ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM GANGGUAN PERN

ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh:
KELOMPOK 5
ENIK TRISWATI

(1613082)

MOCH. OSCAR S.P

(1712031)

DEWI SUPRIH S

(1712041)

M. RIFQI AMALYA F


(1712036)

FITRI KURNIA H

(1712051)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
KELAS ALIH JENJANG TAHUN AJARAN 2017/2018
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR
Jl. Sudanco Supriyadi 168 Blitar, Telp/Faks : (0342) 814086

1

A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat

napas yang


disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris
disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory
grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada
saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan
masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan
terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat
terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan
paru

yang

menunjukkan

pneumotoraks/pneumomediastinum,


sindrom
penyakit

membran

ini
hialin

adalah
(PMH),

pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).

B. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding
terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia
kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya

2


semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining
Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang
dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada
bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan
frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum
umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi
sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit
putih (Nelson, 1999).
Faktor-faktornya antara lain :
1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial
ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lainlain
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya
3) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit

leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada
neonaatus dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam
periode perinatal, aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan
resusitasi, dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa
darah keluar dari paru.
4) Faktor persalinan

3

Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat
mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of
Newborn)

4

C. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru

menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau
tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kola

Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang

merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
Kekurangan

atau

ketidakmatangan

fungsi

sufaktan

menimbulkan


ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi
tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh
karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada
setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar
seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya,
janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini
daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya,
ketidakmampuan

mempertahankan

menyebabkan atelektasis.

5

pengembangan


paru

ini

dapat

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary
vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.
Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan
aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan
pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke
kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan
dan

selanjutnya

menyebabkan


metabolisme

anaerobik.

Metabolisme

anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis
metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi
ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus
alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan
terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran
hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.
Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO 2 akan menurun tajam, pH
juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi
surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.


6

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya
dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis
surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen
yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan
penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).

7

D. Pathway

Primer

`
Bayi prematur
Pembentukan
membran hialin

surfaktan paru
belum sempurna

Perdarahan antepartum,
hipertensi hipotensi
(pada ibu)
Gangguan perfusi darah
uterus

Sekunder

Ibu diabetes

Seksio sesaria

Hiperinsulinemia
janin

Pengeluaran
hormon stress oleh
ibu

Imaturitas paru
Mengalir ke janin
pematangan paru
bayi yang berisi air

Sirkulasi utero plasenter
kurang baik
Bayi prematur; dismaturitas

Aspirasi mekonium
(pneumonia aspirasi)

Asfiksia
neonatorum

Resusitasi
neonatus

Pernapasan intra uterin

Janin kekurangan
O2 dan kadar CO2
meningkat

Pemberian kadar
O2 yang tinggi

Sumbatan jalan napas
parsial oleh air ketuban
dan mekonium

Insufisiensi pada
bayi prematur

Trauma akibat
kadar O2 yang
tinggi

Gangguan
perfusi

Kerusakan surfaktan

Pneumotorak,
sindrom wilson,
mikity

Menekan sintesis
surfaktan

Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Penurunan produksi surfaktan
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

Surfaktan menurun

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS

Janin tidak dapat menjaga
rongga paru tetap
mengembang

Kolaps paru
Hipoksia

Tekanan negatif intra
toraks yang besar
Usaha inspirasi yang lebih
kuat

Kontriksi vaskularisasi
pulmonal
Masukan oral
tidak adekuat/
menyusu buruk

- Dispena
- Takipnea
- Apnea
- Retraksi dinding
MK : Perubahan
dada
- Pernapasan cuping nutrisi kurang
dari kebutuhan
hidung
tubuh
- Mengorok
- Kelemahan
MK : Pola nafas tidak
efektif, intoleransi aktivitas

P↓ oksigenasi jaringan
Metabolisme anaerob
Timbunan asam laktat
Peningkatan
Asidosis metabolik
metabolisme
(membutuhkan
Kurangnya cadangan
glikogen lebih
glikogen dan lemak coklat
banyak
Hipoglikemia

Gangguan ventilasi pulmonal

Asidosis respiratorik

Transudasi alveoli

Pe↓ pH dan PaO2

Pembentukan fibrin

Membran hialin
melapisi alveoli

Vasokontriksi berat

Fibrin & jaringan yang
nekrotik membentuk lapisan
membran hialin

Menghambat
pertukaran gas

Pe↓ sirkulasi paru
dan pulmonal

Penurunan curah
jantung
M↓nya perfusi ke
organ vital

MK : Resti penurunan
curah jantung

Respon menggigil pada
8
bayi kurang/tidak ada Bayi kehilangan panas tubuh/tdk
dapat me↑kan panas tubuh

Peningkatan pulmonary
vaskular resistence (PVR)

Retensi CO2

Kerusakan endotel kapiler
dan epitel duktus arteriousus

Paru

Hipoperfusi
jaringan paru

Pembalikan parsial
sirkulasi darah janin

Me↓nya aliran
darah pulonal

Aliran darah dari
kanan ke kiri
melalui arteriosus
dan foramen ovale

MK : kerusakan
pertukaran gas

Me↓nya aliran darah pulmonal
Otak

MK : Termoregulasi
tidak efektif

Iskemia Gangguan
fungsi
serebral

-

Pe↓ kesadaran
Kelemahan otot
Dilatasi pupil
Kejang
Letargi

MK :
Resti
cidera

E. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur
dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering
disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada
akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam
pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur
24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir
minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis
dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang
menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi
suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda
gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering
ditemukan pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi,
kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki,
hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi
komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).

9

F. Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor
Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap
setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
Pemeriksaan
Frekuensi napas
Retraksi

< 60 x/menit

ada Sianosis

sianosis

Air entry

Udara masuk

Merintih

Tidak merintih

Evaluasi :

2

x/menit
Tidak ada retraksi Retraksi ringan
Tidak

Sianosis

Skor
1
60 – 80

0

dengan O₂
Penurunan

hilang

> 80 x/menit
Retraksi berat
Sianosis menetap
walaupun

O₂
udara Tidak ada udara

masuk
masuk
Dapat di dengan Dapat
dengan stetoskop

6

= Gawat napas berat

diberi

didengar

tanpa alat bantu

G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan

Kegunaan

Kultur darah

Menunjukkan keadaan bakteriemia
 Menilai derajat hipoksemia

Analisa gas darah

 Menilai keseimbangan asam basa
Menilai keadaan hipoglikemia, karena

Glukosa darah

hipoglikemia dapat menyebabkan atau
memperberat takipnea

Rontgen toraks

Mengetahui etiologi distress nafas
 Leukositosis menunjukkan adanya

Darah rutin dan hitung jenis
10

infeksi
 Neutropenia menunjukkan infeksi
bakteri
 Trombositopenia
adanya sepsis
Menilai hipoksia

Pulse oxymetri

menunjukkan
dan

kebutuhan

tambahan oksigen

1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang
mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia
diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto
rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler
ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa
pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini
penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium
diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari
45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.
Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru

11

dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena
gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis
paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya
asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan
pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’
menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual capacity’
merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi
ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus
paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung
pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan
sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu
terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin
yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin
berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

12

H. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru
yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan
penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum
sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan
fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan

13

suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung
perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi
yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan
bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum
matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian
kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada
janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah prematuritas.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara

14

meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hatihati

karena

berpengaruh

kompleks

terhadap

bayi

prematur.

Pemberian O2 yang terlalu bhhhhhhhanyak dapat menimbulkan
komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias
retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan
berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang
selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3
secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan
penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin
100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg
BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan

15

Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36
minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila
menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya
yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya
kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan
pernapasna, kesukaran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi,
kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah,
2005).

Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,
2010):
a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5%
b) Pantau selalu tanda vital
c) Jaga kepatenan jalan nafas
d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika
bayi mengalami apneu
e) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g.
Lakukan penilaian lanjut
f) Segera periksa kadar gula darah
g) Pemberian nutrisi edekuat

16

h) Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut
sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas
i) Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain
1. Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan
Endang Khoirunnisa, 2010) . Gangguan nafas ringan pada
bayi yang mengalami gangguan nafas ringan disebut Transient
Tacypnea of the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi karena
bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali tanpa adanya
pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda awal
dari infeksi sistemik.
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam


berikutnya
Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis,


terapi untuk mengurangi sepsis
Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak


mampu peras ASI
Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada


perbaikan gangguan nafas, hentikan pemberian O₂



jika frekuensi nafas antara 30-6- kali/menit
Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi
nafas menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada

17

sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan bayi dapat dipulangkan.
2. Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,
2010)
Lanjutkan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran


sedang


Bayi tidak diberikan minum


Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan
antibiotic (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis jika tidak ada tanda-tanda
sebagai berikut ; Suhu aksiler 39ºC, Air ketuban
bercampur mekonium, Riwayat infeksi intrauterine,
demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(>18 jam)
Bila suhu aksiler 34-36,5ºC atau 37,5-39ºC tangani


untuk masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan
pernafasan masih belum ada perbaikan, ambil sampel
darah dan berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan
sepsis, Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika



suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas
Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali
bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan

18

perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,
terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan


(frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada
berkurang atau suara merintih berkurang) ; Kurangi
terapi O₂ secara bertahap, Pasang pipa lambung dan
berikan ASI peras setiap 2 jam, Bila pemberian O₂
tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian


antibiotik dihentikan. Jika bayi kembali tampak
kemerahan tanpa pemberian O₂ selama 3 hari, bayi
dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASI
3. Gangguan Napas Berat Semakin kecil bayi kemungkinan
terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat.
Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan
60 x/i, mungkin 30-100 x/i)



Nafas grunting



Pernapasan cuping hidung



Pernapasan dangkal



Retraksi suprasternal dan substernal



Sianosis



Penurunan suara napas, crakles, episode apnea

e. Status behavioral


Letargi

4. Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi
diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :


Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)



Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru



Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu

25



Tingkat phospatydylinositol



AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, saturasi oksigen
92%-94%, pH 7,3-7,45.



Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak

Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
2. Pola napas tidak efektif berhubungandengan kelelahan otot pernapasan

26

27

Rencana Asuhan Keperawatan
No.

1

Diagnosa Keperawatan

Tujuan/Kriteria Hasil

Intervensi

(NANDA)
(NOC)
Gangguan pertukaran Setelah
dilakukan Manajemen Jalan Napas
gas

tindakan

Definisi:

Kelebihan selam

keperawatan 1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya



X

24

jam 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

atau deficit oksigenasi diharapkan
dan/atau

eliminasi

karbondioksida
membran

(NIC)

3. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan
napas

pada Status

Pernapasan

alveolar- Pertukaran Gas

kapiler.

: 4. Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana
mestinya
5. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya

Berhubungan
perubahan

dengan
membran

kapiler-alveolar
ditandai dengan:
Batasan karakteristik:
 Diaphoresis

6. Buang secret dengan menyedot lender
 Tidak adanya
Diaphoresis
 Tidak adanya
Dispnea

7. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
suara tambahan
8. Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
9. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya

 Tidak adanya

10. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya

 Dispnea

Gangguan

11. Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya

 Gangguan

penglihatan

12. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya

penglihatan
 Gas darah arteri

 Gas darah arteri
normal

13. Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
14. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan

28

abnormal
 Gelisah
 Hiperkapnia
 Hipoksemia
 Hipoksia
 Iritabilitas
 Konfusi
 Napas cuping

 Tidak Gelisah

15. Posisikan untuk meringankan sesak napas

 Tidak adanya

16. Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya

Hiperkapnia
 Tidak adanya
Hipoksemia
 Tidak adanya
Hipoksia
 Tidak adanya

hidung

Iritabilitas

 Penurunan

 Tidak adanya

kabondioksida

Konfusi

Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier
4. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
5. Monitor aliran oksigen
6. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
7. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa

 pH arteri

 Tidak adanya

abnormal

Napas cuping

8. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat

hidung

9. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti

 Pola
pernapasan

 Tidak adanya

konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan

10. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan

abnormal (mis.,

Penurunan

11. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen

kecepatan,

kabondioksida

12. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis

irama,

 pH arteri normal

kedalaman)

 Pola pernapasan

 Sakit kepala
saat bangun

13. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu
upaya pasien untuk bernapas

normal (mis.,

14. Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi

kecepatan, irama,

15. Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen

29

 Somnolen
 Takikardia
 Warna kulit
abnormal (mis.,
pucat,
kehitaman)

kedalaman)
 Tidak adanya
Sakit kepala saat
bangun
 Tidak adanya
Somnolen

16. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
17. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama kegiatan dan atau tidur
18. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen di rumah
19. Rubah kepada pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan
kenyamanan dengan tepat

 Tidak adanya
Takikardia
 Warna kulit
normal

Monitor Pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan
retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
3. Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul,
pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
5. Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai
dengan protocol yang ada
6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung,
dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur
tetapo yang ada
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
8. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri

30

9. Catat lokasi trakea
10. Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
11. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara napas tambahan
12. Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
Pola nafas tidak efektif
2

13. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
dilakukan Manajemen Jalan Napas

Setelah

Definisi: Inspirasi dan/ tindakan

keperawatan  Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,

atau

X

ekspirasi

yang selam



24

jam  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

tidak memberi ventilasi diharapkan
adekuat.
Berhubungan

napas
dengan Status

keletihan
pernafasan

 Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan

Pernapasan

otot Ventilasi
 Tidak adanya
Bradipnea

Batasan karakteristik:
 Bradipnea
 Dispnea
 Fase ekspirasi
memanjang

mestinya
 Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya

ditandai

dengan:

:  Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana

 Tidak adanya
Dispnea
 Fase ekspirasi
tidak memanjang
 Tidak adanya

 Buang secret dengan menyedot lender
 Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
suara tambahan
 Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
 Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
 Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
 Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya

31

 Ortopnea
 Penggunaan

Ortopnea
 Tidak adanya

 Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
 Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya

otot bantu

Penggunaan otot

 Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan

pernapasan

bantu pernapasan

 Posisikan untuk meringankan sesak napas

 Penggunaan
posisi tiga-titik

 Tidak adanya
Penggunaan posisi

 Peningkatan

tiga-titik

diameter

 Tidak adanya

anterior-

Peningkatan

posterior

diameter anterior-

 Penurunan
kapasitas vital
 Penurunan
tekanan
ekspirasi
 Penurunan
tekanan
inspirasi
 Penurunan
ventilasi
semenit

 Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya

posterior
 Tidak adanya
Penurunan
kapasitas vital
 Tidak adanya
Penurunan
tekanan ekspirasi
 Tidak adanya

Monitor Pernapasan
 Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
 Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan
retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
 Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
 Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul,
pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
 Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai
dengan protocol yang ada
 Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung,
dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur
tetapo yang ada

Penurunan

 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

tekanan inspirasi

 Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri

 Tidak adanya

 Catat lokasi trakea

32

 Pernapasan
bibir
 Pernapasan
cuping hidung
 Perubahan
ekskursi dada
 Pola napas
abnormal (mis.,

Penurunan

 Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal

ventilasi semenit

 Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi

 Tidak adanya
Pernapasan bibir
 Tidak adanya

Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat

hidung
 Tidak adanya
Perubahan

frekuensi,

ekskursi dada

 Takipnea

 Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru

Pernapasan cuping

irama,
kedalaman)

dan keberadaan suara napas tambahan

 Pola napas normal
(mis., irama,
frekuensi,
kedalaman)
 Tidak adanya
Takipnea

33

Contoh Kasus:

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Mei 2013 pukul 07.00 WIB pada bayi
Ny.W dengan RDS di ruang Bakung (Perinatologi) RSUP Dr.Soeradji
Tirtonegoro,Klaten. Data pasien didapatkan dari wawancara terhadap keluarga
pasien dan dari data medis pasien.
1. Identitas pasien
Nama : Bayi Ny.W I
Tanggal lahir : 29 Mei 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten
Agama : Islam
No.RM : 780763
Dx.Masuk : Neo Perempuan, KMK , PP Spontan, Gemeli dengan ibu
KPD
Tanggal Masuk : 29 Mei 2013
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Usia : 29 Tahun
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten
Agama : Islam
34

Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Orang tua
3. Keluhan Utama
Sesak nafas (+)
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny. W
I lahir dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), RR
>60X/Menit/takipnea (+), retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU
Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2
NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I tidak
mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I maupun
suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR
7. Riwayat Psikososial
Ny. W I sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi
neonates
8. Riwayat Antenatal
35

Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke
bidan didekat rumahnya setiap bulan
9. Riwayat Natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara
spontan. Ny. W I mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum
melahirkan. Ny.S mengatakan umur kehamilannya baru ± 34 minggu,
karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. W I harus
segera dikeluarkan.
10. Riwayat Pos Natal
a) Apgar Skor
0

1

2

Apgar

1 Menit

5 Menit

100

Skor
denyut

2

2

tidak ada tak

Baik

jantung
pernapasa

1

1

teratur
Lemah
Sedang
tidak ada Merinti

Baik
menangi

n
tonus otot
peka

1
0

2
1

rangsang
Warna

1

1

tidak ada 100

Biru

h
Merah

s
Merah

putih

jambu

jambu

ujungujung
biru

36

Jumlah

5

7

b) Berat badan lahir : 1650 gram
c) Lingkar kepala : 30 cm
d) Lingkar lengan atas : 5 cm
e) Panjang badan : 40 cm
f) Lingkar dada : 26 cm
g) Lingkar perut : 25 cm
h) Anus : positif
i) Adanya kelainan congenital : negatif
11. Pola pengkajian
a) Pola pernapasan
RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada
(+), terapi O 2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
b) Pola kebutuhan cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W I minum ASI 8 X 4 cc
melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih
lemah. Bayi NY. W I mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam.
c) Pola Eliminasi
Bayi Ny. W I memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti
pempers. Bayi Ny. W I sudah BAK dan BAB warna hitam lembek
(mekonium).

37

d) Pola Aktivitas dan Istirahat
Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih
merintih dan geraknya belum aktif.
e) Latar Belakang Sosial dan Budaya
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny.
W I tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W I
tidak ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun
alkohol/minuman keras.
f) Hubungan Psikologis
Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir dengan
kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu
berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang
bersamanya
g) Persepsi-Kognitif
Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya
dalam kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang
dadanya terlihat tertarik, Ny. W I tahu bahwa anaknya belum bisa
disusui karena reflek menelannya dan menghisap masih kurang
sehingga harus dipasang selang makan.
12. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum

: lemah

38

 Kesadaran

: CM (Compos Mentis), gerak kurang

aktif, tangis merintih
 Vital sign

: RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit,

Suhu = 36 7 ºC
 Pemeriksaan tubuh
Kulit

:

: Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan,

tidak ikterus, sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi dan sekitar
pipi, kulit tipis.
Kepala

: Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat.

Mata

: Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.

Hidung

: terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2,

terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Mulut

: Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir

kering.terpasang OGT.
Telinga

: Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris.

Leher

: Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Thorax

: Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+),

retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR=
68x/menit, ditemukan suara nafas ronki.
Cardio

: HR = 184x/menit

39

Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt.
Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi
infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada
kelainan letak lubang uretra
Anus

: Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces

hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki
5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif
Reflek

:

a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan /
tempat inkubator maka pasien kurang merespon/ diam saja.
b) Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan spuit
diberikan ASI, maka pasien tidak dapat 47 menelan dengan
sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang keluar
dari mulutnya
c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat meletakkan
jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien dapat menggenggam
jari telunjuk perawat, namun genggaman masih lemah
d) Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat membuat
gerakan / suara di sekitar pasien, pasien kurang merespon.

40

e) Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika disentuh
kakinya oleh perawat, pasien akan menarik kakinya ke atas.
f) Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat spuit maka
ASI kan keluar sebagian dari mulutnya
13. Data penunjang
No.
1
2
3
4
5
6

Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH

Hasil
11,7
3,95
14,3
42,5
107,6+
36,2+

Satuan
103 /ul
106 /ul
g/dl
%
fL
fL

Nilai normal
9-30
3,7 – 6,5
14,9 – 23,7
47 – 75
80 – 99
27 – 31

14. Terapi
O 2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam
Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 1) Gentamicyn 1x7,5 mg
(hari 1) 30-05-2013: O 2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2) 31-05-2013
O 2 NCPAP 35% PEEP 5
Infus TPN IL

41

Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg
(hari 2)

ANALISA DATA:
No
1

Data Fokus
DS: -

Problem
Gangguan

Etiologi
perubahan

DO:

pertukaran gas

membran kapiler-



KU: Lemah


Suhu = 36,70 C


HR = 186 x/menit


RR 68 X/Menit (adanya

alveolar ditandai

takipnea )
42



Ada retraksi dada


Ada tarikan intercosta


Ada retraksi dalam


suara nafas ronki


sianosis


Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt

2

DS: -

Pola nafas tidak

Keletihan otot

DS:

efektif

pernapasan



KU: Lemah


Suhu = 36,70 C


HR = 186 x/menit


RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )


Ada retraksi dada


Ada tarikan intercosta


Ada retraksi dalam


suara nafas ronki


sianosis


Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt

43

Intervensi Keperawatan:
Diagnosa

No
.

1

Keperawatan

Intervensi
Tujuan/Kriteria Hasil (NOC)

(NANDA)
Gangguan pertukaran Setelah
gas

perubahan diharapkan

membran

kapiler-

alveolar

ditandai Status

Jalan

1. Buka jalan napas
dengan teknik
Pernapasan

Pertukaran Gas

Ds: DO:

tindakan Manajemen

berhubungan keperawatan selam 3 X 24 jam Napas

dengan

dengan:

dilakukan

(NIC)

:

chin lift atau jaw
thrust,



sebagaimana
Ku: Baik

44

mestinya



KU: Lemah


Suhu = 36,70

TTV:


2. Posisikan pasien

 RR: 40 – 60

memaksimalkan

x/menit
C

 HR: 120 –130 x/
 Suhu: 36, 5 –



menit
RR 68


Tidak ada retraksi dada

untuk

X/Menit



Tidak

memasukkan alat

ada

tarikan

membuka jalan

intercosta
Tidak


takipnea )

ada

retraksi

dalam

Ada retraksi


tidak ada ronki

dada



warna kulit (ujung jari)

Ada tarikan


kebutuhan actual/
potensial pasien

37, 5 ºC

(adanya



ventilasi
3. Identifikasi

menit

HR = 186 x/


untuk



merah muda
Tidak terpasang 0₂

intercosta

napas
4. Masukkan alat
nasopharyngeal
(NPA) atau
oropharingeal
airway (OPA),
sebagaimana
mestinya

Ada retraksi


5. Lakukan
fisioterapi dada,

dalam

sebagaimana

suara nafas


mestinya

ronki


sianosis


Terpasang O2

6. Buang secret
dengan menyedot
lender
7. Auskultasi suara

NCPAP 40 %

napas, catat area

PEEP 5 l/mnt

yang ventilasinya

45

t

menurun atau
tidak ada dan
adanya suara
tambahan
8. Lakukan
penyedotan
melalui
endotrakea atau
nasotrakea,
sebagaimana
mestinya
9. Kelola pemberian
bronkodilator,
sebagaimana
mestinya
10. Kelola
pengobatan
aerosol,
sebagaimana
mestinya
11. Kelola nebulizer
ultrasonic,
sebagaimana
mestinya
12. Kelola udara atau
oksigen yang
dilembabkan,
sebagaimana

46

mestinya
13. Ambil benda
asing dengan
forcep McGill,
sebagaimana
mestinya
14. Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
15. Posisikan untuk
meringankan
sesak napas
16. Monitor status
pernapasan dan
okseigenasi,
sebagaimana
mestinya
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut,
hidung, dan
sekresi trakea
dengan tepat
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas

47

3. Siapkan peralatan
oksigen dan
berikan melalui
system humidifier
4. Berikan oksigen
tambahan seperti
yang
diperintahkan
5. Monitor aliran
oksigen
6. Monitor posisi
perangkat (alat)
pemberian
oksigen
7. Periksa perangkat
(alat) pemberian
oksigen secara
berkala untuk
memastikan
bahwa
konsentrasi (yang
telah) ditentukan
sedang diberikan
8. Monitor
efektifitas terapi
oksigen
(misalnya,
tekanan

48

oksimetri, ABGs)
dengan tepat
9. Pastikan
penggantian
masker
oksigen/kanul
nasal setiap kali
perangkat diganti
10. Rubah perangkat
pemberian
oksigen dari
masker ke kanul
saat makan
11. Amati tandatanda
hipoventilasi
induksi oksigen
12. Pantau adanya
tanda-tanda
keracunan
oksigen dan
kejadian
atelektasis
13. Monitor peralatan
oksigen untuk
memastikan
bahwa alat
tersebut tidak

49

mengganggu
upaya pasien
untuk bernapas
14. Monitor
kecemasan pasien
yang berkaitan
dengan kebutuhan
mendapatkan
terapi
15. Monitor
kerusakan kulit
terhadap adanya
gesekan
perangkat oksigen
16. Sediakan oksigen
ketika pasien
dibawa/dipindahk
an
17. Konsultasi
dengan tenaga
kesehatan lain
mengenai
penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan
dan atau tidur
18. Anjurkan pasien
dan keluarga

50

mengenai
penggunaan
oksigen di rumah
19. Rubah kepada
pilihan peralatan
pemberian oksign
lainnya untuk
meningkatkan
kenyamanan
dengan tepat
Monitor
Pernapasan
1. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan
bernapas
2. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otototot bantu napas
dan retraksi pada
supraclaviculas
dan interkosta
3. Monitor suara
tambahan seperti

51

ngorok atau
mengi
4. Monitor pola
napas (misalnya,
bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
pernapasan
kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik,
respirasi biot,
pola ataxic
5. Monitor saturasi
oksigen pada
pasien tersedasi
(seperti SaO₂,
SvO₂, SpO₂)
sesuai dengan
protocol yang ada
6. Pasang sensor
pemantauan
oksigen noninvasif (misalnya,
pasang alat pada
jari, hidung, dan
dahi) dengan
mengatur alarm

52

pada pasien
berisiko tinggi
sesuai dengan
prosedur tetapo
yang ada
7. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
8. Perkusi torak
anterior dan
posterior, dari
apeks ke basis
paru, kanan dan
kiri
9. Catat lokasi
trakea
10. Monitor
kelelahan otototot diapragma
dengan
pergerakan
parasoksikal
11. Auskultasi suara
napas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau
tidak adanya
ventilasi dan

53

keberadaan suara
napas tambahan
12. Kaji perlunya
penyedotan jalan
napas dengan
auskultasi suara
nafas ronki di
paru
13. Auskultasi suara
napas setelah
tindakan, untuk
Pola
2

nafas

tidak Setelah

dilakukan

dicatat
tindakan Manajemen

Jalan

efektif berhubungan keperawatan selam … X 24 Napas
dengan

 Buka jalan napas

kelelahan jam diharapkan

otot pernafasan

dengan teknik
Status Pernapasan : Ventilasi

DS: -

Ku: Baik


TTV:

DO :



KU: Lemah


Suhu = 36,70

menit
RR 68

untuk
memaksimalkan

 HR: 120 –130 x/

ventilasi
 Identifikasi

menit
 Suhu: 36, 5 –

kebutuhan actual/
potensial pasien

37, 5 ºC

HR = 186 x/



 Posisikan pasien

x/menit

C


thrust,

 RR: 40 – 60



chin lift atau jaw



Tidak ada retraksi dada

untuk



Tidak

memasukkan alat

intercosta

ada

tarikan

membuka jalan
napas

54

X/Menit

Tidak


nasopharyngeal



tidak ada ronki

(NPA) atau



warna kulit (ujung jari)

oropharingeal

merah muda

airway (OPA),

Tidak terpasang 0₂

sebagaimana

takipnea )
Ada retraksi
dada



mestinya

Ada tarikan


 Lakukan
fisioterapi dada,

intercosta

sebagaimana

Ada retraksi


mestinya

dalam

 Buang secret
dengan menyedot

suara nafas


retraksi  Masukkan alat

dalam

(adanya



ada

lender

ronki

 Auskultasi suara



sianosis

napas, catat area



Terpasang O2

yang ventilasinya
menurun atau

NCPAP 40 %

tidak ada dan

PEEP 5 l/mnt

adanya suara

t

tambahan
 Lakukan
penyedotan
melalui
endotrakea atau
nasotrakea,
sebagaimana
mestinya

55

 Kelola pemberian
bronkodilator,
sebagaimana
mestinya
 Kelola
pengobatan
aerosol,
sebagaimana
mestinya
 Kelola nebulizer
ultrasonic,
sebagaimana
mestinya
 Kelola udara atau
oksigen yang
dilembabkan,
sebagaimana
mestinya
 Ambil benda
asing dengan
forcep McGill,
sebagaimana
mestinya
 Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan

56

 Posisikan untuk
meringankan
sesak napas
 Monitor status
pernapasan dan
okseigenasi,
sebagaimana
mestinya
Monitor
Pernapasan
 Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan
bernapas
 Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otototot bantu napas
dan retraksi pada
supraclaviculas
dan interkosta
 Monitor suara
tambahan seperti
ngorok atau
mengi

57

 Monitor pola
napas (misalnya,
bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
pernapasan
kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik,
respirasi biot,
pola ataxic
 Monitor saturasi
oksigen pada
pasien tersedasi
(seperti SaO₂,
SvO₂, SpO₂)
sesuai dengan
protocol yang ada
 Pasang sensor
pemantauan
oksigen noninvasif (misalnya,
pasang alat pada
jari, hidung, dan
dahi) dengan
mengatur alarm
pada pasien
berisiko tinggi

58

sesuai dengan
prosedur tetapo
yang ada
 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
 Perkusi torak
anterior dan
posterior, dari
apeks ke basis
paru, kanan dan
kiri
 Catat lokasi
trakea
 Monitor
kelelahan ototot