans, and
Asians Diferent “Races”? A Guided-Inquiry Lab for
Introducing Undergraduate Students to Genetic Diversity
and Preparing Them to Study Natural Selection. CBE—Life
Sciences
Education.
Vol.
11,
142–151.
http://www.lifescied.org/
Siritunga, Dimuth., Mar´ıa Montero-Rojas., Katherine Carrero., Gladys Toro.,
Ana V´elez.,Franklin A. Carrero-Mart´ınez. 2011. Culturally Relevant
Inquiry Based Laboratory Module Implementations in Upper-Division
Genetics and Cell Biology Teaching Laboratories. CBE—Life Sciences
Education. Vol. 10, 287–297. http://www.lifescied.org/
Siritunga, Dimuth,. Vivian Navas., Nanette Diffoot. 2012. Enhancing Hispanic
Minority Undergraduates’ Botany Laboratory Experiences:
Implementation of an Inquiry-based Plant Tissue Culture Module
Exercise. International Education Studies; Vol. 5, No. 5. ISSN 1913-9020
E-ISSN 1913-9039. http://dx.doi.org/10.5539/ies.v5n5p14
Suwondo., Sri Wulandari. 2013. Inquiry-Based Active Learning:
The Enhancement of Attitude and Understanding of the
Concept of Experimental Design in Biostatics Course. Asian
Social Science; Vol. 9, No. 12, ISSN 1911-2017 E-ISSN
1911-2025. http://dx.doi.org/10.5539/ass.v9n12p212
Roehrig, G. H., M. Michlin., L. Schmitt,. C. MacNabb., J. M.
Dubinsky. 2012. Teaching Neuroscience to Science
Teachers: Facilitating the Translation of Inquiry-Based
Teaching Instruction to the Classroom. CBE—Life Sciences
Education. Vol. 11, 413–424. http://www.lifescied.org/