LAPORAN DAN PENDAHULUAN DAN DEMENSIA

LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA
A. PENGERTIAN
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
(Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian.
B. ETIOLOGI
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya

kelainan gen tertentu.
Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan
atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil

disebut

demensia multi-infark. Sebagian

penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3. Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya
1. Penyakit cerebro kardiofaskuler
2. penyakit- penyakit metabolik
3. Gangguan nutrisi
4. Akibat intoksikasi menahun
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)

8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.

13. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
D. KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5. Kehilangan inisiatif.
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak

dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vaskular
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1. Peningkatan reflek tendon dalam
2. Kelainan gaya berjalan
3. Kelemahan anggota gerak
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia 65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang
menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan
meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama
mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin

menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah
besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji
oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk
dapat mengkaji ddan mengenali gejala demensia.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia
adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan

laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit
serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan
pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut
dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4.
setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi

epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau
tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
6. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test

yang

paling

banyak

dipakai.

(Asosiasi

Alzheimer

Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif
untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)

Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau
penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap
abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
E. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan. Untuk mengobati
demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti
Donepezil, Rivastigmine , Galantamine , Memantine
Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
F. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DEMENSIA
1.

Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak
cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku
curiga, dan tingkah laku agresif.
2.


Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi

neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,
tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
3.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi

atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan
tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4.

Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai

dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5.

Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,


kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Dx
1 Setelah diberikan tindakan
a.
Jalin hubungan

Rasional
saling
a) Untuk membangan kepercayaan dan

keperawatan

diharapkanmendukung dengan klien.

klien

beradaptasi
b.

dapat

Orientasikan

rasa nyaman.

pada

dengan perubahan aktivitaslingkungan dan rutinitas baru. Menurunkan kecemasan dan perasaan
sehari- hari dan lingkungan
c.
dengan KH :

Kaji

tingkat

stressorterganggu.

(penyesuaian

diri,

a. mengidentifikasi perubahan perkembangan,
b.

peran
c) Untuk menentukan persepsi klien

mampu beradaptasi padakeluarga, akibat perubahantentang kejadian dan tingkat serangan.
perubahan lingkungan danstatus kesehatan)
aktivitas kehidupan seharid. Tentukan jadwal aktivitas
hari

yang wajar dan masukkan

c. cemas dan takut berkurang dalam kegiatan rutin.

Konsistensi mengurangi kebingungan

d. membuat pernyataan yang

dan meningkatkan rasa kebersamaan.

positif tentang lingkungan
e. Berikan
yang baru.

penjelasan

informasi

yang
e)

menyenangkan
2

dan
Menurunkan

mengenaimempertahankan rasa saling percaya,

kegiatan/ peristiwa.
dan orientasi.
Setelah diberikan tindakan
a.
Kembangkan lingkungan
a.
Mengurangi
keperawatan

diharapkanyang

klien

mengenalihubungan klien-perawat yang

mampu

ketegangan,

mendukung

kecemasan

dan

danemosional.

perubahan dalam berpikirterapeutik.
dengan KH:
Mampu

b. Pertahankan lingkungan yang
memperlihatkanmenyenangkan dan tenang.

kemampuan kognitif untuk
c. Tatap wajah ketika berbicara
menjalani

konsekuensidengan klien.

berlebihan

kejadian yang menegangkan
terhadap emosi dan pikiran
d.
tentang diri.
b.

Mampu mengembangkan

Kebisingan

merupakan
yang

sensori

meningkatkan

gangguan neuron.
Panggil
namanya.

klien

dengan
Menimbulkan perhatian, terutama
pada

klien

dengan

gangguan

No
Dx

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

Rasional

strategi

perceptual.

untuk

mengatasi

anggapan diri yang negative.

Nama adalah bentuk identitas diri dan

Mampu mengenali tingkah
e. Gunakan suara yang agakmenimbulkan pengenalan terhadap
laku dan faktor penyebab.

rendah dan berbicara denganrealita dan klien.
perlahan pada klien.
Meningkatkan pemahaman. Ucapan
tinggi dan keras menimbulkan stress
yg

3

Setelah diberikan tindakan
a.
keperawatan

Kembangkan

mencetuskan

respon marah.
lingkungan
a. Meningkatkan

konfrontasi

dan

kenyamanan

dan

diharapkanyang suportif dan hubunganmenurunkan kecemasan pada klien.

perubahan persepsi sensoriperawat-klien

yang

klien dapat berkurang atauterapeutik.
terkontrol dengan KH:
Mengalami

b. Bantu klien untuk memahami

penurunanhalusinasi.

Meningkatkan

koping

dan

menurunkan halusinasi.

halusinasi.
b.

Mengembangkan strategi
c. Kaji derajat sensori atau
c. Keterlibatan otak memperlihatkan
psikososial

untukgangguan

mengurangi stress.

bagaiman

persepsi
hal

termasuk

yang

tersebutmenyebabkan

Mendemonstrasikan responsmempengaruhi
yang sesuai stimulasi.

danmasalah

bersifat
klien

asimetris
kehilangan

klienkemampuan pada salah satu sisi
penurunantubuh.

penglihatan

atau

pendengaran.
d.

Ajarkan

strategi

mengurangi stress.

untuk Untuk menurunkan kebutuhan akan
halusinasi.

e. Ajak piknik sederhana, jalane. Piknik menunjukkan realita dan
jalan keliling rumah sakit.memberikan stimulasi sensori yang
Pantau aktivitas.

menurunkan

perasaan

curiga

dan

halusinasi yang disebabkan perasaan

No
Dx

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

Rasional

terkekang.
Setelah dilakukan tindakan Jangan menganjurkan klien Irama sirkadian (irama tidur-bangun)

4

keperawatan

diharapkantidur siang apabila berakibatyang tersinkronisasi disebabkan oleh

tidak terjadi gangguan polaefek negative terhadap tidurtidur siang yang singkat.
tidur pada klien denganpada malam hari.
KH :

b.

Evaluasi efek obat klien Deragement

a. Memahami faktor penyebab(steroid,
gangguan pola tidur.
b.

Mampu

diuretik)

psikis

terjadi

bila

yangterdapat panggunaan kortikosteroid,

mengganggu tidur.

termasuk perubahan mood, insomnia.

menentukan

penyebab tidur inadekuat.
c.

Melaporkan

dapat Tentukan kebiasaan

beristirahat yang cukup.

dan Mengubah pola yang sudah terbiasa

rutinitas waktu tidur malamdari asupan makan klien pada malam

d. Mampu menciptakan poladengan
tidur yang adekuat.

kebiasaanhari terbukti mengganggu tidur.

klien(memberi susu hangat).
d.

Memberikan
yang

lingkungan

nyaman

untuk Hambatan kortikal pada formasi

meningkatkan

reticular akan berkurang selama tidur,

tidur(mematikan

lampu,meningkatkan

ventilasi ruang adekuat, suhukarenanya
yang

sesuai,

respon
respon

otomatik,

kardiovakular

menghindariterhadap suara meningkat selama

kebisingan).

tidur.

Buat jadwal tidur secara
teratur. Katakan pada klien
bahwa saat ini adalah waktu
untuk tidur.

Penguatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan

5

Setelah dilakukan tindakan
a.
keperawatan

Kaji

derajat

diharapkankemampuan,

dan

dengan KH :

visual.

persepsi

lingkungan.
gangguan
a. Mengidentifikasi risiko di lingkungan

tingkah

Risiko cedera tidak terjadiimpulsive

kesetabilan

lakudan mempertinggi kesadaran perawat

penurunanakan bahaya. Klien dengan tingkah
Bantulaku impulsi berisiko trauma karena

No
Dx
a.

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Meningkatkan

tingkatkeluarga

aktivitas.
b.

Rasional
mengidentifikasikurang

mengendalikan

risiko terjadinya bahaya yangperilaku. Penurunan persepsi visual

Dapat beradaptasi denganmungkin timbul.
lingkungan

mampu

berisiko terjatuh.

untuk

mengurangi risiko trauma/
cedera.
c. Tidak mengalami cedera. b.

Hilangkan sumber bahaya Klien dengan gangguan kognitif,
lingkungan.

gangguan persepsi adalah awal terjadi
trauma

akibat

tidak

bertanggung

jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.

Mempertahankan keamanan dengan
c.

Alihkan

perhatian

perilaku

saatmenghindari

teragitasi/meningkatkan

konfrontasi
risiko

yang

terjadinya

berbahaya, memenjat pagartrauma.
tempat tidur.
d. Klien yang tidak dapat melaporkan
d. Kaji efek samping obat, tandatanda/gejala obat dapat menimbulkan
keracunan

(tandakadar toksisitas pada lansia. Ukuran

ekstrapiramidal,

hipotensidosis/ penggantian obat diperlukan

ortostatik,

gangguanuntuk mengurangi gangguan.

penglihatan,

gangguan
e. Membahayakan klien, meningkatkan

gastrointestinal).

agitasi dan timbul risiko fraktur pada

e. Hindari penggunaan restrainklien lansia (berhubungan dengan
terus-menerus.

Berikanpenurunan kalsium tulang).

kesempatan keluarga tinggal
bersama klien selama periode

No
Dx

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
agitasi akut.

Rasional

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/