Pengaruh SPI terhadap korupsi 2016

ABSTRACT/ABSTRAK

KEYWORDS:

KATA KUNCI:

SEJARAH ARTIKEL: Diterima pertama: Maret 2016 Dinyatakan dapat dimuat : Mei 2016

Nurhasanah

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indonesia [email protected]

EFFECTIVENESS OF INTERNAL CONTROL, INTERNAL AUDIT, CHARACTERISTICS OF THE INSTITUTION AND CORRUPTION CASES

(AN EMPIRICAL STUDY IN THE MINISTRIES

/ INSTITUTION) EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN KASUS KORUPSI (STUDI EMPIRIS DI KEMENTERIAN/ LEMBAGA)

This study investigates the effect of internal control effectiveness, the role of internal audit, internal audit authority level, the size of the internal audit, the size and complexity of the institution against corruption in the ministries/agencies in Indonesia. Effectiveness of internal controls seen from the number of internal control findings in the audit report of BPK, while the role of internal audit in an agency's internal control conducted by proxy with the number of findings of noncompliance in the audit report of BPK. The characteristics of institution seen from size and complexity of ministries/ agencies. The dependent variable is the corruption in the ministries/ agencies seen from the number of cases of corruption in the ministries/agencies in 2012-2014. This study used secondary data with samples of 249 ministries and agencies in Indonesia. The results show that the effectiveness of internal control, internal audit authority level form the organizational structure of the internal audit echelon I effect in reducing corruption. Total budget (in Rupiah) has positive effect on corruption. While the number of findings of non-compliance in the audit report of BPK, the number of internal auditors and the number of work units in ministries/agencies does not affect corruption.

Penelitian ini meneliti pengaruh antara efektivitas pengendalian internal, peran audit internal, tingkat kewenangan audit internal, ukuran audit internal, ukuran dan kompleksitas instansi terhadap korupsi di kementerian/lembaga di Indonesia. Efektivitas pengendalian internal dilihat dari jumlah temuan pengendalian internal yang ada di laporan hasil pemeriksaan BPK, sedangkan peran pengawas pengendalian internal dalam suatu instansi dilakukan oleh audit internal diproksikan dengan jumlah temuan ketidakpatuhan dalam peraturan perundang-undangan hasil pemeriksaan BPK. Karakteristik instansi dilihat dari ukuran dan kompleksitas kementerian/lembaga. Variabel dependen yaitu korupsi pada kementerian/ lembaga dilihat dari jumlah kasus korupsi pada kementerian/lembaga pada tahun 2012-2014. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan sampel 249 kementerian dan lembaga di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pengendalian internal, tingkat kewenangan audit internal berupa struktur organisasi audit internal setingkat eselon I berpengaruh dalam menurunkan kasus korupsi. Total anggaran (dalam Rupiah) berpengaruh positif terhadap kasus korupsi. Sedangkan jumlah temuan ketidakpatuhan dalam peraturan perundang-undangan hasil pemeriksaan BPK, jumlah auditor internal dan jumlah satuan kerja pada kementerian/lembaga tidak mempengaruhi korupsi.

korupsi, pengendalian internal, peran audit internal, ukuran kementerian/lembaga, kompleksitas kementeri- an/lembaga.

corruption, internal control, internal audit’s role, the size of the ministries/agencies, the complexity of the ministries/agencies

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

PENDAHULUAN

organisasi tercapai. Ketiga, aspek pemeriksaan yaitu pemeriksaan atau audit yang dilakukan audit eksternal maupun audit internal

ata kelola pemerintahan yang baik (Mardiasmo, 2006). atau good governance muncul sebagai Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara pusat administrasi pemerintah untuk

dilakukan sebagai bentuk pengawasan agar

mendapatkan kepercayaan masyarakat tidak terjadi kecurangan (fraud) (PermenPAN, dalam mendukung keharmonisan sosial, 2008) . Fraud bisa terjadi di sektor pemerintah stabilitas politik serta pertumbuhan ekonomi maupun sektor swasta. Kecurangan yang negara. Menurut United Nation Development terjadi di sektor pemerintahan atau lebih Program (UNDP) bahwa suatu negara dikenal dengan nama korupsi, menurut yang memiliki good governance yang ideal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 diidentifikasikan sebagai negara yang efisien, adalah kegiatan melawan hukum, melakukan efektif, responsif, bebas korupsi dan ramah perbuatan dengan tujuan memperkaya diri terhadap warga negaranya. Untuk mendukung sendiri atau orang lain atau suatu korporasi good governance, pemerintah Indonesia telah yang mengakibatkan kerugian keuangan negara menginisiasi reformasi institusi, reformasi atau perekonomian negara. Korupsi umumnya peraturan, desentralisasi, dan privatisasi didefinisikan sebagai penyalahgunaan posisi semenjak tahun 1998. Seiring dengan atau sumber daya umum untuk keuntungan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap pribadi (Sandholtz & Koetzle, 2000). good governance, beberapa penelitian di Cina

Kondisi korupsi di Indonesia dapat dilihat dan Indonesia mengatakan bahwa korupsi juga

dari berbagai sumber, salah satunya dari ikut meningkat disektor publik (Liu & Lin,

Transparancy Internasional (TI), sebuah 2012; Ekasani, 2015). Diperkirakan 4-8% dari

organisasi masyarakat internasional Anti Gross National Product di Cina dihabiskan

Korupsi yang mengeluarkan Indeks Persepsi oleh korupsi, 5% dari Gross Domestic Product

Korupsi (IPK) negara atau Corruption (GDP) dunia setiap tahun dihabiskan oleh

Perception Index (CPI). CPI merupakan suatu korupsi, dan 25% dari GDP di Uni Afrika

indeks gabungan yang mengukur tingkat diperkirakan hilang karena korupsi (World

persepsi korupsi sektor publik pada negara- Bank, 2000). Korupsi merupakan masalah

negara di dunia. CPI digunakan dengan bagi setiap negara karena membahayakan

membandingkan kondisi korupsi disuatu faktor-faktor tata kelola pemerintahan dan

negara terhadap negara lain. Perkembangan perekonomian, dan kemudian memiliki

indeks persepsi korupsi Indonesia dalam lima dampak terhadap kemiskinan (Chetwynd dkk,

tahun terakhir menunjukkan bahwa Indonesia 2003).

merupakan 80 negara terkorup didunia dan Dalam rangka terselenggaranya good untuk wilayah ASEAN, Indonesia masih

governance maka ada tiga aspek yang dipandang sebagai negara yang rawan korupsi mendukung terciptanya tata kelola atau nomor 2 terkorup dibandingkan negara pemerintahan yang baik. Aspek pertama tetangga. Negara terbersih di wilayah ASEAN adalah pengawasan yaitu kegiatan oleh pihak secara berurutan yaitu Singapura, Brunei luar pemerintah contohnya masyarakat, Darusalam, Malaysia, Thailand, Indonesia ataupun Dewan Perwakilan Rakyat untuk dan Myanmar (Transparansi Internasional mengawasi jalannya atau kinerja pemerintah. Indonesia, 2015). Kedua, aspek pengendalian yaitu mekanisme yang dilakukan pemerintah untuk menjamin Fraud dan korupsi sulit dihindari dalam manajemen organisasi dengan baik dan tujuan organisasi (Rahahleh, 2011; Quah, 2007;

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

OECD, 2007) terutama dalam organisasi sektor publik (Chatterjee, 2003). Pada gambar 1 mengatakan bahwa j umlah kasus tindak pidana k orupsi di Indonesia selama 2009 sampai dengan tahun 2014 t erbanyak terjadi di organisasi kementerian dan lembaga ( Komisi Pemberantasan Korupsi, 2010-2015) . Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada Kementerian/Lembaga (K/L).

Selaras dengan survei yang dilakukan TI, suatu hasil survei bisnis yang dirilis Political & Economic Risk Consultancy atau PERC mengatakan bahwa pada tahun 2015 Indonesia merupakan negara terkorup nomor 2 dengan skor 8,09 dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Survei tersebut dilakukan terhadap 900 responden ekspatriat di Asia. Persepsi diukur menggunakan skala yaitu skor 0 sampai dengan 10. Skor 0 adalah nilai terbagus dan 10 nilai terburuk. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan skor Indonesia tahun 2010 yaitu 9,07 yang saat itu menempati posisi pertama negara terkorup di Asia Pasifik. Posisi kedua ditempati Kamboja, kemudian Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Australia, dan Singapura sebagai negara yang paling bersih (PERC, 2015).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah

untuk mempercepat pemberantasan korupsi melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Percepatan Pemberantasan Korupsi dan upaya-upaya lain yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk memberantas korupsi belum berarti banyak.

Penyebab terjadinya kecurangan menurut KPMG Fraud, bribery and Corruption Survey 2013 yang dilakukan di Australia dan New Zealand tahun 2012 adalah lemahnya pengendalian intern yaitu sebesar 28% responden, faktor kedua adalah mengesampingkan sistem pengendalian intern yang telah ada yaitu sebesar 19%. Sedangkan 42% kecurangan terdeteksi sebagian besar karena adanya pengendalian intern (KPMG, 2013). Sejalan dengan itu pengendalian intern yang efektif mengurangi kecenderungan kecurangan dalam organisasi (Zang dkk, 2007). Oleh karena itu keberadaan dan pelaksanaan sistem pengendalian intern sangat penting untuk mengurangi fraud.

Setiap lembaga pemerintah di Indonesia, umumnya telah memiliki sistem pengendalian intern. Sebagai bentuk keberadaan sistem pengendalian intern, salah satunya adalah adanya pemantauan yang dilakukan oleh Audit Internal dalam setiap organisasi. Peran Audit

Gambar 1. Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi

Sumber: diolah dari Laporan Tahunan KPK 2009 - 2014

dan lembaga

BUMN/ BUMD

Komisi Pemerintah Provinsi

Pemkab/

Pemkot

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA Internal sangat penting, karena perannya

dalam mengawasi sistem pengendalian intern yang efektif sehingga dapat mendeteksi resiko kecurangan dan korupsi (Kongrungchok & Stanton, 2014; Baltaci dan Yinmaz, 2006). Sistem Audit Internal mempunyai peran penting dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengendalian internal serta proses tata kelola (Ricard, 2009; Chabrak & Daidj, 2007; Srichunpech, 2005). Untuk meningkatkan peran vital audit internal dalam pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mendorong optimalisasi aparat pengawas internal kementerian/lembaga agar berani melaporkan tindak pidana korupsi. Sejak berdirinya KPK sampai dengan Oktober 2013, Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK hanya menerima 12 informasi dari audit internal (KPK, 2013). Pimpinan organisasi audit internal di Indonesia ada dua kategori, yaitu Inspektorat Jenderal setingkat eselon

I dan Inspektorat setingkat eselon II (UU Nomor 39, 2008). Sehingga timbulah wacana KPK untuk mendorong optimalisasi aparat pengawas internal kementerian/lembaga melalui persamaan struktur organisasi dengan maksud agar pengawas internal kementerian/ lembaga lebih berwenang melaporkan tindak pidana korupsi. Penelitian tentang struktur organisasi audit pemerintah pengaruhnya terhadap konsekuensi ekonomi dan korupsi masih langka (Blume & Voight, 2011) sehingga penelitian ini dapat memberikan kontribusi mengenai struktur organisasi audit internal di Indonesia dan konsekuensinya terhadap korupsi.

Audit internal tidak bisa terlepas dari auditor internal sebagai aparat pengawas internal yang bertugas membantu pimpinan kementerian /lembaga untuk mengawasi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada masing-masing kementerian/ lembaga . Setiap kementerian dan lembaga mengelola APBN yang berbeda-beda, ada kementerian/lembaga yang mengelola

APBN besar dan ada kementerian/lembaga yang mengelola APBN sedikit. Untuk dapat mengawasi pengelolaan dana publik dengan baik maka aparat pengawas internal sangat tergantung jumlah, kompetensi profesional dan independensi auditor internal. Kebutuhan akan jumlah auditor internal ternyata juga belum terpenuhi (BPKP, 2014b), ini terbukti masih ada kementerian/lembaga yang belum menerapkan Jabatan Fungsional Auditor contohnya Majelis Permusyawaratan Rakyat, Kejaksaan Agung, dll (BPKP, 2014a).

Pengelolaan dan penggunaan anggaran biasanya dilakukan oleh setiap satuan kerja. Setiap

kementerian/lembaga memiliki jumlah satuan kerja yang berbeda-beda, ada kementerian/lembaga yang memiliki banyak satuan kerja bahkan ribuan dan ada kementerian/lembaga yang memiliki satuan kerja yang sedikit. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan nilai realisasi anggaran belanja sebagai ukuran kementerian/lembaga dan jumlah satuan kerja sebagai kompleksitas suatu kementerian/lembaga untuk dilihat pengaruhnya terhadap tingkat korupsi.

Penelitian sebelumnya tentang hubungan pengendalian internal dengan korupsi pada perusahaan terdaftar di bursa saham China adalah penelitian yang dilakukan Ge , dkk (2014). Variabel independen pada penelitian ini adalah internal control strength yang diukur dengan cara menghitung score nilai discretionary accruals dan jumlah restatements laporan keuangan, sedangkan variabel dependennya adalah fraud/korupsi yang diukur dengan cara menghitung penggunaan piutang lain-lain antar corporate, biaya travel dan entertainment, pengungkapan korupsi ke publik oleh manajemen. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa perusahaan dengan pengendalian internal yang kuat lebih sedikit mengeluarkan biaya hiburan dan perjalanan, semakin kuat pengendalian internal maka semakin rendah tingkat pengungkapan korupsi pada perusahaan yang bukan dimiliki negara. Tetapi pada perusahaan yang dimiliki negara,

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

penelitian Ge, dkk menemukan bahwa semakin ( Fisman & Gatti, 2002 ). Sehingga penting kuat pengendalian internal maka semakin untuk mengetahui apakah pengaruh ukuran tinggi tingkat pengungkapan korupsinya.

instansi dengan kasus korupsi, khususnya di Indonesia.

Penelitian yang membahas audit internal dikaitkan dengan kegagalan mendeteksi fraud/ Penelitian korupsi di Indonesia umumnya korupsi adalah penelitian yang dilakukan diproksikan melalui IPK karena unit Kongrungchok & Stanton (2014). Penelitian penelitiannya adalah pemerintah daerah. menggunakan kuesioner yang dikirimkan ke Sedangkan untuk unit penelitian kementerian/ 120 internal auditor di pemda Thailand Utara, lembaga baru tersedia survei integritas dengan fokus penelitian aspek-aspek sistemik yang diterbitkan oleh KPK, namun jumlah mengapa internal auditing tidak efektif kementerian/lembaga yang disurvei masih dalam mendeteksi fraud. Hasil kuesioner terbatas. Keterbatasan data ini menjadi mengatakan bahwa 95,10% internal auditing keterbatasan penelitian ini, di pihak lain pemda Thailand Utara tidak didukung dengan pengunaan pendekatan indikator output pelatihan proses penilaian resiko. Auditor yang diperoleh melalui persepsi umumnya internal juga sedikit pengalaman di bidang bersifat sulit untuk berubah (Widjajanto, audit, sedangkan hasil interview mengatakan 2015). Sehingga penelitian ini memberikan bahwa adanya psikologi insentif fraud beberapa kontribusi terhadap literatur yaitu tekanan berupa prospek promosi dan dengan mengambil sudut pandang berbeda remunerasi yang digunakan sebagai tekanan dari pengukuran survei/persepsi. Pertama, administrator dan oversight bodies agar tidak berdasarkan hasil supervisi audit eksternal melihat kesalahan mereka.

(BPK) untuk menilai pengendalian internal Kemudian penelitian lain dari Indonesia yaitu masing-masing kementerian/lembaga dan

penelitian Dewi (2014) yang memperoleh bukti penilaian peran audit internal, penelitian adanya perbedaan kecenderungan melakukan ini memberikan bukti empiris atas peran kecurangan akuntansi antara individu yang audit pemerintah baik eksternal audit yaitu memiliki level penalaran moral rendah dan hasil pemeriksaan BPK maupun peran audit level penalaran moral tinggi, dalam kondisi internal. Kedua, berbeda dengan penelitian terdapat elemen pengendalian internal dan sebelumnya yang mengukur tingkat korupsi tidak terdapat elemen pengendalian internal. melalui IPK atau CPI, maka penelitian ini Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh menggunakan proksi jumlah kasus korupsi Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) yang ditangani KPK pada tingkat kementerian Pemerintah Provinsi Bali. Hasil penelitiannya dan lembaga. Terakhir, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecenderungan individu tentang korupsi sangat sedikit yang melihat melakukan kecurangan akuntansi dalam institusi audit internal dan perannya dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian menurunkan korupsi terutama secara empiris. internal.

Penelitian tentang pengaruh ukuran instansi Rumusan Masalah

terhadap korupsi merupakan faktor yang Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian

kontroversial (Liu & Lin, 2012). Ada penelitian ini ingin melihat sejauh mana efektivitas sistem

yang membuktikan bahwa semakin besar pengendalian internal pemerintah dapat

instansi maka semakin tinggi kecenderungan mempengaruhi korupsi dan juga sejauh mana

tingkat korupsi (Liu & Lin, 2012; Ali & Isse, peran audit internal dapat mempengaruhi

2003) dan semakin besar instansi maka korupsi serta karakteristik kementerian dan

semakin rendah kecenderungan tingkat korupsi lembaga yang cenderung melakukan korupsi.

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA Permasalahan yang dapat diutarakan dalam

Sebagai referensi untuk peneliti lainnya penelitian ini adalah:

yang ingin mendalami faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi pada kementerian

a. Apakah efektivitas pengendalian internal

dan lembaga.

pemerintah yang diproksikan dengan jumlah temuan pengendalian internal b. Untuk kementerian dan lembaga dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

Penelitian ini dapat digunakan sebagai BPK atas sistem pengendalian internal

bahan informasi untuk mengetahui K/L berpengaruh terhadap korupsi di

faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi kementerian dan lembaga

sehingga dapat digunakan sebagai alat

b. Apakah peran audit internal yang

pengawasan.

diproksikan dengan jumlah temuan atas

c. Untuk pemerintah Indonesia kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan dari LHP BPK atas kepatuhan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi K/L terhadap peraturan perundang-

masukan bagi pemerintah Indonesia undangan berpengaruh terhadap korupsi

tentang faktor-faktor yang dapat di kementerian dan lembaga

menghindarkan atau menekan korupsi di Indonesia.

c. Apakah tingkat kewenangan audit internal yang diproksikan dengan dummy (1) d. Untuk Badan Pemeriksa Keuangan untuk unit pengawasan K/L dipimpin

Penelitian ini juga dapat menjadi oleh Inspektur Jenderal dan (0) untuk

masukan bagi BPK karena menggunakan unit pengawasan K/L dipimpin oleh

hasil pemeriksaan BPK sehingga lebih inspektur , berpengaruh terhadap korupsi

meningkatkan kualitas pemeriksaan, di kementerian dan lembaga

karena dapat menghindarkan atau

d. Apakah ukuran audit internal yang menekan korupsi di Indonesia. diproksikan dengan jumlah auditor internal

e. Untuk Komisi Pemberantasan Korupsi di masing-masing K/L berpengaruh

(KPK)

terhadap korupsi di kementerian dan Penelitian ini juga dapat menjadi masukan lembaga bagi KPK karena menggunakan jumlah

e. Apakah ukuran K/L yang diproksikan kasus korupsi yang ditangani KPK sehingga dengan nilai (Rp) realisasi anggaran

lebih menekan korupsi di Indonesia pengeluaran belanja K/L berpengaruh

dengan mengembangkan inovasi-inovasi terhadap korupsi pada kementerian dan

berdasarkan kesimpulan penelitian ini. lembaga

f. Apakah kompleksitas K/L yang diproksikan METODE PENELITIAN

dengan jumlah satuan kerja di masing- masing K/L berpengaruh terhadap korupsi pada K/L

Kerangka Teori

enerapan good governance di Indonesia

Manfaat Penelitian

dilatarbelakangi oleh dua hal: pertama, tuntutan eksternal karena adanya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

pengaruh globalisasi internasional. Kedua, memberikan manfaat sebagai berikut: tuntutan internal yaitu tuntutan masyarakat

a. Untuk Akademisi yang merasa bahwa salah satu penyebab krisis adalah KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

Sehingga untuk mencegah terjadinya KKN khususnya korupsi, maka praktek good governance harus diterapkan secara baik (Fauzi, 2013).

UNDP mendefinisikan bahwa governance merupakan praktek kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan administrasi untuk mengatur hubungan suatu negara pada semua tingkatan. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan aktivitas ekonomi dalam negeri dan interaksi antara penyelenggara ekonomi. Implikasi Economic governance berdampak pada kemiskinan (poverty), kualitas hidup (quality of live) dan keadilan merata (equity). Political governance meliputi proses pembuatan keputusan membuat kebijakan. Administrative governance meliputi sistem implementasi proses kebijakan. Sehingga institusi governance ada tiga yaitu: (1) State yang menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, (2) Privat sector menciptakan pekerjaan, pasar, dan pendapatan, (3) Society (masyarakat) berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, politik dan mengajak berpartisipasi (United Nation, 2012).

OECD dan World Bank mengatakan bahwa good governance sama dengan penyelenggaraan manajemen negara yang solid dan bertanggungjawab, selaras dengan demokrasi, pasar yang efisien, terhindar dari salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi politik dan administratif, disiplin anggaran, aktivitas kewiraswastaan (LAN & BPKP, 2000).

Good Governance merupakan kesepakatan pengaturan negara oleh sektor pemerintah, masyarakat dan sektor swasta mengenai pembentukan mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana masyarakat dapat menggunakan hak secara hukum, mengutarakan kepentingan mereka dan mencari solusi atas masalah-masalah dan memonitor akuntabilitas pemerintahan (Masyarakat Transparansi Indonesia, 2012).

Kesimpulannya, arti good governance atau governance memang bervariasi dan berkembang, namun pada intinya adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang kokoh dan bertanggung jawab, efisien dan efektif antar interaksi institusi-institusi negara, tidak hanya pemerintah tetapi juga sektor swasta dan masyarakat. Good Governance dalam sudut pandang korporasi atau swasta disebut good corporate governance sedangkan dari sudut pandang pemerintah yaitu disebut good government governance.

Karakteristik atau ciri-ciri good governance yaitu adanya: (1) Partisipasi setiap warga negara dalam setiap pembuatan keputusan baik secara langsung maupun melalui fasilitasi institusi, (2) Rule of law, menjamin supremasi hukum, (3) Transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan dan dapat dimonitor, (4) Responsiveness atau bertanggung jawab dalam melayani setiap stakeholders, (5) Consensus orientation, menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsesus masyarakat, (6) Memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan (United Nations, 2012) .

Korupsi merupakan bagian dari kecurangan/ fraud. Risiko kecurangan yang diadopsi SAS No.99 didasarkan pada teori faktor risiko kecurangan oleh Cressey (1953). Teori faktor risiko kecurangan mengatakan bahwa terdapat tiga situasi mengapa orang bertindak fraud yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Pressure (tekanan), yaitu adanya insentif/ tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Opportunity (peluang), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Adanya peluang memungkinkan terjadinya

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA kecurangan, peluang tercipta karena kelola yang kemudian berpengaruh terhadap

adanya kelemahan pengendalian internal, kemiskinan meningkat. Hubungan tersebut ketidakefektifan pengawasan manajemen, digambarkan dalam gambar 3. atau penyalahgunaan posisi atau otoritas.

Penelitian-penelitian tersebut diantaranya Untuk itu organisasi harus membangun

penelitian korupsi mengancam demokrasi dan efektivitas pengendalian internal agar setiap

tata kelola dengan memperlemah partisipasi pegawai tidak dapat melakukan kecurangan

masyarakat dan institusi politik, dan dengan dan organisasi juga menyediakan deteksi

menghambat pertumbuhan ekonomi menuju kecurangan. Rationalization (rasionalisasi)

demokrasi (Johnston, 2000). Korupsi yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian

berdampak pada kualitas jasa pemerintah nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak

dan infrastruktur sektor pendidikan dan tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan,

kesehatan (Mauro, 2002; Gupta dkk, 2000; atau orang-orang yang berada dalam lingkungan

Gupta dkk, 1998). Tata kelola pemerintahan yang cukup menekan yang membuat mereka

yang baik (dengan kontrol terhadap korupsi) merasionalisasi tindakan fraud (AICPA, 2002).

berhubungan dengan pengurangan kemiskinan Korupsi pada sektor publik merupakan (Kaufman & Kraay, 2002; World Bank, 2000). penyalahgunaan dana publik untuk Sebab terjadinya korupsi secara berurutan kepentingan pribadi seringkali digambarkan adalah sebagai berikut: (a) Rendahnya sebagai kondisi yang memperburuk akuntabilitas suatu institusi/negara, (b) kemiskinan (pendapatan rendah, kesehatan Gaji yang rendah, (c) Kuatnya monopoli, dan pendidikan yang buruk). Korupsi memiliki (d) Kuatnya tingkat diskresi, (e) Kurangnya konsekuensi langsung terhadap faktor-faktor transparansi, (f) Kekuatan orang terpengaruh, tata kelola pemerintahan dan perekonomian (g) Pengaturan yang bertele-tele (Javaid, yang pada akhirnya menimbulkan kemiskinan 2010). (Chetwynd dkk, 2003).

Model Penelitian

Incentive/Pressure

Model penelitian ini yaitu :

Corrupt it =

β 0 +β 1 PI it +β 2 AI it - β 3 Authority_AId1 it -β 4 SIZE_AI it +β 5

SIZE_KL it +β 6 KOMP_KL it +ε it

: Korupsi i tahun t

Gambar 2 Fraud Triangle

it

Sumber: Fraud Triangle Theory by Cressey, 1953 .

PI it

: Pengendalian internal pada kementerian/

lembaga i pada tahun t

AI it

: Audit Internal pada

Faktor-Faktor Tata Kelola Yang

kementerian/lembaga i

Mempengaruhi Korupsi

pada tahun t

Model ini disebut juga “model tata kelola” yang

Authority_

: Kewenangan audit

internal pada dimana faktor-faktor tata kelola berhubungan

AId1

it

kementerian dan dengan korupsi. Kapasitas tata kelola

lembaga i pada tahun t berpengaruh negatif terhadap korupsi. Korupsi

yang tinggi akan mengurangi kapasitas tata

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

Korupsi meningkat

Mengurangi kapasitas tata kelola

Kemiskinan meningkat

Gambar 3 Cause and Consequences of Corruption “Governance Model”

Sumber : Chetwynd et. al, 2003

SIZE_AI it : Ukuran audit internal E-Views dipilih karena keunggulannya dalam pada kementerian/

mengolah data panel yaitu data yang bersifat lembaga i pada tahun t

time series (beberapa periode) dan cross SIZE_KL it

: Ukuran kementerian/ section (beberapa objek) (Winarno, 2007). lembaga i pada tahun t

KOMP_KL it : Kompleksitas kementerian/lembaga i

Metode Analisis Data

pada tahun t Dalam penelitian ini menggunakan analisis ɑ

: Konstanta statistik, pemilihan model dan uji asumsi β 1- β 4 : Koefisien regresi

klasik. Pemilihan model yaitu serangkaian uji ε i

: error ini dilakukan untuk melihat model mana yang

terbaik. Apakah common effect, fixed effect

atau random effect. Dari uji ini akan diperoleh

Metode Pengumpulan Data

hasil suatu model yang tepat untuk melakukan Data yang digunakan dalam kajian ini adalah regresi selanjutnya. data sekunder yang berasal dari publikasi Dari model ini dilakukan uji asumsi klasik pada laporan hasil audit BPK berupa jumlah temuan data panel, antara lain heteroskedasitas yaitu pengendalian internal dan jumlah temuan uji yang dilakukan agar variabel dependen tidak kepatuhan terhadap perundang-undangan. bias dan konsisten. Metode yang digunakan Data dari pusat pembinaan jabatan fungsional untuk

heteroskedasitas auditor Badan Pengawasan Keuangan dan antara lain: metode grafik, metode park, rank

mengidentifikasi

Pembangunan (BPKP) berupa jumlah auditor spearman, Lagrange Multiplier (LM test), dan seluruh kementerian/lembaga. Data dari white heteroscedacity test. Multikolinearitas laporan tahunan KPK berupa jumlah kasus yaitu adanya korelasi antara variabel-variabel korupsi. Data struktur organisasi audit internal bebas menjadikan intepretasi koefisien- kementerian/lembaga berupa dummy (1) koefisien regresi menjadi tidak benar lagi untuk struktur organisasi audit internal yang (Nachrowi, 2012). Ada beberapa cara untuk dipimpin esselon I dan (2) untuk struktur mengidentifikasi adanya multikolinieritas, organisasi audit internal yang dipimpin esselon pada penelitian ini menggunakan pencarian

II, berasal dari Undang-Undang Nomor 39 nilai koefisien korelasi antar variabel bebas Tahun 2008. Data nilai realisasi anggaran menggunakan coefficient correlation pearson. belanja kementerian/lembaga dan jumlah satuan kerja berasal dari laporan keuangan Pengujian Hipotesis dilakukan untuk pada 83 kementerian/lembaga selama 3 menentukan baik buruknya suatu model tahun (2012 s.d 2014), sehingga total sampel melalui uji kesesuaian (R-Square), uji variabel berjumlah 249 kementerian/lembaga (tabel 1). secara serentak koefisien regresi (uji F) maupun Seluruh data variabel diuji dan diregresikan uji parsial (uji t), untuk menentukan diterima dengan menggunakan PLS (Panel Least atau ditolak hipotesis. Uji F, uji dilakukan Square) dalam software E-Views. Software untuk melihat signifikansi variabel bebas

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA Tabel 1 Pengambilan sampel

Jumlah Bagian Anggaran Kementerian/lembaga yang diaudit BPK 87 86 92 & diperiksa KPK Jumlah Bagian Anggaran kementerian/lembaga dengan data

4 3 9 tidak lengkap

Jumlah sampel akhir 83 (Bagian Anggaran kementerian/lembaga 83 83 83 yang sama) x 3 tahun = 249 Sumber: diolah oleh penulis

apakah mempengaruhi variabel dependen pengendalian internal memiliki nilai mean secara serentak. Uji t, uji yang dilakukan yang lebih besar dari pada nilai median yang untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh berarti bahwa lebih dari setengah sampel variabel bebas satu per satu terhadap variabel dalam penelitian ini memiliki jumlah temuan dependen (parsial). Uji Determinasi, R-square pengendalian intern yang lebih tinggi dari pada menjelaskan variasi variabel dependen yang rata-ratanya. dapat dijelaskan oleh variabel bebas. R-square yang besar menggambarkan model penelitian

yang digunakan semakin baik. Tetapi jika Pemilihan Model R-square tidak begitu besar dan uji t-stat Uji F Test (Chow Test)

signifikan, maka model tetap layak secara Tes ini digunakan untuk memilih model statistik (Gujarati, 2003). mana yang terbaik antara Common Effect

dan Fixed Effect. Common effect adalah yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

mengasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu, sedangkan Fixed Effect mengasumsikan bahwa terdapat

abel 2 menggambarkan ringkasan efek berbeda antar individu (Widarjono, deskriptif statistik menggunakan 2009). Tabel 3 menggambarkan bahwa nilai software E-Views dari 249 sampel probabilitas Cross section F Nilainya adalah

dan telah melalui penormalan data dengan < 0,05 maka model yang terpilih adalah Fixed tujuan untuk membuat data asli memenuhi Effect. asumsi-asumsi analisis (Erlina & Mulyani,

H0 : Jika nilai P-value > 0,05 model 2007). Penormalan data yang dilakukan dalam

mengikuti Common Effect penelitian ini adalah: (a) transformasi data

yaitu logaritma natural pada data jumlah H1 : Jika nilai P-value < 0,05 model anggaran kementerian dan lembaga. Tujuan

mengikuti Fixed Effect dilakukan logaritma natural untuk mengubah H 0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai α.

nilai data yang terlalu besar sehingga lebih Sebaliknya, H 0 diterima jika P-value lebih besar ringkas (b). Winsorizing pada data jumlah dari nilai α. Nilai α yang digunakan sebesar 5% temuan pengendalian internal dan jumlah (degree of freedom 0,05). auditor. Winsorizing adalah mengubah nilai data yang outlier ke suatu nilai tertentu

(Erlina & Mulyani, 2007). Tabel tersebut Hausman Test

juga menunjukkan bahwa jumlah temuan Tes ini digunakan untuk memilih model mana

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

Tabel 2 Statistik Deskriptif

Variabel Obs

Std. Dev.

SIZE_AI 249

SIZE_KL 249

KOMP_KL 249

Sumber: diolah dari E-views

yang terbaik antara Fixed Effect dan Random antara common effect dan random effect Effect. Random Effect merupakan efek spesifik (Greene, 2002). dari masing-masing individu diperlakukan sebagai bagian dari komponen error yang

bersifat acak dan tidak berkorelasi dengan Uji Asumsi Klasik variabel penjelas yang teramati (Gujarati, Heteroskedasitas

2012). Maka setelah diuji dengan Random Heteroskedasitas biasanya terjadi pada jenis effect testing, hasil tergambar dalam tabel 4. data cross-section. Penelitin ini menggunakan

H 0 : Jika nilai P-value > 0,05 model data panel yang merupakan gabungan dari mengikuti Random Effect

data cross-section dan time-series. Model

H 1 : Jika nilai P-value < 0,05 model Pooled Least Square atau Common Effect mengikuti Fixed Effect

memungkinkan terjadinya heteroskedasitas, karena masih menggunakan pendekatan

H 0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai α. OLS (Ordinary Least Square). Setelah

Sebaliknya, H 0 diterima jika P-value lebih besar melalui uji Hausman, disimpulkan bahwa dari nilai α. Nilai α yang digunakan sebesar 5% penelitian ini menggunakan model Random

(degree of freedom 0,05). Effect. Dalam model Random Effect tidak

Tabel 4 mengatakan bahwa probabilitas Cross terjadi Heteroskedasitas karena sudah section Random adalah > 0,05 maka model menggunakan Generalize Least Square (GLS) yang terpilih adalah Random Effect Model. yang merupakan teknik penyembuhan regresi Kesimpulan dari kedua uji pemilihan model pendekatan OLS (Baltagi, 2005). tersebut adalah model Random Effect tanpa harus dilakukan uji selanjutnya yaitu LM Test. LM Test merupakan test yang dilakukan untuk membandingkan model mana yang terbaik

Tabel 3 Hasil F Test Effects Test

Cross-section F

Cross-section Chi-square

Sumber: diolah dari Eviews

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA Tabel 4 Hasil Hausman Test

Test Summary

Chi-Sq. Statistic

Chi-Sq. d.f.

Prob.

Cross-section random

Sumber: diolah dari E-Views

Multikolinearitas

probabilitas nilai t hitung < 0,05 maka H 0 ditolak

1 . Tingkat signifikansi yang digunakan dalam pengujian ini sebesar 10%.

atau menerima H

Multikolinearitas adalah adanya korelasi

antara variabel-variabel bebas. Hal ini akan menjadikan intrepretasi koefisien-koefisien Pengujian t-statistic dilakukan dengan cara

membandingkan nilai statistik t dengan nilai regresi menjadi tidak benar lagi. Namun,

pada tabel t (Widarjono, 2009).

kolinearitas masih diperbolehkan sepanjang bukan kolinearitas sempurna, karena koefisien Uji signifikansi variabel jumlah temuan regresi tidak dapat diestimasi (Nachrowi, 2012). Pengendalian Internal (PI) terhadap jumlah Hasil dalam pengolahan ini menggunakan kasus korupsi (Corrupt) dapat dilihat dari nilai Koefisien Uji Multikolinieritas menggunakan p-value t-stat. Dari hasil regresi pada tabel 6 SPSS 20.

didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi Tabel 5 menggambarkan bahwa diantara 90% atau α=10% (One tailed) variabel

pengendalian internal memiliki p-value t-stat variabel independen tersebut nilai tolerance

= 0,0825. Karena H

1 : β < 0.10 maka H 0 ditolak

tidak ada yang melebihi dari 0,9 yang berarti

atau menerima H

tidak terdapat multikolinearitas. Jika nilai

tolerance di atas 0,10 dan Variance Inflation

H 0 : Jumlah temuan Pengendalian Intern di Factor (VIF) di bawah nilai 10 maka dinyatakan

kementerian/lembaga tidak berpengaruh bebas multikolinieritas (Sugiyono, 2009).

positif terhadap Jumlah kasus korupsi Tabel 6 menunjukkan hasil model Random

pada kementerian/lembaga

Effect berdasarkan kesimpulan hasil pemilihan

H 1 : Jumlah temuan Pengendalian Intern di model dan uji asumsi klasik dalam penelitian

kementerian/lembaga berpengaruh positif ini.

terhadap Jumlah kasus korupsi pada kementerian/lembaga

Pengujian Hipotesis

Kesimpulannya jumlah temuan pengendalian internal di kementerian/lembaga

Uji t–statistic

mempengaruhi secara signifikan terhadap Uji t–statistic merupakan uji signifikansi jumlah kasus korupsi pada kementerian/

pengaruh variabel-variabel independen lembaga namun pada tingkat signifikansi terhadap variabel dependennya. Rumus 90% atau α =10% . Sedangkan pada tingkat yang digunakan Hipotesis dalam pengujian signifikansi 95% atau α =5% jumlah temuan t-statistic adalah:

pengendalian internal di kementerian/ lembaga

0 : tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

H tidak berpengaruh terhadap jumlah kasus

korupsi pada kementerian/ lembaga. Semakin besar tingkat signifikansi menggambarkan

H 1 : berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepercayaan yang semakin tinggi. Uji

variabel dependen arah menentukan bahwa hubungan antara Langkah selanjutnya adalah membandingkan variabel independen dan dependen merupakan jika probabilitas nilai t hitung > 0,05 maka H 0 hubungan positif dengan melihat koefisiennya. diterima atau menolak H 1 , sebaliknya jika Hal ini juga menggambarkan semakin efektif

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

Tabel 5 Hasil Koefisien Uji Multikolinieritas korupsi (Corrupt) dapat dilihat dari nilai p-value t-stat. Dari hasil regresi pada tabel 6

Collinearity Statistics Mode l

didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi

Tolerance

95% (α =5%) variabel tingkat kewenangan (Constant) audit internal memiliki p-value t-stat 0,0752/2

VIF

PI ,540

= 0,032 (one tailed). Karena H 3 : β < 0,05 maka AI ,557

H 0 ditolak atau menerima H 3.

Authority ,597

H 0 : Audit internal kementerian/lembaga Size_KL

Auditor ,628

dengan struktur organisasi setingkat Komp_KL

eselon I tidak berpengaruh negatif terhadap jumlah kasus korupsi

Sumber: SPSS

kementerian/lembaga pengendalian internal suatu kementerian/

H 3 : Audit internal kementerian/lembaga lembaga akan dapat mengurangi korupsi pada

dengan struktur organisasi setingkat kementerian/lembaga.

eselon I berpengaruh negatif Uji signifikansi variabel peran Audit Internal

terhadap jumlah kasus korupsi (AI) terhadap korupsi (corrupt) dapat dilihat

kementerian/lembaga dari nilai p-value t-stat. Hasil regresi pada Kesimpulannya variabel tingkat kewenangan

tabel 6 didapatkan bahwa dengan tingkat auditor internal yang mempunyai struktur signifikansi 95% atau α =5% variabel peran organisasi auditor internal setingkat eselon audit internal memiliki p-value t-stat 0,5211/

I mempengaruhi korupsi secara signifikan

2 = 0,2605 (one tailed). Karena H 0 : β ≥ 0,05 di kementerian dan lembaga. Tabel 6 dapat maka H 0 diterima atau menolak H2 .

diketahui bahwa variabel tingkat kewenangan Ho:

Jumlah temuan kepatuhan terhadap audit internal mempunyai hubungan negatif perundang-undangan kementerian terhadap tingkat korupsi sebesar 0,1399895 /lembaga tidak berpengaruh positif dan berpengaruh terhadap tingkat korupsi. terhadap jumlah kasus korupsi Uji signifikansi variabel ukuran auditor kementerian/lembaga

internal (SIZE_AI) terhadap korupsi (Corrupt)

H 2 : Jumlah temuan kepatuhan dapat dilihat dari nilai p-value t-stat. Dari hasil terhadap perundang-undangan regresi pada tabel 6 didapatkan bahwa dengan kementerian/lembaga berpengaruh tingkat signifikansi 95% (α =5%) variabel positif terhadap jumlah kasus ukuran audit internal memiliki p-value t-stat korupsi kementerian/lembaga

0,215/2 = 0,1078 (one tailed). Karena H 0 :β≥ 0,05 maka H 0 diterima atau menolak H 4.

Kesimpulannya jumlah temuan ketidakpatuhan kementerian/lembaga terhadap peraturan

H o : Jumlah auditor internal tidak perundang-undangan

berpengaruh negatif terhadap mempengaruhi jumlah kasus korupsi pada

tidak

signifikan

jumlah kasus korupsi kementerian/ kementerian dan lembaga. Uji arah pada

lembaga

tabel 6 dapat diketahui bahwa variabel peran

H 4 : Jumlah auditor internal berpengaruh audit internal mempunyai hubungan positif

negatif terhadap jumlah kasus terhadap tingkat korupsi sebesar 0,003143

korupsi kementerian/lembaga namun tidak signifikan.

Kesimpulannya variabel jumlah auditor Uji signifikansi variabel tingkat kewenangan internal belum mempengaruhi jumlah kasus audit internal (Authority_AId1) terhadap korupsi di kementerian/lembaga. Pada tabel

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA Tabel 6. Hasil Random Effect Model

Corrupt = - 0.2670535 + 0.0091125 *PI + 0. 003143 *AI - 0. 1399895 * Authority_AId1 + 0.000709 *SIZE_AI + 0.0510555 * SIZE_KL + 0.0095245 * KOMP_KL

Variabel dependen : Corrupt

Variabel independen

Ekspektasi Tanda

C Tidak Ada

0.2605 Authority_AId1

AI +

0.0376** SIZE_AI

0.1078 SIZE_KL

0.0236** KOMP_KL

Weighted Statistics

Prob (F-statistic)

***Signifikan pada level 1%, one tailed **Signifikan pada level 5%, one tailed *Signifikan pada level 10%, one tailed

Sumber: diolah dari E-Views

6 dapat diketahui bahwa variabel jumlah positif dengan jumlah korupsi pada auditor internal mempunyai hubungan positif

kementerian/lembaga terhadap tingkat korupsi sebesar 0,000709

Kesimpulannya variabel ukuran kementerian/ dan variabel ini mempengaruhi korupsi tidak

lembaga mempengaruhi korupsi di signifikan.

kementerian/lembaga. Pada tabel 6 dapat Uji signifikansi variabel Ukuran Kementerian/ diketahui bahwa variabel ukuran kementerian/ Lembaga (SIZE_KL) terhadap korupsi lembaga mempunyai hubungan positif (corrupt) dapat dilihat dari nilai p-value terhadap korupsi sebesar 0,0510555 dan t-stat. Hasil regresi pada tabel 6 didapatkan berpengaruh terhadap tingkat korupsi. bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α Uji

variabel kompleksitas =5%) variabel ukuran kementerian/lembaga kementerian/lembaga (KOMP_KL) terhadap

signifikansi

memiliki p-value t-stat 0,0473/2 = 0,0237 korupsi (Corrupt) dapat dilihat dari nilai (One tailed). Karena H 5 : β < 0,05 maka H 0 p-value t-stat. Dari hasil regresi pada tabel 6 ditolak atau menerima H5 .

didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi

H 0 : Nilai total pengeluaran belanja 95% (α

variabel kompleksitas kementerian/lembaga tidak berpe- kementerian/lembaga memiliki p-value t-stat ngaruh positif dengan jumlah 0,492/ 2 = 0,324 (One tailed). Karena H 0 :β≥ korupsi pada kementerian/lembaga

0,05 maka H 0 diterima atau menolak H 6.

H 5 : Nilai total pengeluaran belanja

H 0 : Jumlah satuan kerja kementerian/ kementerian/lembaga berpengaruh

lembaga tidak berpengaruh positif

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL, KARAKTERISTIK INSTANSI DAN ... Nurhasanah

terhadap jumlah kasus korupsi pada variabel pengendalian internal, audit internal, kementerian/lembaga

tingkat kemandirian audit internal, jumlah auditor internal, ukuran kementerian/lembaga

H 6 : Jumlah satuan kerja kementerian/ serta kompleksitas kementerian/lembaga

lembaga berpengaruh positif berpengaruh terhadap tingkat korupsi di

terhadap jumlah kasus korupsi pada

kementerian/lembaga.

kementerian/lembaga Kesimpulannya variabel kompleksitas

kementerian/lembaga berupa jumlah satuan Uji Koefisien Determinasi

kerja kementerian/lembaga mempengaruhi Uji koefisien determinasi (R 2 ) menjelaskan tidak signifikan terhadap jumlah kasus seberapa besar variasi variabel dependen korupsi di kementerian/lembaga. Pada tabel 6

dapat dijelaskan oleh variabel independen dapat diketahui bahwa variabel kompleksitas (Widarjono, 2009). Nilai koefisien determinasi

kementerian/lembaga mempunyai hubungan (R 2 ) berkisar diantara nol dan satu (0 < R 2 <

positif terhadap tingkat korupsi sebesar

1) (Kuncoro, 2011). Semakin nilai R 2 kecil atau 0,0095245 namun tidak berpengaruh terhadap

mendekati nol artinya kemampuan variabel korupsi.

independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai R 2 yang besar atau mendekati satu semakin bagus.

Uji F–statistic

Uji F–statistic bertujuan melihat apakah Pada tabel 6 menggambarkan bahwa nilai variabel independen dalam model mempunyai R sebesar 0,10009 dan adjusted R 2 sebesar pengaruh secara simultan terhadap variabel 0,077756. Dapat dikatakan bahwa kemampuan dependen (Kuncoro, 2011). Rumusnya yang variabel independen dalam menjelaskan digunakan dalam pengujian F-statistic adalah: varians variabel dependen hanya sebesar

7,77%. Hal ini berarti hanya 7,77% variasi

H 0 : secara simultan tidak berpengaruh tingkat korupsi dapat dijelaskan oleh nilai signifikan

variabel pengendalian internal, audit internal, tingkat dependen

terhadap

kewenangan audit internal, jumlah auditor,

H 1 : secara simultan berpengaruh signi- ukuran kementerian/lembaga, kompleksitas fikan terhadap variabel dependen

kementerian/lembaga. Dengan demikian 92,23% sisanya diterangkan oleh variabel

Langkah selanjutnya adalah membandingkan lain yang tidak dimasukkan dalam model

jika probabilitas nilai F statistik > 0,05 maka H 0

penelitian ini. Hal ini juga menggambarkan

diterima atau menolak H 1 , sebaliknya jika

bahwa determinan korupsi sangat complicated

probabilitas nilai F statistik < 0,05 maka H 0 ditolak

(Kuncoro, 2002), sehingga kemampuan 6 atau menerima H 1 . Tingkat signifikansi yang variabel independen yang disuguhkan dalam digunakan dalam pengujian ini sebesar 5%. model hanya sebesar 7,77% sedangkan faktor- Pengujian F-statistic juga dapat dilakukan faktor korupsi yang lain sebesar 92,23%. dengan membandingkan nilai nilai F statistik

dengan F menurut tabel (Widarjono, 2009).

Tabel 6 menggambarkan bahwa hasil regresi Hasil Pengujian Hipotesis data panel menggunakan Random Effect. Pengaruh efektivitas pengendalian Probabilitas nilai F statistik didapatkan 0,000251 internal terhadap korupsi di dengan tingkat signifikansi 99% (α =1%). kementerian dan lembaga

Karena p-value F-stat < 0,01 maka H 0

Pengaruh efektivitas pengendalian internal

diterima atau menolak H 1. Kesimpulannya

terhadap korupsi di kementerian/lembaga

JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA diuji melalui hipotesis 1. Hasil pengujian maka akan mengakibatkan tingginya jumlah

regresi yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kasus korupsi pada kementerian dan lembaga. variabel jumlah temuan pengendalian internal Namun hipotesis ini belum terbukti secara mempunyai pengaruh signifikan positif signifikan (0,0825) terhadap jumlah kasus korupsi

Dalam setiap pelaksanaan dan pengelolaan di kementerian/lembaga. Semakin sedikit

APBN, audit internal sebagai pengawas jumlah temuan pengendalian internal yang

sistem pengendalian internal yang dijalankan artinya semakin efektif pengendalian internal

manajemen mempunyai peran untuk suatu kementerian/lembaga dan dapat

mendeteksi kecurangan yang berakibat pada mengurangi kasus korupsi pada kementerian/ tidak efektif, tidak efisiennya pelaksanaan

lembaga. Sebaliknya, semakin banyak dan pengelolaan APBN. Sedangkan BPK

jumlah temuan pengendalian internal yang melakukan pengujian kepatuhan terhadap

artinya semakin kurang efektif pengendalian ketentuan peraturan perundang-undangan

internal suatu kementerian/lembaga akan untuk mendeteksi kecurangan serta

cenderung meningkatkan jumlah korupsi pada ketidakpatuhan yang berpengaruh langsung

kementerian dan lembaga. dan material terhadap penyajian laporan

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang keuangan. Pengawasan audit internal ini dilakukan oleh Ge, dkk (2014), Dewi (2014) dilaksanakan sebelum audit eksternal, bahwa pengendalian internal yang efektif akan sehingga seharusnya jika audit eksternal dapat mengurangi korupsi.

menemukan temuan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan maka audit internal sudah mengetahuinya terlebih dahulu.

Pengaruh audit internal terhadap

Jumlah temuan ketidakpatuhan kementerian/

korupsi di kementerian dan lembaga

lembaga terhadap peraturan perundang- Pengujian pengaruh audit internal terhadap undangan tidak berpengaruh positif terhadap

korupsi di kementerian/lembaga diuji melalui jumlah kasus korupsi, hasil ini tidak sesuai hipotesis 2. Hasil pengujian regresi yang dengan penelitian yang dilakukan oleh Liu & telah dilakukan, diperoleh bahwa jumlah Lin (2012) yang berhasil membuktikan secara temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan empiris bahwa jumlah temuan ketidakpatuhan perundang-undangan mempunyai pengaruh yang dideteksi oleh auditor eksternal tidak signifikan positif (0,003143) terhadap berpengaruh positif terhadap jumlah kasus jumlah kasus korupsi di kementerian/ korupsi. lembaga. Pengujian arah menggambarkan bahwa semakin sedikit jumlah temuan

ketidakpatuhan terhadap peraturan Pengaruh tingkat kewenangan perundang-undangan yang dideteksi oleh audit internal terhadap korupsi di auditor eksternal yang artinya semakin baik kementerian dan lembaga